SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun Oleh : VITA AYU OKTAVIANI J 410 050 018 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARATA 2009 i
VITA AYU OKTAVIANI. J 410 050 018 ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI xviii+47+34 Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), merupakan salah satu penyebab kesakitan utama pada balita di negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah yang meliputi ventilasi rumah, pencahayaan alami rumah, kelembaban rumah, lantai rumah, dinding rumah, dan atap rumah dengan kejadian ISPA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Nopember 2009 di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek yang diteliti yaitu seluruh rumah yang di dalamnya terdapat balita berusia nol sampai lima tahun dengan besar sampel 62 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Uji statistik menggunakan uji chi square dengan menggunakan program SPSS versi 11. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara ventilasi rumah (p=0,046), pencahayaan alami rumah (p=0,001), lantai rumah (p=0,025), dinding rumah (p=0,00), dan atap rumah (p=0,026) dengan kejadian ISPA, sedangkan kelembaban rumah (p=0,883) tidak ada hubungan dengan kejadian ISPA. Kata kunci : Infeksi Saluran Pernafasan Atas, Balita, Sanitasi Fisik Rumah. Kepustakaan : 33, 1990-2009 Surakarta, Oktober 2009 Pembimbing I Pembimbing II Ambarwati, S.Pd, M.Si Sri Darnoto, SKM NIK. 757 NIK. 1 001 015 Mengetahui, Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes(Epid) NIK. 863 ii
Vita Ayu Oktaviani. J 410 050 018 The Relationship Between House Physical Sanitation with the Occurrence of Exhalation Chanel Infenction (ISPA) Children Under Five Years Old in Cepogo Village, Cepogo District, Boyolali Sub-Province ABSTRACT Infection of exhalation Channel (ISPA), is one of the main painfulness cause in children under five years old in developing countries. The aim of this research was to know the relationship between house physical sanitation included house ventilation, house natural illumination, house dampness, house floor, house wall, and house roof with the occurrence of exhalation chanel infenction (ISPA) In Cepogo Village, Cepogo District, Boyolali Sub-Province. This research was done in November 2009 In Cepogo Village, Cepogo District, Boyolali Sub-Province. The type of this research was observational research with cross sectional approach. The subject were all of the house which have children under five years old with 62 respondents sample. The technique of intake sampel used cluster random sampling. The statistical test used chi square test by using SPSS version 11 program. The result of this research indicated that there was a relationship between house ventilation (p=0,046), house natural illumination (p=0,01), house floor (p=0,025), house wall (p=0,00), and house roof (p=0,026) with the occurrence of ISPA, but there was not relationship between house dampness (p=0,883) with the occurrence of ISPA. Keywords : The Infection of Exhalation Channel, Children Under Five Years Old, House Physical Sanitation. iii
HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun Oleh : VITA AYU OKTAVIANI J 410 050 018 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARATA 2009 iv
@ 2009 Hak Cipta Pada Penulis v
PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi dengan judul : HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI Disusun oleh : Vita Ayu Oktaviani Nim : J 410 050 018 Telah kami setujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta, Oktober 2009 Pembimbing I Pembimbing II Ambarwati, S.Pd, M.Si Sri Darnoto, SKM NIK. 757 NIK. 1 001 015 vi
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul: HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI Disusun oleh : Vita Ayu Oktaviani Nim : J 410 050 018 Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 08 November 2009 dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan Tim Penguji. Surakarta, November 2009 Ketua Penguji : Ambarwati, S.Pd, M.Si (...) Anggota Penguji I : Sri Darnoto, SKM (...) Anggota Penguji II : Dwi Astuti, S.Pd, M.Kes (...) Mengesahkan, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta (Arif Widodo, A.Kep, M.Kes) NIK. 630 vii
