BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menegangkan, menakjubkan, menakutkan, menyenangkan atau menimbulkan rasa asing bagi

SCHOOL REFUSAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. School Refusal. antaranya school refusal, school phobia, school avoidance, dan truancy. Keempat istilah itu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. interaksi anak dan kemampuan untuk menguasai keterampilan motorik dan

BAB I PENDAHULUAN. anak. Peristiwa ini dapat menjadi suatu peristiwa yang menegangkan,

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa sekolah bagi anak adalah masa yang paling dinantikan. Anak bisa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa mengalami perkembangan dalam masa hidupnya.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL

BAB I PENDAHULUAN. Akhir masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia enam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didik, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. atau usia dini dimana pada masa ini adalah masa penentuan. karakter usia dini yang salah satunya adalah masa berkelompok anakanak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PEMALU PADA ANAK SEKOLAH DASAR. Suriaty Nursin Guru SDN Pembina Luwuk

PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI DAN STRES BELAJAR ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DENGAN SISWA KELAS REGULER DI SMU NEGERI 3 SURAKARTA

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN. Suasana belajar yang terkondisikan dengan baik antarsiswa akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. kurang berkembang karena mereka tidak mengaktualisasikan seluruh potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi biologisnya untuk

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masyarakat. Mahasiswa minimal harus menempuh tujuh semester untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. dewasa, anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya,

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah ( Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. memberikan nilai dan kebanggaan tersendiri. Individu dapat berprestasi ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Salah satu jalur strategis yang dapat dilakukan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas itu adalah melalui pendidikan. Hal ini karena tujuan utama yang ingin dicapai oleh pendidikan adalah optimalisasi dan aktualisasi potensi manusia. Pendidikan diharapkan secara terencana dapat meningkatkan kualitas manusia dalam Ibrahim, 1993). Pendidikan adalah salah satu hal yang penting dalam kehidupan seseorang, yang berlangsung di sepanjang kehidupan manusia, yang dapat membuat manusia tersebut dalam hal ini khususnya anak didik dapat menjadi tunas harapan bangsa yang diharapkan dapat mempertahankan eksistensi bangsa dan menjadi calon kompetitor dalam menghadapi persaingan dimasa yang akan datang. Dan yang menjadi sarana pendidikan tersebut salah satunya adalah sekolah (dalam Suryabrata, 1998). Sekolah adalah salah satu sarana pendidikan untuk menyempurnakan perkembangan jasmani dan rohani anak. Peristiwa mulai sekolah merupakan langkah maju dalam kehidupan anak. Peristiwa ini dapat menjadi suatu peristiwa yang menegangkan, menakjubkan, yang menakutkan atau yang asing bagi anak

(dalam Sukadji, 2000). Sekolah dasar adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar adalah jenjang sekolah yang wajib diikuti oleh anak mulai dari usia 6 tahun (dalam Rifai, 1993). Sekolah dasar merupakan landasan bagi pendidikan selanjutnya dan bahwa siswa sekolah dasar mengalami tingkat perkembangan yang berbeda dari sekolah-sekolah tingkat selanjutnya (dalam Kumara, 1997). Ketika seorang anak telah mencapai usia sekolah, kehidupan rumahpun telah digantikan dengan kehidupan sekolah. Sekolah kemudian memiliki arti yang penting karena dapat menjadi sarana bagi pengembangan prestasi anak. Sebaliknya, sekolah dapat pula menjadi sumber masalah bagi anak. Siswa belajar melakukan kontak sosial di sekolah, melalui permainan dan pergaulannya dengan siswa lain, siswa diperkenalkan pula pada tatanan yang berlaku di lingkungannya (dalam Daud, 2003). Pada usia ini anak tidak hanya dituntut untuk mempelajari keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung, tetapi juga diharapkan mampu bergaul dengan teman-teman sebaya dan lingkungan sekitarnya dengan cara yang positif sesuai dengan budaya tempat tinggalnya yang dapat juga kita sebut sebagai kemampuan bersosialisasi, sesuai dengan tugas perkembangannya (Mubin, 2006). Siswa sekolah dasar umumnya berusia 6 sampai 12 tahun. Usia 6 tahun merupakan usia awal dari masa kanak-kanak akhir, menurut Hurlock (1999) masa kanak-kanak akhir dimulai pada usia 6 tahun sampai dengan usia 13 tahun pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki. Menurut Rifai (1993) masa

