BAB I PENDAHULUAN. dan makhluk hidup lainnya, yang berperan penting di berbagai sektor kehidupan.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

KAJIAN DAMPAK VARIABILITAS CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN MAGELANG. Yuliyanto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

I. INFORMASI METEOROLOGI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

I. INFORMASI METEOROLOGI

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

I. INFORMASI METEOROLOGI

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MINI RISERT METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI MENGHITUNG CURAH HUJAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan

KAJIAN PENGARUH VARIABILITAS HUJAN MUSIMAN dan PRODUKTIVITAS PADI SAWAH TADAH HUJAN di KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya isu kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan karena berbagai hal seperti polusi, hujan asam, efek

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

1. BAB I PENDAHULUAN

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI

PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Curah Hujan untuk Pemutahiran Tipe Iklim Beberapa Wilayah di Kalimantan Tengah

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani

BAB I PENDAHULUAN. diantara dua benua, dan dua samudra serta berada di sekitar garis equator yang

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan peranan sumberdaya dalam pertanian dan permasalahannya

PENYESUAIAN SISTEM PENATAAN RUANG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang mutlak diperlukan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya, yang berperan penting di berbagai sektor kehidupan. Dalam siklus hidrologi (Gambar 1.1) dijelaskan bahwa air memiliki daur di alam yang selaras dengan hukum kekekalan dimana air tidak bisa hilang/berkurang melainkan berubah bentuk sesuai proses. Ketersediaan air pada suatu lokasi dan pada waktu tertentu sangat dipengaruhi oleh keberadaan hujan. Hujan yang turun di suatu tempat dengan intensitas tinggi dapat mengakibatkan bencana seperti banjir bandang, longsor. Namun jika air hujan yang turun dalam jumlah yang terlalu kecil di suatu lokasi, bencana kekeringan juga dapat timbul. Sehingga keberadaan air yang secukupnya baik secara kuantitas maupun kualitas pada suatu lokasi tertentu dan pada saat yang tepat dapat menopang pertumbuhan aspek kehidupan, khususnya pertanian. Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (sumber: USGS/ U.S. Geological Survey) 2

Pertanian di Indonesia sebenarnya masih sangat relevan digiatkan, mengingat Indonesia merupakan negara tropis dengan sinar matahari sepanjang tahun, serta curah hujan yang cukup tinggi. Didukung pula dengan keberadaan Gunungapi yang menjadikan permukaan tanah subur dan memiliki potensi pertanian yang tinggi, khususnya pertanian pangan. Ketahanan pangan Indonesia dewasa ini menjadi isu popular yang kerap diperbincangkan. Penurunan minat generasi muda untuk menjadi petani, alih fungsi lahan yang intensif terjadi, hingga isu perubahan iklim yang mempengaruhi musim dan curah hujan, menjadi alasan utama penurunan produktivitas tanaman pangan Indonesia (Baiquni, 2009). Di Indonesia sebelum menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang relevan sebagai daerah agraris. Hingga tahun 2009 lahan pertanian di Pulau Jawa masih menyumbang 47% dari total luas panen nasional yakni sebesar 12.833.676 ha (Departemen Pertanian, 2010). Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu penyumbang hasil komoditi padi di Pulau Jawa. Salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang masih memiliki luas lahan pertanian lebih dari 60% adalah Kabupaten Purworejo. Kabupaten Purworejo hingga tahun 2011 tercatat memiliki luas sawah mencapai 53.770 ha, dengan jumlah produksi padi mencapai 299.896 ton. Sawah pertanian yang diusahakan dominan merupakan sawah tadah hujan dan irigasi non teknis (BPS Jawa Tengah, 2012). Hal tersebutlah yang melatarbelakangi pengambilan judul penelitian Kajian Hubungan Variabilitas Hujan Musiman Terhadap Produktivitas Padi di Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Faktor iklim, terutama curah hujan (yang menyusun informasi musim) memegang peranan penting di 3