MOTTO Orang yang cerdas adalah orang yang mau introspeksi diri dan beramal untuk bekal setelah mati. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada ALLAH SWT {HR, Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah} Bermimpi adalah langkah pertama, kerja keras dan ketekunan adalah langkahlangkah selanjutnya, Rahmat dan Cinta ALLAH SWT adalah sumber keberuntungan yang membuat mimpi-mimpi menjadi nyata {Penulis} Janganlah menjadi yang pertama jika hanya membuatmu sombong, tetapi jadilah yang terbaik jika itu mampu membuatmu bersyukur. {Penulis} Jangan pernah menyesali keadaan, karena menyesali keadaan berarti menyesali keadilan Tuhan, merusak hati dan melenyapkan harapan. {Made S} viii
PERSEMBAHAN Karya ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku yang menjadi motivator dalam pencapaian tujuan hidup ini. Kalian adalah pemberi inspirasi terhebat di dunia, pemberi kasih sayang yang terkuat dan terkokoh, yang tak pernah bosan menyebutkan namaku dalam setiap sujud dan do a kalian. Untuk kakak dan adikku yang menjadi penyemangat dan pemberi canda tawa serta kasih sayang yang telah tercurah di setiap langkah ku. Sahabat-sahabatku yang aku sayangi karena kebaikkan dan ketulusan kalian menerima aku apa adanya. Almamater tercinta ix
RIWAYAT HIDUP Nama : Vita Ayu Oktaviani Tempat/Tanggal Lahir : Pemalang, 6 Oktober 1987 Jenis Kelamin Agama Alamat : Perempuan : Islam : Jl. Arbei 03 Bojongnangka, RT 03 RW 09 Desa Bojongnangka, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang. Riwayat Pendidikan :1. Lulus TK Pertiwi Bojongbata tahun 1993 2. Lulus SDN 05 Bojongnangka tahun 1999 3. Lulus SLTPN 02 Pemalang tahun 2002 4. Lulus MAN Pemalang tahun 2005 5. Menempuh pendidikan di Program Studi Kesehatan Masyarakat FIK UMS sejak tahun 2005 x
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan antara Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penulis menyadari tanpa bantuan berbagai pihak tidak banyak yang bisa penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada : 1. Bpk. Arif Widodo, A.Kep, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Ibu Yuli Kusumawati, SKM., M.Kes (Epid) selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. 3. Ibu Ambarwati, S.Pd, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bpk. Sri Darnoto, SKM selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Dwi Astuti, S.Pd, M.Kes selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu tersayang yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah inspirator terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku. xi
7. Kakak dan adikku tersayang yang telah memberikan inspirasi untuk segala hal, dorongan, nasihat, rasa sayang, dan selalu membuatku tersenyum. 8. Emill tersayang yang telah membantu dan memberikan motivasi, semangat pantang menyerah dan masih banyak yang tidak bisa penulis katakan. 9. Vella, Ninik, Nani, Yanti, Yeni, Vita, Kini, Nita, Rini, Diah, Bayu dan Yantri mereka adalah penghuni kost yang menjadi teman setia di kosan dan menjadi penghilang sedikit penat dan lelah selama kuliah. 10. Mba Rina, Mba Wita, Mas Rozi, dan Mba Nana yang telah memberikan banyak pengalaman tentang hidup jauh dari orang tua, nasihat, semangat, do a serta mengajarkan penulis tentang arti sebuah persahabatan. 11. Melown, Idul, Junet, Rindem, dan Cumi adalah sahabatku yang selalu membantu, memberikan dukungan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini. 12. Semua teman-teman seperjuangan kesmas 2005. 13. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini. Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Wassalamu alaikum Wr. Wb Surakarta, November 2009 Penulis xii
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i ABSTRAK... i HALAMAN JUDUL... iv HAK CIPTA... v PERNYATAAN PERSETUJUAN... vi PERNYATAAN PENGESAHAN... vii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... viii RIWAYAT HIDUP... x KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii DAFTAR SINGKATAN... xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 4 1. Masalah umum... 4 2. Masalah khusus... 4 C. Tujuan Penelitian... 5 1. Tujuan umum... 5 2. Tujuan khusus... 5 D. Manfaat Penelitian... 6 E. Ruang Lingkup... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)... 7 1. Pengertian ISPA... 7 2. Klasifikasi ISPA... 7 3. Etiologi ISPA... 8 4. Cara penularan ISPA... 9 5. Pertolongan pertama penderita ISPA... 9 6. Pencegahan ISPA... 11 B. Sanitasi Fisik Rumah... 11 1. Pengertian rumah... 11 2. Ventilasi... 13 3. Pencahayaan Alami... 15 4. Kelembaban... 16 5. Lantai... 16 xiii
