Penggunaan Pencocokan String Metode Booyer-Moore dalam Digital Image Matching untuk Foto Udara Ideal

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Algoritma String Matching dalam Intelligent Personal Assistant Siri

Implementasi Algoritma Boyer-Moore untuk Memanipulasi Foto dengan Magic Color

Algoritma Brute Force dalam Pattern Matching pada Aplikasi Pendeteksian Potongan Citra

Pencarian Potongan Gambar Menggunakan Algoritma Boyer Moore

Optimasi Konversi String Biner Hasil Least Significant Bit Steganography

Penggunaan String Matching Dalam Mencari Kata Dalam Permainan Mencari Kata Dari Sebuah Matriks Huruf

Penerapan Algoritma Brute Force di Permainan Nonogram

Deteksi Plagiarisme Gambar menggunakan Algoritma Pencocokan Pola Rabin-Karp

Implementasi Algoritma Knuth Morris Pratt pada Alat Penerjemah Suara

Penerapan Algoritma Pencocokan String Boyer-Moore untuk Keamanan Komputer

Penerapan Algoritma Pattern Matching untuk Mengidentifikasi Musik Monophonic

String Matching Dalam Permainan The Hunt for Gollum

Aplikasi Algoritma BFS dan String Matching pada Tag Suggestions di Facebook

Penentuan Palet Warna pada Gambar Raster dengan Algoritma Divide and Conquer

Pendeteksian Plagiarisme Musik dengan Algoritma Boyer- Moore

Pattern Matching dalam Aplikasi SimSimi

Strategi Algoritma Penyelesaian Puzzle Hanjie

Aplikasi String Matching Pada Fitur Auto-Correct dan Word-Suggestion

Algoritma Pencarian String dalam Pemilihan Anggota Sebuah Organisasi

Mencari Pola dalam Gambar dengan Algoritma Pattern Matching

Penggunaan Algoritma Knuth-Morris-Pratt untuk Pengecekan Ejaan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

Penerapan Algoritma Brute Force dan Backtracking pada Permainan Skycraper

Penerapan Algoritma Knuth Morris Pratt dalam Aplikasi Penerjemah Teks

II. DASAR TEORI I. PENDAHULUAN

Aplikasi Algoritma Pencarian String Dalam Sistem Pembayaran Parkir

Strategi Optimized Brute Force Pada Tent Puzzle Solver

Aplikasi Teori Graf dalam Permainan Instant Insanity

Penerapan Algoritma Brute Force pada permainan Countdown Number

Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi

Pengembangan Fungsi Random pada Kriptografi Visual untuk Tanda Tangan Digital

Aplikasi Algoritma Greedy untuk Pergerakan Musuh pada Permainan Pac-Man

Aplikasi Algoritma String Matching dan Regex untuk Validasi Formulir

Aplikasi String Matching dalam Analisis Cap Bibir

PENERAPAN ALGORITMA PATTERN MATCHING KNUTH-MORRIS-PRATT DALAM PROGRAM MOUSE CAM

Perbandingan Metode Visual Sharing Scheme dan General Access Structure pada Kriptografi Visual

Kombinasi Algoritma Pattern Matching dan BFS-DFS pada aplikasi Music Discovery

Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis

Penerapan Algoritma Brute force dan Greedy pada Penjadwalan Disk

Variasi-Variasi Algoritma Boyer-Moore dan perbandingannya dalam pencarian String

Pencarian Jalur Terpendek Pada Sistem Jaringan Komputer Menggunakan Algoritma Program Dinamis

Perbandingan Algoritma Brute Force dan Backtracking dalam Permainan Word Search Puzzle

PERBANDINGAN APLIKASI ALGORITMA BRUTE-FORCE DAN KOMBINASI ALGORITMA BREADTH FIRST SEARCH DAN GREEDY DALAM PENCARIAN SOLUSI PERMAINAN TREASURE HUNT

Pengaplikasian Algoritma Knuth-Morris-Pratt dalam Teknik Kompresi Data

Implementasi Algoritma Runut Balik dalam Pengenalan Citra Wajah pada Basis Data

Penggunaan Algoritma Pencocokkan Pola pada Aplikasi How-Old.net

Penerapan String Matching pada Fitur Auto Correct dan Fitur Auto Text di Smart Phones

