BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan transportasi di daerah Yogyakarta terjadi sebagai salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Penelitian Suriani (2015), Pusat kegiatan Pendidikan sebagai salah

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan (demand) yaitu dengan. menggunakan metode empat tahap (four stage method).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Konsep dan Ruang Lingkup Perencanaan Transportasi

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai saat ini - yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi Empat. 1. Bangkitan dan tarikan perjalanan

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B.

Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja

BAB III METODOLOGI III.1 Pendekatan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah uang. Salah satu yang menunjang aktivitas manusia adalah alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. penduduk atau barang atau jasa atau pikiran untuk tujuan khusus (dari daerah asal ke daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

MODEL BANGKITAN PERJALANAN DARI PERUMAHAN: STUDI KASUS PERUMAHAN PUCANG GADING, MRANGGEN, DEMAK

BAB II STUDI PUSTAKA. masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. Sub-sub model. Bangkitan dan tarikan pergerakan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Bangkitan perjalanan adalah tahap pertama dalam perencanaan transportasi

KAJIAN TARIKAN PERGERAKAN TOSERBA DI KOTA JOMBANG

BAB II KERANGKA TEORI. setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

I. PENDAHULUAN. Geografi merupakan pencitraan, pelukisan atau deskripsi tentang keadaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

KARATERISTIK PERGERAKAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN KAWASAN PINGGIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

ANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

MODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

EVALUASI PELETAKAN TERMINAL BANYUMANIK DAN TERMINAL PENGGARON DALAM MENDUKUNG SISTEM AKTIVITAS SEKITAR TUGAS AKHIR

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah dalam penyusunan tugas akhir, dibuat suatu alur

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah maka akan bertambah pula taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pergerakan terbentuk akibat adanya aktifitas yang dilakukan bukan di

BAB II TINJUAN PUSTAKA

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pendahuluan Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia tepaksa melakukan pergerakan (mobilisasi) dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, seperti dari tempat pemukiman (perumahan) ke tempat bekerja, sekolah, belanja, dll. Mobilisasi manusia ini harus diatur dalam sebuah sistem yang menjamin keamanan dan kenyamanan bagi pihak-pihak terkait. Untuk itu maka dikembangkanlah sistem transportasi yang sesuai dengan jarak, kondisi geografis, dan wilayah yang dituju. Tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup ini tertuang dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia seperti ; aktivitas bekerja, sekolah, olahraga, belanja, bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah dan lain-lain). Potongan lahan ini biasanya disebut tata guna lahan. Pengertian guna lahan ini lebih diperjelas lagi oleh Saxena, sebagai tujuan atau aktivitas untuk lahan atau struktur di atas lahan yang sedang digunakan. Guna lahan dapat berupa perdagangan, perumahan, perkantoran, pendidikan, rekreasi dan sebagainya (Saxena, 1989;32). Baik perorangan ataupun kelompok masyarakat selalu mempunyai nilai-nilai tertentu terhadap penggunaan setiap jengkal lahan. Perilaku manusia yang timbul karena adanya nilai-nilai yang hidup dalam persepsi perorangan atau kelompok tersebut, tercermin di dalam suatu siklus yang terdiri dari 4 tahap, yaitu : 1. Tahap merumuskan kebutuhan (needs) dan keinginan (experiencing needs and wants). 2. Tahap merumuskan tujuan-tujuan yang berkaitan dengan needs dan wants tersebut (defening goals).

