Eksistensi Lembaga Class Action (Gugatan Perwakilan Kelompok) Dalam Hukum Positif di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. Efa Laela Fakhriah. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERKEMBANGAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTIONS) 1. Definisi Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions)

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) yang dilakukan

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 1 TAHUN tentang ACARA GUGAT AN PERW AKILAN KELOMPOK

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB IV PENUTUP. 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kepentingannya yang beranekaragam baik pemerintah

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Penegakan Hukum Administratif Lingkungan Hidup

PERMOHONAN PERKARA Nomor 122 /PUU-VII/2009 Tentang UU PTUN Memberlakukan kembali pasal yang berkaitan dengan derden verzet

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

TANGGUNG JAWAB MUTLAK ( STRICT LIABILITY ) DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA LINGKUNGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

TUJUAN DAN MANFAAT, SERTA KRITIK YANG TIMBUL DARI GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) DALAM SUATU SENGKETA PERDATA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

BAB IV ANALISIS KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI, ISBAT NIKAH DAN PENETAPAN ANAK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A.Latar Belakang Masalah

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

HAK GUGAT ORGANISASI (LEGAL STANDING) PADA PERKARA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI NDONESIA ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENERAPAN CLASS ACTION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN DI INDONESIA

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MELALUI ASPEK HUKUM PERDATA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

BAB I PENDAHULUAN. mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat dan negara

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perlindungan oleh hukum (protection by law) yang bertujuan untuk

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN APABILA TIDAK HANYA SATU KONSUMEN YANG MERASA TELAH DIRUGIKAN OLEH PRODUK YANG SAMA

Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

PENETAPAN AHLI WARIS DAN P3HP /PERMOHONAN PERTOLONGAN PEMBAGIAN HARTAPENINGGALAN

Opini H ukum: Gugatan Ganti Kerugian dalam mekanisme Pengadilan Tipikor. Disiapkan oleh:

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DALAM PRAKTEK HUKUM DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

Transkripsi:

Eksistensi Lembaga Class Action (Gugatan Perwakilan Kelompok) Dalam Hukum Positif di Indonesia Mutia Ch. Thalib Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Gugatan Class Action melalui proses pengadilan, dapat diajukan oleh satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok, bertindak tidak hanya untuk dan atas nama mereka, tetapi untuk dan atas nama kelompok yang mereka wakili, tanpa memerlukan surat kuasa dari anggota kelompok. Meskipun Hukum Acara Perdata Indonesia tidak mengatur prosedur class action, tetapi dalam beberapa hukum positif di Indonesia mengatur beberapa substansi ciri-ciri gugatan class action. Ketiadaan Hukum Acara Perdata tersebut diantisipasi oleh Mahkamah Agung melalui Perma Nomor 1 Tahun 2002, yang dapat dijadikan pedoman bagi praktisi hukum, para hakim, serta masyarakat pencari keadilan yang menggunakan prosedur class action, tujuannya adalah untuk menyederhanakan akses masyarakat memperoleh keadilan serta mengefektifkan penyelesaian pelanggaran hukum yang dilakukan orang banyak. Kata Kunci : Class Action (Gugatan Perwakilan Kelompok), Hukum Positif, dan Indonesia Pendahuluan Globalisasi telah mempengaruhi kehidupan hukum di Indonesia, baik hukum positif materiil maupun hukum positif formil. Hal ini dapat dilihat dalam perkembangan sistim-sistim hukum yang ada telah memberikan ligitimasi kebijakan-kebijakan yang berskala global, terutama dari sistem hukum comman law, meskipun di Indonesia pada prinsipnya menganut sistem hukum Eropa Continental. Menurut Mertokusumo (1998: 2), sistim hukum adalah kaedah dalam arti luas yang satu sama lainnya saling berhubungan. Sistem merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsure yang saling berkaitan erat satu sama lain yang memungkinkan menemukan dan mengisi kekosongan hukum secara sederhana. Oleh karena itu fungsi sistem hukum merupakan komponen untuk pemecahan konflik dan atau penyelesaian sengketa. INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 1

