BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Sebagai warga negara Indonesia di dalam sebuah negara hukum,

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank selaku badan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mendorong dan menggairahkan dunia usaha, Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PROSES JUAL BELI PERUMAHAN SECARA KREDIT

Transkripsi:

9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan. Tanah-tanah yang belum bersertifikat tersebut umumnya adalah tanah-tanah bekas hak milik adat yang belum terdaftar sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria selanjutnya disingkat (UUPA). Tanah yang belum bersertifikat tersebut yang dijadikan sebagai jaminan utang atau kredit oleh Debitur kepada Bank, akan dibebankan dengan Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan tersebut dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu secara langsung dengan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) antara Bank dengan pemilik tanah (pemberi Hak Tanggungan) yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya di singkat (PPAT) atau secara tidak langsung yang dilakukan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dari pemberi Hak Tanggungan kepada Bank yang dapat dibuat di hadapan PPAT atau dihadapan notaris. Selanjutnya apabila proses pendaftaran tanah tersebut telah selesai dan sertifikat atas tanah tersebut telah keluar, Bank baru melaksanakan penandatanganan Akta

10 Pemberian Hak Tanggungan dan selanjutnya dilakukan pendaftaran pembebanan Hak Tanggungan atas tanah tersebut. Masalah utang piutang adalah adanya kesanggupan dari orang yang berutang untuk mengembalikan utangnya. Hal ini berhubungan dengan jaminan yang diberikan dalam pembayaran utang debitur, terutama bagi pihak yang meminjamkan utang, jaminan mutlak diperlukan dalam utang piutang sehingga ada kepastian bahwa uang yang dipinjamkan akan terbayar. Apalagi jika bank sebagai kreditur, maka jaminan mutlak diperlukan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan untuk selanjutnya disebut UUP, dinyatakan bahwa dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. 1 Kegiatan pinjammeminjam dalam lembaga perbankan yang lebih dikenal dengan kredit dalam praktek kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi, bahkan kredit ini tidak hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai pada masyarakat di pedesaan. 2 Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang dikembangkan secara mandiri karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat. Salah satu sarana yang 1 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT (Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2001), hal.90 2 M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 73

11 mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana adalah lembaga perbankan, yang telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditur sebagai pihak pemberi pinjaman atau fasilitas kredit dengan debitur sebagai pihak yang berhutang. Dalam Pasal 3 dan 4 UUP dinyatakan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit oleh bank kepada debitur bukanlah tanpa risiko, karena risiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitur diberi kepercayaan oleh undang-undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil. Risiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan kredit (risiko kredit), risiko yang timbul karena pergerakan pasar (risiko pasar), risiko karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (risiko likuiditas), serta risiko karena adanya kelemahan aspek yuridis yang di sebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung (risiko hukum). 3 Risiko yang merugikan kreditur tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak bank, sehingga dalam proses pemberian kredit diperlukan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk membayar 2010), hal. 2 3 Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah (Jakarta : Pustaka Yustisia,

12 hutangnya serta memperhatikan asas-asas perkreditan bank yang sehat. Untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitur tersebut, maka sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian secara seksama terhadap 7 (tujuh) hal yang dikenal dengan istilah 7 P (Party, Purpose, Payment, Profitability, Protection, Personality, and Prospect). 4 Salah satu hal yang dipersyaratkan bank sebagai kreditur dalam pemberian kredit yaitu adanya protection atau perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitur guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, khususnya apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan, debitur tidak melunasi hutangnya atau melakukan wanprestasi. Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak tersebut bukan untuk dimiliki secara pribadi oleh kreditur, karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit bukanlah merupakan suatu perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang, akan tetapi barang jaminan tersebut dipergunakan untuk melunasi utang dengan cara sebagaimana di atur dalam peraturan yang berlaku, yaitu barang di jual secara lelang di mana hasilnya untuk melunasi utang debitur, dan apabila terdapat sisa maka hasilnya akan dikembalikan kepada debitur. 5 Bahwa penjualan (pencairan) objek atau jaminan kredit dilakukan guna melunasi kredit dari debitur. Penjualan jaminan kredit tersebut merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali pelunasan dana yang dipinjamkannya karena pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada 4 Ibid, hal. 13 5 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis (Jakarta : Djambatan, 1996), hal. 75

