BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan yang semula berorientasi pada pembayaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

2 Bagian Hukum Setda Kab. Banjar

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Sumber daya manusia merupakan partner strategis untuk mencapai tujuan

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.1 TAHUN 2015 TENTANG

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E

Pendanaan Sektor Kesehatan di Indonesia: Studi Kasus Bantuan Operasional Kesehatan. Fatmah Afrianty Gobel

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 50 TAHUN 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 25 Tahun : 2014

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hak atas kesehatan ini dilindungi oleh konstitusi, seperti : tercantum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 19 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pemerintah telah menetapkan pola dasar pembangunan yaitu. pembangunan mutu sumberdayamanusia(sdm) di berbagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan usia. dikelompokkan seperti pada Gambar 3 :

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Penyelenggaraan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. (Yustina, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2015). Sedangkan kesehatan menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kata lain terjadi perubahan paradigma sistem pemerintahan, baik ditingkat pusat,

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG

Keynote Speech. Nila Farid Moeloek. Disampaikan pada Mukernas IAKMI XIV Manado, 18 Oktober 2017

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

Status Gizi. Sumber: Hasil PSG Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di

APOTEKER, FKTP DAN ERA JKN. Oleh Helen Widaya, S.Farm, Apt

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan sistem kesehatan. Pada intinya, sistem kesehatan merupakan semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup health care atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan pembiayaan dan mekanisme risk pooling, sehingga dapat melindungi masyarakat dari beban keuangan dan beban ekonomi karena penyakit. Dimensi lain, menyangkut peningkatan kepuasan konsumen dan memberikan informasi dan pilihan, juga merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Salah satu tujuan sistem kesehatan adalah menjamin keadilan dalam kontribusi pembiayaan. Sistem kesehatan diharapkan memberikan proteksi dalam bentuk jaminan pembiayaan kesehatan penduduk yang membutuhkan. Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat dengan distribusi secara adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada tingkat manfaat yang diberikan, tetapi juga cara manfaat tersebut didistribusikan (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI & PPJK, 2009). Di Indonesia, pembiayaan kesehatan, selain relatif kecil, efektivitas dan efisiensi penggunaannya belum optimal. Efektivitas dan efisiensi yang belum optimal tersebut diduga berkaitan dengan jumlahnya yang kurang, alokasi yang tidak sesuai dengan prioritas kesehatan dan pola belanja yang cenderung pada investasi barang dan kegiatan tidak langsung, sehingga biaya operasional dan biaya untuk kegiatan tidak langsung berkurang. Kinerja suatu program kesehatan sangat ditentukan oleh kecukupan anggaran operasional dan anggaran kegiatan langsung (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI & PPJK, 2009). 1

2 WHO dan lembaga dunia lain (World Bank, UNDP, dll.) menyarankan agar negara-negara di dunia melakukan pencatatan dan analisis situasi pembiayaan kesehatan (national health account) dengan tujuan untuk melihat kecukupan, ketepatan alokasi dan efektivitas pembiayaan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Selain itu, hasil pencatatan tersebut dapat dibandingkan antar negara. Melalui pendekatan ini, dapat diketahui mobilisasi dana dari sumber pembiayaan ke penyedia atau pemberi layanan kesehatan dan fungsinya. Sampai saat ini, pemanfaatan dana menjadi masalah di sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia, padahal hampir semua daerah di Indonesia menetapkan kesehatan sebagai salah satu program prioritas. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan peluang kepada daerah untuk menyusun perencanaan dan pengalokasian anggaran di lingkungan pemerintah daerah masing-masing. Peran dan komitmen policy makers sebagai pengambil kebijakan sangat besar dalam menentukan arah pembangunan dan pengalokasian anggaran bersumber dari pemerintah (Sumaryadi, 2005). Indeks pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM) dibangun dari beberapa indikator, di antaranya indikator kinerja program kesehatan, sehingga untuk meningkatkan nilai IPKM suatu daerah, hal yang harus dipikirkan adalah cara menjamin program kesehatan di daerah tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Selama ini, disinyalir ada beberapa masalah pembiayaan kesehatan di daerah, baik di kabupaten maupun di kota, yang mengakibatkan tidak efektifnya program kesehatan, yaitu: jumlah anggaran kesehatan terlalu kecil dibandingkan dengan kebutuhan, sumber pembiayaan tidak terintegrasi atau masih terpisah-pisah, sehingga pemanfaatan biaya menjadi tidak efisien, anggaran kesehatan lebih banyak digunakan untuk kegiatan tidak langsung (pelatihan, belanja barang modal dll.). Dengan demikian, kegiatan langsung yang terkait dengan program menjadi kecil (pelayanan dan intervensi), alokasi anggaran tidak sesuai dengan program prioritas dan realisasi anggaran sering terlambat turun, sehingga pelaksanaan kegiatan program dilaksanakan dengan terburu-buru dengan mutu yang kurang optimal (Gani, 2009).