6. Dinding... 17 7. Atap... 17 C. Kerangka teori... 18 D. Kerangka Konsep... 18 E. Hipotesis... 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 20 B. Subjek Penelitian... 20 C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 20 D. Populasi dan Sampel... 20 1. Populasi... 20 2. Sampel... 20 E. Variabel Penelitian... 23 F. Definisi Operasional Variabel... 23 G. Pengumpulan Data... 25 1. Jenis data... 25 2. Sumber data... 25 3. Cara pengumpulan data... 25 4. Instrumen Penelitian... 26 H. Jalannya Penelitian... 26 I. Pengolahan data... 27 J. Analisis Data... 27 1. Analisis univariat... 27 2. Analisis bivariat... 27 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 28 B. Hasil Analisis Univariat... 30 C. Hasil Analisis Bivariat... 33 BAB V PEMBAHASAN A. Hubungan antara Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA... 40 B. Hubungan antara Pencahayaan Alami Rumah dengan Kejadian ISPA. 41 C. Hubungan antara Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA... 41 D. Hubungan antara Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA... 42 E. Hubungan antara Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA... 43 F. Hubungan antara Atap Rumah dengan Kejadian ISPA... 44 G. Keterbatasan Penelitian... 45 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 46 B. Saran... 46 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv
DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Cepogo Tahun 2008... 30 2 Mata Pencaharian penduduk di Desa Cepogo tahun 2008... 30 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan... 31 4 Perilaku Responden terhadap Sanitasi Fisik Rumah di Desa Cepogo... 32 5 Ventilasi Rumah, Pencahayaan Alami Rumah dan Kelembaban Rumah Responden di Desa Cepogo... 32 6 Lantai Rumah, Dinding Rumah dan Atap Rumah Responden di Desa... Cepogo... 33 xv
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Kerangka Teori Penelitian... 18 2 Kerangka Konsep Penelitian... 18 3 Grafik hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA... 34 4 Grafik hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA 35 5 Grafik hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA... 36 6 Grafik hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA... 37 7 Grafik hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA... 38 8 Grafik hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA... 39 xvi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner penelitian 2. Pedoman Observasi Sanitasi Fisik Rumah 3. Hasil Pengolahan Data 4. Hasil Analisis 5. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian 6. Peta Desa Cepogo 7. Dokumentasi Penelitian xvii
DAFTAR SINGKATAN AC ARI DOV IR ISPA KK RW SD SMA SMP SPAL SUSENAS TBC WHO : Air Conditioner : Acute Respiratory Infections : Definisi Operasional Variabel : Incidence Rate : Infeksi Saluran Pernafasan Atas : Kartu Keluarga : Rukun Warga : Sekolah Dasar : Sekolah Menengah Atas : Sekolah Menengah Pertama : Sarana Pembuangan Air Limbah : Survei Sosial Ekonomi Nasional : Tuberculosis : World Health Organization xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Indonesia masih tinggi terutama pada balita, kasus kesakitan tiap tahun mencapai 260.000 balita. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari 1000 balita, salah satu penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah yang tidak sehat (Supraptini, 2006). Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004, di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori baik, kategori sedang dan kategori kurang. Persentase rumah sehat di Indonesia kategori baik mencapai 35,3%, kategori sedang 39,8% dan kategori kurang 24,9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar 80%, dari kategori rumah sehat di atas tidak ada yang memenuhi target, sehingga rumah sehat di Indonesia belum tercapai (Depkes RI, 2000). Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Boyolali (2006), rumah penduduk di Boyolali dapat dibedakan berdasarkan sifat bahannya yaitu yang terbuat dari batu atau gedung permanen sebanyak 6146 rumah, terbuat dari setengah batu atau semi permanen sebanyak 2399 rumah, terbuat dari kayu atau papan sebanyak 989 rumah, dan terbuat dari bambu 3187 rumah. Berdasarkan data tersebut rumah penduduk Kabupaten Boyolali masih banyak yang berkategori rendah, hal ini dapat memicu timbulnya penyakit ISPA (Dinas Kesehatan dan Sosial Boyolali, 2007).