kanak-kanak akhir merupakan masa sekolah dasar, yaitu periode perkembangan anak antara usia 6 sampai 12 tahun. Anak usia 6 tahun sudah dianggap matang untuk belajar di sekolah dasar, tapi ternyata tidak semua anak siap untuk pergi ke sekolah. Anak bisa merasa belum siap walaupun usianya sudah mencukupi untuk masuk sekolah. Di sekolah terdapat individu-individu yang belum pernah bersamanya dalam kehidupan keluarga dan belum pernah bergaul dengannya. Pada awalnya anak mungkin menghadapi kesulitan dalam beradaptasi dengan orang-orang yang ada di sekolah. Tetapi jika ditangani oleh para pendidik yang baik, kesulitan beradaptasi tersebut dapat diatasi dengan cepat (dalam Mahfuzh, 2001). Proses mempersiapkan anak kecil untuk beradaptasi dengan sekolah, termasuk salah satu proses sosial yang sangat susah dan sekaligus sangat penting. Proses ini memerlukan kajian yang mendalam terhadap masing-masing anak dalam rangka untuk mengetahui iklim di sekitar sekolah, mengenali kebutuhankebutuhan yang riil dan mengamati secara mendalam semua perilaku serta upayanya dalam mengatasi berbagai kesulitan yang anak dapati di lingkungan keluarga. Ketika menuju sekolah, seorang anak membawa beban-beban emosional tertentu yang berpotensi menghalangi anak berangkat ke sekolah. Jika bebanbeban emosional ini dibiarkan, akan menimbulkan beberapa tingkah laku yang tidak normal, yang salah satunya adalah school refusal (dalam Mahfuzh, 2001). School refusal terjadi ketika anak tidak mau pergi ke sekolah atau mengalami distres yang berat berkaitan dengan kehadiran di sekolah. School refusal adalah kriteria diagnostik dari gangguan kecemasan berpisah, kondisi

mental yang dikarakteristikkan oleh ketidaknormalan, kecemasan yang tinggi, berkenaan dengan perpisahan yang sebenarnya dari orangtua atau individu lain yang dekat dengan anak (dalam Kahn, 1981). Anak yang mengalami school refusal merasa tidak nyaman karena perasaan cemas sehingga mereka dapat kehilangan kemampuan untuk menguasai tugas-tugas perkembangan pada berbagai tahap pada masa perkembangan mereka. Secara spesifik, seorang anak yang sangat pemalu dan sangat tidak mampu berinteraksi dengan teman sebaya, tidak mungkin belajar bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain (dalam Davison, 2006). School refusal dapat terjadi karena adanya keadaan yang membuat anak menjadi stress, seperti sibling antar saudara; kematian anggota keluarga, teman dekat atau hewan peliharaan; perubahan di sekolah, seperti guru baru, kehilangan teman; perubahan keluarga, seperti perceraian atau pernikahan kembali (dalam Kahn, 1981). Peneliti mendapatkan beberapa data dari anak yang merupakan subjek prapenelitian yaitu A dan B, dari hasil wawancara berikut ini : Di sekolahku ga ada yang baek......ga mau sekolah, enakan dirumah. Tapi mama bilang harus sekolah.........ya aku sekolah, biar pintar. Tapi males kali pergi sekolah.........ga bisa ketemu mama. Pernah ga masuk sekolah lama, enak kali... soalnya bisa jalan-jalan ama mama, papa, kakak......disekolah ga enak......ga enak...... (A komunikasi personal, 16 Maret 2006) Sekolah enak bisa ketemu temen-temen, tapi tugasnya banyak. Kalau ketemu teman-teman bisa main sama-sama... main kejarkejaran...main...main deh...... trus bisa belajar bersama...... kan kalau saya ga tahu bisa tanya ama temen...... tapi bukan saat ujian, kalau ujian ga boleh tanya-tanya...... Main sama mama dan kakak di rumah kalau dah pulang sekolah, kalau ama temen ya di sekolah. e...dirumah juga,

dekat rumah ada temen......ya main juga... tapi kata mama harus siap dulu Prnya...... (B komunikasi personal, 16 Maret 2006) Perbedaan yang dapat dilihat dari hasil wawancara di atas adalah anak yang pertama adalah anak yang merasa takut jika harus sendirian dan berpisah dari ibu atau orang yang dekat dengannya. Dengan kata lain anak tersebut telah mengalami penolakan terhadap sekolah (school refusal). Sedangkan anak yang kedua sama sekali tidak mengalami school refusal karena anak tersebut terlihat sangat menikmati pergi ke sekolah. Penyebab school refusal cukup bervariasi, dalam wawancara di atas dapat dilihat bahwa penyebab anak tersebut mengalami school refusal adalah karena ia ingin selalu berada didekat ibunya karena dengan berada dekat ibunya ia merasa aman dan tidak terancam (dalam Rini, 2002). Kecemasan berpisah sering kali merupakan penyebab utama School refusal. Salah satu studi oleh Last dan Strauss (1990) menemukan bahwa 75% anak-anak yang menolak untuk sekolah disebabkan oleh kecemasan berpisah dari ibu atau orang yang terdekat dengannya (dalam Davison, 2006). School refusal juga dapat terjadi karena pengalaman negatif di sekolah, seperti mendapat cemoohan, ejekan atau pun diganggu temantemannya. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, gendut, kurus, hitam atau takut gagal dan mendapat nilai buruk. Biasanya anak terlihat murung ketika waktu sekolah tiba, tidak bersemangat. Atau malah mengeluh sakit ketika waktu pergi sekolah tiba (dalam Rini, 2002). Peneliti juga menanyakan pendapat seorang guru SD mengenai anak yang mengalami school refusal :

