PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA

dokumen-dokumen yang mirip
PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

Secara matematis faktor-faktor di atas dirumuskan menjadi: H= Q / t = (k x A x T) / l

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

9/17/ KALOR 1

KALOR DAN KALOR REAKSI

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

: Arus listrik, tumbukan antar elektron, panas, hukum joule, kalorimeter, transfer energi.

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal ISSN ANALISA KONDUKTIVITAS TERMAL BAJA ST-37 DAN KUNINGAN

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENGANTAR PINDAH PANAS

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

BAB II LANDASAN TEORI

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

Fisika Dasar I (FI-321)

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

PERANCANGAN ALAT PRAKTIKUM KONDUKTIVITAS TERMAL. Jl. Menoreh Tengah X/22, sampangan, semarang

KALOR Kalor 1 kalori 1 kalori = 4.18 joule 1 joule = 0.24 kalori Q = H. Dt Q = m. c. Dt H = m. c Q = m. L

I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Mempelajari cara kerja kalorimeter 2. Menentukan kalor lebur es 3. Menentukan kalor jenis berbagai logam

3. Untuk menghitung TARA KALOR LISTRIK digunakan persamaan H t (T a T m ) = a I 2 R t Dimana Tara kalor listrik = 1/a

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT UNTUK MENENTUKAN KONDUKTIVITAS PLAT SENG, MULTIROOF DAN ASBES

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

KALOR. system yang lain; ini merupakan dasar kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif pertukaran kalor.

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

MENGAMATI ARUS KONVEKSI, MEMBANDINGKAN ENERGI PANAS BENDA, PENYEBAB KENAIKAN SUHU BENDA DAN PENGUAPAN

- - KALOR - - Kode tujuh3kalor - Kalor 7109 Fisika. Les Privat dirumah bimbelaqila.com - Download Format Word di belajar.bimbelaqila.

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KAJIAN JURNAL : PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL BATA MERAH PEJAL

TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES

PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

FISIKA TERMAL Bagian I

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Anda dapat menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor, dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah.

PEGAS DAUN DENGAN METODE HOT STRETCH FORMING.

Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal dengan benda ketiga C, maka A dan B dalam kesetimbangan termal satu sama lain

KALOR (HEAT) Kalor. padat KALOR PERPINDAHAN KALOR

SUHU DAN PANAS. Apakah itu hari musim panas?atau musim dingin malam beku. Tubuh perlu disimpan dengan suhu yang konstan.

1 By The Nest We do you. Question Sheet Physics Suhu Kalor dan Perpindahannya

KALOR. Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB 7 SUHU DAN KALOR

FISIKA TERMAL(1) Yusron Sugiarto

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

Termodinamika. Energi dan Hukum 1 Termodinamika

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini. Kalor dan Hukum Termodinamika

Alat Peraga Pembelajaran Laju Hantaran Kalor

SIMULASI DISPENSER HOT AND COOL UNIT

1. Dua batang logam P dan Q disambungkan dengan suhu ujung-ujung berbeda (lihat gambar). D. 70 E. 80

Arus Listrik dan Resistansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

pendahuluan Materi ppt modul LKS evaluasi

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

LATIHAN UJIAN NASIONAL

Termometri dan Kalorimetri

KALORIMETRI A. Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. jalan Kolam No. 1 / jalan Gedung PBSI Telp , Universitas Medan

LAPORAN RESMI PRAKTEK KERJA LABORATORIUM 1

12/3/2013 FISIKA THERMAL I

KALORIMETER PF. 8 A. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari cara kerja kalorimeter 2. Menentukan kalor lebur es 3. Menentukan panas jenis berbagai logam B.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan teknologi yang pesat, menjadikan

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I MODUL 3 KALORIMETER

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

LAMPIRAN I (TBL. 01) Hasil Belajar Siswa pada Observasi Awal

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

UN SMA IPA Fisika 2015

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9

Transkripsi:

Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA Vandri Ahmad Isnaini, S.Si., M.Si Program Studi Pendidikan Fisika IAIN STS Jambi Abstrak Pada bidang studi keilmuan fisika diperlukan seperangkat alat-alat praktek sebagai pendukung dalam pembuktian dari teori-teori keilmuan fisika. Diantaranya teori perpindahan panas pada bahan padat, dibutuhkan suatu alat berupa alat ukur konduktivitas panas yang dapat menggambarkan proses hantaran panas didalam bahan yang kemudian nilai konduktivitas panas pada bahan tersebut dapat terukur. Pembuatan alat ukur konduktivitas panas terdiri dari dua sistem termal berbeda dimana sampel ditempatkan diantara dua sistem ini, kemudian sistem sistem ini dibatasi oleh isolasi panas dari bahan batu bata castable. Alat ini kemudian diuji dengan sampel bahan padat Tembaga (Cu), Alumunium (Al) dan Alumina (Al 2 O 3 ). Kata kunci : panas, konduktivitas, media praktek, isolasi panas. 1. Pendahuluan Dibidang keilmuan fisika dikenal adanya aliran panas atau konduktivitas panas, dimana setiap medium yang di alirinya memiliki nilai konduktivitas panas berbeda-beda. Untuk mengetahui nilai dari konduktivitas panas ini maka diperlukan sebuah alat yang dapat mengukur nilai dari konduktivitas panas secara akurat. Akan tetapi dalam pembuatan alat ini, keakuratan nilai konduktivitas panas ini susah didapat, dikarenakan adanya beberapa faktor penyebab. Diantaranya adalah lepasnya panas dari alat ukur ke lingkungan luar disaat pengukuran. Dengan mengatur parameter pembuatan alat seperti bahan dasar pembuatan alat, ukuran alat yang harus presisi dan adanya usaha untuk mengisolasi panas pada pengukuran agar suhu yang tercatat tidak dipengaruhi oleh suhu lingkungan luar. Penentuan nilai konduktivitas panas dari suatu bahan sangat diperlukan dalam bidang keilmuan fisika dasar, yaitu untuk mempelajari sifat medium atas faktor aliran panas. Begitu juga bidang fisika material atau pada bidang industri material. Contohnya dalam pembuatan microprocessor, dibutuhkan bahan semikonduktor yang mempunyai karakteristik panas yang sesuai dengan proses kerja dari microprocessor tersebut. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan 117

Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat sebuah alat pengukur konduktivitas panas bahan dengan keakuratan yang sangat tinggi. 2. Pengertian Panas Panas adalah zat alir yang bersifat kalorik yang terdapat di dalam setiap benda dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Antoine Laurent Lavoisier. Berdasarkan teori inilah satuan dari panas adalah kalori atau kilo kalori sebagai satuan terbesarnya. Kemudian semakin berkembangnya teknologi, Count Rumford dan Prescolt Joule melakukan percobaan aliran panas, dimana ada dua sistem yang salah satunya memiliki panas yang lebih tinggi, kemudian dua sistem ini dihubungkan, maka akan terjadi aliran panas atau perpindahan panas. Kemudian mereka berkesimpulan bahwa perpindahan panas ini adalah perpindahan energi yang satuannya adalah Joule. Satuan ini masih sering digunakan untuk menyatakan kandungan energi yang dimiliki makanan, dimana satu kalori sama dengan 4,18 joule (Zemansky, 1994). Di dalam keilmuan teknik satuan panas dikenal juga dengan Satuan Termal Inggris (British Thermal Unit) atau (Btu), yang didefenisikan sebagai panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur satu pon air dari 63 o F ke 64 o F. Nilai konversi dari Btu adalah 1 kcal = 1000 cal = 3,968 Btu (Wikipedia.org, 2012). Panas merupakan energi yang dapat berpindah atau bisa juga didefenisikan sebagai sesuatu yang dipindahkan di antara sebuah sistem dan sekelilingnya sebagai akibat dari perbedaan temperatur. Karena itu, satuan yang digunakan untuk mengukur panas sama dengan satuan energi. Dimana satu joule adalah energi yang digunakan ketika gaya satu Newton memindahkan suatu benda searah gaya sejauh satu meter. Hubungan panas terhadap beberapa faktor penentu yang mempengaruhi besarnya panas yang diberikan kepada suatu sistem, yaitu: 1. Hubungan panas dengan kenaikan suhu. Panas yang diberikan (Q) sebanding dengan nilai kenaikan suhunya ( T ). Semakin tinggi panas yang diberikan kedalam sistem maka nilai kenaikan suhu pada sistem tersebut akan semakin besar. Q T 2. Hubungan panas dengan massa. Panas yang diberikan (Q) sebanding dengan massa zat (m). Untuk pencapaian suhu tertentu, semakin besar massa dari suatu sistem, maka nilai panas yang harus diberikan adalah semakin besar juga. Q m 3. Hubungan panas dengan kalor jenis zat. Panas yang diberikan (Q) sebanding dengan kalor jenis zat (c). Q c 118

Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 3. Kesetimbangan Termal Keadaan dua sistem setimbang adalah suatu keadaan sistem yang memiliki nilai suhu internalnya tetap selama kondisi eksternalnya tidak ada perubahan suhu. Pada percobaan yang ditunjukkan Gambar 1 menunjukkan bahwa keadaan setimbang dari dua sistem bergantung pada sistem lain yang berada didekatnya dan dipengaruhi oleh sifat dinding pemisahnya (Dittman, 1986). Dinding pemisah dari sitem ini dapat dibagi menjadi dua menurut sifat hantaran panasnya, yaitu : 1. Dinding pembatas adiabat. Dinding pembatas adiabat adalah dinding pembatas yang daya hantar panasnya tidak bagus atau konduktivitas panasnya kecil. Contohnya adalah kayu, beton, asbes dan karet. 2. Dinding pembatas diaterm. Dinding pembatas diaterm adalah dinding pembatas yang daya hantar panasnya sangat bagus atau nilai konduktivitas panasnya tinggi. Contohnya adalah lempengan logam. Gambar 1. Dua sistem termal yang dibatasi oleh dinding adiabat dan diaterm. Dalam percobaan dua sistem (sistem A dan sistem B) yang dibatasi oleh dinding pembatas adiabat tidak terjadi perpindahan energi atau panas, ini dikarenakan dinding pembatas terbuat dari bahan yang memiliki konduktivitas panas yang kecil. Keadaan setimbang hanya terjadi pada sistem A saja atau sistem B saja, dimana kesetimbangan panasnya hanya dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya bukan dipengaruhi oleh sistem lain yang berada didekatnya. Sedangkan untuk percobaan yang menggunakan dinding diaterm terjadi adanya perpindahan energi atau panas dari sistem A ke sistem B (dikondisikan nilai suhu pada sistem A lebih tinggi daripada sistem B). Dinding diaterm dapat menghantarkan panas dari sistem A ke sistem B dengan baik. Proses ini akan berjalan terus menerus sampai keadaan dari dua sistem ini telah mencapai setimbang (sistem A dan sistem B telah memiliki suhu yang sama). 119

Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat 4. Rumus Menghitung Panas Kalor atau panas yang diberikan kepada suatu sistem dilambangkan dengan Q yang dianggap sebagai perubahan nilai tertentu yang dihasilkan di dalam sebuah benda selama proses tertentu. Jadi, jika temperatur dari satu kilogram air dinaikkan suhunya dari 14 o C sampai 15 o C dengan memanaskan air tersebut, maka dapat dikatakan bahwa satu kilokalori kalor telah ditambahkan kepada benda tersebut (Dittman, 1986). Setiap benda atau zat memiliki nilai yang berbeda dalam kuantitas panas yang diperlukan untuk menghasilkan suatu kenaikan temperatur dalam satu kilogram massa. Perbandingan banyaknya kalor Q yang diberikan kepada sebuah benda untuk menaikkan temperaturnya sebanyak T dinamakan kapasitas kalor (Heat capacity) dari benda tersebut yang dilambangkan dengan C; Q C T Kapasitas kalor ini dapat diartikan sebagai tenaga dalam bentuk panas yang harus ditambahkan untuk menaikkan temperatur benda sebanyak satu derajat. Untuk nilai kalor jenis suatu benda dirumuskan dengan kapasitas kalor per satuan massa (m) dari sebuah benda. Kalor jenis ini disebut juga dengan spesific heat, yaitu karakteristik sifat panas dari bahan penyusun yang membentuk benda tersebut. Q c m T Satuannya adalah : J J c atau c o o Kg C Kg K Maka dari hubungan diatas dapat disimpulkan bahwa kalor (Q) yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhu sebanding dengan massa (m), sebanding dengan kalor jenis zat (c), dan sebanding juga dengan kenaikan suhunya ( T ). Kalor yang dibutuhkan benda satuannya adalah Joule. Q mc T Massa dari suatu benda dianggap m = 1 kg dan kenaikan suhunya sebesar T = 1 o C, maka diperoleh, Q mc T o Q (1 Kg) c(1 C), maka, Q c Maka dapat diambil kesimpulan bahwa kalor yang diberikan (Q) sama dengan kalor jenis (c) sehingga dapat didefenisikan bahwa kalor jenis suatu zat 120

Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg massa benda sebesar 1 o C. 5. Perpindahan Kalor Kalor secara alami berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah. Dan perpindahan ini akan berhenti apabila keadaan suhu dari kedua benda ini telah mencapai kesetimbangan. Pada saat proses perpindahan kalor, keadaan akhir dari kalor tersebut tidak bisa diketahui. Namun pada proses perpindahan panas laju aliran Q dapat diketahui sebagai nilai yang merupakan fungsi waktu. 2 Q Qd 1 Nilai akhir dari Q dapat ditentukan apabila fungsi waktu 2 1telah berlalu atau dapat diartikan bahwa proses perpindahan kalor telah selesai (mencapai keadaan kesetimbangan)(dittman, 1986). Perpindahan panas menurut sifat hantarannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Perpindahan panas secara konduksi. Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas melalui zat tanpa disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut. Proses ini dapat dilihat pada percobaan sebuah batang logam yang salah satu ujungnya diletakkan pada nyala api, dan salah satu ujung lainnya dipasang sensor suhu. Setelah beberapa waktu, pada sensor suhu akan mengalami peningkatan nilai suhu. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa adanya aliran panas secara konduksi dari ujung logam yang kena nyala api ke arah ujung logam yang ada sensor suhunya. Namun dalam proses aliran panas ini, partikel bahan penyusun dari logam tersebut tidak mengalami perpindahan. Panas berpindah diakibatkan oleh adanya interaksi dari partikel partikel penyusun logam tersebut. Perpindahan panas secara konduksi hanya terjadi pada suatu benda apabila sebahagian dari benda tersebut memiliki suhu yang berbeda. Dimana arah aliran panasnya selalu dari bagian benda yang suhunya lebih tinggi ke bagian benda dengan suhu lebih rendah. 2. Perpindahan panas secara konveksi. Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas melalui zat dimana proses ini disertai dengan perpindahan partikel dari zat tersebut. Perpindahan partikel zat ini diakibatkan oleh perbedaan massa jenis zat karena adanya perbedaan suhu diantara partikel partikel dalam sistem ini. Contoh dari proses ini adalah pada percobaan pemanasan air dan pemanasan udara pada ruangan. 121

Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat 3. Perpindahan panas secara radiasi (pancaran) Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas tanpa zat perantara (medium). Proses ini merupakan pancaran energi secara terus menerus dari permukaan suatu benda yang merupakan sumber panas. Jenis dari energi ini adalah energi yang memancar melalui gelombang elektromagnet, dapat melalui ruang hampa udara dan bergerak dengan kecepatan cahaya. Energi yang dipancarkan oleh suatu benda, per satuan waktu dan per satuan luas bergantung pada sifat permukaan benda tersebut. Pada suhu rendah nilai dari radiasinya kecil dan panjang gelombang elektromagnetnya bernilai besar, begitu juga dengan keadaan sebaliknya (Zemansky, 1994). Contohnya adalah pancaran panas dari Matahari sampai ke permukaan Bumi. Panas yang di pancarkan dari Matahari bergerak melalui ruang hampa dan kemudian masuk ke dalam atmosfer (udara) Bumi. Pada saat melewati atmosfer Bumi panas ini akan diserap oleh udara dan energinya makin mengecil sampai ke permukaan Bumi. 6. Hantaran Kalor (Heat Conduction) Perpindahan panas atau energi yang timbul karena perbedaan temperatur di antara bagian bagian yang berdekatan dari sebuah benda dinamakan hantaran kalor (heat conduction). Percobaan dua buah benda yang dipisahkan oleh suatu bidang batas yang bersifat diaterm membuktikan bahwa Q adalah sebanding dengan T dan sebanding dengan luas penampang A untuk suatu perbedaan temperatur T yang diberikan. Dimana Q adalah sebanding dengan T x, dengan syarat T dan x bernilai kecil, adalah ketebalan lempeng. Q T A t x Didalam kasus limit ketebalan lempeng yang sangat kecil dx, dan terdapat suatu perbedaan temperatur yang dilambangkan dengan dt, maka didapatkan hukum hantaran kalor, dimana aliran kalor H dapat dilihat pada rumus di bawah ini; dt H ka dx Dengan H adalah aliran kalor yang mempunyai satuan kal/detik dan dapat didefenisikan sebagai banyaknya perpindahan kalor per satuan waktu dt yang melalui luas benda (A), kemudian nilai dari dinamakan gradien dx temperatur (suhu) dan k adalah sebuah konstanta perbandingan yang dinamakan konduktivitas termal (thermal conductivity). 122 x

Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 Sebuah benda yang mempunyai konduktivitas termal yang bernilai besar adalah benda yang mempunyai sifat penghantar panas yang baik, dan benda yang mempunyai konduktivitas termal yang bernilai kecil adalah penghantar kalor yang buruk, atau sebuah isolator termal yang baik. Dalam kata lain konduktor panas yang sempurna bernilai k dan isolator panas yang sempurna adalah k 0 (Zemansky, 1994). Nilai dari k bergantung pada temperatur pada suatu benda, akan tetapi k dapat diambil sebagai konstanta diseluruh zat jika perbedaan temperatur pada bagian bagian penyusun benda tersebut tidak terlalu besar. Persamaan konduktivitas termal dapat dipakai kepada sebuah tongkat yang panjangnya L dan luas penampangnya A yang didalamnya telah dicapai suatu keadaan setimbang (steady state). Pada keadaan itu temperatur di setiap titik adalah konstanta terhadap waktu. Gambar 2. Penghantaran kalor melalui sebuah batang penghantar yang diisolasi. Jika nilai H adalah sama di semua penampang logam penghantar, sehingga nilai k dan luas A akan bernilai tetap, maka nilai gradien temperatur dt adalah sama di semua penampang logam penghantar. Jadi, Nilai T akan dx berkurang secara linier sepanjang tongkat tersebut. dt ( T2 T1) dx L Maka, rumusan H, T2 T1 H ka L Rumusan ini dapat diambil kesimpulan bahwa konduktivitas termal adalah sebagai arus panas (negatif) per satuan luas yang tegak lurus pada arah 123

Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat aliran, dan per satuan gradien suhu (Zemansky, 1994). Nilai negatif dari gradien temperatur adalah tanda arah aliran panasnya. Dalam sistem cgs, satuan aliran panas adalah satu kalori per detik (1 kal dtk -1 ), satuan luas adalah satu sentimeter kuadrat (cm 2 ), dan satuan gradien temperatur adalah satu derajat celcius per sentimeter (1 o C cm -1 ). Logam memiliki sifat konduktivitas panas yang bagus sedangkan yang non logam memiliki konduktivitas panas yang buruk. 7. Tahap Pembuatan Alat Dimulai dengan tahap perancangan bentuk dari alat ukur konduktivitas panas dengan menggunakan software Corel Draw 12. Setelah gambar dan ukuran-ukurannya telah diperhitungkan, maka alat dibuat menurut sketsa di bawah ini dengan memakai berbagai peralatan bengkel, seperti : 1. Mesin gergaji Mesin gergaji digunakan untuk pemotongan-pemotongan logam Al untuk pemanas dan untuk logam ukur. 2. Mesin Bor Mesin bor digunakan untuk melubangi logam-logam ukur untuk penempatan termokopel. 3. Mesin Bubut Mesin bubut digunakan untuk pembentukan logam-logam supaya sesuai dengan ukuran badan dari alat ukur konduktivitas kalor bahan. 4. Mesin gerinda Mesin gerinda digunakan untuk memperhalus permukaan bahanbahan pembuatan alat. 5. Alat potong Alat potong digunakan untuk pemotongan plat-plat logam bahan pembuatan alat konduktivitas kalor bahan. 6. Kikir Kikir digunakan untuk memperhalus permukaan logam. 7. Mata bor Mata bor digunakan untuk pisau dari mesin bor 8. Sarung tangan Sarung tangan digunakan untuk keselamatan kerja. 124

Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 C D B L 1 A T 1 T 2 T 3 L 2 F E Gambar 3. Desain alat ukur konduktivitas panas bahan. Keterangan gambar : A = Pemanas dari kawat nikelin B = Batang logam dari bahan alumunium C = Batu bata tahan panas (castable) D = Papan fiber (fiberglass) E = Kaki-kaki F = Sampel L 1 = Logam I (sistem termal I) L 2 = Logam II (sistem termal 2) T 1 = Termokopel I (suhu awal) T 2 = Termokopel II (Suhu akhir) = Termokopel III (Suhu rata-rata logam II) T 3 Untuk menggunakan alat ukur ini dibutuhkan beberapa alat penunjang, seperti : 1. Alat ukur suhu digital Alat ini digunakan untuk pengukuran suhu secara elektronik. Dimana alat ini bekerja atas respon dari termokopel yang ditanam pada alat ukur. 2. Slide Regulator Digunakan untuk pengatur tegangan yang memberikan arus pada pemanas alat konduktivitas panas bahan. Semakin tinggi tegangan yang diberikan akan semakin tinggi panas yang dihasilkan oleh pemanas dari kawat nikelin. 125