3 Peningkatan kualitas derajat kesehatan masyarakat menurut Blum dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan dan perilaku memegang peranan paling besar dalam meningkatkan kualitas derajat kesehatan masyarakat. Pengaruh lingkungan tidak sekedar hanya lingkungan fisik saja tetapi juga non fisik, seperti sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapar terwujud. Di Indonesia, hal ini sejalan dengan arah Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang / RPKJMN (2005-2024) yang menekankah arah pembangunan kesehatan lebih ke arah promotif dan preventif yang seimbang dengan upaya kuratif dan rehabilitatif, dengan visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pembiayaan pelayanan kesehatan dengan tepat, baik pelayanan yang bersifat kuratif, preventif dan/atau promotif. Dengan diberlakukannya sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), maka sumber dana untuk pengobatan akan di-cover oleh skema JKN. Sementara, pembiayaan preventif dan promotif akan bersumber dari kantong Biaya Operasional Kesehatan (BOK) maupun kantor-kantong lain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Prinsip pembiayaan kesehatan adalah keadilan dalam kontribusi pembiayaan dan perlindungan terhadap risiko keuangan berdasarkan dugaan bahwa sebaiknya rumah tangga dapat membayar bagiannya secara adil tanpa memperburuk keadaan finansial yang ada. Sementara, indikasi adil akan bergantung pada perkiraan/dugaan normatif masyarakat dan cara sistem kesehatan dapat membiayainya. Dalam peraturan-peraturan terkait dengan JKN, belum ada yang membahas secara khusus mengenai besaran anggaran yang digunakan untuk pelayanan promotif dan preventif. Permenkes No. 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional, hanya menjelaskan penggunaan dana kapitasi ditujukan untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya

4 operasional pelayanan kesehatan. Besaran yang ditentukan adalah untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan sebesar 60% dari dana kapitasi dan untuk dukungan biaya operasional merupakan selisih dari besar dana kapitasi dengan besar alokasi pembayaran jasa pelayanan, yang artinya sekitar 40% dari dana kapitasi. Hendaknya pihak BPJS menilik lebih lanjut manfaat promotif dan preventif, dalam praktik di lapangan hal ini dilaksanakan atau hanya sekedar manfaat yang tercantum dalam peraturan yang mengatur JKN. Apabila sudah dilaksanakan, sudah optimal pencapaiannya atau belum. Hal ini dikarenakan pembiayaan untuk pengobatan (kuratif) tidak akan ada habisnya sepanjang waktu dan akan terus menerus meningkat jika tidak disertai dengan upaya promotif dan preventif, baik lingkup perseorangan ataupun masyarakat. Lingkup promosi kesehatan berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan mencakup semua aspek dalam pelayanan kesehatan, mulai dari promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitatif. Artinya, upaya promosi kesehatan ada pada aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kadangkala ranah promosi kesehatan terkesan hanya pada upaya promotif dan preventif saja. Secara sasaran, memang upaya promotif dan preventif sebagian besar (hampir sekitar 85%) sasarannya adalah orang sehat, sementara sasaran upaya kuratif dan rehabilitatif adalah orang sakit (sekitar 15%). Pendekatan upaya pembangunan kesehatan seharusnya dilakukan secara holistik atau secara makro, tidak menyelesaikan masalah kesehatan pada waktu seseorang sakit saja atau secara mikro. Dalam implementasi sistem kesehatan nasional, prinsip managed care diberlakukan, yang memiliki 4 pilar, yaitu : promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Prinsip ini akan memberlakukan pelayanan kesehatan akan difokuskan di pelayanan kesehatan tingkat pertama (FKTP)/fasilitas kesehatan primer seperti di puskesmas, klinik atau dokter praktik perseorangan yang akan menjadi gerbang utama peserta BPJS Kesehatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Untuk itu, kualitas fasilitas kesehatan primer ini harus dijaga, mengingat efek dari implementasi jaminan kesehatan nasional ke depan, akan mengakibatkan naiknya permintaan (demand) masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena kepastian jaminan sudah didapatkan. Lebih jauh dan yang terpenting adalah

