BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan sistem kesehatan. Pada intinya, sistem kesehatan merupakan semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup health care atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan pembiayaan dan mekanisme risk pooling, sehingga dapat melindungi masyarakat dari beban keuangan dan beban ekonomi karena penyakit. Dimensi lain, menyangkut peningkatan kepuasan konsumen dan memberikan informasi dan pilihan, juga merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Salah satu tujuan sistem kesehatan adalah menjamin keadilan dalam kontribusi pembiayaan. Sistem kesehatan diharapkan memberikan proteksi dalam bentuk jaminan pembiayaan kesehatan penduduk yang membutuhkan. Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat dengan distribusi secara adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada tingkat manfaat yang diberikan, tetapi juga cara manfaat tersebut didistribusikan (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI & PPJK, 2009). Di Indonesia, pembiayaan kesehatan, selain relatif kecil, efektivitas dan efisiensi penggunaannya belum optimal. Efektivitas dan efisiensi yang belum optimal tersebut diduga berkaitan dengan jumlahnya yang kurang, alokasi yang tidak sesuai dengan prioritas kesehatan dan pola belanja yang cenderung pada investasi barang dan kegiatan tidak langsung, sehingga biaya operasional dan biaya untuk kegiatan tidak langsung berkurang. Kinerja suatu program kesehatan sangat ditentukan oleh kecukupan anggaran operasional dan anggaran kegiatan langsung (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI & PPJK, 2009). 1
2 WHO dan lembaga dunia lain (World Bank, UNDP, dll.) menyarankan agar negara-negara di dunia melakukan pencatatan dan analisis situasi pembiayaan kesehatan (national health account) dengan tujuan untuk melihat kecukupan, ketepatan alokasi dan efektivitas pembiayaan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Selain itu, hasil pencatatan tersebut dapat dibandingkan antar negara. Melalui pendekatan ini, dapat diketahui mobilisasi dana dari sumber pembiayaan ke penyedia atau pemberi layanan kesehatan dan fungsinya. Sampai saat ini, pemanfaatan dana menjadi masalah di sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia, padahal hampir semua daerah di Indonesia menetapkan kesehatan sebagai salah satu program prioritas. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan peluang kepada daerah untuk menyusun perencanaan dan pengalokasian anggaran di lingkungan pemerintah daerah masing-masing. Peran dan komitmen policy makers sebagai pengambil kebijakan sangat besar dalam menentukan arah pembangunan dan pengalokasian anggaran bersumber dari pemerintah (Sumaryadi, 2005). Indeks pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM) dibangun dari beberapa indikator, di antaranya indikator kinerja program kesehatan, sehingga untuk meningkatkan nilai IPKM suatu daerah, hal yang harus dipikirkan adalah cara menjamin program kesehatan di daerah tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Selama ini, disinyalir ada beberapa masalah pembiayaan kesehatan di daerah, baik di kabupaten maupun di kota, yang mengakibatkan tidak efektifnya program kesehatan, yaitu: jumlah anggaran kesehatan terlalu kecil dibandingkan dengan kebutuhan, sumber pembiayaan tidak terintegrasi atau masih terpisah-pisah, sehingga pemanfaatan biaya menjadi tidak efisien, anggaran kesehatan lebih banyak digunakan untuk kegiatan tidak langsung (pelatihan, belanja barang modal dll.). Dengan demikian, kegiatan langsung yang terkait dengan program menjadi kecil (pelayanan dan intervensi), alokasi anggaran tidak sesuai dengan program prioritas dan realisasi anggaran sering terlambat turun, sehingga pelaksanaan kegiatan program dilaksanakan dengan terburu-buru dengan mutu yang kurang optimal (Gani, 2009).