3. Tahap membuat alternative perencanaan (planning alternatives). 4. Tahap memutuskan memilih perencanaan yang dianggap sesuai dan melaksanakan tindakan (deciding and acting). Pendekatan ini dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memahami pola-pola perilaku dari peroranganyang mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan di dalam kota (Chapin,1965). Pendekatan ini dapat muncul sebagai akibat dari adanya sistem-sistem kegiatan dan pertautan antara elemen-elemen di dalamnya dan terpadu sedemikian rupa dalam perujudan yang legal. Tempat tersebut dalam perkembagan sejarahnya memang berujud daerah tempat tinggal, sehingga ditempati bangunan-bangunan perumahan, secara topografis memang menunjang untuk didirikan kompleks perumahan yang sehat dan layak, lokasinya tidak jauh dari tempat-tempat kerja, fasilitas umumnya tidak sulit, perletakan bangunan cukup teratur dan lain sebagainya, maka daerah ini memang wajar kalau berkembang menjadi kawasan pemukiman. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan antar tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya naik mobil atau berjalan kaki). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang (Tamin, 1997;50). Perjalanan arus manusia, kendaraan dan barang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Interaksi itu dapat berupa interaksi antara pekerja dan tempat bekerjanya. Setiap guna laahan yang terdapat aktivitas di atasnya tentu membutuhkan pengangkutan untuk berinteraksi dengan tata guna lahan lainnya. Transportasi dan tata guna lahan mempunyai hubungan yang sangat erat. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan akan transportasinya harus terpenuhi dengan baik, sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya.

Keterkaitan antara transportasi dan penggunaan lahan ditunjukkan pada Gambar 2.1. Pada Gambar di bawah, terdapat dua kelompok besar yaitu sistem transportasi dan sistem aktivitas yang merupakan bentuk dari penggunaan lahan. Sistem transportasi dan penggunaan lahan dihubungkan oleh aksesibilitas karena adanya kebutuhan untuk melakukan perjalanan. Keterkaitan antara Sistem transportasi dan penggunaan lahan dapat dijelaskan sebagai berikut: pengembangan lahan untuk sebuah penggunaan tertentu menyebabkan timbulnya produksi perjalanan dari lokasi tersebut atau tarikan perjalanan ke daerah tersebut. Pengembangan lahan pada suatu daerah perkotaan menimbulkan permintaan perjalanan baru dan kebutuhan akan fasilitas transportasi. Berbagai peningkatan sistem transpotasi membuat akses menuju ke pusat-pusat aktivitas yang ada menjadi lebih mudah. Peningkatan aksesibilitas dan nilai lahan akan mempengaruhi keputusan-keputusan penentuan lokasi oleh perorangan maupun badan-badan usaha. Hal ini juga memacu pengembangan lahan baru dan menyebabkan siklus pada gambar 2.1 dimulai lagi. Sistem Aktivitas Aksesibilitas Sistem transportasi Peletakan lokasi dari kegiatan individu dan kelompok Keputusan untuk mengadakan perjalanan Pola aktivitas Kebutuhan perjalanan Perkembangan lahan (berubah menurut sistem aktivitas) Fasilitas transportasi dan perubahan pelayanan Gambar 2.1 Interaksi Penggunaan Lahan dan Transportasi

Arus Perjalanan manusia merupakan hasil dari interaksi antara tiga variable, yaitu sistem transportasi, sistem aktivitas yang merupakan bentuk dari aktivitas sosial dan ekonomi, serta arus lalu lintas dalam sistem transportasi yaitu asal, tujuan, rute dan jumlah barang dan orang yang bergerak. Hubungan antara ketiganya dapat dilihat pada gambar 2.2 (Manheim, 1979: 12-14). Sistem pengangkutan 3 1 Arus lalu lintas Sistem aktivitas 2 Gambar 2.2 Hubungan Sistem Pengangkutan, Lalu Lintas dan Aktivitas Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pola arus lalu lintas dalam sistem transportasi ditentukan oleh sistem transportasi dan aktivitas. 2. Pola arus lalu lintas yang ada akan menyebabkan perubahan dalam sistem aktivitas dalam kurun waktu tertentu, melalui pola penyediaan pelayanan transportasi dan sumber daya yang digunakan untuk menyediakan pelayanan itu. 3. Pola arus lalu lintas yang ada akan menyebabkan perubahan dalam sistem transportasi dalam kurun waktu tertentu, untuk memenuhi atau mengantisipasi arus lalu lintas.pihak swasta dan pemerintah akan membangun sistem transportasi yang baru atau memperbaiki pelayanan yang ada pada saat ini.