Penggunaan Algoritma Greedy untuk menyelesaikan Permainan Othello

ENKRIPSI CITRA BITMAP MELALUI SUBSTITUSI WARNA MENGGUNAKAN VIGENERE CIPHER

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak

OPTIMASI KONVERSI STRING BINER HASIL LEAST SIGNIFICANT BIT STEGANOGRAPHY (LSB)

Aplikasi Algoritma Pencocokan String dan Algoritma Runut Balik dalam Konversi Romaji ke Hangul

Penerapan Algoritma DFS pada Permainan Sudoku dengan Backtracking

Penggunaan Algoritma Divide and Conquer Dalam Pewarnaan Graf

Pemanfaatan Algortima Boyer Moore dalam Penyaringan Teks Halaman Website Sederhana

Aplikasi String Matching pada Plugin SMS Blocker untuk Validasi Pesan

Aplikasi Algoritma Traversal Dalam Binary Space Partitioning

Menentukan Susunan Terbaik Tim Proyek dengan Algoritma Branch and Bound

Penerapan Operasi Matriks dalam Kriptografi

Penyelesaian Permasalahan Nonogram dengan Algoritma Runut Balik

Analisis Penggunaan Algoritma RSA untuk Enkripsi Gambar dalam Aplikasi Social Messaging

Penggunaan Pohon Huffman Sebagai Sarana Kompresi Lossless Data

Perbandingan Algoritma Depth-First Search dan Algoritma Hunt-and-Kill dalam Pembuatan Labirin

Perbandingan Algoritma Pencarian Kunci di dalam Himpunan Terurut Melalui Linear Search dan Binary Search

Implementasi Algoritma Pencocokan String dalam Penentuan Tombol Respons Facebook

Penerapan Pencocokan String pada Aplikasi Kamusku Indonesia

Pengkajian Metode dan Implementasi AES

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

Kriptografi Visual Pada Berkas Video

Aplikasi Teori Graf dalam Penggunaan Cairan Pendingin pada Proses Manufaktur

Model Citra (bag. 2)

Visualisasi Data Kawasan Pariwisata yang Sering Dikunjungi di Bali dengan Pendekatan Pencocokan String pada Postingan Akun Instagram

ANALISIS STRING MATCHING PADA JUDUL SKRIPSI DENGAN ALGORITMA KNUTH-MORRIS PRATT (KMP)

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

Analisis Algoritma Knuth Morris Pratt dan Algoritma Boyer Moore dalam Proses Pencarian String

Pencarian Pohon Solusi Permainan Alchemy Menggunakan Algoritma BFS dan DFS

Aplikasi Pohon dalam Pencarian dan Penempatan Buku di Perpustakaan

Aplikasi Algoritma Greedy untuk Menyelesaikan Permainan Hedgewars

Penerapan Algoritma Backtracking pada Knight s Tour Problem

Penerapan Algoritma Boyer Moore-Dynamic Programming untuk Layanan Auto-Complete dan Auto-Correct

Penerapan Pohon dengan Algoritma Branch and Bound dalam Menyelesaikan N-Queen Problem

I. PENDAHULUAN II. DASAR TEORI. Contoh lainnya: Solusi: 0= V,1= I,2= O,3= R, 4= N,5= L,7= A,8= F,9= E.

TECHNICAL REPORT PENGGUNAAN ALGORITMA PENCOCOKAN STRING BOYER-MOORE DALAM MENDETEKSI PENGAKSESAN SITUS INTERNET TERLARANG

Penentuan Motif Pada Gambar Berpola

Penggunaan Algoritma Pencocokkan Pola pada Sistem Barcode

Aplikasi Algoritma Pencocokan String pada Mesin Pencari Berita

Deteksi Wajah Menggunakan Program Dinamis

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Teknik Konversi Berbagai Jenis Arsip ke Dalam bentuk Teks Terenkripsi

Pengembangan Teori Graf dan Algoritma Prim untuk Penentuan Rute Penerbangan Termurah pada Agen Penyusun Perjalanan Udara Daring

Aplikasi Algoritma Branch and Bound dalam Pencarian Solusi Optimum Job Assignment Problem

Penggunaan Algoritma Boyer Moore untuk Memindai Berkas dari Virus

Aplikasi Teori Kombinatorial Dalam Penomeran Warna

BAB I PENDAHULUAN. bentuk utama penyimpanan data (Purwoko, 2006). 2006). Karena itu lah pencarian string merupakan salah satu hal yang sangat

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Logika Penurunan Persamaan Aritmatika pada Program Komputer

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aplikasi Graf dalam Rute Pengiriman Barang

Transkripsi:

