BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat sekarang ini, namun masih terbatasnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

B A B I PENDAHULUAN. Republika tabloid (7 November 2013) membahas pada sebuah media cetak

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, pada tahun 2010 tercatat 48 % kekerasan terjadi pada anak,

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah bibi subjek pertama dan dirumah subjek sendiri selaku subjek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. anak berkebutuhan khusus sebagai bagian dari masyarakat perlu memahami

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi perubahan sikap dan perilaku mereka (Chaffe dalam el-hakim, 2014).

Bab 1. Pendahuluan. remaja dan yang terakhir adalah masa dewasa. Di dalam masa dewasa, setiap

- SELAMAT MENGERJAKAN -

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Widya Praja Ungaran terletak di jalan Jend. Gatot Subroto 63 Ungaran,

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah


BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

PETUN JUK PENGERJAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

Dalam sebuah siklus kehidupan, masa puber merupakan salah satu masa. yang tidak mudah untuk dilalui oleh individu. Masa puber dianggap sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. norma-norma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2010). keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama di mana anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

KETIKA ANAK BERTANYA TENTANG SEKS

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembagan tentang seksualitas pada remaja banyak dibahas dan menjadi sorotan masyarakat sekarang ini, namun masih terbatasnya pembahasan tentang seksualitas pada anak berkebutuhan khusus atau pada remaja autis. Adapun begitu banyak orangtua yang belum mengetahui secara jelas bagaimana sebenarnya anak autis itu. Sebagian kecil dari mereka memandang sebelah mata terhadap anak autis maupun orangtuanya karena pada umumnya pola tingkah laku anak autis memang berbeda dari anak normal (Rachmawati, 2012). Autis sering disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD). merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang kompleks meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi, serta gangguan emosi dan persepsi sensori yang muncul pada usia sebelum 3 tahun. Gangguan perkembangan ini sudah dapat dideteksi sejak usia dini. Meski demikian, pengetahuan awam mengenai autisme dan bagaimana menanganinya masih belum diketahui luas (Rachmawati, 2012). Seperti individu pada umumnya, individu autistik mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari anak anak menjadi dewasa tanpa melewatkan tahap remaja. Dalam tahap remaja ini, individu pada umumnya sudah mulai mencapai kematangan dalam pertumbuhan organ seks. Hal tersebut juga disertai dengan perubahan hormon, yang sedikit

2 banyak mempengaruhi kondisi emosi dan psikis remaja. Biasanya, remaja sudah mulai menunjukkan minat mereka terhadap seks dan minat dalam membangun hubungan dengan lawan jenis. Minat tersebut ditunjukkan dalam berbagai perilaku seperti mencari informasi tentang seks, membaca buku buku seks, mendiskusikan dengan teman mengenai tema tema seksual, mulai membangun hubungan dengan lawan jenis (berkencan). melakukan masturbasi, bercumbu hinggah bersenggama (Hurlock,2005). Hal tersebut di atas, dialami juga oleh remaja autistik, namun berdasarkan beberapa hasil penelitian, diketahui bahwa perubahan perilaku tersebut tidak disertai dengan kontrol yang baik terutama dari orang yang paling dekat yaitu orangtua, keterbatasan pengetahuan orangtua dalam menjaga remaja autistik dapat menghasilkan perilaku yang tidak pantas (Wijaya, 2010). Perilaku yang tidak pantas tersebut termanifestasi dalam bentuk perilaku seperti, menyentuh bagian pribadi (vital) milik sendiri ataupun milik orang lain di depan umum (public area). melepaskan celana di depan umum, melakukan masturbasi di sembarang tempat, adanya keinginan mencium pipi atau bibir orang lain tanpa izin, dan melepaskan pembalut ketika sedang masturbasi pada perempuan (Wijaya, 2010). Kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan dan otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab atau kesenian.sheila adalah seorang anak berumur 6 tahun yang membakar seorang anak laki laki berusia tiga tahun. Perilakunya sangat destruktif, pemarah dan pendendam. Ia benci akan segala hal. Sheila dibesarkan tanpa kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ibunya pergi meninggalkannya bersama dengan adiknya,