II.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Terbentuknya pergerakan diakibatkan karena orang atau barang membutuhkan pergerakan bagi kegiatan kesehariannya baik dalam skala lokal maupun antar wilayah. Karakteristik pergerakan dapat dibedakan menjadi 2 kelompok utama, yaitu : 1. Pergerakan non spasial disebabkan oleh maksud perjalanan yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan agama. 2. Pergerakan spasial adalah pergerakan yang selalu dikaitkan dengan pola hubungan antara distribusi ruang (spasial) perjalanan dengan distribusi tata guna lahan yang terdapat dalam suatu wilayah. Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan. Tarikan pergerakan merupakan prakiraan jumlah pergerakan yang tertarikke suatu tata guna lahan atau zona. Bangkitan dan tarikan pergerakan terlihat secara diagram pada gambar 2.3 (Wells, 1975) Bangkitan pergerakan menghasilkan pergerakan Lalu lintas yang masuk dan keluar dari suatu zona i j pergerakan berasal dari zona i pergerakan menuju ke zona j Gambar 2.3 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan II.3 Sebaran Pergerakan Sebaran pergerakan merupakan prakiraan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona i menuju zona j. Untuk jelasnya sebaran pergerakan antar 2 zona dapat dilihat pada gambar 2.4

Sebaran pergerakan menghasilkan jumlah arus lalu lintas yang Bergerak dari suatu zona ke zona lainnya i pergerakan j pergerakan dari zona i ke zona j Gambar 2.4 Sebaran Pergerakan Tahap ini merupakan tahap yang menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan transportasi dan arus lalu lintas. Pola spasial arus lalu lintas adalah fungsi dari tata guna lahan dan system jaringan transportasi. II.4 Sebaran Panjang Pergerakan Sebaran panjang pergerakan merupakan informasi tentang sebaran pergerakan yang berdasarkan pada panjang atau biaya perjalanan. Bentuk umum dari sebaran panjang pergerakan dalam daerah pergerakan dan lebih khusus lagi dalam hal perjalanan dengan kendaraan bermotor dapat dilihat pada Gambar 2.5. Sebaran ini mempunyai bentuk umum bahwa semakin meningkatnya jarak atau biaya, maka jumlah perjalanan kembali menurun.

Pergerakan Waktu perjalanan (menit) Gambar 2.5 Bentuk Sebaran Panjang Perjalanan di Daerah Perkotaan II.5 Pola Sebaran Pergerakan Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang, barang). Arus pergerakan tersebut mempunyai arah dan jumlah yang menggambarkan besarnya pegerakan penumpang. Arus ini bergerak dari zona asal ke zona tujuan di dalam suatu daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu (Tamin, 1997:130). Dari pola perjalanan tersebut dapat ditentukan zona-zona yang mengalami pergerakan tinggi, sedang, rendah. Pola sebaran pergerakan dapat digambarkan dengan garis keinginan (Desire Line). Garis Keinginan adalah garis lurus yang menghubungkan asal dan tujuan sebuah pergerakan. Pola persebaran penduduk yang dinyatakan dengan garis keinginan dapat dilihat pada gambar 2.6

