BAB III TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

BAB III. A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III PENGATURAN PERIKLANAN DI INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Mengingat :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN BARANG BEREDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III IKLAN PANCINGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Perlindungan Konsumen. Akan tetapi dalam Undang-undang Republik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Iklan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Penelitian tentang perlindungan konsumen terhadap periklanan diantaranya:

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Prodi Manajemen Industri Katering Universitas Pendidikan Indonesia PELAYANAN PRIMA

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang atau jasa

PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU USAHA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Merlin M. Paat 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN. defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Regulasi Pangan di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

BAB III TINJUAN TEORITIS

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

TADLI> <S KUALITAS DALAM JUAL-BELI

BAB IV PENUTUP. Setelah melalui uraian teori dan analisis, maka dalam penelitian diperoleh

ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PROMOSI BARANG DALAM PERDAGANGAN 1 Oleh: Steven Kanter Posumah 2

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 634/MPP/Kep/9/2002

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Supriyanta Dosen Fak. Hukum UNISRI Surakarta

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

ETIKA PARIWARA INDONESIA. Rama kertamukti

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi.

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. dari rumah, membaca surat kabar, melihat reklame, pamflet, menyetel radio,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

Etika Periklanan. Kaitan Peraturan Pemerintah dengan Periklanan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

LEMON LAW, SUATU UPAYA HUKUM BAGI PEMILIK KENDARAAN DI AMERIKA (STUDI PERBANDINGAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA)

Keamanan Pangan Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

Pemasaran Pada Perusahaan Kecil. Oleh Sukanti, M.Pd

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ETIKA BISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH X WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI/ AGRIBISNIS, UNIVERSITAS JEMBER 2017

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SEBAGAI PEMESAN DAN PEMBUAT IKLAN TERHADAP IKLAN YANG MERUGIKAN KONSUMEN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

Modul ke: ETIKA PERIKLANAN. Overview. Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Kartika, SIP, M.Ikom. Program Studi Advertising & Marketing Communication

BAB I PENDAHULUAN. Dalam aktivitas sehari-hari kita sering menjumpai iklan dan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada masalah krisis keuangan global. Krisis ini berlanjut terus

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

RechtsVinding Online

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian developer, yaitu : Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

PENEYELESAIAN SENGKETA PELANGGARAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN Oleh: Fridolin Situngkir 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

PRINSIP PRIVASI UNILEVER

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Periklanan 1. Sejarah Singkat Periklanan Orang Mesir tempo dulu sekitar akhir abad ke 19 menggunakan papyrus sebagai poster yang memuat berbagai pesan tentang penjualan barang-barang komersial dan ide-ide politik. Berbagai temuan dari reruntuhan kota pompai dan Saudi kuno membuktikan keberadaan posterposter tersebut, juga hal yang sama ditemukan pula pada papirus pada zaman Yunani kuno dan Romawi kuno. Sementara itu dibagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan ditemukan lukisan pada dinding-dinding batu yang berisi pesan komersil.sejarah kuno mengatakan kepada kita bahwa sebenarnya tampilan billboard sekarang mirip dengan lukisan iklan pada dinding-dinding batu dimasa lalu. 1 Menyusul dengan hadirnya percetakan di abad pertengahan yang mendorong minat baca, maka iklan-iklan mulai dikenal melalui surat-surat kabar dan buku. Dalam bulan juni 1836, surat kabar Prancis la presse tercatat sebagai Koran pertama yang memuat iklan yang dibayar oleh pengiklannya. Pada tahun 1840 Palmer Volney mendirikan sebuah agen periklanan di boston, dan disaat bersamaan surat kabar di Prancis memperluas layanan kantor yang menjadi perantara bagi berbagai macam 1 Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011) h, 532