Khusus dalam asas Hukum Acara Perdata, mengatur tentang bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim, melalui suatu tuntutan hak yang diajukan oleh pencari keadilan. Hal ini dapat diajukan dengan cara mengajukan gugatan bagi mereka atau sejumlah orang sebagai para pihak yang bersengketa, dan mengajukan permohonan bagi tuntutan yang tidak mengandung sengketa. Satu atau lebih orang yang bertindak sebagai pihak di pengadilan. Pada dasarnya pihak- pihak yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan sendiri, atau dapat mewakilkan pada orang lain. Dalam kaitannya dengan pemberlakuan hukum Acara ini, dikenal sebagai ius constitutum atau hukum positif yaitu hukum yang sedang berlaku di dalam suatu negara, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Kansil, 1986: 169) Dasar hukum beracara di Pengadilan yang berlaku di Indonesia sampai dengan saat ini, masih menggunakan aturan hukum acara perdata yang terdapat dalam HIR, Rbg dan RV, mengatur pula tentang pengajuan tuntutan hak yang dilakukan oleh atau terhadap satu atau lebih dengan melibatkan orang banyak dapat dilakukan dengan lembaga kumulasi, yang tujuannnya untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang sederhana, cepat serta biaya ringan. Namun demikian lembaga kumulasi ini akan tidak efektif dan tidal praktis apabila jumlah penggugat dan/atau tergugat tersebut ternyata berjumlah ribuan orang, karena akan menyulitkan baik dalam mencantumkan identitas orang perorang serta dalam melakukan pemberitahuan kepada seluruh pihak yang berperkara, pada akhirnya akan memperlambat proses beracara di Pengadilan. Hukum Acara Perdata di Indonesia dalam prakteknya mengalami perkembangan. Dewasa ini dikenal adanya gugatan perwakilan kelompok (class action), yang sebelumnya tidak dikenal dalam HIR, Rbg maupun di dalam RV, yang menganut sistem hukum eropa continental. Dimana hal ini baru dikenal di dalam sebagian hukum materiil Indonesia, yaitu, Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta beberapa undang-undang lainnya.. Namun belum ada ketentuan yang mengatur tentang acara memeriksa, mengadili dan memutus gugatan yang diajukan. Tetapi karena lembaga ini sangat dibutuhkan masyarakat pencari keadilan bersamaan dengan bertambah kompleksnya permasalahan yang dihadapi masyarakat terutama masyarakat miskin dan kurang cakap melakukan tindakan hukum yang selalu tersisih oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 2

membawa akibat terganggunya kelangsungan hidup manusia.maka dirasakan perlunya pengaturan lebih lanjut tentang bagaimana prosedur pengajuan gugatan class action yang sangat relevan dipraktekan dalam dunia peradilan di Indonesia. Pengertian Class Action Istilah Class Action berasal dari bahasa Inggris, yaitu gabungan dari kata class dan action. Pengertian Class adalah sekumpulan orang, benda, kualitas atau kegiatan yang mempunyai kesamaan sifat atau cirri. Sedangkan Action dalam dunia hukum berarti tuntutan yang diajukan ke pengadilan (Black dalam Aa Dani Saliswijaya, 2004: vii). Menurutnya class action menggambarkan suatu pengertian di mana sekelompok besar orang berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut mewakili kelompok besar orang tersebut tanpa harus menyebutkan satu persatu anggota kelompok yang diwakili. Menurut Lotulung dalam Maskanah (2002 : 31) memberikan pengertian dalam actio popularis setiap orang dapat menggugat atas nama kepentingan umum dengan menggunakan pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum, dimana gugatan dapat didasarkan kepada perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan orang banyak, kemudian pengajuan gugatannya didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur pengajuan gugatan tersebut Menurut Maskanah (2002: 33) bahwa pengertian action popularis terlihat adanya kemiripan dengan pengertian class action yang berlaku di negara-negara yang menganut sistem hukum comman law, yaitu sama-sama mengatur tentang pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan sejumlah banyak orang secara perwakilan. Hak gugat dapat pula diajukan oleh badan hukum dalam hal mewakili kepentingan orang banyak. Badan hukum ini tidak perlu sebagai bagian dari slah satu anggota kelompok yang diwakilinya. Di Indonesia, hak gugat oleh badan hukum tersebut di atur dalam pasal 37 ayat (3) Undang-undang Pokok Lingkungan Hidup, Pasal 46 Undang-undang Perlindungan Konsumen, dan Pasal 71 Undang-undang Kehutanan. Dalam prakteknya di kenal dengan istilah legal standing. Sedangkan istilah class action dituangkan dalam penjelsan pasal 46 ayat (1) huruf b UUPK, dinyatakan bahwa : Undangundang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen dst Menurut Harahap (2004: 139) class action merupakan sinonim class suit atau representative action yang artinya : INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 3

