BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pembangunan yang semakin meningkat menuntut adanya SDM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 tentang System Pendidikan Nasional bahwa: Pendidikan Nasional

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 27 TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berdasarkan undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru berperan. dalam mengembangkan kurikulum yang berpedoman pada standar isi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angga Triadi Efendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu, pendidikan menuntut orang-orang yang terlibat di. pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak. negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah membangun manusia

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pemerintahan, turut bertanggung jawab atas keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang amat penting dalam suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Hal ini tertuang dalam Undang- undang Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peran penting dalam membentuk karakter suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dan masa kini. Sebagai implikasinya terkandung makna link and match yang

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya adalah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Judul BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I. terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas atau kegiatan yang selalu menyertai

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin, sehingga akan diperoleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di masa depan, karena dengan pendidikan manusia dididik, dibina dan dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tataran perencanaan organisasi umumnya mendasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, memberi Dana Bantuan Operasional

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan salah satunya adalah bidang pendidikan. proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi adalah Sumber Daya Manusia (SDM) terutama pada. suatu organisasi atau instansi pemerintah maupun swasta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan upaya mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor penting yang secara langsung memberikan kontribusi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan pembangunan yang semakin meningkat menuntut adanya SDM yang bukan hanya berpartisipasi tetapi juga turut menjadi unsur penunjang proses pembangunan nasional. Melalui pengembangan sumber daya manusia, pembangunan nasional bertujuan untuk menciptakan manusia yang berkualitas, berkemampuan, berketerampilan, serta berpengetahuan yang memadai sehingga mampu melaksanakan tugas tugas pembangunan dalam bidang masing-masing, yang pada gilirannya mampu membangun dirinya dan masyarakat seluruhnya. Terkait dengan SDM, pendidikan merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan, pendidikan pada dasarnya merupakan upaya dari manusia untuk dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam rangka memenuhi kelangsungan hidupnya. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia, karena pendidikan sebagai wahana usaha pengembangan SDM yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. (Yuliani : 2009). Sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seperti halnya dikatakan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 BAB II pasal 3 yang menyebutkan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

2 mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang berdemokratis serta bertanggung jawab. Salah satu jenis pendidikan yang dapat membentuk peningkatan kualitas SDM adalah pendidikan dan pelatihan (Diklat). Melalui Diklat bermutu, akan melahirkan sumber daya manusia bermutu yang diharapkan akan membawa Indonesia untuk dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dalam undangundang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat 3 yang menyatakan bahwa. Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal keterampilan, pengetahuan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan atau untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Lembaga pendidikan dan pelatihan berada langsung dibawah tanggung jawab bidang ketenagaan, yang secara fungsional dikelola pimpinan ketenagaan. Program disusun berdasarkan kebutuhan dan tuntutan pembangunan yang disesuaikan dengan kondisi dan jenjang para peserta pelatihan. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional merupakan tujuan dari pendidikan dan pelatihan, dengan dilandasi kepribadian dan etika sesuai dengan kebutuhan instansi dengan sasaran terwujudnya SDM yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan. (Hamalik : 2001) Peraturan pemerintah nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negri Sipil pun menyatakan, untuk membentuk sosok

3 Pegawai Negeri Sipil diperlukan Pendidikan dan Pelatihan. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan yang disebut dalam peraturan itu ialah proses penyelengaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Dengan sasaran terwujudnya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Keluarnya peraturan pemerintah tersebut, menitik beratkan pada Diklat yang berbasis kompetensi, hal ini tentu berimplikasi jelas bahwa peserta Diklat pada akhir pendidikan dituntut untuk mampu menunjukan suatu kelebihan yang ia dapatkan pada saat mengikuti Diklat, dalam arti peserta Diklat harus mampu menunjukan kompetensi yang didapat dari hasil Diklatnya. Dari sinilah dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan kompetensi peserta Diklat dibutuhkan tenaga kediklatan, tenaga kediklatan sebagaimana disebut PP 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS bahwa tenaga yang mengajar pada suatu Diklat disebut sebagai tenaga kediklatan, yang terdiri dari widyaiswara, pengelola lembaga diklat pemerintah dan tenaga kediklatan lainnya. Widyaiswara dituntut untuk mampu melakukan berbagai tindakan dalam rangka pelatihan terhadap peserta Diklat. Namun dalam prosesnya masih banyak tindakan yang dilakukan oleh widyaiswara yang tidak sesuai dengan fungsi dan peran seorang widyaiswara. Kesalahan tersebut sering kali tidak disadari dan terabaikan oleh para Widyaiswara, bahkan masih ada widyaiswara yang menganggap hal biasa dan wajar. Seperti yang terjadi di pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan untuk Diklat Fasilitator guru Matematika tahun 2005, Seorang peserta diklat dari Propinsi Lampung mengajukan interupsi dan menolak widyaiswara