bidang pertanian khususnya sawah tadah hujan. Sejak dahulu petani pada umumnya menerapkan pola pertanian didasarkan pada pola hujan di daerah tersebut. Secara garis besar Indonesia mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Musim selama ini memiliki pola temporal, dalam setahun dapat ditenggarai pergantian kedua musim berdasarkan pola waktu tertentu. Kecenderungan perubahan pola hujan yang menyebabkan perubahan musim inilah yang kemudian disebut variabilitas musim. 1.2 Permasalahan Penelitian Isu ketahanan pangan, kedaulatan pangan, hingga krisis pangan sedang menjadi perhatian baik dari pemerintah maupun masyarakat di Indonesia. Memori mengenai swasembada pangan khususnya swasembada beras masih menjadi hal yang ingin diulang di Indonesia. Faktor yang dirasa memicu penurunan produksi salah satunya terkait faktor iklim. Musim yang menjadi acuan petani dalam memulai kegiatan pertanian dewasa ini memiliki kecenderungan berubah. Petani yang awalnya mengandalakan pranata mangsa sering mengalami salah titen. Curah hujan yang tidak sesuai dengan perkembangan tanaman padi dapat menjadi faktor pemicu gagal panen. Musim merupakan periode waktu dimana dilakukan pengelompokkan jumlah curah hujan yang relatif sama. Penyimpangan musim disuatu wilayah dapat dicirikan dengan pergeseran atau maju-mundurnya awal suatu musim serta semakin tinggi atau rendahnya intensitas hujan musiman yang terjadi (Mc Bride et all, 2002). Perbedaan pola-pola musim inilah yang disebut variabilitas musim. 4

Musim yang tidak teratur memiliki kecenderungan mengagalkan panen petani. Sektor pertanian di Kabupaten Purworejo memegang peranan penting dalam perekonomian. Sektor pertanian memberikan sumbangan 37,81% bagi PDRB Kabupaten Purworejo sehingga optimalisasi pertanian akan berdampak positif pada neraca ekonomi daerah. Sehingga dengan kajian mengenai variabilitas musim dan produktivitasnya ini dapat diketahui permasalahan yang mungkin timbul dan langkah meminimalisir dampaknya. Data produktivitas yang digunakan adalah data produktivitas bulanan yang diharapkan lebih merepresentatifkan terkait keadaan musim saat itu, Dari uraian masalah tersebut dapat diangkat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut; 1. Bagaimanakah variabilitas hujan musiman periode tahun 1990-2012 di Kabupaten Purworejo? 2. Bagaimanakah variabilitas produktivitas padi sawah periode tahun 1990-2012 di Kabupaten Purworejo? 3. Bagaimanakah hubungan hujan musiman terhadap produktivitas padi sawah di Kabupaten Purworejo? 4. Bagaimana arahan pola tanam pertanian untuk menghadapi fenomena variabilitas musim? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui variabilitas hujan musiman di Kabupaten Purworejo. 5

2. Mengetahui variabilitas produktivitas padi sawah di Kabupaten Purworejo. 3. Mengetahui hubungan musim dengan produktivitas padi tahun 1990-2012. 4. Mengetahui arahan pola tanam pertanian terkait variabilitas musim di Kabupaten Purworejo. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan penambahan informasi terutama untuk 1. Kemajuan penelitian bidang keahlian klimatologi dan pertanian. 2. Masukan bagi Pemerintah dalam mengoptimalkan kegiatan pertanian di Kabupaten Purworejo. 1.5 Kajian Pustaka 1.5.1. Hujan (Presipitasi) Hujan atau sering disebut dengan istilah presipitasi merupakan suatu fenomena alam yang merupakan bagian penting dari siklus hidrologi. Dalam berbagai skema hujan menjadi input utama ketersediaan air di muka bumi. Variasi curah hujan ditentukan oleh proses pembentukan hujan yang terkait dengan banyak faktor. Faktor-faktor utama yang terkait pembentukan hujan adalah kelembaban atmosfer, pembentukan awan, dan mekanisme terjadinya hujan. (Linsley, 1992). Kelembababan atmosfer terkait dengan prosentase kadar uap dalam udara. Proses pembentukan awan terkait dengan uap air dalam udara yang 6