Gugatan yang berisi tuntutan melalui proses pengadilan yang diajukan oleh satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok, bertindak mengajukan gugatan tidak hanya untuk dan atas nama mereka, tetapi untuk dan atas nama kelompok yang mereka wakili, tanpa memerlukan surat kuasa dari anggota kelompok. Dalam pengauan gugatan tersebut tidak perlu disebutkan secara individual satu persatu identitas anggota kelompok yang diwakili, yang penting asal kelopok yang diwakili dapat didefinisikan identifikasi anggota kelompok secara spesifik. Selain itu antara seluruh anggota kelompok, dengan wakil kelompok terdapat kesamaan fakta atas dasar hukum yang melahirkan kesamaan kepentingan, kesamaaan penderitaan, dan apa yang dituntut memenuhi syarat untuk kemanfaatan bagi seluruh anggota. Apabila dalam kenyataan terdapat persaingan kepentingan diantara anggota kelompok, tidak dibenarkan mengajukan gugatan melalui class action. Menurut Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2002, istilah yang digunakan adalah acara gugatan perwakilan kelompok (GPK). Hal ini ditegaskan dalam dictum PERMA itu sendiri pada bagian menetapkan yang menyebut tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok atau Representatife Action. Selanjutnya dalam Pasal 1 huruf a yang menyatakan: suatu tata cara pengajuan gugatan yang dilakukan satu orang atau lebih, dimana orang itu bertindak mewakili kelompok untuk diri sendiri dan sekaligus mewakili anggota kelompok yang jumlahnya banyak, antara anggota kelompok dengan anggota kelompok yang diwakili memilik kesamaan fakta atau dasar hukum. Tujuan, unsur serta syarat-syarat Class Action Tujuan Class Action. Tujuan class action selanjutnya disebut Gugatan Perwakilan Kelompok (GPK) dalam PERMA, diatur dalam konsiderans antara lain sebagai berikut : 1. Mengembangkan Penyederhanaan Akses Masyarakat Memperoleh Keadilan. Dengan satu gugatan, diberi hak prosedural terhadap satu atau beberapa orang bertindak sebagai penggugat untuk memperjuangkan kepentingan penggugat dan sekaligus kepentingan anggota kelompok (bisa ratusan atau ribuan anggota). Hal ini dikemukakan dalam huruf a konsiderans bahwa salah satu tujuan utama proses GPK untuk menegakkan asas penyelenggaraan peradilan sederhana, cepat, biaya ringan dan transparan agar akses masyarakat terhadap keadilan semakin dekat. Oleh karena itu, perlu INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 4