Koran. Kemudian pada tahun 1869 di philadelbhia berdiri NW ayer dan son yang dikenal sebagai lembaga agen iklan pertama didunia. Di Indonesia iklan dikenal sejak surat kabar beredar sekitar lebih dari 100 tahun lalu, yang pada saat itu iklan dinamakan pemberitahoewan. Contohnya iklan yang dimuat dalam surat kabar Tjahaja Sijang yang terbit di MANADO sejak 1869 dan beredar sampai ke PARIS dan AMSTERDAM. 2 Pada tahun 1960-an pekembangan berbagai iklan di media cetak, radio dan televisi semakin meningkat, maka untuk mengimbangi perkembangan tersebut lahirlah berbagai macam kreativitas dikalangan desainer. Tahun 1990-an persaingan iklan memasuki persaingan yang semain seru karena tampilnya internet yang beriringan dengan boom Computer. Sehingga banyak perusahaan melakukan periklanan melalui iklan online.sampai saat sekarang ini para pelaku usaha banyak memilih iklan melalui media internet, karena dinilai mempunyai jelajah yang sangat luas dibanding dengan media lainnya. 2. Defenisi Iklan Menurut Love Lock dan Wright, iklan adalah bentuk komunikasi nonpribadi yang dilakukan pemasaran untuk menginformasikan, mendidik, atau membujuk pasar sasaran. 3 2. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta : Kencana Pernada Media Group, 2008), h. 76 3 Op,Cit, Alo Liliweri, h. 537

Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. 4 3. Fungsi Periklanan Konsep komunikasi dalam periklanan itu menyampaikan sebuah pesan dengan demikian kita mendapat kesan bahwa Iklan terutama bermaksud memberikan informasi.tujuan atau sasaran iklan dapat diklasifikasikan berdasarkan maksud yang diinginkan. Dalam periklanan dapat dibedakan 2 (dua) fungsi yaitu : 5 a. Informatif Maksudnya adalah periklanan yang memberitahukan tentang produk baru, menjelaskan kegunaan suatu produk, memberitahukan perubahan harga pada pasar, menjelaskan bagaimana bekerjanya suatu produk, menjelaskan jasa-jasa yang tersedia, dan memperbaiki kesan yang keliru dan membangun citra perusahaan. b. Persuasif Maksudnya adalah periklanan yang mendorong konsumen beralih merek ke merek yang diiklankan, mengubah persepsi pelanggan mengenai atribut produk dan menyakinkan pelanggan untuk membeli pada waktu sekarang serta kunjungan penjualan. Tercampurnya unsur informatif dan persuasive dalam periklanan membuat penilaian etis terhadapnya menjadi lebih kompleks. Seandainya 4 Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen 5 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 264

iklan semata-mata informatif atau persuasive, tugas etika dalam periklanan akan menjadi lebih mudah. Tapi kenyataannya tidak demikian, dengan akibat bahwa etika harus bernuansa dalam menghadapi aspek-aspek etis dari periklanan. 4. Media Iklan Setelah revolusi komunikasi bertumbuh pesat yang mendorong dan mengubah peran teknologi media, maka komunikasi manusia juga mengalami revolusi yang sangat cepat, dan peranan media sangatlah dibutuhkan dalam model proses komunikasi manusia. Peranan media dengan dukungan teknologi telekemonukasi ternyata sangat membantu menyampaikan informasi kepada audiens. Begitu juga dalam periklanan media yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan iklan, yaitu terdiri dari media cetak dan media eletronik atau biasa disebut dengan media massa dan media luar ruang. Media masa biasanya menjadi perhatian utama untuk digunakan sebagaimedia iklan, walaupun tidak menutup kemungkinan digunakannya media lain sebagai penunjang atau pelengkap iklan di media massa. Jangkauan media massa lebih luas dan lebih berkembang ke arah spesialis khalayak. Dengan demikian pengiklan lebih mudah merencanakan dan mengoptimalkan penggunaan media masa. Jenis media utama berdasarkan urutan volume periklanan adalah surat kabar, televisi, surat langsung (brosur), radio, majalah dan media luar ruangan. Masing-masing jenis media tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan

tertentu.pilihan ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan seperti kebiasaan media, audiens sasaran, produk, pesan dan biaya. 5. Peraturan Tentang Periklanan Demi terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia, yaitu tumpah darah yang berkeadilan dan kemakmuran berdasarkan falsafah bangsa dan konstitusi Negara, hanya dapat tercapai melalui pranata kenegaraan yang demokratis, dalam perikehidupan kemasyarakatan yang madani dayang dikelola oleh pamong (aparat) yang amanah. Dalam kiprahnya, usaha periklanan akan senantiasa turut berperan melaksanakan pembangunan sesuai dengan cita-citanya dan falsafah bangsa, maupun amanat dari isi dan jiwa konstitusi negara. Karena itu segala sumber daya periklanan perlu senantiasa dibina, diarahkan dan dimanfaatkan sebagai komponen penting dari aset nasional.sebagai komponen dan aset nasional, periklanan harus secara aktif, positif dan kreatif, terus membuktikan dirinya sebagai pemicu dan pemacu dinamika pembangunan bangsa dan Negara. Mengantisipasi kompleksitas tantangan pembangunan nasional, khusunya yang berdimensi persaingan global, periklanan perlu terus meningkatkan profesionalitas yang berlandaskan etika serta nilai-nilai luhur bangsa, seraya senantiasa membentengi diri dan masyarakat dengan ketahanan akal budi, dan budaya. Kita sebagai bangsa Indonesia, wajib memelopori ditegakkannya swakrama antara seluruh seluruh unsur periklanan nasional, atas dasar saling memajukan dan saling menghormati, demi terciptanya periklanan yang sehat, jujur dan

