BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi, walaupun dari

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perhatian kepada klien dalam segala situasi yang berhubungan dengan

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

DEA YANDOFA BP

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

Yani Maidelwita* ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%- 20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006). Dilaporkan pula, tiga per empat kasus ISPA pada balita di dunia berada di 15 negara, dan Indonesia salah satu diantara ke 15 negara tersebut menduduki peringkat ke 6 (Kartasasmita, 2008). Sejak tahun 1984, WHO telah menerapkan program pemberantasan ISPA. Pada tahun 1990, konferensi Tingkat Tinggi (KTT) anak di New York telah membuat kesepakatan untuk menurunkan kematian akibat ISPA sebesar 30% pada tahun 2000. Implementasi strategi pemberantasan ISPA telah dilakukan oleh banyak negara termasuk Indonesia, tetapi hasil yang dicapai bervariasi (Rahajoe, 2008). ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita di Indonesia. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005, menempatkan 1

2 ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonymous, 2008). ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 6 kali per tahun. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit disebabkan oleh ISPA (DepKes RI, 2008). Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada anak terutama pada bayi, karena saluran napas pada bayi masih sempit dan daya tahan tubuh pada bayi masih rendah (Ngastiyah, 2005). ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Anonim, 2007). Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian diikuti dengan napas cepat dan sesak napas. Pada tingkat yang lebih berat terjadi kesukaran bernapas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun,dan meninggal bila tidak segera diobati (Syair, 2009). Insiden ISPA di negara berkembang adalah 2 10 kali lebih banyak dari pada negara maju. Perbedaan berhubungan dengan etiologi dan faktor resiko. Di negara maju ISPA di dominasi oleh virus, sedangkan Negara berkembang oleh bakteri, seperti S. pneumonia dan H. influenza. Di negara berkembang, ISPA dapat menyebabkan 10 25 % kematian, dan bertanggung jawab 1/3 1/2 kematian pada balita. Pada bayi, angka

3 kematiannya dapat mencapai 45 per 1000 kelahiran hidup (Rahajoe, 2008). Tingginya angka kejadian ISPA pada balita disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keadaan gizi (nutrisi) yang buruk pada balita. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal, karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita akan lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama (Syair, 2009). Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan pada pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja (Supariasa, 2001). Pembangunan kesehatan tidak akan berhasil tanpa peran aktif dari semua pelaku pembangun kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, pembangunan kesehatan dan kemampuan hidup sehat. Rendahnya pengetahuan masyarakat terutama pengetahuan ibu tentang ISPA juga berpengaruh dalam kejadian ISPA pada balita ( Syair, 2009). Kejadian ISPA pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 10-20%. Berdasarkan hasil SKRT, penyakit ISPA pada tahun 1986 berada di urutan ke-4 (12,4%) sebagai penyebab kematian bayi. Sedangkan pada tahun 1992 dan 1995 menjadi penyebab kematian bayi yang utama yaitu 37,7% dan 33,5%. Hasil SKRT pada tahun 1998 juga menunjukkan bahwa penyakit ISPA merupakan penyebab kematian utama pada bayi (36%). Dan hasil SKRT pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi tinggi ISPA yaitu sebesar 39% pada bayi dan 42% pada balita (Anonymous,2008)

4 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal tahun 2009 tercatat 51.979 balita berumur 1-5 tahun menderita ISPA terbagi atas 4078 (7,84%) kasus pneumonia dan 47.901 (92,16%) kasus batuk bukan pneumonia. Pada tahun 2010 tercatat 53.399 balita berumur 1-5 tahun yang menderita ISPA, terbagi atas 5216 (9,76%) kasus pneumonia dan 48.183 (90,24%) kasus batuk bukan pneumonia. Data dari Puskesmas Gemuh I tahun 2009 tercatat kasus ISPA yaitu 846 kasus pneumonia (31,4%) dan 1104 kasus batuk bukan pneumonia (40,97%) dari 2.694 balita. Tahun 2010 terdapat 1673 kasus ISPA, terbagi atas 411 (24,56%) kasus pneumonia dan 1226 (75,44%) kasus batuk bukan pneumonia. Pada studi dokumentasi yang dilakukan bulan November, Desember 2011 dan Januari 2012 di Puskesmas Gemuh I ditemukan kasus ISPA sebanyak 416 kasus dari 1055 atau 39,43% dari jumlah pengunjung usia 1 -- 5 tahun Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal. Puskesmas Gemuh I merupakan salah satu dari puskesmas dengan angka kejadian ISPA tinggi di Kabupaten Kendal dan pengunjung terbanyak penderita ISPA terdapat pada desa Cepokomulyo yaitu sebanyak 28,1% (Stratifikasi Puskesmas Gemuh I, 2011). Berdasarkan fenomenafenomena tersebut maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan pada balita dengan ISPA secara baik, sehingga penulis tertarik akan melakukan penelitian tentang hubungan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA pada balita di desa Cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal.