dikembangkan sistek GPK yang dianggap mampu mengefektifkan atau mengefisienkan proses penyelesaian perkara yang menyangkut kelompok yang banyak anggotanya. 2. Mengefektifkan Efisiensi Penyelesaian Pelanggaran Hukum yang Merugikan Orang Banyak Proses berperkara dengan sistem GPK, secara serentak atau sekaligus dan massal kepentingan kelompok, dibolehkan cukup hanya diajukan dalam satu gugatan saja. Hal ini dapat ditempuh apabila ternyata mereka memiliki fakta atau dasar hukum yang sama, berhadapan dengan tergugat yang sama, sehingga kalau gugatan diselesaikan sendiri-sendiri penyelesaian tidak efektif dan efisien, bahkan dimungkinkan terjadi putusan yang saling bertentangan. Hal ini ditegaskan lagi dalam huruf d konsiderans, untuk kepentingan efektifitas dan efisiensi sangat dibutuhkan sisten GPK, karena dengan cara ini satu orang saja dari pihak yang dirugikan yang bertindak sebagai wakil kelompok mengajukan gugatan untuk diri sendiri dan sekaligus mewakili kelompok yang jumlahnya banyak, secara formil gugatan dianggap sah untuk penyelesaian kepentingan seluruh kelompok. Orang yang tampil sebagai penggugat disebut wakil kelompok atau wakil kelas sedangkan kelompok yang diwakili disebut anggota kelompok. Unsur-Unsur Gugatan Class Action Menurut Maskanah ( 2002: 63) dari pengertian Class Action, dapat disimpulkan unsur-unsur pokok dalam pengajuan gugatan ini, yaitu : 1. Adanya perwakilan kelompok Perwakilan kelompok adalah adanya sekelompok orang yang berjumlah banyak yang diwakili oleh satu orang atau lebih, sebagai pihak materiil sekaligus sebagai pihak formil, yang mewakili kelompoknya ke Pengadilan guna menyelesaikan masalah baik untuk dan atasnama dirinya maupun kelompok, yang mempunyai kepentingan hukum, kewenangan, dan fakta yang sama serta mengalami kerugian yang sama dengan anggota kelompok yang diwakilinya. Menjadi wakil kelompok dipili orang yang dianggap jujur, terpercaya dan memilik kredibitas, serta sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kepentingan bersama, tangguh, benar-benar telah merasakan akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan orang lain, dibanding korban-korban lainnya. Dalam hal, tidak terdapat wakil kelompok sebagaimana dimaksud di atas, maka badan hukum dapat diberikan hak gugat. Sesungguhnya prinsip GPK (class action) tidak memberikan hak gugat kepada badan hukum, namun dalam perkembangan khususnya di negara Inggris, Canada, Amerika Serikat INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 5

membolehkan corporation dan association menjadi wakil kelompok dalam gugatan, kemudian ini diadopsi dan dituangkan dalam hukum nasional kita yaitu: UPLH, UUPK dan UUK. Badan hukum yang dimaksud bukan merupakan pihak secara langsung mengalami kerugian nyata, melainkan hanya pihak yang mempunyai kepentingan untuk melindungi konsumen dan melestarikan lingkungan dari kerusakan dan pencemaran. 2. Adanya keanggotaan kelompok Wakil kelompok harus mengidentifikasi anggota kelompoknya secara umum, meskipun tidak disebutkan satu persatu, cukup menyebutkan secara tegas dan jelas, misalnya kelompok korban kecelakaan kereta api yang menuntut ganti kerugian atas kelalaian dalam mengelola perjalanan, sehingga menimbulkan kecelakaan, para korban pencemaran sungai sebagai akibat kecerobohan pelaku usaha yang mengakibatkan pencemaran sungai. Penyebutan ini harus dituangkan dalam gugatan agar jelas bahwa gugatan yang diajukan tersebut melibatkan banyak orang bahkan mungkin ribuan atau jutaan orang. 3. Anggota kelompok diberi kesempatan untuk keluar dari kelompok itu atau masuk dalam kelompok. Dalam menetukan siapa yang menjadi anggota kelompok pada prinsipnya telah diidentifikasi secara umum dalam gugatan, namun demikian mereka diberik kesempatan untuk menyatakan keluar dari kelompok apabila mereka tidak ingin diikutsertakan dalam gugatan class action, sehingga putusan pengadilan tidak mengikat dirinya. Bagi anggota yang masuk dalam kelompok membuat pernyataan secara tertulis bahwa dirinya masuk sebagai anggota kelompok. Syarat Formil Gugatan Class Action Syarat formil yang merupakan condition sine qua non (syarat yang harus ada) dalam pengajuan gugatan class action sebagaimana dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 harus mengacu pada unsur-unsur gugatan class action yaitu, adanya kelompok, kesamaan fakta atau dasar hukum, serta kesamaan jenis tuntutan. Harahap (2004: 145) menguraikan hal tersebut sebagai berikut : 1. Adanya kelompok (class) Membentuk atau membangun terwujudnya suatu kelompok atau kelas menurut hukum, terdiri dari sekian banyak perorangan (individu). Perorangan yang banyak itulah yang menampilkan kelompok atau kelas.keberadaan INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 6