mengalami kondensasi, lalu terjadi pendinginan sampai udara jenuh. Kemudian terbentuk titik-titik air dan es yang apabila bergabung membentuk awan (Seyhan, 1977). Mekanisme terjadinya hujan seperti diuraikan dalam Asdak (2007), hujan akan terjadi apabila berlangsung tiga kejadian sebagai berikut; 1. Kenaikkan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi jenuh. 2. Terjadinya kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer. 3. Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan) karena gaya gravitasi. 1.5.2. Variabilitas Musim Variabilitas musim diidentifikasi dari intensitas curah hujan berbedabeda secara spasial daan temporal. Variabilitas intensitas hujan dipengaruhi dengan unsur-unsur iklim seperti radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara dan angin. Variasi unsur iklim tersebut menurut Lakitan (2002), dominan dipengaruhi posisi relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang), keberadaan lautan atau permukaan airnya, pola arah angin, rupa permukaan daratan bumi (topografi), dan kerapatan dan jenis vegetasi. Pengertian musim dalam penelitian ini yakni satu kumpulan (periode) waktu berurutan yang mempunyai intensitas hujan yang sesuai dengan pembatasannya. (Tjasyono, 1996). 7

Indonesia mengenal dua musim utama yakni musim penghujan dan musim kemarau. Batas temporal musim di Indonesia pada umumnya relatif tegas antara musim kemarau dan musim penghujan. Namun dasawarsa terakhir ini anomali curah hujan cenderung intensif terjadi yang berakibat pada pola hidup masyarakat. Mollah dan Cook (1996) menyatakan kejadian penyimpangan musim dominan mempengaruhi produksi pertanian dan ketahanan pangan. Hubungan tersebut yang kemudian menjadi bahan utama pembahasan terkait kajian ini. Pembatasan musim pada umumnya yakni musim kemarau dan penghujan dalam penelitian ini dalam tempo dasarian dengan kriteria permulaan musim kemarau, ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya. Sedangkan permulaan musim hujan, ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya. Kejadian anomaly musim yang menunjukkan adanya pergeseran atau penyimpangan musim dapat dikelaskan menjadi intensitas dibawah normal, normal dan diatas normal (Nurchayati, 2010). Pembatasan musim dilakukan sesuai dengan yang digunakan BMKG dimana dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10. b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20. c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan. 8

1.5.3. Produktivitas Padi Produktivitas padi merupakan angka hasil pengolahan data statistik yang diperoleh dari membandingkan jumlah luas areal lahan sawah panen dengan jumlah berat komoditi panen. Data Badan Pusat Statistik di Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan luas lahan panen komoditi padi sawah mencapai 13.443.443 ha dengan total produksi mencapau 69.045.141 ton sehingga tingkat produktivita padi rata-rata di seluruh Indonesia berkisar 51,36 ku/ha. Nilai produktivitas padi tidak terlepas dari kondisi wilayah lahan pertanian di suatu daerah. Penilaian kesesuaian lahan untuk kegiatan pertanian komoditi padi memasukkan curah hujan sebagai salah satu syarat tumbuh padi. Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 m dpl (Puslitanak, 1997). Faktor meteorologis dan klimatologis tersebut mendukung hubungan antara curah hujan dengan produktivitas padi di suatu daerah. 1.5.4. Pola Tanam Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu. Tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya. Pola tanam adalah gambaran rencana tanam berbagai jenis tanaman yang akan dibudidayakan dalam suatu lahan dalam satu tahun. Faktor yang mempengaruhi pola tanam : 9

