pemerintah pusat yang diharapkan segera diwujudkan di kawasan kepulauan Natuna Barat. ILyas sabli

dokumen-dokumen yang mirip
DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing)

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

Jurnal Ilmiah. Kebijakan Kementerian Kelautan Indonesia Dalam Kasus Pencurian Ikan Oleh Nelayan Malaysia Di Perairan Natuna Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. berada diantara 2 (dua) samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

WARTA. Peng wasan. Edisi IX/ Berita Utama. KKP Pulangkan 228 ABK Asal Vietnam. humas psdkp.

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PENCURIAN IKAN

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

BAB 1. PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

MENUJU LAUT MASA DEPAN BANGSA

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN KELAUTAN PASCA PEMILU 2009 DAN WOC

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI. ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang tertangkap, telah menimbulkan reaksi di antara negara tetangga.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

Kekuatan Asing Masih Kuasai Ekonomi Perikanan Nasional

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TERTIBKAN RUMPON ILEGAL

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

-1- LAPORAN SINGKAT KOMISI IV DPR RI (BIDANG PERTANIAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN, SERTA PANGAN)

MASALAH PERBATASAN NKRI

Transkripsi:

GDN Online, -Natuna, Menilik potensi SDA dan letak geografis, kawasan kepulauan Natuna selayaknya kawasan ini dijadikan pusat perikanan bagian utara Indonesia. Pusat perikanan ini meliputi pusat pelabuhan usaha perikanan tangkap, pusat pengembangan perikanan budidaya dan pusat industri pengolahan hasil perikanan. Hal ini diungkapkan Bupati Natuna Drs H Ilyas Sabli, M.si menjawab Garda Nusantara. Ada beberapa alasan Kepulauan Natuna layak menjadi pusat perikanan, Letak geografis kawasan ini berdekatan dengan Trengganu-Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura dan jalur sutra China, terbukti kapal ikan yang beroperasi di laut Natuna berasal dari Negara-negara tersebut. Alasan kedua sebelum terbentuk kabupaten Natuna hubungan masyarakat kepulauan Natuna barat dengan Negara tetangga sangat erat, ada perdagangan lintas batas khususnya perdagangan hasil tangkapan ikan, hasil ikan budidaya, Hasil bumi maupun ternak. Alasan ketiga hasil perikanan saat ini hanya dinikmati pengusaha perikanan tangkap asal Negara tetangga, sementara nelayan Natuna hanya nelayan tradisonal yang menangkap dengan cara manual Terang Ilyas Sabli. Kondisi ini membuat masyarakat kepulauan Natuna belum merdeka meski Indonesia sudah merdeka 69 tahun yang lalu, merdeka ini dalam pengertian merdeka dari ketidak mampuan memanfaatkan sumber daya alam dan merdeka dari ketertinggalan pembangunan dalam semua sector, Khususnya sector perikanan. Agar masyarakat Natuna bisa menikmati kemerdekaan dan menikmati multiplayer efek dari sumberdaya alam kelautan dan perikanan, maka pusat perikanan menjadi salah satu kebijakan pemerintah pusat yang diharapkan segera diwujudkan di kawasan kepulauan Natuna Barat. ILyas sabli Kawasan Pulau Tiga misalnya sangat layak untuk dijadikan kawasan pengembangan budidaya perikanan, usaha ini sudah ditekuni nelayan dikawasan ini sejak puluhan tahun, hasil budidaya perikanan kawasan ini merupakan primadona dunia untuk kategori ikan kosumsi yang termahal yakni Ikan jenis Napoleon, harga perkilo saat ini mencapai 1 juta di tingkat pembudidaya selain itu, jenis kerapu yang harganya mencapai 150 hingga 200 ribu perkilo juga di budidayakan. Saat ini ratusan nelayan budidaya di Pulau Tiga dan Sedanau Bunguran Barat telah menikmati hasil budidaya mereka, rata -rata kehidupan ekonomi mereka jauh lebih baik, sayangnya ribuan nelayan tradisonal lainnya masih belum menikmati kesejahteraan