bertanggung jawab adalah tugas kita semua dan juga wajib mendinamisasikan segala upaya untuk memajukan tata krama dan tata cara periklanan Indonesia, maupun segala etika yang terkait, baik kedalam, maupun terhadap semua mitra kerjanya serta membela kepentingan industri periklanan nasional dan internasional. Adapun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan periklanan di Indonesia diatur lebih jelas dalam hukum positif, antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan 6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 368/Men.Kes/ SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman. B. TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN 1. Pengertian konsumen Istilah dari konsumen adalah Pembeli, istilah ini terdapat dalam kitab hokum undang-undang perdata.sedangkan pengertian dari konsumen jelas lebih

luas dari pada pembeli.para ahli hokum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari barang dan jasa tersebut. Oleh karena itu disimpulkan terdapat tiga pengertian konsumen yaitu : a. Konsumen adalah setiap orang yag mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu. b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan. Melihat dari sifat penggunaan barang dan jasa tersebut mengacu kepada para pengusaha, baik perorangan atau yang berbentuk badan hokum maupun tidak berbaddan hokum. c. Konsumen akhir adlah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadinya, keluarganya dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen menurut pasal 1 ayat 2 undang-undang nomor 8 tahun 1999 adalah :Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 2. Hak dan kewajiban konsumen Hak konsumen menurut pasal 4 undang-undang nomor 8 tahun 1999 adalah sebagai berikut : a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. C. TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKU USAHA 1. Pengertian pelaku usaha Menurut pasal 1 ayat 3 undang-undang nomor 8 tahun 1999 pelaku usaha adalah :Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 2. Hak dan kewajiban pelaku usaha Hak pelaku usaha diatur dalam pasal 6 undang-undang nomor 8 tahun 1999 yaitu: a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatanmengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut pasal 7 undang-undang nomor 8 tahun 1999 yaitu : a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha Berdasarkan Undang-undang perlindungan konsumen pengaturan terhadap pelaku usaha yang mempromosikan atau mengiklankan barang/ jasa tercantum dalam pasal 8 sampai 17, yaitu : Pasal (8), pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : a.tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. a. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. b. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya. c. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. d. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. e. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang/ jasa tersebut. f. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang-barang tertentu.

g. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyaytaan halal yang dicantumkan dalam tabel. h. Tidak memasang label atau membuat perjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat i. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undagan yang berlaku Pasal (9), pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, memperdagangkan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah. a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu. b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru. c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu. d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi. e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia.

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi. g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu i. Secara langsung atau tidak lengsung merendahkan barang dan/atau jasa lain j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Pasal (10), pelaku usaha dalam menawarkan barang/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai : a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa b. Keguanaan suatu barang dan/atau jasa c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatau barang dan/atau jasa d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa Pasal (11), pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui secara obral atau lelang dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan. a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu

b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat yang tersembunyi c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainakan dengan maksud untuk menjual barang lain d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain f. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral Pasal (12), pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau tidak memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan. Pasal (13) ayat,pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya Pasal (14), Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk : a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa

c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan Pasal (15), Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Pasal (16), Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesan dilarang untuk : a. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi Pasal (17), Pelaku usaha periklanan dilarang memprosuksi iklan yang a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, keguanaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketetapan waktu penerimaan barang dan/atau jasa b. Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang dan/atau jasa c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barangdan/atau jasa d. Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa izin yang berwewenang atau persetujuan yang bersangkutan f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

4. Tanggung jawab pelaku usaha Ketentuan tentang tanggung jawab pelaku usaha terdapat dalam pasal 19-21 undang-undang nomor 8 tahun 1999 yaitu : Pasal 19. a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. b. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. d. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Pasal 20, Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Pasal 21,

a. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri. b. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.