Penggunaan Pencocokan String Metode ooyer-moore dalam Digital Image Matching untuk Foto Udara Ideal Kanya Paramita - 352072 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi andung, Jl. Ganesha 0 andung 4032, Indonesia kanyaparamita@students.itb.ac.id bstract Seiring dengan berkembangnya zaman, pemetaan tidak terbatas hanya mengguakan alat-alat yang diam di darat. Saat ini pemetaan pun sudah merambah dunia udara. Salah satunya adalah dengan menggunakan foto udara. Dengan adanya perkembangan ini memang pemetaan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat. Pada pelaksanaannya, dibutuhkan teknologi canggih dan software yang bisa mengakomodir kebutuhan alat dan pengguna, sehingga proses pemetaan dapat berjalan dengan optimal Index Terms Digital Image Matching, Foto Udara, Digital numbers, ooyer-moore I. PENDHULUN Foto udara merupakan salah satu produk dari ilmu geografi. Foto udara saat ini memiliki banyak peran dalam berbagai kegiatan. Salah satunya adalah dalam pembuatan peta foto. Peta foto merupakan peta kenampakan suatu area di permukaan bumi yang dibuat dari satu atau lebih foto udara. Foto udara yang digunakan kemudian akan mengalami proses penghilangan kesalahan agar didapat skala yang seragam. pabila peta yang diinginkan membutuhkan lebih dari satu foto udara, maka diperlukan proses penggabungan foto-foto udara tersebut. Dalam proses penggabungan foto inilah ada suatu tahapan yang bernama digital image matching. Pada dasarnya, digital image matching merupakan proses pencocokan citra secara dital. Pencocokan ini dimaksudkan untuk menggabungkan dua atau lebih foto agar wilayah yang diinginkan ada pada peta dapat tercakup. Pencocokan didasari pada digital numbers yang terkandung pada setiap piksel yang ada pada foto. Diambil satu buah subarrays yang menjadi penanda atau titik kontrol penghubung antar foto. Kemudian subarrays kontrol tersebut dicocokan konfigurasi digital numbersnya dengan subarrays lain pada foto yang akan digabungkan. Subarrays yang cocok dengan subarrays kontrol merupakan tempat pertampalan foto yang akan digabungkan. Pencocokan digital numbers tersebut pada metode dasar yaitu normalized cross corelation mengandalkan pencarian dengan algoritma brute force. Namun pada tulisan ini akan dibahas analisis penggunaan pencocokan string metode booyer-moore dalam pencocokan digital numbers untuk digital image matching foto udara ideal.. Foto Udara Ideal II. DSR TEORI Foto / citra digital merupakan suatu gambar atau tangkapan objek yang diterjemahkan kedalam susunan persegi kecil yang sangat banyak, yang memiliki kode unik, yang membentuk hasil tangkapan objek tersebut. Persegi kecil ini dinamakan dengan piksel. Setiap piksel memiliki kode unik. Kode unik ini merupakan nilai dari warna yang dikandung oleh persegi tersebut atau biasa disebut dengan digital numbers. Setiap satu digital numbers biasanya terdiri dari 24 bit yang mewakili 3 elemen yaitu red, green dan blue (RG). Setiap elemennya diwakilkan oleh 8 bit. 8 bit ini menentukan intensitas warna dari masing elemen tersebut, dengan intensitas minimum (00000000=0) menunjukan warna hitam dan intensitas maksimum (=255) menunjukan warna putih. Foto udara sendiri merupakan foto permukaan bumi yang diambil dari udara. Foto udara ideal merupakan foto udara yang terbebas dari kesalahan dan aspek alam pun mendukung untuk menciptakan suatu kondisi yang seragam dalam suatu proses pemotretan. Gambar. Kondisi ideal pemotretan dan hasil foto udara Kesalahan kesalahan yang mungkin ditimbulkan saat melakukan foto udara antara lain :

