I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti

BAB I PENDAHULUAN. internasional maupun nasional tidak bisa dibendung lagi. Di Indonesia, hal

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. hanya dalam lingkungan perbankkan saja, melainkan juga tumbuh dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Rajagrafindo Persada, 2009, hlm.9. http/ pada 1 November 2014, 09.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1998 sampai sekarang perbankan syariah di Indonesia

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN

PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah

BAB VI PENUTUP. Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

A. Gambaran Umum Tentang Kompetensi Absolut peradilan Agama. kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Kekuasaan relatif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

ANALISIS PASAL 59 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI BIDANG ARBITRASE SYARIAH

PASANG SURUT UNDANG-UNDANG PERADILAN AGAMA: PROBLEM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat dalam era globalisasi mengakibatkan

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

Jadual 7. 5 Permasalahan perundangan dan cadangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

I. PENDAHULUAN. lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. terhadap pokok persoalan yang dikaji dalam karya ini, yaitu: 1. Pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

CHOICE OF LAW DALAM HUKUM KEWARISAN. Oleh: Agus S. Primasta, SH* 1. Abstraksi. Secara umum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Jakarta, 11 Oktober Departemen Perbankan Syariah OJK

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

WKEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENGADILI SENGKETA EKONOMI SYARIAH SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MK No. 93/PUU-X/2012

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

1. PENDAHULUAN. diberikan kepada masyarakat dalam mengatasi risiko yang terjadi di masa yang

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa-jasa dari bank tersebut. Disamping itu juga tergantung pada. perbankan sangat identik dengan instrumen bunga.

TANGGUNG JAWAB BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengacu pada Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-undang Nomor 3

BAB II KETENTUAN HUKUM YANG MENGATUR PENYELESAIAN SENGKETA AKAD PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (BMT)

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

Zaid Alfauza Marpaung ISSN Nomor

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah merupakan bisnis yang menjanjikan dan semoga bukan

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. Praktek perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil, dilakukan di Indonesia

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Hermansyah

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

Lex Privatum Vol. IV/No. 8/Okt-Nov/2016

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menerapkan prionsip syariah semakin berkembang pesat. Pelopor

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

PRAKTIK ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam dengan segala kompleksitasnya dengan. menggunakan al-qur an sebagai landasannya telah terbukti mampu memecahkan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem perbankan di Indonesia didominasi oleh sistem bunga. Hampir semua

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

SEKILAS ULASAN UU PERBANKAN SYARIAH Oleh: Arief R. Permana, S.H., M.H. 1 dan Anton Purba, S.H., LL.M 2

BAB I PENDAHULUAN 2002), 8. Persada, 2009), Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alvabet,

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM EKONOMI SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA TESIS. Oleh

I. PENDAHULUAN. Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada yang berskala kecil maupun besar. Karena manusia mempunyai banyak kebutuhan, maka kegiatan ekonomi tersebut berkembang pesat. Namun segala hal yang dilakukan oleh manusia harus mempunyai dasar atau aturan yang jelas. Aturan yang dibuat dalam kegiatan ekonomi harus sinergi dengan keyakinan yang dimiliki. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam mengantarkan sekaligus membuka peluang adanya sistem ekonomi Islam yang berjalan sesuai dengan keyakinan masyarakat. Konsep ekonomi yang Islami sering disebut ekonomi syariah sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang menerapkan etika dalam berdagang. Perkembangan sistem ekonomi syariah ini terhenti seiring dengan makin menguatnya kelompok sosialis dan kapitalis di Eropa. Namun seiring perjalanan waktu dan runtuhnya komunis, pemikiran untuk menerapkan sistem syariah muncul kembali sebagai konsep alternatif. Dan terbukti, konsep ekonomi syariah yang mengedepankan kejujuran dan keadilan ini bisa diterima, dan kini sedang mengalami perkembangan yang pesat. Terlebih lagi

2 perkembangan ekonomi syariah dalam bidang perbankan yang semakin luas dan memasyarakat. Di Indonesia konsep ekonomi syariah mulai dikenal dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Namun pada saat itu, kehadiran bank berbasis syariah ini belum mendapatkan perhatian yang luas dari masyarakat. Baru beberapa tahun belakangan ini, setelah MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap bunga bank, karena mengandung unsur ketidakadilan dan pengambilan harta orang lain dengan cara batil. Inilah yang dipahami umat di awal sejarah Islam. Kemudian Bank berbasis syariah mulai bermunculan, diikuti dengan munculnya lembaga keuangan berbasis syariah lainnya, seperti Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Pembiayaan Syariah, Reksadana Syariah dan lain-lain (Ika Salawiska, Pengembangan sektor riil oleh Bank Syariah, http://www.pkesinter aktif.com/component/option,com_frontpage/itemid,902/lang,id/ diakses tanggal 20 April 2010 Pukul 10.00 WIB). Data menunjukkan betapa pesatnya perkembangan unit usaha ekonomi syariah, yaitu pada tahun 2010 sebanyak 108 Bank Internasional membuka unit-unit usaha syariah pada berbagai negara (Aries Muftie, Perkembangan ekonomi syariah disampaikan pada Seminar Ekonomi Syariah tanggal 3 April 2010 di GSG Universitas Lampung). Dengan penunjukkan data tentang perkembangan ekonomi syariah, sehingga mengukuhkan pendapat banyak kalangan terutama akademisi dan ekonom muslim, bahwa saat ini tidak ada alasan untuk menolak penerapan sistem ekonomi syariah khususnya Indonesia (Sufriadi, 2007: 249). Pesatnya perkembangan