3 sedangkan ayahnya selalu mengatakan anak haram kepada dirinya dan selalu disiksa. Karena peristiwa pembakaran tersebut, Sheila akan dimasukkan ke rumah sakit negara. Kasih sayang yang tulus dapat menjinakkan kebencian dan menjadikan seseorang menjadi lebih baik, sehingga pada suatu hari Sheila pun bercerita tentang kisahnya, yang diperkosa dengan pamannya, dulu Sheila pernah dipaksa untuk memasukkan kemaluan pamannya ke vagina Sheila, dia tidak mau akan tetapi pamanya memaksa, jika Sheila tidak mau maka pamannya akan menyakiti dia dan dia akan menyesal, Sheila ketakutan dan akhirnya dia diperkosa dengan paman J (Nila, 2012). Kekerasan anak adalah perlakuan orangtua atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan dan otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab atau pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku dilingkungan keluarga dan masyarakat. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut atau tidak patut. Namun dari kasus diatas orangtua menyikapi proses belajar anak yang salah ini dengan kekerasan. Apalagi yang terjadi pada sheila, dampak kekerasan yang dialami oleh sheila antara lain : kerusakan fisik atau luka fisik, anak akan

4 menjadi individu yang kurang percaya diri, memiliki perilaku menyimpang, pendidikan anak yang terabaikan. Seharusnya bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. Pada dasarnya anak dalam posisi lemah dalam suatu keluarga, tidak sedikit anak merasakan kekerasan dam ketidakadilan dalam lingkupn suatu keluarga bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Fakta yang tidak dapat diingkari terjadi pada Ibu X yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan gangguan autis. Hasil penelitian menunjukkan pada saat awalnya merasakan ada hal yang berbeda pada diri anaknya, Ia merasakan ketidak percayaan, terkejut, tidak percaya dengan perilaku yang ditunjukkan anaknya yang autis tiba-tiba di depan televisi anaknya sedang meremas-remas kemaluannya sambil melihat sesosok wanita memakai baju ketat yang sedang bernyanyi di acara stasiun televisi. Setelah diteliti lebih jauh pada kenyataannya selama ini orangtua menganggap remeh masalah ini dan enggan sekali membicarakan masalah seksual pada anak remaja apalagi terjadi pada anak remaja autis. Menurut ibu X anak autis tidak mungkin mempunyai hasrat atau keinginan untuk melakukan perbuatas seksual, ibu X menganggap bahwa anak autis itu di ibaratkan seperti anak kecil yang tidak akan tahu dan mengerti tentang perilaku seksual (Observasi, 23-11 2012 ) Hal ini tentu saja menjadi sorotan penting mengingat perubahan perilaku yang terjadi pada remaja autis akan membahayakan dirinya jika

5 tidak dapat ditangani dengan tepat, terlebih lagi jika terjadi pemanfaatan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap mereka karena kurangnya pengawasan dari orang terdekat (orangtua) (Realmuto & Ruble, 1999). Disamping itu, penyikapan yang tidak tepat dari lingkungan, dikhawatirkan akan memberikan dampak yang lebih buruk bagi perkembangan psikis remaja autistik (Suraji,2008). Salah satu faktor yang menjadi kendala bagi orangtua dalam menyikapi masalah perilaku seksual adalah rasa sungkan untuk membicarakan dan mendiskusikan masalah masalah seksual, apalagi pada individu autistik yang memang memerlukan penanganan khusus, dikarenakan budaya masyarakat timur yang masih menganggap tabu hal tersebut. Sehingga, kebanyakan orangtua tidak sanggup menghadapi rangkaian masalah yang harus dihadapi dikemudian hari dan memilih untuk menyimpan masalah itu sehinggah saat-saat terakhir. Pada akhirnya, ketika perilaku ini sudah tidak dapat ditangani orangtua dan cenderung mengganggu lingkungan sekitar, para orangtua hanya dapat mengeluh apa yang terjadi (Puspita, 2004). Dengan demikian, dapat ditekankan bahwa pengetahuan orangtua adalah pandangan orangtua terhadap adanya stimuli yang dilihat oleh indra, kemudian diadopsi oleh subjek yang akan mempengaruhinya dalam bersikap dan mengambil keputusan. maka dari itu peran orangtua di masa anak-anak sangatlah menentukan dalam mempersiapkan anak-anak autis ini menghadapi masa-masa remaja dan masa dewasa mereka. Tanpa

