BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh

Gambaran Perilaku Merokok pada masyarakat di Kabupaten Purwakarta: Suatu Kajian Literatur

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1

SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG

BUPATI KLUNGKUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah i

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan masalah yang kompleks. Merokok tidak saja berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di Indonesia khususnya dikalangan pelajar. Walaupun sudah

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat konsumsi yang relatif tinggi di masyarakat. Masalah rokok juga masih menjadi masalah nasional yang diprioritaskan upaya penanggulangannya karena menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial politik, dan terutama aspek kesehatan. Meski menyadari bahaya merokok, orang-orang di seluruh dunia masih terus menghisap belasan milyar batang rokok setiap harinya. Jumlah perokok di negara-negara berkembang jauh lebih banyak dibanding jumlah perokok di negara maju (Kemenkes RI, 2011). Penelitian Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington di Amerika Serikat yang mengkaji tingkat perokok dari tahun 1980-2012 berdasarkan data dari 187 negara. Terungkap bahwa Timor Leste dan Indonesia menduduki peringkat pertama dan kedua perihal banyaknya jumlah perokok. Di Timor Leste, 61 persen penduduk merokok, sementara di Indonesia porsinya adalah 57 persen. Menurut penelitian ini, jumlah perokok secara keseluruhan meningkat dalam 30 tahun terakhir disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dunia (http://www.australiaplus.com/).

Berdasarkan data Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, perilaku merokok penduduk 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. Ditemukan 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Ditemukan juga 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun; 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja; dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Remaja Indonesia yang merokok terbilang tinggi, begitu juga anak-anak yang menjadi perokok pemula jumlahnya terus meningkat dalam 10 tahun terakhir. Seperti yang disampaikan Smet dalam Komalasari dan Helmi (2000), bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya individu pada usia tersebut merokok sebelum usia 18 tahun. Remaja yang sudah kecanduan merokok pada umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin sehingga selanjutnya merokok menjadi sesuatu yang sulit untuk ditinggalkan. Menurut World Health Organization (WHO, 2008) menyatakan bahwa risiko penyakit jantung pada perokok terjadi 2-4 kali lebih besar dibandingkan bukan perokok. Pada perokok risiko terkena katarak 50% lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Kematian kanker paru 20 kali lebih besar terjadi pada perokok. Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Dilihat dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbon monoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan saraf pusat dan susunan saraf simpatis

sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain. Selain itu, merokok menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif (WHO, 2010). Rokok menghasilkan asap yang sangat berbahaya bagi kesehatan si perokok sendiri sebagai perokok aktif, maupun orang lain yang ada di sekitarnya sebagai perokok pasif. Perokok pasif menghisap lebih banyak zat berbahaya dibandingkan perokok aktif yang hanya menghisap sekitar 25% dari asap rokok yang berasal dari ujung yang terbakar. Sementara 75% lainnya diberikan kepada non perokok ditambah separuh asap yang dihembuskan perokok (Aditama, 2006). Saat asap rokok terlepas, secara langsung seorang perokok pasif akan menghirup udara yang bercampur asap rokok. Ini bisa mengakibatkan sesak napas, iritasi hingga sakit jantung dan paru-paru. Asap rokok yang terlepas mengandung nikotin, karbon monoksida, hidrogen sianida dan amonia. Semua zat-zat tersebut adalah racun mematikan yang lambat laun bisa menggerogoti kesehatan tubuh perokok pasif, bahkan efeknya bisa lebih parah jika dibandingkan dengan perokok aktif (Aditama, 2006). Efek dari rokok tidak hanya dirasakan pada perokok aktif, tetapi juga dapat dirasakan oleh perokok pasif. Risiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya dibanding dengan perokok aktif karena daya tahan tubuh terhadap zat-zat yang berbahaya dari rokok lebih rendah (Gondodiputro, 2007). Dari data yang diperoleh oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2010, prevalensi perokok secara nasional sebesar 34,7%. Berarti lebih dari sepertiga penduduk berisiko mengalami beberapa gangguan kesehatan. Banyak orang yang mengkonsumsi rokok tanpa memikirkan resiko bahaya dan kandungan yang terdapat dalam rokok tersebut bagi kesehatan.