3 Peningkatan kualitas derajat kesehatan masyarakat menurut Blum dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan dan perilaku memegang peranan paling besar dalam meningkatkan kualitas derajat kesehatan masyarakat. Pengaruh lingkungan tidak sekedar hanya lingkungan fisik saja tetapi juga non fisik, seperti sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapar terwujud. Di Indonesia, hal ini sejalan dengan arah Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang / RPKJMN (2005-2024) yang menekankah arah pembangunan kesehatan lebih ke arah promotif dan preventif yang seimbang dengan upaya kuratif dan rehabilitatif, dengan visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pembiayaan pelayanan kesehatan dengan tepat, baik pelayanan yang bersifat kuratif, preventif dan/atau promotif. Dengan diberlakukannya sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), maka sumber dana untuk pengobatan akan di-cover oleh skema JKN. Sementara, pembiayaan preventif dan promotif akan bersumber dari kantong Biaya Operasional Kesehatan (BOK) maupun kantor-kantong lain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Prinsip pembiayaan kesehatan adalah keadilan dalam kontribusi pembiayaan dan perlindungan terhadap risiko keuangan berdasarkan dugaan bahwa sebaiknya rumah tangga dapat membayar bagiannya secara adil tanpa memperburuk keadaan finansial yang ada. Sementara, indikasi adil akan bergantung pada perkiraan/dugaan normatif masyarakat dan cara sistem kesehatan dapat membiayainya. Dalam peraturan-peraturan terkait dengan JKN, belum ada yang membahas secara khusus mengenai besaran anggaran yang digunakan untuk pelayanan promotif dan preventif. Permenkes No. 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional, hanya menjelaskan penggunaan dana kapitasi ditujukan untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya
4 operasional pelayanan kesehatan. Besaran yang ditentukan adalah untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan sebesar 60% dari dana kapitasi dan untuk dukungan biaya operasional merupakan selisih dari besar dana kapitasi dengan besar alokasi pembayaran jasa pelayanan, yang artinya sekitar 40% dari dana kapitasi. Hendaknya pihak BPJS menilik lebih lanjut manfaat promotif dan preventif, dalam praktik di lapangan hal ini dilaksanakan atau hanya sekedar manfaat yang tercantum dalam peraturan yang mengatur JKN. Apabila sudah dilaksanakan, sudah optimal pencapaiannya atau belum. Hal ini dikarenakan pembiayaan untuk pengobatan (kuratif) tidak akan ada habisnya sepanjang waktu dan akan terus menerus meningkat jika tidak disertai dengan upaya promotif dan preventif, baik lingkup perseorangan ataupun masyarakat. Lingkup promosi kesehatan berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan mencakup semua aspek dalam pelayanan kesehatan, mulai dari promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitatif. Artinya, upaya promosi kesehatan ada pada aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kadangkala ranah promosi kesehatan terkesan hanya pada upaya promotif dan preventif saja. Secara sasaran, memang upaya promotif dan preventif sebagian besar (hampir sekitar 85%) sasarannya adalah orang sehat, sementara sasaran upaya kuratif dan rehabilitatif adalah orang sakit (sekitar 15%). Pendekatan upaya pembangunan kesehatan seharusnya dilakukan secara holistik atau secara makro, tidak menyelesaikan masalah kesehatan pada waktu seseorang sakit saja atau secara mikro. Dalam implementasi sistem kesehatan nasional, prinsip managed care diberlakukan, yang memiliki 4 pilar, yaitu : promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Prinsip ini akan memberlakukan pelayanan kesehatan akan difokuskan di pelayanan kesehatan tingkat pertama (FKTP)/fasilitas kesehatan primer seperti di puskesmas, klinik atau dokter praktik perseorangan yang akan menjadi gerbang utama peserta BPJS Kesehatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Untuk itu, kualitas fasilitas kesehatan primer ini harus dijaga, mengingat efek dari implementasi jaminan kesehatan nasional ke depan, akan mengakibatkan naiknya permintaan (demand) masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena kepastian jaminan sudah didapatkan. Lebih jauh dan yang terpenting adalah
5 kemampuan dalam hal pencegahan penyakit yang kini menjadi produk lokal harus dipahami oleh setiap dokter yang bekerja di tengah masyarakat agar pasien ke depan memperoleh pelayanan. Inilah yang disebut dengan penguatan FKTP/faskes primer melalui fungsi promotif dan preventif. Data statistik yang diperoleh dari Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa anggaran lebih banyak dimanfaatkan untuk upaya kuratif (Depkes, 2009). Pada tahun 2007 menunjukkan bahwa 53% anggaran digunakan untuk pelayanan medik, sedangkan untuk promotif 17% dan preventif 8%. Keadaan pada tahun 2008 bahkan lebih buruk, upaya promotif hanya mendapatkan 10% dan preventif 3,5% dari total anggaran yang ada (Depkes, 2009). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, secara nasional diperkirakan prevalensi balita gizi buruk dan kurang (giburkur) sebesar 19,60%. Jumlah ini, jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007, mengalami peningkatan, yaitu dari 18,40%. Bila dilakukan konversi ke dalam jumlah absolutnya, maka jika jumlah balita tahun 2013 adalah 23.708.844, jumlah balita giburkur sebanyak 4.646.933 balita. Idealnya, untuk meningkatkan derajat kesehatan di daerah harus ditunjang dengan data yang mendukung, salah satunya adalah data pembiayaan kesehatan yang menyeluruh dan berkesinambungan. Realitanya, pada saat ini sebagian besar daerah di Indonesia belum memiliki data atau peta pembiayaan kesehatan. Selama ini, penyediaan informasi data pembiayaan di daerah dilakukan secara insidentil hanya beberapa daerah saja (Ahmad et al., 2006). Informasi alokasi, realisasi dan kebutuhan anggaran kesehatan sebagai indikator pembiayaan kesehatan pada daerah dirasakan sangat perlu diketahui dan ditelusuri dalam rangka meningkatkan derajat di daerah tersebut. Informasi alokasi dan realisasi anggaran kesehatan bisa diperoleh dengan kegiatan DHA (district health account). Diharapkan, adanya informasi biaya tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi perencanaan alokasi program prioritas, pemanfaatan dan mengetahui persepsi stakeholder dalam pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di daerah.