1. Ketersediaan air dalam satu tahun 2. Prasarana yang tersedia dalam lahan tersebut 3. Jenis tanah setempat 4. Kondisi umum daerah tersebut, misal genangan 5. Kebiasaan dan kemampuan petani setempat. (Tambunan, 2011) Jenis pola tanam dapat berupa monokultur (menaman tanaman sejenis pada satu areal tanam). Ada pola tanam campuran, yakni beragam tanaman ditanam pada satu areal. Ada pula pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis tanaman pada waktu berbeda di aeral yang sama. Faktor ketersediaan air menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam penentuan pola tanam karena terkait erat dengan syarat tumbuh tanaman. Dalam penelitian ini lahan sawah tadah hujan yang dikaji pasokan airnya bergantung dari curah hujan. Kebutuhan air untuk tanaman padi, minimal dibutuhkan bulan basah (curah hujan diatas 200 mm/bulan) secara berurutan minimal 4 bulan. Harwood dalam BALIKLIMAT (2007) mengungkapkan penentuan frekuensi penanaman padi pada ekosistem sawah tadah hujan sangat ditentukan oleh pola hujan yang ada. Di daerah tropis sendiri dibagi menjadi IV kelas utama yakni: a. Golongan I curah hujan diatas 100 mm/bulan mencapai 5 bulan dan ada 3 bulan basah berurutan dapat dilakukan 1 kali pertanaman padi gogo rancah, dan untuk pertanaman padi sawah masih bisa dilakukan bila pelumpuran dan peresapan air mudah serta ada tambahan air dari bagian atas. 10

b. Golongan II dengan curah hujan diatas 100 mm/bulan mencapai 7 bulan dan ada 5 bulan basah berurutan, dapat dilakukan 1 kali pertanaman padi sawah atau 2 kali padi yang dimulai dengan sistem gogo rancah diikuti padi walik jerami, tapi masih ada resiko kekeringan. c. Golongan III dengan curah hujan diatas 100 mm/bulan mencapai 9 bulan dan ada 7 bulan basah berurutan, dapat dilakukan 2 kali pertanaman padi sawah. Bila curah hujan awal penyebaranya tajam, maka pertanaman pertama sebaiknya dilakukan dengan sistim gogo rancah. d. Golongan IV curah hujan diatas 100mm/bulan mencapai 11 bulan dan ada 9 bulan basah yang berurutan, dapat dilakukan 2 kali pertanaman padi sawah. Berdasarkan ketersediaan hujan dewasa ini BALITKLIMAT membuat suatu model Arahan pola tanam. BALITKLIMAT (2007) menyebutkan bahwa dalam pembuatan agihan untuk pola tanam diperlukan agihan zona ketersediaan hujan. Klasifikasi curah hujan di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa kelas I- VI seperti pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Tabel Klasifikasi Curah Hujan Kelas Curah Hujan Tahunan (mm/thn) I < 1000 II 1000-2000 III 2000-3000 IV 3000-4000 V 4000-5000 VI >5000 Sumber : Balitklimat, 2007 11

Penentuan zona agroklimat dalam rangkan penyusunan arahan pola tanam yang ada harus memasukkan unsur pola curah hujan dalam penentuannya. Pembagian pola curah hujan didasrkan pada metode Trejor (1976) dengan modifikasi. Pembagian ini menghasilkan 4 (empat) klasifikasi pola curah hujan yang ada, yaitu : a. Pola tunggal atau sederhana dengan curah huja terendah pada bulan Juli/ Agustus, dengan notasi A. b. Pola tunggal dengan curah hujan tertinggi pada bulan Juli/Agustus, dengan notasi D. c. Pola fluktuasi/ majemuk, diberi notasi B. d. Pola ganda, notasi C. Pola A dan D menggambarkan pola curah hujan yang mempunyai perbedaan jelas antara jumlah curah hujan pada musim hujan dengan kemarau. Pola B memberikan gambaran adanya perbedaan yang tidak jelas antara jumlah curah hujan pada musim hujan dan kemarau. Pada pola B, biasanya jumlah curah hujan tidak teratur pada tiap bulannya atau hampir sama sepanjang tahun. Pola C memberikan gambaran terjadi dua kali curah hujan terendah dalam setahun dengan satu puncak curah hujan dan dapat pula sebaliknya (BALITKLIMAT, 2007). 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian masing-masing segmen telah banyak dilakukan secara mendetail. Kajian mengenai iklim dan musim dapat dilihat dari Hartati (1992) dan Nurchayati (2010), sedangkan kajian mengenai produktivitas tanaman pangan 12