4 yang sedang mengajar, hal ini disebabkan widyaiswara memberikan informasi keberhasilan pribadinya yang berlebihan dan menggambarkan betapa buruknya citra seorang guru yang kurang profesional di daerahnya (Yasri : 2010). Widyaiswara harus mampu memahami keadaan yang memungkinkan dirinya untuk berbuat salah selama proses pembelajaran, sehingga dapat mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan yang akan menggangu proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Widyaiswara juga harus memahami karakteristik peserta diklat, karena peran peserta dalam pembelajaran sangat dominan, sehingga dalam melakukan tindakan apapun terhadap peserta Diklat harus memperimbangkan karakteristik secara individu dan klasikal. Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar dalam Diklat, widyaiswara dituntut untuk melakukan tindakan dalam pembelajaran yang lebih memperhatikan aspek peserta Diklat dan menahan diri untuk menonjolkan aspek pribadi widyaiswara, guna menghindari kesalahan dalam bertindak. Disisi lain masih banyak orang yang menganggap bahwa jabatan fungsional widyaiswara adalah jabatan yang masih terpinggirkan, terdiri dari kumpulan orang-orang yang sudah tidak aktif dalam jabatan struktural dan menjadi widyaiswara hanya untuk memperpanjang usia kerja dan menjadikannya hanya sebagai batu loncatan, mengingat masa dinas jabatan fungsional ini bisa mencapai umur 60 tahun. Fenomena seperti ini tidaklah mengagetkan karena profesi widyaiswara kurang menarik bagi PNS, yang terpenting dapat memperpanjang waktu bekerja sebelum memasuki pensiun. Hal ini keliru, karena widyaiswara

5 harus memiliki kualitas yang memadai sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Kualitas menjadi penting dan merupakan keharusan karena widyaiswara adalah unsur inti dalam proses kediklatan. Mengingat pentingnya peran widyaiswara, maka diperlukan pembinaan dan pengembangan. Melalui rekruitmen yang baik dan tepat akan dapat dipilih caloncalon widyaiswara yang profesional yang tidak hanya memiliki wawasan dan pengetahuan, namun juga keahlian yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi widyaiswara. Sesuai dengan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Widyaiswara disebutkan bahwa standar kompetensi widyaiswara adalah kemampuan minimal yang secara umum dimiliki oleh seorang widyaiswara dalam melaksanakan tugas, tanggungjawab dan wewenangnya untuk mendidik, mengajar, dan atau melatih PNS. Widyaiswara yang kompeten akan lebih mampu membawa dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif serta akan lebih mampu mengelola kelasnya dan membawa peserta Diklat pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Seandainya Diklat dapat diasosiasikan sebagai sebatang pohon yang indah maka Widyaiswara lebih tepat diibaratkan sebagai akar pohon tersebut. Kekuatan dan kesuburan pohon diklat amat tergantung kepada kualitas akarnya ( Suprayitno : 2009 ). Untuk memudahkan peserta Diklat dalam menerima apa yang disampaikan oleh widyaiswara, maka seorang widyaiswara harus menguasai teknik pembelajaran orang dewasa. Widyaiswara harus menyadari bahwa mengajar memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek andragogi,

6 widyaiswara harus mendampingi dan memperlakukan peserta Diklat sebagai orang dewasa yang sedang belajar, hal yang sangat penting karena peserta Diklat umumnya sudah memiliki pengalaman yang luas, sehingga teknik andragogi perlu digunakan atau diaplikasikan. Keterampilan mengajar widyaiswara adalah kemampuan hasil dari pengalaman, atau bisa diambil dari berbagai informasi yang sudah dialami oleh orang lain sehingga bisa untuk mengembangkan kemampuan mengajar seorang widyaiswara. Seorang widyaiswara yang intelektualnya tinggi belum tentu mampu memberi pengajaran yang baik, karena itu selain intelektual juga dibutuhkan kemampuan dalam menyampaikan informasi secara tepat serta kemampuan dalam mengkomunikasikan sebuah gagasan (Prasojo : 2010). Untuk mengetahui, mengembangkan dan memperbaiki diri, menguji kembali apa yang telah dilakukan rasanya perlu dilakukan oleh widyaiswara, sekaligus membuat antisipasi dan sikap mawas diri terhadap hal yang mungkin terjadi atau sering disebut dengan evaluasi diri, melalui evaluasi diri widyaiswara dapat menilai kompetensi yang dimilikinya, dapat memperbaikinya dan bahkan mengembangkannya. Evaluasi diri bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Dengan kata lain, evaluasi diri merupakan upaya untuk menganalisis faktor-faktor internal dan menganalisis faktor-faktor eksternal. (Ezra : 2010) Sala satu lembaga penyelenggaraan diklat pemerintahan adalah Balai Diklat Metrologi, Balai Diklat Metrologi merupakan sebuah institusi di bawah Pusdiklat Perdagangan Departemen Perdagangan. Berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 1981 tetang Metrologi Legal (UUML). Direktorat Metrologi Departemen