Tingginya presentasi penduduk Indonesia yang mempunyai kebiasaan merokok, menjadikan kesehatan sebagai faktor yang tidak bisa dikesampingkan. Tercatat tidak kurang dari 4.000 jenis zat kimia yang terkandung dalam sebatang rokok dan 60 zat diantaranya bersifat karsinogenik dan bersifat adiktif (Gondodiputro,2007). Menurut Kendal dan Hammen (1998) dilihat dari sisi kesehatan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalam rokok akan memacu kerja dari susunan saraf pusat dan susunan saraf simpatis sehingga dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Komalasari dan Helmi, 2000). Dalam upaya melindungi perokok pasif, muncullah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), pada tahun 2002 yang di dalamnya terdapat beberapa strategi untuk melakukan pengendalian tembakau. Pertama, adalah pengurangan permintaan (reducing demand) melalui kenaikan harga dan pajak, pengaturan dan pelarangan iklan, promosi, sponsorship rokok serta edukasi, pelatihan, peningkatan kesadaran, dan bantuan untuk berhenti merokok. Strategi kedua adalah melalui regulasi terhadap kandungan, pengemasan dan label rokok, pengurangan perdagangan, pembatasan penjualan pada anak-anak, serta perlindungan perokok pasif. Strategi berikutnya, proteksi lingkungan dan kesehatan pekerja tembakau, dukungan terhadap alternatif ekonomi yang memungkinkan, riset, survei dan pertukaran informasi, serta dukungan terhadap aktivitas legislatif. Negara yang menandatangani dan meratifikasi FCTC diharuskan melaksanakan strategi tersebut (Tobacco Control Support Center, 2008).

Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan organisasi kesehatan dunia (WHO) Indonesia melaporkan 4 alternatif kebijakan terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu: 1) Menaikkan pajak {65 persen dari harga eceran}; 2) Melarang semua bentuk iklan rokok; 3) Mengimplementasikan 100% Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat umum, tempat kerja dan tempat pendidikan; dan 4) Memperbesar peringatan merokok dibungkus rokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok. Salah satu alternatif yang cukup layak diterapkan di Indonesia dengan menimbang bahwa kebijakan tersebut dapat dimulai dari institusi atau pemerintah lokal adalah melaksanakan KTR (Prabandari, 2009). Dalam rangka melindungi individu, masyarakat dan lingkungan terhadap paparan asap rokok, pemerintah telah menetapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undangundang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 115 ayat 1 dan 2 yang mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah wajib untuk menetapkan dan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya (Kemenkes RI, 2009). Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Pada pasal 22 menyatakan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). PP tersebut telah diperbaharui dengan telah ditetapkannya PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi

Kesehatan. Pada pasal 19 menyatakan dengan tegas bahwa Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib mewujudkan KTR. Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan atau penggunaan rokok. Alasan diberlakukannya KTR adalah setiap orang berhak atas perlindungan terhadap bahaya rokok, asap tembakau membahayakan dan tidak memiliki batas aman, ruang khusus untuk merokok dan sistem sirkulasi udara tidak mampu memberikan perlindungan yang efektif. Sehingga perlindungan hanya efektif apabila 100% suatu tempat bebas dari asap rokok (Pedoman Pengembangan KTR, 2011). Dalam upaya mewujudkan Indonesia sehat, pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/Menkes/ PB/I/2011 No. 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok. Tingginya antusias dari pemerintah terkait KTR, mendorong pemerintah daerah khususnya Pemda Kota Medan untuk mengeluarkan suatu peraturan yang dapat melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok orang lain, karena itu dikeluarkanlah Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Penerapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penerapan KTR bertujuan untuk menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat; memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung; dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat (Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2014).

Menurut Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2014 pasal 7 menyebutkan bahwa KTR meliputi fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; tempat umum. Salah satu kawasan yang menerapkan KTR ialah fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat. Institusi pelayanan kesehatan yang menerapkan KTR seperti rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, balai pengobatan, laboratorium, posyandu, tempat praktek kesehatan swasta, apotik dan tempat pelayanan kesehatan lainnya. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes RI, 2009). Jumlah Puskesmas di Sumatera Utara ada sebanyak 570 dengan puskesmas rawat inap sebanyak 164 sedangkan puskesmas non rawat inap sebanyak 406. Di Kota Medan terdapat 39 Puskesmas dan 41 Puskesmas Pembantu, 13 diantaranya kini telah memiliki fasilitas layanan rawat inap (Pusdatin Kemenkes RI, 2013).

Salah satu puskesmas di Kota Medan yang telah menerapkan KTR di lingkungan puskesmas adalah Puskesmas Teladan Kota Medan. Puskesmas Teladan merupakan puskesmas yang telah memasang spanduk bertuliskan Kawasan Tanpa Rokok di depan gedung puskesmas. Penerapan KTR sebenarnya sudah dimulai sejak lama, namun pemasangan spanduk KTR dimulai sejak pertengahan tahun 2011. Pemasangan spanduk ini merupakan perhatian awal dari Puskesmas Teladan dalam menerapkan KTR. Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu petugas puskesmas diungkapkan bahwa pemasangan spanduk bertuliskan KTR sebagai himbauan kepada pengunjung puskesmas untuk tidak merokok, namun belum ada sanksi yang diberikan dari pihak puskesmas sendiri. Oleh karena itu, pemasangan spanduk ini tidak memberi banyak efek positif karena masih ditemukan juga pengunjung yang merokok. Hal ini membuktikan masih rendah peran serta dari petugas puskesmas dalam menerapkan KTR di Puskesmas Teladan. Puskesmas Teladan menyadari bahwa pentingnya menerapkan KTR di puskesmas dikarenakan puskesmas merupakan strata pertama dalam pelayanan kesehatan dan melindungi semua orang dari bahaya paparan asap rokok. Namun, penerapan KTR ini tidak berjalan efektif dikarenakan tidak ada pengawasan yang ketat dari pihak puskesmas sendiri. Meski sudah 3 tahun menerapkan Kawasan Tanpa Rokok, masih saja terlihat beberapa masyarakat yang mengunjungi Puskesmas Teladan sambil merokok. Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis ditemukan bahwa sebagaian besar pengunjung mengetahui adanya larangan merokok di Puskesmas Teladan, namun karena sudah terbiasa untuk merokok maka pengunjung seringkali