dikaji oleh Mollah &Cook (1999) dan Sipayung dkk (2002). Dalam Hartati (1992) penelitian yang dilakukan terkait variabilitas jumlah curah hujan di DAS Pemali yang meliputi bulanan, musiman dan tahun. Metode yang digunakan adalah metode isohyet, dan rata-rata bergerak (moving average). Hasil yang diperoleh adalah variabilitas curah hujan tahunan rendah (rata-rata 25%), tetapi variabilitas curah hujan bulanannya tinggi khususnya pada bulan-bulan kering/musim kemarau (rata-rata 125%). Acuan pustaka yang selanjutnya digunakan antara lain dari hasil penelitian W.S Mollah dan I.M Cook (1999) tentang variabilitas hujan musiman pada pergantian musim antara tahun 1888-1889 hingga 1990-1991. Penelitian tersebut menyimpulkan terjadi perubahan hujan musiman terkait periode awal musim dan intensitas hujan musiman yang mempengaruhi bidang pertanian di Australia. Sipayung dkk (2002), meneliti tentang Dampak Variabilitas Iklim terhadap Produksi Pangan di Sumatra. Hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa tidak semua daerah produktivitas padi dipengaruhi oleh El-Nino, dapat pula karena kontrol topografi. Variabilitas iklim yang mempengaruhi curah hujan (baik El-Nino dan La-Nina) berdampak terhadap produktivitas komoditas pertanian. Tinggi rendah dampaknya dipenggaruhi bantuan irigasi khususnya untuk padi sawah. Penelitian dari Nurchayati (2010), membahas mengenai pola pergeseran awal musim, mengetahui karakteristik hujan musiman, serta mengetahui kecenderungan hujan musiman di Kabupaten Magelang. Metode yang digunakan 13

yaitu Statistik; variasi, intensitas frekuensi, dan korelasi. Penelitian tersebut menunjukkan adanya pergeseran awal musim, variasi hujan musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan, serta adanya kecenderungan hujan dimusim kemarau yang menurun serta peningkatan hujan dimusim hujan. Penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji hubungan antara variabilitas musim dengan produktivitas padi. Dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang mengabungkan tema musim dan produktivitasnya. 1.7 Kerangka Teori Curah hujan yang jatuh pada rentang waktu berdekatan menyusun informasi yang cenderung menitik beratkan pada kesamaan seperti informasi mengenai musim. Curah hujan di setiap musim memiliki variasi yang tinggi. Baik dari permulaan musim dan intensitas hujan yang turun selama satu musim tersebut. Variasi hujan musiman inilah yang menjadi permasalahan penelitian. Dimana hujan musiman yang turun memiliki kecenderungan mempengaruhi tingkat produktivitas padi khususnya yang ditanam di sawah tadah hujan. Data produktivitas yang ada merupakan data bulanan, dimana umumnya padi ditanam selama 4 bulan hingga memasuki masa panen. Data bulanan dikumpulkan mengikuti pembatasan musim di tahun itu. Data hujan yang dibatasi menjadi musim pada dasarian I, II, III akan tetap dihitung di majukan pada bulan tersebut. Sehingga data yang digunakan dalam penelitian tidak berbatas tahun, tapi berturut-turut sesuai musim. 14

Tabel 1.2 Keaslian Penelitian 15

Curah hujan Monsun Hujan Musiman Musim Kemarau Musim Hujan Variabilitas Hujan Musiman Produktivitas Padi Penggaruh Variabilitas Hujan Musiman dengan Produktivitas Padi Arahan Pola tanam yang sesuai Gambar 1.2 Kerangka Teori Pemikiran 16