serupa karena akses modal dan akses ketrampilan belum sepenuhnya menjangkau nelayan tradisonal ini, untuk itulah peran pemerintah daerah dan pemerintah pusat dibutuhkan agar jumlah nelayan tradisonal bisa naik kelas. Nelayan ini butuh regulasi agar kemapuan mereka bisa ditingkatkan baik kemampuan ekonomi maupun kemampuan ketrampilan budidaya. Meski masih dengan cara tradisonal hasil budidaya ini saat ini langsung ditampung oleh kapal dari Hongkong yang dalam satu bulan 2 kali mengunjungi Pulau Tiga dan Sedanau. terang Nato Pengusaha Perikanan di Natuna Meski kapal dari Hongkong rutin mengunjungi kawasan Natuna Barat tetapi di kawasan ini belum memiliki pelabuhan perikanan, wal hasil kapal hongkong hanya bisa berlabuh di tengah laut dan masyarakat pembudidaya yang menjual hasil budidaya mengantar ke kapal masing-masing dengan pompong. Kondisi ini menggelitik Pengamat perikanan propinsi Kepri Dwi Purnomo. kepada Garda Nusantara pria yang sering di sapa Cak Pur ini mengungkapkan keprihatinannya. Kawasan kabupaten Natuna memang memiliki potensi perikanan yang besar sayangnya potensi ini belum menjadi prioritas pembangunan kabupaten Natuna, potensi ini juga belum diperhatikan serius propinsi Kepri apalagi pemerintah pusat, padahal jika pemerintah daerah baik kabupaten maupun propinsi serius saya Yakin pemerintah pusat juga akan serius. Untuk memanfaatkan potensi ini banyak investor yang siap menanamkan modalnya, tetapi mereka ini butuh 3 hal yaitu infrastruktur, perlindungan dan keuntungan. Tegas cak Pur. Yang dimaksud investor butuh infrastruktur itu adalah tersedianya pelabuhan perikanan yang dilengkap, pelabuhan yang mampu mensuplai kebutuhan kapal ikan yang beroperasi di Natuna, kebutuhan itu antara lain Air Tawar, Bahan Bakar Minyak, dan kebutuhan ABK kapal atau Ransum, bagaimana kapal mau berlabuh di Natuna jika kebutuhan mereka tidak tersedia? Harusnya pemerintah sigap menangkap peluang itu. Kemudian yang dimaksud dengan perlindungan maksudnya setiap kapal ikan yang beroperasi di Natuna harus dilindungi keamananya baik melalui perizinan maupun secara fisik ketika beroperasi dilaut, Nelayan kita tidak mampu bersaing di Laut dengan Kapal ikan asing. Kapal ikan asing itu dilindungi oleh angkatan laut negaranya, Malaysia misalnya mereka mengawal kapal ikan yang beroperasi di laut zona ZEEnya, begitu juga Thailand Vietnam bahkan China. Sementara nelayan kita justru mendapat perlakuan terbalik, meraka merasa tidak aman dilautnya sendiri karena ulah segelintir oknum yang bukan melindungi justru memalak mereka di tengah laut. Ini kan ironis tegas Cak Pur bersemangat.

Kemudian yang ketiga investor itu butuh untung, tak ada bisnis yang tak mengejar untung, jadi pemerintah harus memberikan kepastian misalnya penetapan pajak yang jelas atas usaha perikanan, kalau perlu diminimalkan, agar keuntungan investor terjamin, juga perizinan yang tidak rumit tanpa pungutan liar.serta regulasi yang konsisten Jika ketiga hal ini terpenuhi saya yakin pengusaha yang bergerak di bidang penangkapan ini akan berbondong-bondong ke Natuna, siapa sih yang tidak mau untung? Coba bayangkan selama ini kapal ikan asing asal Thailand Vietnam, Malaysia, China yang beroperasidi laut Natuna mereka mengandalkaan suplai kebutuhanya dari Negara masing-masing yang jarak cek pointnya diatas 300 mil, itu kan chosnya tinggi, begitu juga ketika mereka sudah mendapatkan hasil ikannya juga harus balik dengan jarak tempuh yang jauh. Nah kalau peluang ini ditangkap pemerintah dengan menyediakan pelabuhan perikanan yang memadai di Natuna maka investor akan lebih memilih berlabuh di Natuna sebagai cek point untuk memenuhi perbekalannya. Begitu juga dengan nelayan asal karimun, Muara baru Jakarta, Tegal jateng, dan Kalbar mereka juga harus mengandalkan suplai perbekalan dari cekpoint masing-masing yang juga jaraknya diatas 300 mil. Kalau potensi ini disikapi dengan benar dan disiapkan regulasi yang baik tentu akan menimbulkan multi efek player secara ekonomi kepada masyarakat Natuna. Jadi alangkah ironinya jika pemerintah Indonesia tidak mau membantu pemerintah dan masyarakat Natuna yang wilayahnya telah membantu Indonesia dari sector Migas. Selain akses permodalan dan sarana serta infrastruktur penunjang lainnya di Nelayan Natuna juga di laut Natuna harus kalah bersaing dengan pencuri ikan yang dilakukan berbagai kapal ikan asing. Kondisi ini sangat merugikan Indonesia sehingga perkiraan kerugian negara "illegal, unreported, and unregulated fishing" (IUU Fishing) dapat mencapai Rp 101 triliun per tahun. "Sebelumnya, estimasi kerugian akibat IUU Fishing per tahun oleh FAO (Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia) kurang lebih Rp30 triliun per tahun," kata Sekretaris Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Ida Kusuma Wardhaningsih di Jakarta kepada wartawan. Data yang diumumkan FAO tahun 2001 menyatakan bahwa negara-negara berkembang berpotensi kehilangan 25 persen dari stok sumber daya ikannya akibat dari IUU Fishing. Indonesia pada saat itu memiliki sumber daya ikan hingga sebesar 6,5 juta ton per tahun sehingga perhitungan angka kerugian yang hilang adalah seperempat dari jumlah itu atau sebesar 1,6 juta ton.