Desa Cepogo merupakan desa yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Mata pencaharian masyarakat di desa tersebut rata-rata bertani dan berternak sapi. Kondisi fisik rumah di desa tersebut yang berdinding bambu sebanyak 314 rumah, berdinding kayu 290 rumah, berdinding semi permanen 674 rumah, dan permanen 320 rumah. Berdasarkan profil Puskesmas Cepogo (2006), angka kejadian ISPA di Desa Cepogo sebanyak 1.053 kasus yang di dominasi pada golongan umur satu sampai 59 bulan dengan Incidence Rate (IR) sebesar 1,09% dan tahun 2007 sebanyak 898 kasus yang didominasi pada umur satu sampai empat tahun dengan IR 1,99%. Pada tahun 2008 kasus ISPA sebanyak 1092 kasus sedangkan tahun 2009 dari bulan Januari sampai bulan Juli ISPA sebanyak 203 kasus (Kelurahan Cepogo 2007; Puskesmas Cepogo 2007-2009). Menurut Notoatmodjo (2003), rumah yang luas ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, hal ini disebabkan karena proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit ISPA yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi juga menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit ISPA. Sanitasi rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit menular, terutama ISPA (Taylor, 2002). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada balita adalah kondisi fisik rumah, 2
kebersihan rumah, kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam rumah (Iswarini dan Wahyu, 2006). Selain itu juga faktor kepadatan penghuni, ventilasi, suhu dan pencahayaan (Ambarwati dan Dina, 2007). Menurut Ranuh (1997), rumah yang jendelanya tidak memenuhi persyaratan menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah, bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut di dalam rumah lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan cahaya matahari pagi yang sulit masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA. Berdasarkan hasil penelitian Yusup dan Sulistyorini (2005), diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara ventilasi, pencahayaan dan kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA pada balita. Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada tanggal 13-14 September 2008, perilaku dan pengetahuan ibu tentang ISPA dibagi menjadi tiga kategori dengan menggunakan metode hanlon kuantitatif yang meliputi kategori baik antara 60-100%, kategori kurang baik antara 30-50% dan kategori tidak baik kurang dari 30%. Pengetahuan ibu tentang ISPA sebanyak 73,1% dan perilaku ibu sebanyak 86%, sehingga pengetahuan dan perilaku ibu tentang ISPA di Desa Cepogo baik, sedangkan kasus ISPA tahun 2009 dari bulan Januari sampai bulan Juli masih banyak yaitu 203 kasus. Berdasarkan uraian hasil survei pendahuluan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan sanitasi fisik rumah yang meliputi ventilasi rumah, 3
pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. B. Perumusan Masalah 1. Masalah umum Apakah ada hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali? 2. Masalah khusus a. Apakah ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali? b. Apakah ada hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali? c. Apakah ada hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali? d. Apakah ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali? e. Apakah ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali? f. Apakah ada hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali? 4
C. Tujuan 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. b. Mengetahui hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. c. Mengetahui hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. d. Mengetahui hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. e. Mengetahui hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. f. Mengetahui hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. 5
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat yang mempunyai balita yang menderita ISPA tentang pentingnya menjaga kondisi fisik rumah seperti ventilasi yang memenuhi standar, pencahayaan yang cukup, kelembaban yang cukup, lantai, dinding, dan atap rumah yang baik. 2. Bagi instansi terkait khususnya Puskesmas Cepogo Memberikan informasi agar dapat dijadikan pedoman dalam pengambilan kebijakan pada program kepedulian pada balita yang terkena ISPA. 3. Bagi peneliti lain Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya misalnya mengenai hubungan antara asap dapur di rumah dengan kejadian ISPA pada balita. E. Ruang Lingkup Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada hubungan sanitasi fisik rumah yang meliputi ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) 1. Pengertian ISPA Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas yang meliputi infeksi mulai dari rongga hidung sampai dengan epiglottis dan laring seperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga (otitis media), dan radang tenggorokan (faringitis). Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu, tetapi penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika dibiarkan dan tidak segera ditangani. 2. Klasifikasi ISPA Klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan golongannya dan golongannya umur yaitu : a. Menurut Anonim (2008), ISPA berdasarkan golongannya : 1) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli). 2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold), radang tenggorokan (pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga (otitis media). b. Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan golongan umur yaitu:
1) Untuk anak usia 2-59 bulan : a) Bukan pneumonia bila frekuensi pernafasan kurang dari 50 kali permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan, serta tidak ada tarikan pada dinding dada. b) Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat (frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 50 kali permenit untuk usia 2-11 bulan dan frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan), serta tidak ada tarikan pada dinding dada. c) Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan nafas cepat (fast breathing) dan tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam (servere chest indrawing). 2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan : a) Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang dari 60 kali permenit dan tidak ada tarikan dinding dada. b) Pneumonia berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60 kali permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding dada tanpa nafas cepat. 3. Etiologi ISPA ISPA dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Hemofilus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebabnya antara lain 8
golongan Mexovirus, Adenovirus, Coronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain (Depkes RI, 2000). 4. Cara penularan ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air conditioner), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri-bakteri patogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008). 5. Pertolongan pertama penderita ISPA Menurut Benih (2008), untuk perawatan ISPA di rumah ada beberapa hal yang dapat dilakukan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA yaitu : a. Mengatasi panas (demam) Untuk anak usia dua bulan sampai lima tahun, demam dapat diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi di bawah dua bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan sehari empat kali setiap enam jam untuk waktu dua hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. 9