Kesalahan posisi kamera Untuk mendapatkan data foto udara yang ideal, seharusnya kamera berada pada satu orientasi yang tetap terhadap muka bumi. Namun karena pergerakan pesawat belum bisa mengakomodir kebutuhan tersebut maka posisi kamera pun belum bisa memiliki orientasi yang tetap. Sehingga antar foto udara seringkali mempunyai perbedaan orientasi meskipun tidak terlalu besar (pitch, roll, yow) Pencahayaan Suatu objek dapat terlihat oleh mata manusia ketika objek tersebut dapat memantulkan cahaya. Cahaya sangat berpengaruh kepada warna dari objek. Semakin terang cahayanya semakin terang pula warna objeknya. Terhalangnya cahaya oleh gedung bertingkat maupun kemiringan permukaan bumi juga mempengaruhi hasil dari foto udara tersebut. Efek Relief permukaan tanah Perbedaan sudut pengambilan foto dari udara terhadap suatu titik yang memiliki kemiringan tertentu akan menimbulkan luasan yang berbeda dari suatu piksel yang bertepatan dengan wilayah tersebut. Perbedaan luas inilah yang menyebabkan perbedaan nilai dari digital numbers piksel tersebut. Gambar 2. Efek rotasi pada foto udara Perbedaan tinggi pesawat Perbedaan tinggi pesawat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam foto udara. Pengaruh yang diberikan langsung kepada foto adalah skala foto. Semakin tinggi pesawat, maka skala foto semakin kecil (nilai skala membesar) Gambar 5. Efek relief permukaan tanah pada piksel. Gambar 3. Efek perbedaan tinggi pesawat pada foto udara Efek kemiringan Kemiringan permukaan terhadap basis udara menjadikan pengukuran kesamaan menjadi sulit. Digital Image Matching Digital Image Matching atau pencocokan citra secara dital merupakan pencarian suatu obyek yang sama dari suatu foto di foto lainnya dengan menggunakan perangkat lunak komputer. da banyak metode dalam melakukan digital image matching. Yang akan dibahas pada tulisan ini adalah metode area-based. Metode area-based merupakan suatu metode pencarian yang berbasiskan perbandingan suatu sample area dari suatu foto di foto lain. Metode area-based melakukan perbandingan secara numeris dari digital numbers yang ada pada suatu subarrays yang telah ditentukan sebagai sampel dengan subarrays pada foto lainnya. Dalam melakukan perbandingan nilai digital numbers, terdapat banyak cara yang bisa digunakan. Salah satunya dengan cara normalized cross-corelation. Perbandingan statistik dilakukan pada digital numbers yang diambil dari subarrays yang memiliki ukuran yang sama dari dua buah foto. Perbandingan ini nantinya menghasilkan suatu nilai yang merupakan koefisien korelasi (c). erikut ini persamaan yang digunakan untuk mencari nilai c. Gambar 4. Pengaruh kemiringan pada konfigurasi piksel

c = m n m i= j= n i= j= ( )( 2 m n i= j= ) 2 σ = σ σ T : P: P2: I S T U I S T 2 I S T KSUS c m dan n Intinya, digital image matching mencari nilai korelasi antara subarrays yang menjadi candidate image dengan subarrays dengan ukuran yang sama pada foto lainnya. C. lgoritma rute Force lgoritma rute Force merupakan algoritma yang mencocokan komponen pada pattern dengan semua komponen pada text. Pattern akan mulai mencocokan dari komponen paling kiri pada pattern dengan komponen paling kiri pada teks. ila menemukan ketidakcocokan, pattern akan terus bergeser kearah kanan hingga menemukan kecocokan dengan komponen pattern paling kiri. Ketika komponen pattern paling kiri cocok dengan komponen teks, pencocokan dilanjutkan dengan komponen sebelah kanan pattern yang telah cocok. T : P : P2 : P3 : : koefisien korelasi : nomor baris dan kolom dari subarrays : digital number dari subarray pada baris i, kolom j : digital number dari subarray pada baris i, kolom j : rerata seluruh nilai digital numbers pada subarrays : rerata seluruh nilai digital numbers pada subarrays I K E R K E R K E R K E R Dalam kasus ini, yaitu digital image matching, algoritma brute force digunakan mencocokan subarrays pada foto acuan (pattern) dengan subarrays pada foto lainnya dengan ukuran yang sama dengan subarrays acuan. D. lgoritma ooyer-moore Tidak cocok, geser Tidak cocok, geser Cocok lgoritma ooyer Moore merupakan algoritma yang melakukan pencocokan mulai dari karakter terakhir dari pattern dengan text, lalu berlanjut kepada karakter sebelah kirinya hingga kesemua text yang dicocokan sesuai dengan pattern. Namun apabila terjadi ketidak cocokan untuk metodenya, aturan perubahan pergerakan pattern sedikit berbeda aturannya. da 3 kasus pencocokan yang memiliki aturan tertentu dalam perpindahan patter. Ketiga aturan ini merupakan kasus yang pasti ditemui dan wajib dipenuhi oleh algoritma booyer-moore. erikut ini ketiga kasus pergerakan pattern : T : P2 : R K N S S N S 4 3 2 COCOK P3 : N S KSUS 3 III. NLISIS DN IMPLEMENTSI. Penggunaan lgoritma rute Force dalam metode normalized cross-corelation Seperti yang sudah delaskan diatas, pada umumnya digital image matching dilakukan dengan metode area based. Metode area-based memiliki banyak cara dalam hal pencocokan digital numbers. Pada umumnya pencocokan digital numbers dari subarrays yang dadikan acuan, menggunakan metode normalized cross corelation. Normalized cross-corelation membandingkan tingkat kecocokan subarrays acuan dengan subarrays lain melalui nilai koefisien korelasi. Koefisien korelasi merupakan nilai yang mewakili suatu subarrays dari hasil perhitungan matematis dari nilai-nilai yang terkandung pada masingmasing pixel dalam subarrays tersebut. Dalam pencarian subarrays yang memiliki nilai koefisien korelasi yang paling tinggi, metode normalized cross-corelation melakukan pembandingan satu persatu kepada setiap kemungkinan subarrays yang ada pada foto yang akan dicocokan. Hal ini sesuai dengan prinsip pergerakan pattern algoritma brute force. Pattern yang mencocokan semua isinya kepada text bergerak menyusuri baris dan kolom dari piksel. Dari setiap subarrays yang diperiksa, nilai korelasinya disimpan. Karena pembandingan baru akan dilakukan di akhir. Sama halnya dengan algoritma brute force. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa metode normalized cross corelation dalam digital image matching menggunakan algoritma brute force dalam hal pencocokan digital numbers-nya.