kelompok sebagai perwakilan kelompok, yang tampil bertindak mengambil inisiatif mengatasnamakan diri sebagai wakil kelompok, melakukan tindakan hukum berupa mengajukan gugatan untuk dan atas nama sendiri sekaligus dan sekaligus atasnama anggota kelompok. Kedudukannya sebagai kuasa kelompok demi hukum. Bagi anggota kelompok yang tidak setuju dapat menyatakan diri keluar sebagai anggota kelompok. Dilihat dari jumlah anggota kelompok, PERMA tidak menentukan batas minimal. Namun mengingat tujuan dari gugatan class action, untuk mengefektifkan dan mengefisienkan gugatan dalam jumlah yang banyak, maka gugatan yang diajukan konstituen sedikitnya 5 atau 10 orang, lebih tepat menggunakan gugatan biasa dalam bentuk kumulasi karena proses pemeriksaannya lebih sederhana dibanding class action. Sedangkan jumlah maksimal untuk gugatan class action tidak ada batasnya. Dalam gugatan harus didefinisikan deskripsi kelompok, secara jelas misalnya, semua orang miskin di Gorontalo dianggap sangat umum, atau dapat dicontohkan semua orang putus sekolah adalah kelompok miskin, ini dianggap sangat spesifik, atau menggunakan nama penghuni, contoh penghuni rumah kumuh. Hal ini dapat dianggap sah apabila orang yang mengatasnamakan kepentingan penghuni benar-benar masih berada di dalam lingkungan kelompok yang dimaksud. 2. Kesamaan Fakta atau Dasar Hukum Kesamaan fakta yang dimaksud harus dijelaskan wakil kelompok dalam gugatan, dengan ketentuan bahwa kesamaan tidak berarti harus serupa secara mutlak. Dumungkinkan adanya perbedaan dengan syarat tidak substansi dan prinsipil. Jika ada perbedaan di antara anggota, tidak bersifat persaingan kepentingan. Sebagai contoh dapat dikemukakan perbedaan jenis dan besarnya ganti rugi yang dialami anggota kelompokyang timbul dari obat yang dipakai konsumen. Perbedaan dalam kasus ini dapat ditolerir atas alasan: - perbedaan tidak substansial, karena tidak sampai melenyapkan kesamaan fakta atau dasar hukum gugatan - fakta tentang penyebab timbulnya kerugian bagi seluruh anggota kelompok adalah sama yaitu karena mengkonsumsi obat tergugat. - Dengan demikian dasar hukumnya sama yakni perbuatan melawan hukum dalam bentuk pertanggungjawaban produksi (product liability) yang digariskan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 7

3. Kesamaan Jenis Tuntutan Kesamaan jenis tuntutan dapat diartikan serupa dengan kesamaan tujuan, kesamaan penderitaan, dan akibatnya timbul jenis kerugian yang sama yang dialami wakil kelompok dan anggota kelompok. Pada dasarnya bentuk kerugian dapat berbentuk nyata (kerugian material) dan juga bisa berupa kerugian imateriil. Penerapan gugatan class action dalam hukum positif di Indonesia Meskipun gugatan class action merupakan hal yang baru dalam sistem peradilan di Indonesia, namun lembaga ini sangat dibutuhkan dalam lalu lintas hukum. Hal ini dapat dibuktikan dengan diaturnya gugatan tersebut dalam beberapa peraturan yang ada, yakni : a. Pasal 37 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang lingkungan hidup, mengatur tentang hak masyarakat untuk mengajukan gugatan secara perwakilan ke pengadilan, dimana hak mengajukan gugatan secara perwakilan adalah kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah yang besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya. b. Pasal 1 huruf e Perma Nomor 2 Tahun 1999 tentang pengawasan partai politik oleh Mahkamah Agung, dimana dinyatakan adanya gugatan perwakilan masyarakat yakni gugatan atau permohonan kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah yang besar terhadap suatu partai politik, yang dilakukan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum dan kesamaan tuntutan. c. Pasal 46 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dinyatakan bahwa sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan serta fakta yang sama dapat mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha secara gugatan perwakilan (class action). Kesamaan fakta dapat dilihat dari bukti-bukti transaksi yang sama. Selanjutnya dinyatakan dalam ayat (1) huruf e UUPK, memberi hak gugat bagi lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang berbentuk badan hukum. Kemudian dalam ayat (1) huruf d, memberikan hak gugat kepada pemerintah dan atau instansi yang terkait untuk mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 8