7 Perindustrian dan Perdagangan merupakan satu-satunya instansi pemerintah yang ditugasi untuk melaksanakan urusan metrologi legal demi terselenggaranya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran serta penggunaan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) guna melingungi kepentingan produsen, konsumen, dan kepentingan umum yang pada gilirannya mampu meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Mengingat besarnya tugas dari Balai Diklat Metrologi, menuntut widyaiswara untuk dapat melakukan suatu perubahan dalam pelaksanaan proses pembelajaran dikelas. Widyaiswara dituntut lebih kreatif, inovatif menempatkan peserta diklat tidak hanya sebagai objek belajar tetapi sebagai subjek belajar dan pada akhirnya bermuara pada kinerja pembelajaran yang diharapkan. Kinerja pembelajaran disini merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program pembelajaran oleh widyaiswara, Peran widyaiswara sangat menentukan terbentuknya suasana balajar yang efektif, karena widyaiswara merencanakan pembelajaran tersebut, melaksanakan dan mengevaluasinya. Sehingga widyaiswara yang memliki kemampuan dalam mengajar adalah widyaiswara yang memiliki kompetensi dengan demikian widyaiswara akan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif dan efesien. Oleh karena itu berdasarkan permasalahan diatas, Peneliti bermaksud melakukan penelitian studi korelasi terhadap standar kompetensi widyaiswara berdasarkan evaluasi diri widyaiswara tersebut dikaitkan dengan kinerja pembelajaran di Balai Diklat Meterologi.

8 B. Rumusan Masalah Berangkat dari uraian latar belakang, maka permasalahan secara umum dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana hasil evaluasi diri terhadap standar kompetensi widyaiswara dikaitkan dengan kinerja pembelajaran di Balai Diklat Metrologi Secara terperinci identifikasi masalah dalam penelitian ini dibatasi dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hasil evaluasi diri standar kompetensi widyaiswara di Balai Diklat Metrologi? 2. Bagaimana hasil evaluasi diri kinerja pembelajaran widyaiswara di Balai Diklat Metrologi? 3. Adakah hubungan antara hasil evaluasi diri standar kompetensi widyaiswara dengan kinerja pembelajaran di Balai Diklat Metrologi? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi / data yang aktual dan jelas mengenai evaluasi diri terhadap standar kompetensi widyaiswara dikaitkan dengan kinerja pembelajaran. Secara khusus tujuan penelitian untuk mengetahui hal-hal dibawah ini: a. Memperoleh informasi mengenai hasil evaluasi diri standar kompetensi pengelolaan pembelajaran dan standar kompetensi substantif widyaiswara di Balai Diklat Metrologi.

9 b. Memperoleh informasi mengenai hasil evaluasi diri kinerja pembelajaran widyaiswara di Balai Diklat Metrologi. c. Memperoleh informasi mengenai hubungan hasil evaluasi diri standar kompetensi widyaiswara dengan kinerja pembelajaran di Balai Diklat Metrologi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak, diantaranya : 1. Bagi Balai Diklat Metrologi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai bahan pengukuran kinerja widyaiswara. 2. Bagi widyaiswara, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan kemampuan kompetensi widyaiswara. 3. Bagi Jurusan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam pemecahan masalah-masalah dalam bidang pendidikan dan pelatihan khususnya widyaiswara 4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengaplikasian teori yang dimiliki untuk menganalisis fakta, gejala yang terjadi dan dapat ditarik kesimpulan untuk dipertanggungjawabkan. E. Definisi Oprasional Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan difinisi operasional sebagai berikut :

10 a. Evaluasi Diri diartikan sebagai suatu teknik penilaian, di mana subjek yang ingin dinilai dalam hal ini widyaiswara diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dimilikinya. b. Standar Kompetensi Widyaiswara diartikan sebagai kemampuan minimal yang secara umum harus dimiliki oleh seorang widyaiswara dalam melaksanakan tugas, tanggungjawab dan wewenangnya untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS. Dalam penelitian ini kompetensi yang jadi fokus penelitian adalah kompetensi pengelolaan pembelajaran dan kompetensi substantif. c. Kinerja Pembelajaran diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program pembelajaran oleh widyaiswara, pembelajaran yang bertolak ukur dari pencapaian pelaksanaan efektifitas pembelajaran oleh widyaiswara dalam mengajar baik dalam proses maupun hasil setelah melakukan pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. F. Asumsi Untuk menghindari ketidaksesuaian antara masalah yang diteliti dengan pembahasan, maka dipandang perlu untuk menetapkan asumsi atau anggapan dasar. Menurut Surakhmad (Arikunto, 2006: 65) ; Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Dikatakan selanjutnya bahwa setiap

11 berikut : penyelidik dapat merumuskan postulat yang berbeda. Seorang penyelidik mungkin meragu-ragukan sesuatu anggapan dasar yang oleh orang lain diterima sebagai kebenaran. Berdasarkan hal tersebut,maka asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Standar Kompetensi Widyaiswara dapat menjadi acuan kemampuan minimal yang secara umum harus dimiliki oleh seorang widyaiswara dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. 2. Kinerja Pembelajaran dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan widyaiswara dalam mengajar pada pendidikan dan pelatihan. G. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban dari rumusan masalah yang perlu diuji kebenarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2001: 39), Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian adalah : H o : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hasil evaluasi diri standar kompetensi widyaiswara dengan kinerja pembelajaran. H 1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara hasil evaluasi diri standar kompetensi widyaiswara dengan kinerja pembelajaran.