6 persiapan dan penjelasan sebelumnya, anak-anak autis merasa bingung dan cemas menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri mereka atau terlanjur menjadi korban penanganan lingkungan yang kurang bertanggung jawab. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang lebih lengkap mengenai perubahan perilaku khususnya perilaku seksual pada remaja autis. Diharapkan dengan pengetahuan tersebut, para orantua dapat melakukan tindakan yang tepat dalam menangani segala bentuk perubahan perilaku yang ditunjukkan serta pengaruh yang ditimbulkan (Puspita, 2004). Perilaku pada anak yang dengan kebutuhan khusus seperti autis merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk ditangani terlebih dahulu. Beberapa fakta yang dianggap relevan dengan masalah autisdi Indonesia diantaranya adalah ( Rosyid, 2013 ) 1. Belum adanya petunjuk penanganan yang sesuai di Indonesia sebab tidak cukup hanya mengimplementasikan petunjuk penanganan dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia, 2. Masih banyak kasus-kasus autis yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar, maka semakin kompleks pula persoalan yang dihadapi orang tua. 3. Para ahli yang mampu mendiagnosa autis, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autis serta lembaga-lembaga formal

7 yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autis belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia. 4. Permasalahan akhir yang juga penting adalah sedikit pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan adanya validitas data secara empirik dari penanganan-penanganan masalah autis di Indonesia. Berdasarkan dari latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan seksual remaja adalah memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja, mengurangi ketakitan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuain seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab), memberikan penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan, memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual, memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya, serta bagi orangtua sendiri agar menjadikan anaknya lebih terbuka kepada orangtua mengenai masalah seksual yang dihadapi oleh remaja, bahkan tidak membuat anak cenderung menjauh dalam membicarakan masalah seksual yanh sedang dihadapinya (Sarwono,2000).

8 Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui orangtua agar benar benar menjadi bagian dari pengetahuannya. Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi anak berkebutuhan khusus seperti autis yang dalam usianya memasuki usia remaja, maka dari itu peran orangtua sangatlah penting dalam memberikan pendidikan seksual pada anaknya maka peneliti mempunyai ketertarikan untuk melakukan penelitian dengan judul Pengetahuan Orangtua Tentang Pendidikan Seksual Pada Remaja Autis B. Fokus Penelitian Secara umum fokus penelitian ini yaitu melihat pengetahuan, gambaran, dan upaya orangtua dalam memahami pendidikan seksual pada remaja autis. C. Keaslian Penelitian Peneltian tentang perilaku seksual yang dilakukan, belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Beberapa penelitian yang dipublikasikan sebelumnya, berkaitan dengan perilaku seksual remaja autis atau hal-hal yang berhubungan dengan dilakukan oleh para peneliti lain akan sangat berguna untuk bahan pembanding menentukan keaslian penelitian. Penelitian terpublikasi diluar negeri diantaranya : Lisa, Ruble, Nancy, Dalrymple (1993) yang berjudul Social/Sexual Awareness of Person whit