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih dengan cara kain dicelupkan pada air (tidak perlu di tambah air es). b. Mengatasi batuk Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali sehari. c. Pemberian makanan Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. d. Pemberian minuman Diusahakan memberikan cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu mengencerkan dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. e. Lain-lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak yang demam. Membersihkan hidung pada saat pilek akan berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Diusahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan di rumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang 10
mendapat obat antibiotik, selain tindakan di atas diusahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama lima hari penuh dan setelah dua hari anak perlu dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang. 6. Pencegahan ISPA Menurut Benih (2008), pencegahan ISPA ada empat yaitu : a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik b. Melakukan immunisasi c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA B. Sanitasi Fisik Rumah 1. Pengertian rumah Menurut Notoatmodjo (2003), rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Menurut Dinkes (2005), secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria yaitu: a. Memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan, ruang gerak yang cukup, dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu. b. Memenuhi kebutuhan psikologis meliputi privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah. 11
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, dan cukup sinar matahari pagi. d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir. Menurut Dinkes (2005), rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masingmasing parameter adalah sebagai berikut : 1) Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, dan pencahayaan. 2) Minimum dari kelompok sarana sanitasi adalah sarana air bersih, jamban (sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL), dan sarana pembuangan sampah. 3) Perilaku Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik yang digunakan 12
sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1990). Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan rumah, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan air. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA (Azwar, 1990). Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh lingkungan, jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah (lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). 2. Ventilasi Menurut Sukar (1996), ventilasi adalah proses pergantian udara segar ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun buatan. Berdasarkan kejadianya ventilasi dibagi menjadi dua yaitu: 13
a. Ventilasi alamiah Ventilasi alamiah berguna untuk mengalirkan udara di dalam ruangan yang terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu dan lubang angin. Selain itu ventilasi alamiah dapat juga menggerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai. b. Ventilasi buatan Ventilasi buatan dapat dilakukan dengan menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah kipas angin, exhauster dan AC. Menurut Dinata (2007), syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut: 1) Luas lubang ventilasi tetap minimal lima persen dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal lima persen dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan. 2) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain. 3) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat, dan lain-lain. 14
Menurut Dinata (2007), secara umum penilaian ventilasi rumah dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan rollmeter. Berdasarkan indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah lebih dari sama dengan 10% dari luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kurang dari 10% dari luas lantai rumah. 3. Pencahayaan Alami Cahaya matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteribakteri patogen di dalam rumah, misalnya bakteri penyebab penyakit ISPA dan TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah (Azwar, 1990). Pencahayaan alami menurut Suryanto (2003), dianggap baik jika besarnya antara 60 120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih dari 120 lux. Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela, perlu diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini, di samping sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lebih lama menyinari 15
lantai (bukan menyinari dinding), maka sebaiknya jendela itu harus di tengahtengah tinggi dinding (tembok). 4. Kelembaban kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Menurut Suryanto (2003), kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit pernafasan (Krieger dan Higgins, 2002). 5. Lantai Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA karena lantai yang tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi paling tidak lantai perlu diplester dan akan 16
lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Ditjen PPM dan PL, 2002). 6. Dinding Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu dan bambu. Hal ini disebabkan masyarakat pedesaan perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang berkelanjutan seperti ISPA, karena angin malam yang langsung masuk ke dalam rumah. Jenis dinding mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman (Suryanto, 2003). 7. Atap Salah satu fungsi atap rumah yaitu melindungi masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya diberi plafon atau langit-langit, agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah (Nurhidayah, 2007). Menurut Suryanto (2003), atap juga berfungsi sebagai jalan masuknya cahaya alamiah dengan menggunakan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secara sederhana, yaitu dengan melubangi genteng, biasanya dilakukan pada waktu pembuatannya, kemudian lubang pada genteng ditutup dengan pecahan kaca. 17
C. Kerangka Teori Rumah Sanitasi Fisik Rumah Status Ekonomi masyarakat 1. Ventilasi 2. Pencahayaan alami 3. Kelembabaan 4. Lantai 5. Dinding 6. Atap Kejadian ISPA : Variabel diteliti : Variabel tidak diteliti Gambar 1. Kerangka Teori D. Kerangka Konsep Variabel Bebas Sanitasi fisik Rumah : 1. Ventilasi 2. Pencahayaan alami 3. Kelembaban 4. Lantai 5. Dinding 6. Atap Variabel Terikat Kejadian ISPA pada balita Gambar 2. Kerangka Konsep E. Hipotesis 1. Ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali. 18
2. Ada hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali. 3. Ada hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali. 4. Ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali. 5. Ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali. 6. Ada hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali. 19
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serentak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada suatu saat atau periode (Murti, 1997). B. Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah seluruh rumah yang di dalamnya terdapat balita berusia nol sampai lima tahun di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. C. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali dan di laksanakan pada bulan Agustus 2009. D. Populasi dan Sampel 1. Populasi penelitian ini adalah semua kartu keluarga (KK) yang mempunyai balita berusia nol sampai lima tahun di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali yang berjumlah 426 KK 2. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian KK yang mempunyai balita berusia nol sampai lima tahun.