Zona tempat kerja Zona tempat tinggal Zona Pendidikan Zona perkantoran Zona rekreasi keterangan : Volume perjalanan sangat tinggi Volume perjalanan tinggi Volume perjalanan sdang Volume perjalanan rendah Gambar 2.6 Pola Pergerakan Antar Zona yang Berbeda dalam Ruang Kota II.6 Perkembangan Kota Kota merupakan tempat tinggal dan tempat bekerja sebagian penduduk dunia, tempat yang dapat memberikan peluang atau harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi sekelompok orang, dan merupakan tempat yang menarik penduduk dari pinggiran kota dari waktu ke waktu (Wislsher dalam Branch, 1996: 7). Terdapat juga pengertian bahwa suatu kota dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan, seperti bangunan yang besar-besar untuk pemerintahan, rumah sakit, sekolah, pasar, taman, serta alun-alun yang luas dan jalan aspal yang lebar-lebar. Menurut Bintarto, dari segi geografi, kota dapat diartikan sebagai suatu sistem, jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosialekonomi yang yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang

cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya (Bintarto, 1989:36). Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa sebuah kota merupakan suatu daerah yang mempunyai konsentrasi penduduk yang tinggi dengan berbagai macam kegiatan kehidupan di dalamnya. Perkembangan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pesat menyebabkan kota-kota mengalami perkembangan ke luar. Bintarto (1984: 48-50) menyatakan ada tigabentuk perkembangan kota, yaitu : 1. Daya tarik dari luar kota, terutama daerah dengan kegiatan ekonomi yang menonjol seperti di sekitar daerah pelabuhanekspor-impor dan sekitar hinterland yang subur. Harga tanah di sekitar jalur ini akan lebih tibggi daripada harga tanah di sekitar pegunungan. 2. Kota yang mempunyai pusat-pusat industri dan perdagangan, mempunyai daya tarik di sektor-sektor tersebut. Selain itu, daerahdaerah di sekitar pusat rekreasi tidak kalah menarik.daerah sekitar pegunungan dan laut merupakan daerah lemah. Namun tidak berarti bahwa daerah ini tidak mampumenarik penduduk untuk bermukim. Murahnya harga tanah, mampu menarik penduduk untuk bermukim. 3. Perkembangan kota ke segala arah akan semakin mempercepat perkembangan kota, dengan didukung oleh potensi masing-masing wilayah. Hal ini akan menjadikannya sebagai kota besar atau kota metropolitan. Selanjutnya, kecenderungan yang ada akan semakin berkembangnya kota-kota satelit yang akan mendukung kota besar. Proses berkembangnya kota ke arah luar dan perubahan struktur guna tanah, merupakan bentuk nyata dari daya sentrifugal dan daya sentripetal pada kota. Daya sentripetal merupakan daya yang mendorong pergerakan penduduk ke dalam kota. Sedangkan daya sentrifugal merupakan daya dorong ke arah luar berbagai kegiatan usaha, sehingga

terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan zonazona kota. Perkembangan kota ke arah pinggiran merupakan akibat dari daya sentrifugal. Daya sentrifugal yang mendorong perkembangan kota ke arah luar dapat diidentifikasikan sebagai berikut (Daldioeni, 1978) : 1. Adanya gangguan yang berulang seperti kemacetan lalu lintas, polusi dan kebisingan menjadikan penduduk kota merasa kurang nyaman bertempat tinggal dan bekerja di kota. 2. Industri modern di kota memerlukan tanah yang relatif kosong di pinggiran kota, dimana memungkinkan pemukiman yang tidak ada penghuninya, kelancaran lalu lintas dan kemudahan parkir. 3. Harga tanah jauh lebih murah, jika dibandingkan degan di tengah kota. 4. Di pusat kota sulit memperluas bangunan kecuali dengan biaya yang sangat mahal atau dengan pengembangan secara vertikal. 5. Perumahan dalam kota umumnya serba sempit, kuno, dan kumuh. Sebaliknya perumahan di pinggir kota dapat diusahakan luas, sehat dan model mutakhir. II.7 Pemilihan Moda Transportasi Pemilihan moda transportasi merupakan tahapan pemilihan jenis alat angkut yang akan digunakan untuk melakukan perjalanan yang berasal dari zona i menuju zona j. Dalam perjalanan, keputusan harus ditentukan dalam pemilihan moda transportasi yang akan digunakan jika menggunakan kendaraan. Pilihan adalah kendaraan pribadi atau angkutan umum sesuai dengan dana yang dimiliki oleh orang tersebut. Biasanya moda yang dipilih adalah yang mempunyai rute terpendek, tercepat, termurah atau kobinasi ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah tingkat keamanan dan kenyamanan.