5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Cepokomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA pada balita di desa Cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan status gizi pada balita di desa cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh I kabupaten Kendal. b. Mendiskripsikan kejadian ISPA pada balita di desa cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal. c. Menganalisis hubungan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA pada balita di desa copokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal. D. Manfaat Penelitian 1. Ibu dan keluarga yang mempunyai anak balita Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada ibu tentang perawatan ISPA sehingga dapat dijadikan rujukan dalam mencegah ISPA pada balita.

6 2. Tenaga Keperawatan Menambah pengetahuan tentang perawatan ISPA pada balita sehingga dapat dijadikan rujukan dalam pencegahan ISPA pada balita. 3. Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan reverensi untuk kepentingan pendidikan khususnya profesi keperawatan anak dalam peningkatan pemberian informasi tentang perawatan ispa pada balita. 4. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam penatalaksanaan perawatan ISPA balita, salah satunyas dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang perawatan ISPA pada balita. E. Bidang Ilmu Lingkup penelitian ini adalah bidang keperawatan dan kesehatan khususnya di bidang keperawatan anak dengan penekanan pada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita.

7 F. Originalitas Penalitian Tabel 1.1 Originalitas Penelitian No Peneliti Tahun Judul Hasil 1 Ulfa Rustanti SI Keperawatan STIKES Kendal 2 Triska S.N. dan Lilis S yang 2010 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Penanganan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Hubungan sanitasi rumah dengan kejadian infeksi pernafasan (ISPA) anak balita. saluran akut pada Dari hasil perhitungan Chi square didapatkan nilai ρ value sebesar 0,017 karena hasil ρ value < 0,05 berarti Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan penanganan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di rumah pada balita di Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Penelitian ini menggunakan uji Chisquare, p < 0,05 Hubungan antara sanitasi fisik yang berupa ventilasi, pencahayaan alami dan kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA pada anak Balita menunjukkan hubungan yang lemah karena nilai koefisien kontingensinya < 0,5.

8 3 Ike Suhandayani, fakultas ilmu keolahragaan, jurusan ilmu kesehatan masyarakat 2007 faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian ispa pada balita di puskesmas pati I kabupaten pati Berdasarkan analisis chi-square didapatkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita ( p = 0,01 < 0,05, OR =2,6 dan 95% CI = 1,24-5,46), ada hubungan antara kepadatan hunian ruang tidur dengan kejadian ISPA pada balita ( p = 0,00 < 0,05, OR = 3,21 dan 95% CI = 1,51 6,8), ada hubungan antara ventilasi ruang tidur dengan kejadian ISPA pada balita ( p = 0,03 < 0,05, OR = 2,22 dan 95% CI = 1,07 4,6), ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita ( p = 0,00 < 0,05,OR = 4,63 dan 95% CI = 2,04 10,52), ada hubungan antara keberadaan anggotakeluarga yang menderita ISPA dengan kejadian ISPA pada balita ( p= 0,00 < 0,05,OR = 3,71 dan 95% CI = 1,55 8,89) dan tidak ada hubungan antara status gizi,status imunisasi, lantai ruang tidur, kepemilikan lubang asap dapur, dan penggunaan jenis bahan bakar dengan kejadian ISPA pada balita

9 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain pada tabel keaslian penelitian diatas adalah : 1. Judul penelitian ini adalah Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Cepokomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal. 2. Variabel yang digunakan adalah hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita. 3. lokasi penelitian adalah desa Cepokomulyo wilayah kerja puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal. 4. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli tahun 2012.