a. Besar sampel dapat dihitung dengan rumus Khotari (1990) dalam Murti (2006) sebagai berikut : Jadi sampel yang diambil sebanyak 62 responden. Keterangan : n N P : Besar sampel : Besar populasi : Perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada q : 1-p populasi (95%) Z1-α/2 : Statistik Z (Z = 1,96 untuk α = 0,05) d : Delta presisi absolut atau margin of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (±5%). b. Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah cluster random sampling yaitu suatu pencuplikan di mana unit pencuplikan 21
adalah kelompok (misalnya dukuh atau rumah tangga) bukan individu dan klaster yang dipilih secara random dari populasi (Murti, 2006). Karena pencuplikan sampel adalah cluster random sampling dengan jumlah sampel 62 responden, maka sampel akan dibagi menjadi 16 klaster. Jumlah klaster diambil dari jumlah rukun warga (RW) yang masing-masing klaster terdiri dari tiga sampai empat responden. c. Kriteria inklusi atau kriteria subjek yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian ini adalah : 1) Merupakan warga yang berdomisili (tinggal menetap) dan memiliki rumah di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Cepogo. 2) Mempunyai balita berusia nol sampai lima tahun dalam setiap KK 3) Bersedia menjadi responden. d. Kriteria eksklusi atau kriteria subjek yang tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian ini adalah : 1) Bukan merupakan warga yang berdomisili (tinggal menetap) dan tidak memiliki rumah di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Cepogo. 2) Tidak mempunyai balita berusia nol sampai lima tahun dalam setiap KK 3) Tidak bersedia menjadi responden. 22
E. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanitasi fisik rumah yang meliputi ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap rumah. 2. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita. F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas a. Ventilasi merupakan lubang angin untuk proses pergantian udara segar ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun buatan. Dengan kategori : 1) Baik ( 10% dari luas lantai) 2) Tidak baik (<10% dari luas lantai) Skala : nominal b. Pencahayaan alami merupakan penerangan rumah secara alami oleh sinar matahari untuk mengurangi kelembaban dan membunuh bakteri penyebab ISPA. Dengan kategori : 1) Baik (60-120 lux) 2) Tidak baik (<60 lux atau >120 lux) Skala : nominal 23
c. Kelembaban merupakan kandungan uap air yang dapat dipengaruhi oleh sirkulasi udara dalam rumah dan pencahayaan yang masuk dalam rumah. Dengan kategori : 1) Baik (40-70%) 2) Tidak baik (<40% atau >70%)) Skala : nominal d. Lantai merupakan salah satu bahan bangunan rumah untuk melengkapi sebuah rumah. Dengan kategori : 1) Baik : kedap air dan tidak lembab (kramik dan ubin) 2) Tidak baik : menghasilkan debu dan lembab (semen dan tanah) Skala : nominal e. Dinding merupakan salah satu bahan bangunan rumah untuk mendirikan sebuah rumah. Dengan kategori : 1) Baik : Permanen atau tembok 2) Tidak baik : semi permanen, bambu dan kayu atau papan Skala : nominal f. Atap merupakan salah satu bahan bangunan rumah yang berfungsi untuk melindungi agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah. Dengan kategori : 1) Baik : Genting dan menggunakan langit-langit 2) Tidak baik : asbes atau seng dan tidak menggunakan langit-langit Skala : nominal 24
2. Variabel terikat Kejadian ISPA merupakan infeksi saluran pernafasan atas pada balita usia nol sampai lima tahun yang di tandai dengan batuk pilek, demam, sakit telinga (otitis media), dan radang tenggorokan (faringitis), yang terjadi pada saat ini atau enam bulan yang lalu dari bulan februari sampai bulan juni di Desa Cepogo. Dengan kategori : 1) Pernah 2) Tidak pernah Skala : nominal G. Pengumpulan Data 1. Jenis data Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang meliputi ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap. 2. Sumber data a. Data primer Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur, observasi dan pengukuran dilakukan pada sanitasi fisik rumah. b. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi kesehatan seperti dinas kesehatan kabupaten atau kota, puskesmas serta kantor kepala 25