mengabaikan hal itu. Kebanyakan dari pengunjung akan merokok bila melihat adanya pengunjung lain merokok atau sedang bosan menunggu antrian. Meski pengunjung melakukannya di luar ruangan, namun Puskesmas Teladan merupakan salah satu area yang harus 100% bebas dari asap rokok. Perilaku merokok di masyarakat tidak terjadi tanpa adanya hal-hal yang mendorong perokok untuk melakukan tindakan tersebut. Banyak faktor yang mendorong individu untuk merokok. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok adalah faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan keluarga dan lingkungan sebaya, serta kepuasan psikologi (Komalasari dan Helmi, 2000). Dukungan dari lingkungan yang menyebabkan perokok bebas untuk merokok dimana saja dan kapan saja. Oleh karena itu, peran serta dari petugas kesehatan di Puskesmas Teladan sangat penting dalam penerapan KTR ini. Pelaksanaan KTR memang membutuhkan pengawasan yang ketat dari pihak puskesmas selaku pengelola sekaligus penanggung jawab agar penerapan KTR bisa mencapai angka 100%. Menurut Perda Kota Medan No. 3 tahun 2014 Pasal 21 bahwa setiap pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab KTR wajib melakukan pengawasan internal pada tempat dan/ atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya; melarang semua orang merokok di KTR yang menjadi tanggung jawabnya; tidak menyediakan asbak atau sejenisnya pada tempat dan/ atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya; dan memasang tanda-tanda dan pengumuman dilarang merokok sesuai persyaratan di semua pintu masuk utama dan tempat-tempat yang dipandang perlu dan mudah terbaca dan/ atau didengar baik.

Penerapan KTR di Kota Medan belum dapat dilakukan dengan baik karena tidak adanya sanksi yang tegas baik dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah Kota Medan. Pada pasal 23 tertulis bahwa Pengelola, pimpinan dan/ atau penanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan, wajib melarang kepada setiap pasien dan/ atau pengunjung serta tenaga medis dan non medis untuk merokok di fasilitas pelayanan kesehatan (Perda No. 3 tahun 2014). Kemudian pada ayat 2 tertulis bahwa pengelola, pimpinan dan/ atau penanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan, wajib menegur dan/ atau memperingatkan dan/ atau mengambil tindakan, apabila terbukti pasien dan/ atau pengunjung serta tenaga medis dan non medis merokok di tempat pelayanan kesehatan (Perda No. 3 tahun 2014). Berdasarkan penelitian Khotimah (2006) menyatakan persepsi tentang problem focused coping atau upaya yang dilakukan untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan memiliki hubungan yang signifikan dengan dukungan untuk melaksanakan kegiatan problem focused coping. Semakin baik persepsi maka makin baik pula dukungan untuk melaksanakan kegiatan problem focused coping dan begitu juga sebaliknya. Kemudian penelitian yang dilakukan Imelda yang berjudul Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Guru dan Siswa Tentang Rokok dan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Terhadap Partisipasi dalam Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di SMP Negeri 1 Kota Medan Tahun 2012 dengan hasil menunjukkan bahwa variabel pengetahuan rokok tidak berpengaruh terhadap partisipasi dalam penerapan kawasan tanpa rokok, sedangkan pada variabel sikap tentang rokok dan kebijakan kawasan tanpa rokok memilik pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi dalam penerapan kawasan tanpa rokok (Imelda, 2012).

Menurut Kozier Barbara, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Rendahnya peran serta petugas puskesmas terhadap pelaksanaan kawasan tanpa rokok di wilayah Puskesmas Teladan mengakibatkan penerapan KTR kurang berjalan efektif. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menganalisa Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014. 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peran Serta Petugas Puskesmas Tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan setelah diterapkan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Teladan dengan efektif maka dapat dijadikan percontohan untuk puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lainnya dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan. 2. Diharapkan hasil penelitian dapat memberi masukan bagi pihak Puskesmas Teladan agar dapat menerapkan area bebas asap rokok 100% sehingga pasien, petugas dan pengunjung terhindar dari paparan asap rokok. 3. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi ilmiah untuk penelitian selanjutnya yang berminat dalam permasalahan ini.