karena sering tidak masuk sekolah ia jadi ketinggalan banyak pelajaran. Bukan hanya itu saya lihat ketika ia sudah mau masuk sekolah, anaknya pendiam dan ga mau bergaul dengan teman-temannya yang lain. Jadi dia cukup sulit saya rasa untuk terus mengikuti pelajaran. tapi kalau dibilang anaknya kurang pintar ya ga juga (C, komunikasi personal, 10 Mei 2006) School refusal memiliki konsekuensi akademik dan sosial yang serius bagi anak dan dapat sangat merusak (dalam Davison, 2006). Salah satu konsekuensinya adalah anak jadi kurang bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini dikarenakan anak tidak mau berpisah dari ibu atau orang yang dekat dengannya, sehingga anak kurang bergaul dengan teman-teman sebayanya atau orang lain diluar orang yang dekat dengannya. Kurangnya sosialisasi ini secara tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar anak, karena anak tergantung pada ibu atau orang yang dekat dengannya maka prestasi belajarnya juga tergantung pada orang-orang tersebut (dalam Rifai, 1993). Dan dampak yang paling buruk adalah anak bisa dikeluarkan dari sekolah (dropout) karena terlalu lama tidak masuk sekolah (dalam Kearney, 2001). Menurut Wanda P.Fremont (2003), sebanyak 1-5% anak usia sekolah mengalami school refusal dan merata terjadi pada anak laki-laki dan perempuan. Dan pada dasarnya school refusal terjadi pada setiap usia, tapi lebih sering terjadi pada usia 5-6 tahun dan 10-11 tahun. School refusal juga terjadi bukan karena adanya perbedaan sosial ekonomi. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti ingin mengetahui lebih lanjut apa itu school refusal dan mengapa lebih banyak terjadi pada anak sekolah dasar. Penelitian ini juga diharapkan akan bisa lebih banyak lagi menggali tentang school refusal dan bagaimana gejala-gejala serta dinamika yang bisa terjadi pada

anak sekolah dasar. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif, agar diperoleh pemahaman menurut penghayatan atau sudut pandang subjek penelitian. Sebagaimana yang dikatakan oleh Irwin Deutcher (dalam Moleong, 2000) salah satu keuntungan pendekatan kualitatif adalah berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orangorang itu, yang terpenting adalah kenyataan yang terjadi sebagaimana yang dibayangkan atau dipikirkan oleh orang-orang itu sendiri. Penelitian ini akan melibatkan anak sekolah dasar yang mengalami school refusal sebagai subjek penelitian dan dilakukan di kota Medan, karena peneliti adalah mahasiswa yang berada di kota Medan, sehingga akan lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. I.B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya maka peneliti menemukan permasalahan-permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana sikap anak terhadap sekolah. 2. Bagaimana gejala school refusal yang ditunjukkan oleh anak, meliputi: frekuensi, durasi, intensitas, dan bentuk perilakunya. 3. Apa yang memicu sehingga anak mengalami school refusal. 4. Bagaimana respon dan sikap orangtua terhadap anak yang mengalami school refusal.

I.C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gejala-gejala school refusal dan bagaimana dinamika school refusal tersebut pada anak sekolah dasar. I.D. Manfaat Penelitian I.D.1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi disiplin ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan, terutama mengenai school refusal. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang berminat untuk meneliti lebih jauh mengenai school refusal pada anak sekolah dasar atau penelitian lain yang berkaitan dengan school refusal. I.D.2. Manfaat praktis Penelitian ini juga diharapkan menjadi tambahan informasi dan menjadi bahan masukan bagi para orangtua, guru dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kondisi anak sekolah yang mengalami school refusal. Melalui informasi ini orangtua dapat memahami keadaan anak, mengetahui dengan jelas gejala dan dinamika dari school refusal pada anak mereka. I.E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan: berisikan latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori: dalam bab ini berisi uraian beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori-teori yang menjelaskan data penelitian, yaitu teori tentang school refusal, yang didalamnya termasuk defenisi school refusal, tingkatan-tingkatan school refusal dan beberapa penyebab terjadinya school refusal. Bab III Metode penelitian: membicarakan tentang metode penelitian kualitatif yang digunakan, metode pengumpulan data, subjek dan lokasi penelitian, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian dan prosedur analisis data. Selain itu juga memuat teknik pengambilan sampel/subjek yang digunakan dalam penelitian. Bab IV Analisa dan Interpretasi Data: berisikan gambaran umum subjek penelitian, data wawancara dan observasi, analisa data dan pembahasan. Bab V Kesimpulan, diskusi dan saran: berisikan kesimpulan hasil penelitian, diskusi dan saran yang berhubungan dengan penelitian.