i j angkutan pribadi angkutan umum Gambar 2.7 Pemilihan Moda Transportasi II.8 Metode Analisa Dalam penelitian ini, dilakukan berbagai analisa guna mendapatkan beberapa hasil / nilai yang dibutuhkan, diantaranya : II.8.1 Metode Analisis Statistik Deskriptif Bagian statistik ini akan dipergunakan, apabila substansi dan penelitian transportasi hanya menerangkan atau menguraikan suatu keadaan atau masalah. Informasi-informasi yang diperoleh dapat dianalisis melalui perhitungan-perhitungan berikut : 1. Sebaran frekuensi (Frequency Distribution). 2. Pengklasifikasian data. 3. Penggambaran grafik. 4. Rata-rata, nilai tengah, atau modus (mean, median, mode). 5. Tren, angka, indeks, kwartil, dan persentil. II.8.2 Metode Analisa Kategori (Cross Tabulation ) Metode ini didasarkan pada adanya keterkaitan antara terjadinya pergerakan dengan atribut rumah tangga. Metode analisis kategori sering digunakan untuk mendapatkan bangkitan lalu lintas untuk suatu daerah

dan dapat juga dipakai untuk aplikasi lainnya. Variabel yang biasa digunakan dalam analisis kategori adalah ukuran keluarga, pemilikan kendaraan, dan penghasilan keluarga. Sedangkan kelemahan dari analisis kategori adalah : 1. Tidak diperbolehkan melakukan ekstrapolasi 2. Tidak ada pengujian statistik untuk menguji keabsahan model 3. Tidak ada cara yang efektif dalam memilih variabel. II.8.3 Metode Survei Metode survei yang digunakan adalah metode survei wawancara rumah tangga yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya, dan dilakukan metode survei asal-tujuan untuk menetapkan titik-titik penelitian. Survei ini dilakukan pada kawasan-kawasan pemukiman yang sangat potensial menimbulkan perjalanan. Oleh karena itu, data yang diperoleh dari survei ini berguna sebagai input data untuk tahap bangkitan perjalanan, karena zona pemukimanlah yang memproduksi perjalanan. Objek survei ini adalah personil yang mendiami rumah-rumah di kawasan perumahan. Selanjutnya dianalisis karakteristik objek yang akan dijadikan variabel / faktor penyebab terproduksinya perjalanan dari dari zona pemukiman menuju ke tempat-tempat kerja. Variabel tersebut seperti jumlah pendapatan, jumlah kendaraan, banyaknya anggota keluarga, banyaknya jumlah pekerja, dan karakteristik lain yang berhubungan. Adapun alat kelengkapan survei ini salah satunya adalah daftar pertanyaan yang formatnya telah ditentukan sebelumnya dan variabel yang disesuaikan kebutuhan. II.8.4 Metode Sampel Metode ini mengumpulkan data dan informasi dengan mencatat sebagian kecil objek pengamatan yang merupakan bagian dari populasi