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran pembiayaan dan persepsi stakeholder dalam pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di era jaminan kesehatan nasional (JKN)? C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di Kota Mojokerto menurut sumber biaya, pengelola anggaran, penyelenggara pelayanan, jenis kegiatan, mata anggaran, jenis program, jenjang kegiatan, penerima manfaat di era jaminan kesehatan nasional (JKN). 2. Menjelaskan persepsi stakeholder dalam pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di era jaminan kesehatan nasional (JKN). D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pemerintah daerah, untuk memetakan pembiayaan kesehatan di daerah dan rumusan dalam pengambilan kebijakan penyusunan prioritas pengalokasian anggaran kesehatan. 2. Bagi Kementerian Kesehatan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar menentukan kebijakan pembiayaan kesehatan di daerah. 3. Bagi institusi penelitian, Memberikan masukan bagi kalangan akademik, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan serta pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang. 4. Bagi Dinas kesehatan, sebagai bahan strategi advokasi kepada para pengambil keputusan dalam perencanaan penganggaran kesehatan.
7 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian Peneliti Judul penelitian Persamaan Perbedaan Yandriani et al. (2007) Samkani (2008) Wikrama (2010) Analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah berdasarkan pendekatan district health account di Kota Pariaman Analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah berdasarkan district health account di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah berdasarkan district health account (DHA) di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat Jenis penelitian desktriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif Unit analisis kabupaten data primer wawancara mendalam dan data sekunder analisis tools DHA. Unit analisis kabupaten Penelitian deskriptif Unit analisis adalah kabupaten Analisis data sekunder menggunakan tools DHA Tujuan penelitian untuk membandingkan pembiayaan kesehatan sebelum dan sesudah JKN, anggaran berbasis kinerja (trivariat), Analisis lebih spesisfik mengenai proses perencanaan prioritas program dan persepsi stakeholder. Tujuan penelitiaan untuk membandingkan pembiayaan kesehatan sebelum dan sesudah JKN, anggaran berbasis kinerja (trivariat), jenis penelitiannya kualitatif dan kuantitatif, Analisis lebih spesisfik mengenai proses perencanaan prioritas program dan persepsi stakeholder. Tujuan penelitiaan untuk membandingkan pembiayaan kesehatan sebelum dan sesudah JKN, anggaran berbasis kinerja (trivariat), jenis penelitiannya kualitatif dan kuantitatif, Analisis lebih spesisfik mengenai proses perencanaan prioritas program dan persepsi stakeholder.
8 Hujaipah (2013) Analisis pembiayaan kesehatann bersumber pemerintah dengan pendekatan district health account (DHA) di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat Unit analisis kabupaten Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder analisis data menggunakan pivot table Tujuan penelitiaan untuk membandingkan pembiayaan kesehatan sebelum dan sesudah JKN, anggaran berbasis kinerja (trivariat), jenis penelitiannya kualitatif dan kuantitatif, Analisis lebih spesisfik mengenai proses perencanaan prioritas program dan persepsi stakeholder. Berdasarkan uraian keaslian penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang berjudul Pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di era jaminan kesehatan nasional di Kota Mojokerto, kebaruannya adalah pada : 1) dilaksanakan sebelum dan sesudah pelaksanaan jaminan kesehatan nasional, 2) pengumpulan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, dan 3) analisis data pembiayaan kesehatan dari berbagai dimensi pembiayaan.