13 bank sesuai dengan perjanjian kredit, serta hasil penjualan jaminan tersebut untuk meminimalkan kerugian yang akan di derita pihak bank nantinya. Agar penjualan jaminan kredit dapat mencapai tujuan yang diinginkan bank, perlu dilakukan upaya-upaya pengamanan antara lain dengan mengikat objek jaminan kredit secara sempurna melalui ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang lembaga jaminan. 6 Fungsi jaminan kredit dalam dunia perbankan sangat besar. Kewajiban untuk menyerahkan jaminan hutang oleh pihak peminjam dalam rangka pinjaman uang sangat terkait dengan kesepakatan di antara pihak-pihak yang melakukan pinjam-meminjam uang. Pada umumnya pihak pemberi pinjaman mensyaratkan adanya jaminan hutang sebelum memberikan pinjaman uang kepada pihak peminjam. Sementara itu, keharusan penyerahan jaminan hutang tersebut sering pula diatur dan disyaratkan oleh peraturan intern pihak pemberi pinjaman dan atau oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang-piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian, dengan mengadakan perjanjian penjaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. 7 Praktik perbankan, umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari jumlah kredit yang disetujui oleh bank, sehingga pihak debitur diharapkan segera melunasi hutangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta (asset) yang diserahkan sebagai jaminan kredit dalam hal kredit tersebut ditetapkan 6 M. Bahsan, Op.Cit, hal. 5 7 http://www.psychologymania.com/2012/12/fungsi-jaminan-kredit.html, Diakses tanggal 20 Juli 2013

14 sebagai kredit macet. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUH Perdata, di mana ketentuan dalam Pasal ini sering dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan, dinyatakan bahwa : Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, serta ketentuan dalam Pasal 1132 KUH Perdata dinyatakan : Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua masyarakat yang mengutamakan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Bentuk jaminan yang banyak digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit bank adalah hak atas tanah, baik dengan status hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak pakai. Karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang tinggi dan terus meningkat, sehingga dalam hal ini sudah selayaknya apabila debitur sebagai penerima kredit dan kreditur sebagai pemberi fasilitas kredit serta pihak lain terkait memperoleh perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 2 UUPA, ditentukan adanya macammacam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh perseorangan baik warga negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersama-sama,

15 dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, badan hukum privat atau badan hukum publik. Akan tetapi terhadap hak atas tanah berupa hak milik sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) UUPA, badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik harus ditetapkan atau ditunjuk oleh Pemerintah. Sebagai lembaga jaminan, Hak Tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya di singkat dengan UUHT), adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. 8 Dalam penjelasan umum UUHT, disebutkan bahwa ciri-ciri dari Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat adalah: 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya (droit de preference); 2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite); 8 Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal.19-20

16 3. Memenuhi asas spesialitas dan a11sas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. UUHT, hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan (Pasal 4), dan Bangunan Rumah Susun serta Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara (Pasal 27). 9 Setiap hak atas tanah yang diberikan untuk waktu yang terbatas seperti misalnya Hak Pakai sebagai salah satu hak atas tanah yang oleh undang-undang ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, suatu saat pasti akan berakhir jangka waktunya. Di dalam (Pasal 35 UUPA jo Pasal 25) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, dinyatakan bahwa hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang atau dalam perjanjian tanahnya. Hak pakai dapat diberikan oleh pemerintah dengan penetapan dan juga oleh pemilik tanah, baik perseorangan ataupun suatu badan hukum dengan perjanjian autentik. 9 Rachmadi Usman, Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah (Jakarta: Djambatan, 1999), hal.79