d. Beberapa Yurisprudensi terhadap kasus-kasus yang diajukan berdasarkan gugatan class action, sebagaimana dijelaskan Maskanah (2002: 124) antara lain : - Kasus berdarah tanggal 12-15 Mei 1998, yang diajukan oleh beberapa badan hukum mewakili kepentingan masyarakat yang dilanggar hak asasinya pada peristiwa tanggal 12-15 Mei 1998 di Jakarta dan Solo. - Kasus Penarik Becak, dengan nomor register 50/pdt.G/2000/PN.Jkt.Pst yang diajukan oleh 139 orang berprofesi sebagai penarik becak, menggugat kebijakan pemerintah daerah Jakarta yang melarang produksi dan operasi becak di DKI Jakarta dan kesimpangsiuran informasi Pemda DKI tentang kebijakan tersebut melalui media massa. - Kasus PT. Freeport Indonesia Company, tentang pencemaran lingkungan oleh perusahaan, berupa pembuangan limbah beracun, sedangkan pihak perusahaan mengemukakan melalui mass media bahwa itu tidak akan mengganggu kesehatan. Sedangkan menurut laporan ANDAL bahwa limbah tersebut mengandung zat yang berbahaya bagi mahluk hidup disekitarnya. Dari beberapa kasus yang disebutkan di atas, mengalami ketidakjelasan dalam putusan. Pada umumnya hal itu disebabkan adanya mekanisme pengajuan gugatan yang kurang tepat karena ketidakpahaman masyarakat terhadap tata cara pengajuan gugatan class action tersebut. Sedangkan kasus lain, diperiksa sebagaimana pemeriksaan perkara perdata biasa, karena hakim dianggap tidak menjalankan tugasnya sesuai ketentuan dalam prinsip class action. Kesalahan lain, karena wakil yang mengajukan gugatan tidak memberitahukan kepada anggota kelompok yang diwakilinya sehubungan dengan diajukan gugatan class action yang menyangkut perkara yang diwakilinya. Penutup Ketika warga masyarakat menderita akibat pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang mempengaruhi perikehidupan mereka atau ketika barang dan jasa yang mereka konsumsi atau manfaatkan mengakibatkan kerugian serta beban yang tidak sedikit, mereka berhak mengajukan gugatan class action (Gugatan Perwakilan Kelompok). Di Indonesia hal ini telah diakui dan di atur dalam beberapa hukum positif yakni UUPokok Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Konsumen dan UU Kehutanan, sedangkan mekanismenya diatur dalam Peraturan Mahkamah INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 9

Agung RI Nomor 1 Tahun 2002 sebagai acuan bagi para praktisi hukum dan para hakim dalam memeriksa gugatan class action, karena hingga saat ini belum ada undang-undang hukum acara perdata yang dapat dijadikan dasar dalam mengajukan dan atau memeriksa gugatan class action. Belum adanya aturan yang berbentuk undang-undang tersebut membuat banyak gugatan penggugat tidak dapat diterima, atau hanya diproses dengan pemeriksaan gugatan biasa. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat pencari keadilan maupun hakim masih belum paham atau belum menguasai benar tentang gugatan dengan prosedur class action. DAFTAR PUSTAKA Aa. Dani Saliswijaya, Himpunan Peraturan tentang Class Action, 2004, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta A. Harahap, Hukum Acara Perdata, 2004, PT. Sinar Grafika, Jakarta C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, 1986, Balai Pustaka Jakarta Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi kelima, 1998, Liberty Yogyakarta Maskanah, Ummi, Penerapan Gugatan Perwakilan (Class Action) Dalam Sistim Peradilan di Indonesia, 2002, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034 10