T suhu (celcius) T suhu (celcius) Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat 8. Hasil Percobaan Alat Ukur Konduktivitas Panas 8.1. Untuk sampel Al Data yang didapat : T 1 = 76,4 o C T 2 = 64 o C T 3 = 53,4 o C Penurunan suhu yang melewati T 3 untuk mengetahui gradien dt/dt dengan grafik suhu berbanding waktu; 58 56 54 52 y = -0.162x + 57.147 Series1 Linear (Series1) 50 48 46 0 20 40 60 80 t waktu (detik) Gambar 4. Grafik waktu terhadap penurunan suhu untuk percobaan sampel Al. Gradien dari persamaan y = -0,162x + 57,147 adalah 0,162 o C/s dengan nilai konduktivitas panas k sampel alumunium sebesar 0,625 W/m o C. 8.2. Untuk Sampel Cu Data yang diperoleh : T 1 = 85,5 o C T 2 = 60,1 o C T 3 = 50,6 o C Penurunan suhu yang melewati T 3 untuk mengetahui gradien dt/dt dengan grafik suhu berbanding waktu; 70 60 50 40 30 y = -0.3307x + 58.123 Series1 Linear (Series1) 20 Gambar 5. Grafik waktu terhadap penurunan waktu untuk percobaan sampel Cu. 126 10 0 0 20 40 60 80 t waktu (detik)

T suhu (celcius) Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 Gradien untuk persamaan y = -0,3307x + 58,123 adalah 0,330 o C/s dengan nilai konduktivitas panas k sampel tembaga sebesar 0,603 W/m o C. 8.3. Untuk Sampel Keramik Alumina Al 2 O 3. Data yang didapat : T 1 = 75,5 o C T 2 = 44,2 o C T 3 = 32 o C Penurunan suhu yang melewati T 3 untuk mengetahui gradien dt/dt dengan grafik suhu berbanding waktu; 40 35 30 25 20 15 y = -0.0491x + 36.372 Series1 Linear (Series1) 10 5 0 0 100 200 300 t waktu (detik) Gambar 6. Grafik waktu terhadap penurunan suhu untuk percobaan sampel Al 2 O 3. Gradien dari persamaan y = - 0,0491x + 36,372 adalah 0,0491 o C/s dengan nilai konduktivitas panas k sampel tembaga sebesar 0,959 W/m o C. Gambar 7. Alat ukur konduktivitas panas. 127

Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat 9. Kesimpulan Pada percobaan perpindahan kalor dengan menggunakan alat ukur konduktivitas panas dapat membuktikan baha kalor yang diberikan sebanding dengan kenaikan suhu ( t ), massa zat (m), dan kalor jenis zat (c). Dimana pada praktek percobaan alat ini didapat nilai konduktivitas panas bahan sampel Al sebesar 0,625 W/m o C, untuk sampel Cu sebesar 0,603 W/m o C dan untuk sampel Al 2 O 3 sebesar 0,959 W/m o C. Alat ukur konduktivitas panas yang dirancang pada penelitian ini merupakan tipe prototype yang harus disempurnakan lagi agar mendapatkan nilai pengukuran yang lebih akurat lagi terutama untuk mengisolasi panas agar tidak lepas ke udara luar. 10. Daftar Pustaka 1. Dittman, R., Zemansky, M. (1986), Kalor dan Termodinamika, Penerbit ITB, Bandung. 2. Halliday D. (1985), Fisika, Erlangga, Jakarta. 3. Ozisik N., M. (1985), Heat Transfer A Basic Approach, McGraw Hill, Inc, New York. 4. Tt, (2012), British Thermal Unit, wikipedia.org. 5. Tye R., R. (1969), Thermal Conductivity, vols. 1 and 2, Academic, New York. 6. Vlack V., Laurence H. (1992), Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam), Erlangga, Jakarta. 7. Zemansky, S. (1994), Fisika Untuk Universitas 1, Binacipta, Jakarta. 128