17 Keterbatasan jangka waktu Hak Pakai yang dijadikan obyek jaminan Hak Tanggungan tentunya akan menimbulkan permasalahan hukum tersendiri, karena menurut ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d UUHT, Hak Tanggungan hapus karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Hal ini berarti dengan berakhirnya jangka waktu Hak Pakai yang dijadikan obyek jaminan Hak Tanggungan, maka secara otomatis hapus pula Hak Tanggungan yang melekat atas tanah tersebut. Hapusnya Hak Tanggungan yang membebani tanah Hak Pakai tidak membuat hapusnya perjanjian utang piutang antara kreditur dan debitur, meskipun debitur tersebut tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang telah dijanjikan (Pasal 18 ayat (4) UUHT). Keadaan yang demikian ini tentunya akan merugikan pemegang Hak Tanggungan apabila debitur wanprestasi karena kredit yang diberikan tidak mendapat jaminan perlindungan hukum secara khusus melainkan hanya mendapat perlindungan hukum secara umum dalam hal pembayaran hutangnya. Untuk melakukan tindakan pencegahan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) huruf d UUHT, bank sebagai pemegang Hak Tanggungan di beri kewenangan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak di penuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menulis tentang masalah tersebut dalam skripsi ini dengan judul: Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam

18 Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang timbul adalah 1. Bagaimanakah Pengikatan Jaminan Atas Tanah yang Belum Terdaftar/belum bersertifikat Sebagai Jaminan Pemberian Kredit di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembaruan Hak Tanggungan atas Tanah yang masa berlaku haknya berakhir sebelum kreditnya jatuh tempo? 3. Bagaimanakah Perlindungan Hukum terhadap pemegang Jaminan Hak Atas Tanah? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengikatan jaminan atas tanah yang Belum Terdaftar/bersertiifikat Sebagai Jaminan Pemberian Kredit di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan 2. Untuk mengetahui praktik pelaksanaan pembaruan Hak Tanggungan atas Tanah yang masa berlaku haknya berakhir sebelum kreditnya jatuh tempo. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang Jaminan Hak Atas Tanah

19 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari dua sisi, yaitu 1. Manfaat teoretis. Debitur atau pemilik jaminan, agar ada kepastian kelangsungan dari fasilitas kredit yang disediakan oleh kreditur karena tetap dicover dengan jaminan yang memadai dan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku serta adanya kepastian hukum terhadap hak atas tanah. 2. Manfaat praktis. a. Kreditur, agar dapat memahami kedudukannya terhadap obyek Hak Tanggungan yang berupa Hak Pakai yang jangka waktunya akan berakhir sebelum kreditnya jatuh tempo, dan agar bisa melakukan tindakan-tindakan antisipasif untuk mengamankan kepentingannya b. Kantor Pertanahan, supaya lebih memperhatikan permohonan perpanjangan dan/atau pembaharuan Hak Guna Pakai yang sedang dijadikan agunan kredit pada bank untuk memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang Hak Tanggungan; c. PPAT, agar lebih hati-hati dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas Hak Pakai atau hak-hak atas tanah lainnya yang diberikan untuk waktu yang terbatas. Dari sisi teoritis, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan Hukum Jaminan pada umumnya dan khususnya di bidang Hak Tanggungan, serta dapat dipergunakan sebagai bahan kajian untuk menyempurnakan Hak

20 Tanggungan agar lebih akomodatif terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. E. Keaslian Penulisan Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum dan Pascasarjana, penelitian tentang Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan), belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya. F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian yuridis normatif, yaitu suatu bentuk penelitian yang bertujuan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif, yang menyangkut dengan permasalahan yang diselidiki. Dalam penelitian ini tidak hanya dilakukan pengolahan data dan penyusunannya, tetapi yang lebih penting adalah analisis dan interpretasi atas data yang telah didapat tersebut agar diketahui maksudnya. Dalam pelaksanaannya penelitian ini merupakan suatu

21 penelitian lapangan, sehingga dengan penelitian ini diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan mengenai Hak Atas Tanah sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Medan yang sedang penulis teliti. Jenis penelitian normatif 10 adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini, maka metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. 11 Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundangundangan yang memuat ketentuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan), sedangkan pendekatan empiris dipergunakan bukan semata-mata sebagai suatu seperangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif, akan tetapi hukum dilihat sebagai perilaku masyarakat, selalu berinteraksi dan berhubungan dengan aspek kemasyarakatan, seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai temuan lapangan yang bersifat individual akan dijadikan bahan utama dalam mengungkapkan permasalahan yang diteliti dengan berpegang pada ketentuan yang normatif. 10 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hal. 13-14 11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2005), hal.6