Jika diasumsikan harga jual ikan di pasar internasional rata-rata 2 dolar AS per kilogram, maka kerugian Indonesia pada saat itu diperkirakan mencapai 3,2 miliar dolar AS atau setara Rp30 triliun ketika itu. Namun pada saat ini, Ditjen PSDKP KKP melakukan kajian yang menyatakan bahwa total kerugian negara per tahun dapat dihitung dari hilangnya potensi sumber daya ikan yang ditangkap secara ilegal dikalikan indeks investasi bidang perikanan di Indonesia ditambah dengan kerugian terkait ketenagakerjaan. Ditjen PSDKP mengemukakan bahwa hasil dari perhitungan tersebut mencapai sekitar Rp101 triliun. Pemerintah dinilai kehilangan nilai ekonomis dari ikan yang dicuri, Pungutan Hasil Perikanan (PHP) yang hilang, subsidi BBM yang dinikmati kapal perikanan yang tidak berhak, Unit Pengolahan Ikan (UPI) kekurangan pasokan bahan baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk perikanan, serta mata pencaharian nelayan skala kecil yang kalah bersaing dengan kapal asing. Selain itu, terdapat pula aspek kerugian lainnya yaitu dari aspek ekologis antara lain kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya, yang disebabkan oleh penggunaan alat penangkap ikan dan atau alat bantu penangkapan ikan (API/ABPI) yang tidak ramah lingkungan. "IUU fishing merupakan salah satu penyebab kapasitas UPI yang sudah dibangun hanya termanfaatkan sekitar 30-50," katanya. Di samping itu, ujar Ida, praktek IUU fishing menyebabkan kesulitan bagi otoritas pengelolaan perikanan untuk mendapatkan data potensi sumber daya perikanan yang akurat, untuk mengatur kuota pemanfaatan sumber daya perikanan. Ia juga berpendapat bahwa kerugian lain yang tidak kalah penting adalah menimbulkan citra negatif bangsa Indonesia, karena Indonesia dianggap tidak mampu mengelola sumber daya kelautan dan perikanannya dengan baik. Menurut dia, bila pihaknya telah dapat memiliki data kajian yang riil dan komprehensif, maka tidak tertutup kemungkinan misalnya dilakukan jeda atau moratorium penangkapan ikan sebagaimana telah dilakukan di kehutanan. KKP mengakui kemampuan untuk mengawasi pencurian ikan atau "Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing"/IUU Fishing" di kawasan perairan Republik Indonesia masih terbatas. "Kemampuan pengawasan di laut sangat terbatas dibanding kebutuhan untuk mengawasi daerah rawan IUU Fishing," katanya. Menurut dia, keterbatasan kemampuan untuk mengawasi perairan juga terlihat antara lain dengan masih belum adanya kapal KKP yang bisa beroperasi misalnya di selatan laut Jawa. Ia memaparkan, jumlah kapal yang diperiksa karena dicurigai terlibat IUU Fishing dilaporkan menurun seiring dengan berkurangnya jumlah hari operasi kapal pengawas, padahal kinerja operasi kapal pengawas perikanan terkait