3 ekonomi syariah terutama dalam bidang perbankan, sehingga penelitian ini lebih banyak mengkaji penyelesaian sengketa ekonomi syariah di bidang perbankan. Berkembangnya sistem ekonomi syariah diikuti dengan munculnya banyak perusahaan bisnis yang memproklamirkan diri menggunakan sistem syariah, maka berbagai konsekuensi pasti akan timbul, salah satunya adalah timbul sengketa antara para pihak. Karena ekonomi syariah termasuk dalam kategori dunia bisnis, dimana pelaku bisnis satu akan dihadapkan dengan persaingan seketat-ketatnya dengan pelaku bisnis lain untuk meraih konsumen dan keuntungan. Oleh karena itu, pelaku bisnis selalu dituntut memantau dan memberi pertimbangan lebih dalam menjaga reputasi dan kredibilitasnya di depan konsumen dan masyarakat. Tantangan industri perbisnisan juga dihadapkan dengan berbagai persoalan substansi terkait dengan berbagai resiko, seperti kehilangan reputasi akibat sengketa dengan konsumen yang tidak diselesaikan dengan cara terbaik dan up to date. Maraknya kegiatan bisnis, tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa ( dispute) antara pihak yang terlibat, baik antara pelaku bisnis satu dengan pelaku bisnis yang lain, atau pelaku bisnis dengan konsumennya. Sengketa pada bidang ekonomi syariah antara lain terkait dengan kontrak (perjanjian) yang dalam ekonomi syariah dikenal dengan istilah akad atau sengketa kepentingan antara lembaga keuangan dan pihak pengguna dana dapat pula disebabkan adanya perbedaan persepsi atau interpretasi mengenai kewajiban dan hak yang harus mereka penuhi. Untuk menjawab persoalan mendasar ini, para pelaku bisnis dan para pakar harus mencari model penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien

4 untuk menghadapi kegiatan bisnis yang free market and free competition. Dengan kata lain, harus ada satu lembaga khusus yang dapat diterima dunia bisnis dan memiliki sistem penyelesaian sengketa dengan mudah, cepat dan biaya murah (quick and lower in time and money to the parties), serta mampu menjaga reputasi pelaku bisnis (Suyud Margono, 2004: ii). Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang -Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) diperbolehkan. Selain itu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, secara tidak langsung membawa era baru dalam sejarah perkembangan hukum ekonomi di Indonesia. Salah satunya memberi kesempatan dan peranan hukum Islam dalam dunia ekonomi (b isnis). Kedua undang-undang tersebut melahirkan kesempatan untuk mendirikan lembaga alternatif penyelesaian sengketa yaitu arbitrase syariah yang diberi nama BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesi a) pada tanggal 21 Oktober 1993 yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selanjutnya pada Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia ditegaskan bahwa BAMUI adalah lembaga hakam (arbitrase sya riah) satu-satunya di Indonesia, yang kemudian mengubah nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional selanjutnya disebut Basyarnas. Basyarnas lahir ditengah kondisi yang tepat sebagai Lembaga arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dengan prinsip syariah bagi kegiatan usaha berbasis Islam. Penunjukan Basyarnas sebagai lembaga penyelesaian sengketa

5 adalah berdasarkan kontrak secara tertulis yang dibuat para pihak, baik yang dibuat sebelum timbul sengketa (factum de compromitendo) atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (akta kompromis). Perubahan mendasar dari segi hukum terhadap arbitrase yaitu dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang selanjutnya disebut UU No 30 tahun 1999. Hal ini merupakan terobosan baru bagi pembangunan hukum di Indonesia pada saat itu. Penelitian ini membahas Basyarnas sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa secara non litigasi disamping alternatif penyelesaian yang lain seperti musyawarah dan negoisasi. Lahirnya Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama selanjutnya disebut UU No 3 tahun 2006 yang menjadi dasar hukum bagi Pengadilan Agama dalam menangani sengketa ekonomi syariah. Berdasarkan Pasal 49 huruf i UU No 3 Tahun 2006 ditegaskan bahwa, Pengadilan Agama memiliki kewenangan dalam memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk ekonomi syariah. Saat ini telah dilakukan perubahan kedua Undang-Undang Peradilan Agama yaitu melalui Undang-Undang No 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 7 tahun 1989 selanjutnya disebut UU No 50 tahun 2009, namun hal ini tidak berpengaruh terhadap kewenangan Pengadilan Agama. Berkembangnya perbankan syariah melahirkan ide pembentukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang selanjutnya disebut UU No 21 tahun 2008. Dalam Pasal 55 ayat (1) UU No 21 Tahun 2008 tentang