22 2. Sumber dan Jenis Data Data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini terdiri dari data sekunder dan data primer. a. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen atau tulisan yang telah dipublikasikan oleh penulisnya, dibedakan menjadi: 1) Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis, yang terdiri dari: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dagang; b) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat; c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA); d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT); e) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; f) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah; g) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; h) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;

23 i) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Kredit- Kredit Tertentu; j) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; k) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 tentang Perubahan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi Hak Milik; l) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak Pengelolaan; m) Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal; n) Peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah. 2) Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yang terdiri dari: a) Buku-buku hasil karya para sarjana;

24 b) Hasil-hasil penelitian; c) Berbagai hasil pertemuan ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. b. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber yang dianggap mengetahui segala informasi yang diperlukan dalam penelitian, yang berupa pengalaman praktik dan pendapat subyek penelitian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan hak atas tanah sebagai jaminan utang dalam perjanjian kredit dengan hak tanggungan (Studi Kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan) c. Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari: a) Kamus Hukum; b) Kamus-kamus lainnya yang menyangkut penelitian ini. 3. Alat Pengumpulan Data Penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Wawancara Metode wawancara dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam pengumpulan data primer di lapangan, karena interviewer dapat bertatap muka langsung dengan responden untuk menanyakan fakta-fakta yang ada dan pendapat (opinion) maupun persepsi diri responden.

25 Wawancara ini, responden yang diwawancarai Purwanto Sembiring, SH, Bagian Kredit Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Dari hasil wawancara ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam praktik tentang pembebenan hak tanggungan terhadap tanah yang berstatus hak pakai (Studi Kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan) b. Studi Kepustakaan Digunakan untuk mendapatkan landasan-landasan teoritis berupa pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk-bentuk ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi yang ada. 4. Analisis Data Analisis dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan interpretasi secara logis, sistematis, dan konsisten sesuai dengan teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dan sifat data yang diperoleh. Dalam menganalisis data penelitian ini dipergunakan metode analisis kualitatif, terhadap data sekunder yang dikomplementerkan dengan data yang diperoleh dari penelitian lapangan. Setelah semua data yang berkaitan dengan penelitian ini dikumpulkan, kemudian dilakukan abstraksi dan rekonstruksi terhadap data tersebut, selanjutnya disusun secara sistematis sehingga akan diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai cara penyelesaian permasalahan yang dibahas. Dari hasil penelitian tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat

26 umum menuju ke hal yang bersifat khusus, yang merupakan jawaban atas permasalahan yang ada dalam penelitian ini. 12 G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan membahas Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF Pada bagian ini akan membahas Pengertian Jaminan, Jenis-jenis Jaminan, Hak atas sebagai Jaminan Hukum, Kaitan Jaminan dengan Perjanjian Kredit, Macam-Macam Hak Atas Tanah dan Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA BAB III HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JENIS HAK ATAS TANAH Bagian ini membahas mengenai Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan, Objek dan Subjek Hak Tanggungan, Proses terjadinya Hak Tanggungan, Berakhirnya Hak Tanggungan, Hak Atas Tanah Sebagai Agunan Kredit, Pembebanan Hak Atas Tanah Sebagai Agunan Kredit, Hak Atas Tanah yang Belum Terdaftar Sebagai Jaminan Kredit BAB IV HAK ATAS TANAH SEBAGAI JAMINAN UTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN hal.37 12 H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif (Surakarta: UNS Press, 1998),

27 Pada bab ini dibahas Pengikatan Jaminan Atas Tanah yang Belum Terdaftar Sebagai Jaminan Pemberian Kredit di PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan, praktek pelaksanaan pembaruan Hak Tanggungan atas Tanah yang masa berlaku haknya berakhir sebelum kreditnya jatuh tempo dan Perlindungan Hukum terhadap pemegang Hak Atas Tanah BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah kesimpulan dari permasalahan dan saran dalam menyelesaikan permasalahan