erat dengan jumlah hari operasi. Berdasarkan data KKP, ujar dia, sampai dengan tahun 2014 jumlah kapal pengawas perikanan yang dimiliki institusi tersebut adalah sebanyak 27 unit. Ia memaparkan, pada tahun 2012 hari operasional pengawasan adalah sebanyak 180 hari pelayaran, sedangkan pada 2013 hari operasional menurun menjadi 115 hari pelayaran. Sementara jumlah kapal yang diperiksa juga menurun dari 4.326 unit kapal pada 2012 menjadi 3.871 kapal. Khusus di Natuna saja, menurut data kejakasaan negri Ranai selama periode 2010 hingga 2014 ratusan kapal ikan asing ditangkap. KIA yang ditangkap di laut Natuna dan diproses hingga pengadilan adhock perikanan, pada tahun 2010 ada 34 KIA, pada tahun 2011 ada 27, tahun 2012 ada 12, Tahun 2013 5 dan hingga juli 2014 sudah 17 KIA yang di tangkap dan diproses hukum, semua Kapal ikan asing ini hasil tangkapan jajaran DKP dan TNI AL terang Bambang Widianto SH Kasipidsus Kejaksaan Negri Ranai di Natuna menjawab Gardanusantara online.com Sedangkan bila dilihat secara terperinci pada 2013, menurut data DKP pusat jumlah kapal ikan asing yang ditahan (tidak hanya sekadar diperiksa) adalah sebanyak 44 unit kapal, sedangkan jumlah kapal ikan indonesia sebanyak 24 unit. Perairan Kalimantan Barat khususnya laut Natuna masih menjadi daya tarik kapalkapal asing untuk melakukan penangkapan ikan secara illegal. Sampai Mei 2013 ini, setidaknya 50 kapal pencuri ikan berhasil ditangkap oleh kapal pengawas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Para pencuri ikan berasal dari sejumlah negara ASEAN, antaralain Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Indonesia. Direktur Jenderal pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurrahman, mengatakan, meski terus ditekan, pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia masih terhitung banyak. Perairan Kalbar merupakan salah satu wilayah pengelolaan perikanan negara yang memiliki potensi sumberdaya ikan cukup tinggi. Wilayah perairan ini termasuk dalam WPP-NRI no 711 yang terdiri dari Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan memiliki total potensi perikanan tangkap sebesar 1.059 juta ton/ tahun. Potensi inilah yang jadi daya tarik kapalkapal asing, kata Syahrin kepada wartawan. Menurut Syahrin, untuk memerangi pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan terus meningkatkan operasi pengawasan. Selama 2013 ini, kapal pengawas telah menangkap 10 kapal Malaysia, 4 kapal Filipina, 17 kapal Vietnam, dan 19 kapal Indonesia. Pencurian ikan selain membawa kerugian secara ekonomi, juga menyebabkan kerusakan

pada lingkungan. Banyak kapal yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yang merusak terumbu karang, katanya. PSDKP sejak 2005 lalu telah banyak menangkap kapal-kapal pencuri ikan. Tercatat sebanyak 1777 kapal telah ditangkap selama kurun waktu sembilan tahun. Perairan Laut Natuna, Laut China Selatan, dan Selat Karimata adalah gerbang masuk dan keluarnya kapalkapal nelayan asing ke wilayah laut Indonesia untuk melakukan pencurian ikan. Indonesia berbatasan laut teritorial dengan Malaysia dan Singapura, serta berbatasan landas kontinen dengan atau dasar laut dengan Malaysia, Thailand, India, Australia, Papua Nugini dan Vietnam, dan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Australia. Luas laut Indonesia mencapai 5.877.879 kilometer persegi. Sebagian besar laut Indonesia memiliki potensi ikan yang sangat besar. Luasnya wilayah perairan Indonesia ini menjadi tantangan tersendiri dalam pengawasan sumberdaya perikanan di Indonesia. Selain itu, jumlah kapal pengawas tidak sebanding dengan luasnya wilayah perairan Indonesia. Saat ini kami hanya memiliki 26 kapal pengawas. Ini masih belum memadai. Ke depan kami harap bisa menambah kapal pengawas hingga mencapai 80 kapal, kata Syahrin. Kementerian Kelautan dan Perikanan memprediksi, akibat pencurian ikan, Indonesia mengalami kerugian hingga Rp30 triliun pertahun angka ini lebih kecil disbanding estimasi riil Gardanusantara online yang mencapai 9 Triliun per bulan di laut Natuna saja. Di lapangan ditemukan sejumlah modus pencurian ikan. Tidak jarang ditemukan kapal-kapal pencuri ikan yang menggunakan bendera Indonesia dan mempekerjakan anak buah kapal dari Indonesia. Tujuannya untuk mengelabui petugas. Beranikah Pemerintah Pusat membuat terobosan baru? Mengawasi dan menangkap kapal ikan asing yang melakukan illegal fishing bagus, tetapi membentuk armada penangkap ikan ya ng tangguh dengan kapal diatas 90 GT yang dilengkapi dengan alat tangkap yang sama canggih itu harus. Pemerintah harusnya bukan hanya mengeksploitasi Migas Natuna, tetapi juga harus segera membangun armada kapal penangkap ikan yang tangguh dan professional di Natuna, Armada ini harus bermarkas di Natuna, Jika pencuri ikan di lawan dengan armada kapal penangkap Ikan yang besar dan canggih tentu akan berkurang, memang harus bertindak keras, regulasinya juga harus berani, kalau kapal ikan asing gunakan pukat harimau, kenapa kapal ikan kita juga tidak boleh?, Bisa di buat aturan khusus kapal Ikan Negara boleh, karena hasilnya untuk Negara, sesuai UU 45, tetapi diawasi ketat, harap Dwi Purnomo penasehat Lembaga Kelautan dan Perikanan Nasional Indonesia di Kepri. (red )