6 Perbankan Syariah ditentukan bahwa apabila terjadi sengketa Perbankan Syariah, maka yang berwewenang mengadili adalah pengadilan dalam lingkup peradilan agama. Hal ini menjadi dasar hukum bagi perbankan syariah. Salah satu konsekuensi berkembangnya unit-unit usaha ekonomi syariah adalah terjadi sengketa antara para pihak, maka syarat dan prosedur dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah pada lembaga yang berkompetensi harus diatur secara tegas dan jelas. Pada Basyarnas hukum acara yang mengatur prosedur penyelesaian sengketanya adalah Peraturan Prosedur Basyarnas sedangkan pada Pengadilan Agama adalah hukum acara yang berlaku dan dipergunakan pada lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur secara khusus dalam UU No 3 tahun 2006 jo UU No 50 tahun 2009. Namun dalam hal ini masih dipertanyakan oleh masyarakat terkait kesiapan para hakim Pengadilan Agama untuk menangani sengketa ekonomi syariah, mengingat selama ini hakim-hakim tersebut hanya menangani sengketa perkawinan, waris, infaq, shadaqah, wakaf, hibah dan zakat. Masalah yang timbul dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah tidak hanya ada pada awal penangangannya saja tapi juga ada pada masalah eksekusi putusan. Pada tahun 2008 Mahkamah Agung menjawab keresahan masyarakat terkait masalah eksekusi putusan Basyarnas dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 8 Tahun 2008 selanjutnya disebut SEMA No 8 Tahun 2008, yang isinya kewenangan eksekutorial putusan Basyarnas ada pada Pengadilan Agama. Namun pada tahun 2009, dibuat Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang selanjutnya disebut UU No 48 Tahun 2009. Dalam

7 penjelasan Pasal 59 Ayat (1) dan (3) UU No 48 Tahun 2009, ditegaskan bahwa eksekusi putusan arbitrase (dalam hal arbitrase syariah) dilaksanakan berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri. Hal ini dapat membuat keresahan di masyarakat karena ada pertentangan di dalam undang-undang yang dibuat. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitan ini akan mengkaji dan membahas penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Basyarnas dan Pengadilan Agama, yang akan dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Pada Basyarnas dan Pengadilan Agama. B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Basyarnas dan Pengadilan Agama? Adapun pokok bahasan pada penelitian ini adalah: 1. Dasar Hukum kompetensi Basyarnas dan Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah; 2. Syarat dan prosedur penyelesaian sengketa ekonomi syariah pada Basyarnas dan Pengadilan Agama; 3. Eksekusi Putusan Basyarnas dan Putusan Pengadilan Agama. Ruang lingkup penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah dasar hukum kompetensi, syarat dan prosedur serta eksekusi putusan Basyarnas berdasarkan peraturan prosedur Basyarnas dan Pengadilan Agama berdasarkan peraturan yang terkait

8 dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Lingkup bidang ilmu adalah hukum keperdataan dalam kajian hukum Islam pada lembaga penyelesaian sengketa. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah memperoleh gambaran jelas, rinci dan sistematis tentang: 1. Dasar hukum kompetensi Basyarnas dan Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah; 2. Syarat dan Prosedur penyelesaian sengketa ekonomi syariah pada Basyarnas dan Pengadilan Agama; 3. Eksekusi Putusan Basyarnas dan Putusan Pengadilan Agama. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini meliputi 2 (dua aspek), yaitu: 1. Secara teoritis; Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk sumbangan pemikiran dalam rangka menambah khazanah keilmuan di bidang hukum keperdataan khususnya mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah. 2. Secara praktis; Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

9 a. Memperluas pengetahuan peneliti khususnya mengenai dasar hukum kompetensi Basyarnas dan Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah; b. Memberi gambaran kepada masyarakat mengenai dasar hukum kompetensi Basyarnas dan Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah; c. Memberi informasi kepada masyarakat pada umumnya, khususnya para pelaku bisnis syariah tentang prosedur menyelesaikan sengketa ekonomi syariah melalui Basyarnas dan Pengadilan Agama; d. Memberi informasi kepada masyarakat pada umumnya, khususnya para pelaku bisnis syariah tentang eksekusi putusan Basyarnas dan putusan Pengadilan Agama.