secara keseluruhan. Kalau cara populasi disebut dengan sensus, maka cara sampel ini disebut dengan sampling. II.8.4.1 Pengertian Sampling Sampling adalah cara pengumpulan data atau penelitian hanya pada elemen sampel ( sebagian dari elemen populasi ) yang diteliti, hasilnya merupakan data perkiraan (estimate). Sampling hanya mencatat sebagian dari objek, gejala atau peristiwa dan tidak seluruhnya. Sebagian individu yang diselidiki itu disebut sampel dan metodenya disebut sampling, sedangkan hasil yang diperoleh ialah nilai karakteristik perkiraan (estimate value) yaitu taksiran tentang keadaan populasi. Tujuan teori sampling ialah membuat penelitian menjadi efisien, artinya biaya yang lebih rendah namun diperoleh tingkat ketelitian yang sama tinggi atau dengan biaya yang sama diperoleh tingkat ketelitian yang lebih tinggi. II.8.4.2 Keuntungan Penggunaan Sampel Penelitian terhadap seluruh populasi kadang-kadang tidak mungkin dilakukan karena populasi tidak terbatas atau obyek yang diselidiki mudah rusak atau memang tidak perlu dilakukan penelitian terhadap populasi berhubung obyek penelitian bersifat homogen. Beberapa keuntungan penggunaan sampling : 1. Penghematan biaya, tenaga dan waktu 2. Dengan teknik sampling yang baik akan diperoleh hasil yang mungkin lebih baik /tepat daripada penelitian terhadap populasi karena : 1) Adanya tenaga-tenaga ahli 2) Penyelidikan dijalankan lebih teliti 3) Kesalahan yang mungkin dilakukan lebih sedikit, jadi hasil sampling diharapkan lebih tepat. Jika suatu harga parameter dari suatu populasi mempunyai tingkat variabilitas yang tinggi, maka secara logis akan dijumpai kenyataan

bahwa jika jumlah sampel yang ditarik terlalu sedikit maka tidak akan mampu mempresentasikan kondisi seluruh populasi. Tetapi jika tingkat variabilitas parameter yang akan diukur rendah sekali, katakanlah nol, maka secara ekstrim dapat dikatakan bahwa sampel dengan jumlah satu unit pun sudah cukup. Mengingat bahwa harga parameter seluruhnya sama untuk semua populasi. Selanjutnya jika ditinjau dari tingkat ketelitian dari harga parameter yang akan diukur, maka makin tinggi tingkat ketelitian yang diinginkan maka makin besar pula jumlah sampel yang akan dibutuhkan. Hal yang sebaliknya berlaku. Dan terakhir, ditinjau dari besarnya populasi, maka makin besar populasi makin besar pula jumlah sampel yang dibutuhkan untuk mempresentasikan kondisi seluruh populasi. Secara matematis besarnya sampel dari suatu populasi dapat dirumuskan sebagai berikut : 2 é1, 96S ù n ' = ê ëex ( ) ú û untuk populasi yang besarnya infinite dengan 95% confidence interval dan n ' n 1 n'/ N untuk jumlah populasi yang hingga. Dimana n atau n adalah jumlah sampel, S adalah standard deviasi dari parameter dan e(x) adalah standard error yang dapat diterima untuk parameter yang dimaksud. Standard deviasi menggambarkan tingkat variabilitas, sedangkan standard error yang dapat diterima menggambarkan tingkat ketelitian ukuran parameter yang disyaratkan. II.9 Kuesioner Data primer yang diperoleh untuk penelitian ini didapat dari penyebaran kuesioner. Agar data yang diperoleh dari kuesioner itu dapat

dianalisa, maka kuesioner itu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Make items clear, buatlah masalah itu jelas, yaitu tidak meragukan. Pengertian dan pengetahuan peneliti umumnya lebih luas dan mendalam daripada respondennya. 2. Avoid double - Bareled question, hindarkan satu jawaban untuk dua pertanyaan. Dalam posisi yang komplek sering seorang peneliti membuat 2 atau lebih pertanyaan yang jawabannya sama. 3. Pertanyaan tidak berbelit-belit. 4. Pertanyaan harus relevan, jika responden tidak pernah atau belum pernah berpikir atau tersangkut dengan topik kuesioner maka hasilnya tidak akan berguna. 5. Pertanyaan harus pendek dan hindarkan pertanyaan yang mulukmuluk. 6. Pertanyaan tidak berakibat salah tafsir. 7. Hindarkan istilah dan masalah yang bersifat bias