desa yang meliputi data jumlah kasus, gambaran umum lokasi penelitian dan data demografi. 3. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan pengukuran. Wawancara secara langsung ditujukan kepada ibu yang memiliki balita dengan menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur, observasi dan pengukuran mengenai sanitasi fisik rumah dilakukan dengan menggunakan peralatan untuk mengukur luas ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap rumah. 4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, pedoman observasi, formulir isian pengukuran, rollmeter, luxmeter, hygrometer atau psychrometer sling, dan alat tulis. Cara menggunakan luxmeter dalam pengukuran pencahayaan alami rumah yaitu dengan mengukur pada setiap bagian ruangan yang akan diukur melalui lima titik pada ruangan yang diukur dan hasilnya diratarata. Cara menggunakan sling psychrometer sling untuk mengukur kelembaban rumah yaitu dengan memutarkan alat dan mengitari ruangan yang akan diukur, dan dilakukan sebanyak tiga kali dan hasilnya diratarata. H. Jalannya Penelitian Peneliti mengadakan survei awal ke Puskesmas Cepogo untuk meminta ijin mencari data Desa dengan jumlah kasus ISPA selama 3 tahun terakhir. 26
Kemudian datang ke kantor Kelurahan Cepogo untuk mencari data monografi, dan datang ke Posyandu pada setiap dusun untuk mencari data jumlah KK yang mempunyai balita. Penelitian dilakukan dengan mengadakan observasi langsung pada lantai, dinding dan atap rumah, sedangkan pengukuran langsung pada ventilasi, pencahayaan alami dan kelembaban rumah. I. Pengolahan Data Menurut Budiarto (2001), kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan tabulating data. 1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner. 2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses pengolahan data. 3. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer. 4. Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti guna memudahkan analisis data. J. Analisis Data Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS 11. Analisis data meliputi : 1. Analisis univariat Analisis univariat (analisis persentase) dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel bebas 27
(independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik responden. 2. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square dengan rumus : Keterangan : x² : chi square O E : frekuensi observasi : frekuensi harapan Menurut Budiarto (2001), dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat kepercayaan 95% : a. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian diterima. b. Jika nilai sig p 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak. 28
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan geografis Desa Cepogo memiliki luas wilayah 3.372.930 Ha dengan jumlah penduduk 6.802 orang dan kepadatan penduduk 500 Km/jiwa. Dilihat dari topografi, Desa Cepogo termasuk wilayah dataran tinggi dengan suhu udara rata-rata 20 C. Adapun batas wilayah Desa Cepogo sebagai berikut : a. Sebelah utara : Desa Kembang Kuning, Kecamatan Cepogo. b. Sebelah timur : Desa Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo. c. Sebelah selatan : Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo dan Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo. d. Sebelah barat : Desa Genting, Kecamatan Cepogo. 2. Keadaan demografi Desa Cepogo terdiri dari 6.802 jiwa dengan perincian penduduk laki-laki sebanyak 3.378 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3.424 jiwa. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk di Desa Cepogo disajikan pada Tabel 1, sedangkan data mengenai mata pencaharian penduduk di Desa Cepogo disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Cepogo Tahun 2008 No Tingkat Pendidikan Jumlah Orang % 1. Tidak sekolah/tidak tamat SD 3924 57,7 2. Tamat SD 1820 26,8 3. Tamat SMP 639 9,4 4. Tamat SMA 339 5 5. Tamat Perguruan tinggi 80 1,1 Total 6802 100 Sumber : Data Monografi Desa Cepogo. Tabel 1, menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan penduduk Desa Cepogo adalah tidak sekolah atau tidak tamat SD (Sekolah Dasar) yaitu sebanyak 3.924 orang (57,7%) dan paling sedikit tamat perguruan tinggi sebanyak 80 orang (1,1%). Tabel 2. Mata Pencaharian penduduk di Desa Cepogo tahun 2008 No Mata Pencaharian Jumlah Orang % 1. Peternak 2163 45,8 2. Petani 1626 34,4 3. Swasta 713 15,1 4. Buruh 162 3,4 5. PNS 62 1,3 Total 4726 100 Sumber : Data Monografi Desa Cepogo. Tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Cepogo bekerja sebagai peternak sebanyak 2.163 orang (45,8%) dan paling sedikit PNS sebanyak 62 orang (1,3%). 29