Gambar 6. Contoh Digital Image Matching algoritma yang memiliki kelebihan dalam bidang kecepatan dan penggunaan memori yang kecil jika dibandingkan dengan algoritma lain. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor utama muncul ide untuk menggunakan algoritma booyer-moore dalam digital image matching. Jika dibandingkan dengan algoritma brute force, sudah jelas bahwa algoritma booyer-moore memiliki kelebihan dalam kecepatannya untuk pencocokan. Hal ini dapat diketahui karena konsep pencariannya hampir sama dengan pencarian kata pada software-softwarea di komputer. Dengan adanya parameter yang spesifik yaitu berupa digital numbers dari sub-arrays acuan, pencarian dapat dilakukan dengan mudah. Jumlah pixel dalam satu foto yang sangat banyak juga menjadi suatu keadaan yang membutuhkan solusi yang efektif dan efisien. Dengan algoritma booyer-moore pencarian lebih efisien karena data akan diperiksa sesuai kasus pencocokan. Sehingga akan mereduksi pencocokan data yang sudah dipastikan tidak sesuai. Ditinjau dari kondisi yang dibutuhkan oleh digital image matching, kelebihan booyer-moore ini dapat dadikan suatu alasan penggunaannya. Jika dilihat dari jenis data yang dicocokan, yaitu digital numbers, algoritma booyer-moore dapat mengakomodir jenis data tersebut. Data yang merupakan bilangan biner Namun yang perlu menjadi perhatian adalah kondisi foto udara yang digunakan merupakan foto udara yang ideal. C. Implementasi lgoritma ooyer Moore dalam Digital Image Matching Gambar 7. Konsep pergerakan subarrays dalam metode normalized cross-corelation. nalisis Kelayakan Penggunaan lgoritma ooyermoore dalam Digital Image Matching Dalam mengaplikasikan suatu metode pada suatu rangkagian kegiatan, perlu dilakukan terlebih dahulu studi kelayakan penggunaan metode tersebut. Studi kelayakan ditinjau dari berbagai macam aspek sesuai kebutuhan. Kali ini yang akan dilihat kelayakannya adalah penggunaan algoritma booyer-moore dalam digital image matching. lgoritma booyer-moore merupakan salah satu Untuk pengaplikasian algoritma booyer-moore dalam digital image matching, perlu ada beberapa hal yang harus dimodifikasi. Yang pertama adalah data yang akan dicocokan. Digital numbers yang mewakili setiap piksel harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam mode string. Setelah itu barulah dapat dilakukan proses pencocokan. Yang kedua adalah konsep pencarian data. pabila pada metode normalized cross corelation pencocokan subarrays didasari atas nilai korelasi yang terkandung pada masing masing subarrays, pada algoritma booyermoore yang akan diperiksa untuk pencocokan adalah nilai dari digital numbers subarrays itu sendiri. Namun tidak semua bagian dari subarrays yang dicocokan nilai digital numbersnya. Pada penggunaan algoritma booyer-moore, yang diperiksa hanyalah baris pertama pada subarrays yang akan dicocokan. Hal ini akan menyederhanakan pencarian seperti halnya pencarian kata. Sistem pencarian yang berlakunya pun sama, mengikuti ketiga kasus algoritma booyer-moore. pabila pencocokan baris pertama berhasil, barulah berlanjut kepada pencocokan bagian subarrays yang lain. Untuk bagian subarrays dari baris 2 sampai n, tidak dilakukan pencocokan metode booyermoore, akan tetapi langsung dicocokan nilainya persatu.