5 kemampuan dalam hal pencegahan penyakit yang kini menjadi produk lokal harus dipahami oleh setiap dokter yang bekerja di tengah masyarakat agar pasien ke depan memperoleh pelayanan. Inilah yang disebut dengan penguatan FKTP/faskes primer melalui fungsi promotif dan preventif. Data statistik yang diperoleh dari Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa anggaran lebih banyak dimanfaatkan untuk upaya kuratif (Depkes, 2009). Pada tahun 2007 menunjukkan bahwa 53% anggaran digunakan untuk pelayanan medik, sedangkan untuk promotif 17% dan preventif 8%. Keadaan pada tahun 2008 bahkan lebih buruk, upaya promotif hanya mendapatkan 10% dan preventif 3,5% dari total anggaran yang ada (Depkes, 2009). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, secara nasional diperkirakan prevalensi balita gizi buruk dan kurang (giburkur) sebesar 19,60%. Jumlah ini, jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007, mengalami peningkatan, yaitu dari 18,40%. Bila dilakukan konversi ke dalam jumlah absolutnya, maka jika jumlah balita tahun 2013 adalah 23.708.844, jumlah balita giburkur sebanyak 4.646.933 balita. Idealnya, untuk meningkatkan derajat kesehatan di daerah harus ditunjang dengan data yang mendukung, salah satunya adalah data pembiayaan kesehatan yang menyeluruh dan berkesinambungan. Realitanya, pada saat ini sebagian besar daerah di Indonesia belum memiliki data atau peta pembiayaan kesehatan. Selama ini, penyediaan informasi data pembiayaan di daerah dilakukan secara insidentil hanya beberapa daerah saja (Ahmad et al., 2006). Informasi alokasi, realisasi dan kebutuhan anggaran kesehatan sebagai indikator pembiayaan kesehatan pada daerah dirasakan sangat perlu diketahui dan ditelusuri dalam rangka meningkatkan derajat di daerah tersebut. Informasi alokasi dan realisasi anggaran kesehatan bisa diperoleh dengan kegiatan DHA (district health account). Diharapkan, adanya informasi biaya tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi perencanaan alokasi program prioritas, pemanfaatan dan mengetahui persepsi stakeholder dalam pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di daerah.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran pembiayaan dan persepsi stakeholder dalam pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di era jaminan kesehatan nasional (JKN)? C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di Kota Mojokerto menurut sumber biaya, pengelola anggaran, penyelenggara pelayanan, jenis kegiatan, mata anggaran, jenis program, jenjang kegiatan, penerima manfaat di era jaminan kesehatan nasional (JKN). 2. Menjelaskan persepsi stakeholder dalam pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di era jaminan kesehatan nasional (JKN). D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pemerintah daerah, untuk memetakan pembiayaan kesehatan di daerah dan rumusan dalam pengambilan kebijakan penyusunan prioritas pengalokasian anggaran kesehatan. 2. Bagi Kementerian Kesehatan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar menentukan kebijakan pembiayaan kesehatan di daerah. 3. Bagi institusi penelitian, Memberikan masukan bagi kalangan akademik, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan serta pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang. 4. Bagi Dinas kesehatan, sebagai bahan strategi advokasi kepada para pengambil keputusan dalam perencanaan penganggaran kesehatan.

7 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian Peneliti Judul penelitian Persamaan Perbedaan Yandriani et al. (2007) Samkani (2008) Wikrama (2010) Analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah berdasarkan pendekatan district health account di Kota Pariaman Analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah berdasarkan district health account di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah berdasarkan district health account (DHA) di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat Jenis penelitian desktriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif Unit analisis kabupaten data primer wawancara mendalam dan data sekunder analisis tools DHA. Unit analisis kabupaten Penelitian deskriptif Unit analisis adalah kabupaten Analisis data sekunder menggunakan tools DHA Tujuan penelitian untuk membandingkan pembiayaan kesehatan sebelum dan sesudah JKN, anggaran berbasis kinerja (trivariat), Analisis lebih spesisfik mengenai proses perencanaan prioritas program dan persepsi stakeholder. Tujuan penelitiaan untuk membandingkan pembiayaan kesehatan sebelum dan sesudah JKN, anggaran berbasis kinerja (trivariat), jenis penelitiannya kualitatif dan kuantitatif, Analisis lebih spesisfik mengenai proses perencanaan prioritas program dan persepsi stakeholder. Tujuan penelitiaan untuk membandingkan pembiayaan kesehatan sebelum dan sesudah JKN, anggaran berbasis kinerja (trivariat), jenis penelitiannya kualitatif dan kuantitatif, Analisis lebih spesisfik mengenai proses perencanaan prioritas program dan persepsi stakeholder.

8 Hujaipah (2013) Analisis pembiayaan kesehatann bersumber pemerintah dengan pendekatan district health account (DHA) di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat Unit analisis kabupaten Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder analisis data menggunakan pivot table Tujuan penelitiaan untuk membandingkan pembiayaan kesehatan sebelum dan sesudah JKN, anggaran berbasis kinerja (trivariat), jenis penelitiannya kualitatif dan kuantitatif, Analisis lebih spesisfik mengenai proses perencanaan prioritas program dan persepsi stakeholder. Berdasarkan uraian keaslian penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang berjudul Pembiayaan kesehatan program promotif dan program preventif di era jaminan kesehatan nasional di Kota Mojokerto, kebaruannya adalah pada : 1) dilaksanakan sebelum dan sesudah pelaksanaan jaminan kesehatan nasional, 2) pengumpulan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, dan 3) analisis data pembiayaan kesehatan dari berbagai dimensi pembiayaan.