B. Hasil Analisis Univariat Berdasarkan tabulasi data skor hasil kuisioner diperoleh gambaran data tiap variabel yang disajikan pada Tabel 3, sedangkan gambaran data mengenai perilaku responden terhadap sanitasi fisik rumah di Desa Cepogo disajikan pada Tabel 4. Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan Karakteristik Jumlah Orang % Pendidikan Tidak sekolah/tidak tamat SD 15 24,2 Tamat SD 30 48,4 Tamat SMP 8 12,9 Tamat SMA 4 6,5 Tamat perguruan tinggi 5 8,1 Pekerjaan Tidak bekerja/ibu rumah tangga 27 43,5 Petani 13 21 Buruh 10 16,1 Swasta 12 19,4 PNS 0 0 Pendapatan < Rp. 250.000,- 9 14,5 Rp. 250.000,- sampai Rp. 500.000,- 38 61,3 > Rp. 500.000,- 15 24,2 Tabel 3, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah tamat SD sebanyak 30 orang (48,4%) dan paling sedikit tamat SMA sebanyak empat orang (6,5%). Pekerjaan responden sebagian besar ibu rumah tangga atau tidak bekerja sebanyak 27 orang (43,5%) dan paling sedikit buruh yaitu 10 orang (16,1%). Sedangkan pendapatan responden tiap bulan sebagian 30
besar antara 250.000 rupiah sampai 500.000 rupiah sebanyak 38 orang (61,3%) dan paling sedikit kurang dari 250.000 rupiah sebanyak 9 orang (14,5%). Tabel 4. Perilaku Responden terhadap Sanitasi Fisik Rumah di Desa Cepogo Perilaku Orang % Baik 54 87,1 Tidak baik 8 12,9 Total 62 100 Tabel 4, menunjukkan bahwa perilaku responden terhadap sanitasi fisik rumah sebagian besar termasuk kategori baik, yaitu sebanyak 54 orang (87,1%). 1. Kondisi Sanitasi Fisik Rumah a. Ventilasi, pencahayaan alami dan kelembaban Kondisi ventilasi rumah, pencahayaan alami rumah dan kelembaban rumah responden disajikan pada Tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Ventilasi Rumah, Pencahayaan Alami Rumah dan Kelembaban Rumah Responden di Desa Cepogo Variabel Rumah % Ventilasi Baik 23 37,1 Tidak baik 39 62,9 Pencahayaan alami Baik 27 43,5 Tidak baik 35 56,5 Kelembaban Baik 44 71 Tidak baik 18 29 Tabel 5, menunjukkan bahwa ventilasi rumah responden sebagian besar termasuk kategori tidak baik sebanyak 39 rumah (37,1%). Pencahayaan alami rumah responden sebagian besar termasuk kategori 31
tidak baik sebanyak 35 rumah (56,5%). Sedangkan kelembaban rumah responden sebagian besar termasuk kategori baik sebanyak 44 rumah (71%). b. Lantai, Dinding dan Atap Rumah Konstruksi rumah responden yang meliputi lantai, dinding dan atap disajikan pada Tabel 6 berikut ini : Tabel 6. Lantai Rumah, Dinding Rumah dan Atap Rumah Responden di Desa Cepogo Variabel Rumah % Lantai Memenuhi syarat 29 46,8 Tidak Memenuhi syarat 33 53,2 Dinding Memenuhi syarat 28 45,2 Tidak Memenuhi syarat 34 54,8 Atap Memenuhi syarat 34 54,8 Tidak Memenuhi syarat 28 45,2 Tabel 6, menunjukkan bahwa lantai rumah responden sebagian besar tidak memenuhi syarat sebanyak 33 rumah (53,2%). Dilihat dari dinding rumah sebagian besar tidak memenuhi syarat sebanyak 34 rumah (54,8%). Sedangkan dilihat dari atap rumah sebagian besar memenuhi syarat sebanyak 34 rumah (54,8%). C. Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat untuk mencari besar hubungan pada masing-masing variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi square. 32
1. Pola hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian ISPA a. Pola hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA Pola hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut : ambar 3. Grafik Hubungan antara Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA G Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa ventilasi rumah yang tidak baik menyebabkan balita responden yang terkena ISPA lebih banyak. Hasil uji Chi square menunjukkan ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali (nilai p sebesar 0,046). b. Pola hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA 33