Pada sistem pencocokan yang kedua ini, ketika terjadi ketidakcocokan nilai digital numbers, maka pencocokan dihentikan dan akan dilanjutkan pecarian pada subarrays lain. Mekanisme pencocokannya pun akan diulangi dari awal, yaitu dari pencocokan dengan metode booyermoore. erikut ini ilustrasi penggunaan algoritma booyermoore dalam digital image matching : di search arrays. Proses pencocokan dengan subarrays bagian pada suatu baris dilakukan secara terurut dari baris yang paling atas. Proses pencocokan pada tiap baris dilakukan dengan metode pencocokan string menggunakan algoritma oyer-moore dengan setiap karakter string merupakan digital numbers yang mewakili pixel yang berlokasi di index tersebut. erikut adalah ilustrasi pencocokan yang dilakukan per baris search arrays aris aris 2 Search arrays... dan terus sampai semua baris selesai diproses. Langkah 3 : Jika sudah bertemu subarrays yang cocok, lakukan pencocokan bagian 2 Candidate Image (subarrays acuan) Langkah : Pemecahan candidate image menjadi 2 bagian agian : yang menjadi subarrays acuan agian 2: dicocokan secara manual Langkah 2 : Pencocokan bagian kedalam search arrays Keterangan : Outline merah pada subarrays acuan (pattern) menandakan sudah cocok dengan text Outline hitam pada subarrays acuan (pattern) menandakan belum cocok dengan text Langkah 4: Jika subarrays bagian 2 belum cocok, lanjutkan pencarian, proses diulang dari langkah 2 Proses pencocokan dibagi menjadi beberapa bagian. Pada setiap bagiannya, dilakukan pencocokan pada setiap baris

V. KESIMPULN lgoritma booyer-moore dapat digunakan dalam kegiatan digital image matching.kelebihan dari penggunaan algoritma ini adalah pencocokan nilai digital numbers dari subarrays yang dadikan acuan dengan subarrays yang dicari lebih efektif dan efisien.hal ini disebabkan oleh parameter pencocokan yang jelas dan mudah, serta metode pencarian dari algoritma booyermoore yang sangat mangkus. Perlu diperhatikan keadaan diatas ini hanya berlaku jika foto udara yang menjadi data awal merupakan foto udara ideal, atau foto udara yang sudah terbebas dari kesalahan. Oleh karena itu, agar proses digital image matching berjalan dengan lebih cepat, input datanya pun sebisa mungkin terus ditingkatkan kualitasnya. REFERENCES [] [2] [3] [4] [5] [6] Munir, Rinaldi. 2009. Diktat Kuliah IF305 Strategi lgoritma. andung: Program Studi Teknik Informatika. I.S.M. International Systemap Corp., 2000. The Fundamentals of Digital Photogrammetry, Vancouver, ritish Columbia, Canada V6E 42. McGlone, J.C., ed., 2004. Manual of Photogrammetry, 5th ed., merican Society of Photogrammetry and Remote Sensing, Maryland 2084, US, 5 p. Mikhail, E.M., J.S. ethel, and J.C. McGlone, 200. Introduction to Modern Photogrammetry, John Wiley & Sons, Inc., New York, 479 p. Schenk, T., 999. Digital Photogrammetry, vol. I, TerraScience, OH 4335, US, 428 p. Wolf, P.R., and.. Dewitt, 2000. Elements of Photogrammetry : with pplication in GIS, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 608p. PERNYTN Dengan ini saya menyatakan bahwa makalah yang saya tulis ini adalah tulisan saya sendiri, bukan saduran, atau terjemahan dari makalah orang lain, dan bukan plagiasi. andung, 8 Mei 204 Kanya Paramita - 352072