9 Autism: A Parental Perspective Hasil menunjukkan bahwa 85% yang berpengaruh terhadap kesadaran social seksual adalah Ibu. adapun hubungan antara orangtua terhadap tingkat verbal individu dan perilaku seksual yang dilakukannya. kekhawatiran orangtua dan keyakinan tentang seksualitas bervariasi dan tidak bisa disamaratakan, yang tidak signifikan mengenai tingkat menemukan verbal dan menampilkan perilaku seksual yang tidak pantas ditunjukkan. Di butuhkan akan pendidikan seks baik ditentukan oleh perilaku orangtua dari pada fungsi atau tingkat lisan. Penelitian lain dilakukan Farida (2009) yang berjudul Seksualitas Remaja Autis Pada Masa Puber. Hasilnya menunjukkan bahwa perhatian terhadap daya tarik pribadi dan minat lawan jenis muncul pada remaja autis dan perilaku maupun hasrat seksual meningkat selama masa remaja disebabkan rendahnya kontrol diri, karena kurangnya pemahaman cara menyembunyikan rasa ingin tahu inilah yang menyebabkan remaja autis sulit untuk memahami keinginan seksual dan menunjukkan perilaku yang semakin memburuk. Selain itu penelitian Nauli (2008) yang berjudul Perilaku Seksual Remaja Autis. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku seksual yang dilakukan remaja autis yaitu meremas-remas tangan lawan jenis, menarik baju, menebak warna pakaian dalam teman berlawanan jenis kelamin, menggosokkan kelamin (onani), menatap lawan jenis yang mengenakan pakaian ketat dan mencoba memegang dada teman perempuannya.

10 D. Tujuan Penelitian 1. Memahami sejauh mana pengetahuan orangtua tentang pendidikan seksual remaja autis. 2. Memahami upaya yang dilakukan oleh orangtua apabila terjadi dorongan dan perilaku seksual remaja autis. 3. Mengetahui hambatan apa saja yang di alami orangtua tentang memberikan pendidikan seksual kepada remaja autis. E. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi, khususnya dalam psikologi klinis.selain itu sekaligus sebagai kajian ilmiah yang melengkapi studi tentang pengetahuan orangtua dalam memberikan pendidikan seksual bagi remaja autis. 2. Secara Praktis a) Bagi Subjek Jika orangtua memahami tentang pendidikan seksual pada remaja autis, maka dapat diharapkan para remaja autis akan memperoleh bimbingan dalam mengendalikan atau menyalurkan hasrat seksual secara tepat. b) Bagi Orangtua Memperoleh informasi tentang masalah pendidikan seksual pada remaja autis, sehingga dapat mengantisipasi tindakan yang

11 diperlukan bila menghadapi masalah seksual yang nantinya terjadi pada anak remaja autis. F. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam skripsi ini diklasifikasikan menjadi lima bab yang terbagi menjadi sub-sub bab yang saling berkaitan, sehingga antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dilepaskan. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan-permasalahan yang dirumuskan dapat terjawab secara tuntas. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I :PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan landasan berfikir berdasarkan fenomena yang telah terjadi dan kajian pendahuluan sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian. Pembahasan dalam bab ini meliputi latar belakang masalah, fokus penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II :KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang teori-teori yang relevan dengan latar belakang masalah dan mendukung penelitian yang dilakukan dan memuat materi-materi yang dikumpulkan dan dipilih dari berbagai sumber tertulis yang dipakai sebagai acuan dalam pembahasan atas topik permasalahan yang diangkat. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori pengetahuan orangtua adalah pandangan orangtua terhadap adanya stimuli yang dilihat oleh indra, kemudian diadopsi oleh subjek yang akan mempengaruhinya dalam dalam bersikap dan mengambil keputusan (Resna,2010).

12 BAB III :METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, teknik analisis data, serta teknik keabsahan temuan. BAB IV :HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan inti dari laporan penelitian yang dimaksud. Pada bab ini dipaparkan tentang hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian dan pembahasan tentang temuan dari hasil penelitian melalui wawancara dan observasi yang kemudian di analisis menggunakan teknik analisis data pada fenomenologi dan untuk menguji keabsahan data menggunakan triangulasi. BAB V :PENUTUP Bab ini berisi penutup yakni kesimpulan dari penelitian dan saran untuk peneliti selanjutnya yang ingin mengambil tema tentang pengetahuan orangtua