RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) ------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2014-2015. Masa Persidangan : II Rapat ke : Sifat : Terbuka. Jenis Rapat : RDP Hari/tanggal : Senin, 2 Februari 2015. Waktu : Pukul 14.14 s.d 17.55 WIB. Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Ketua Rapat : DR. H. M. Aziz Syamsuddin, SH./Ketua Komisi III DPR RI Sekretaris Rapat : Dra. Tri Budi Utami, M.Si/Kabag Set.Komisi III DPR-RI. Hadir : 41 orang anggota dari 54 orang anggota Komisi III DPR RI. Ijin : - orang anggota Komisi III DPR RI. Acara : Membicarakan mengenai : 1. Penjelasan BNN mengenai dukungan dan implementasi legislasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BNN berikut hambatan dan kendala yang dihadapi 2. Rencana strategis dan target BNN dalam implementasi Asean Drug Free 2015 di Indonesia, terutama dalam bidang kerja sama dengan Negara lain dan instansi terkait. I. PENDAHULUAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dibuka pukul 14.20 WIB oleh Ketua Komisi III DPR RI, DR. H. M. Aziz Syamsuddin, SH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN 1. Beberapa hal yang disampaikan kepada Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), diantaranya sebagai berikut : 1) Rencana strategis Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di seluruh bidang; target atau fokus
tujuan masing-masing, serta program-program yang menjadi prioritas; sehingga tercapai target penurunan angka prevalensi pengguna dan peredaran Narkoba dan tercapainya keberhasilan cita-cita program ASEAN Drug Free 2015. 2) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi BNN, baik legislasi yang masih menghadirkan hambatan atau kendala maupun kebutuhan dukungan legislasi. 3) Strategi koordinasi dengan instansi atau pihak terkait lain, Komisi III DPR RI meminta penjelasan Kepala BNN mengenai evaluasi terhadap seluruh bentuk Koordinasi dan Kerja sama yang telah terjalin dengan instansiinstansi terkait tersebut, baik tingkat efektivitas atau kebutuhan, maupun yang menimbulkan atau masih terdapat kendala, terutama dalam rangka pengawasan terhadap peredaran obat atau zat terlarang dan orientasi tindakan rehabilitasi bagi para pengguna Narkoba. 4) Efektivitas dan efisiensi kerja BNN di daerah yang dilakukan pula oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP), Komisi III DPR meminta penjelasan Kepala BNN terkait laporan efektivitas kinerja BNNP yang telah terbentuk. Demikian puka penjelasan terhadap kendala atau hambatan yang masih dihadapi. 5) Meminta penjelasan lebih lanjut pelaksanaan kinerja BNN yang telah berhasil menangkap 400 kg shabu-shabu dari Guangzhou, dan bandarbandar besar narkoba yang masuk ke Indonesia. 6) Bahwa peredaran narkoba di Indonesia banyak dikendalikan dari dalam lapas, sejauh mana BNN melaksanakan tugas dalam rangka mencegah berkembangnya narkoba jenis baru. 7) Meminta penjelasan BNN tentang langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengantisipasi beredarnya narkoba sampai ke pedesaan dan mengapa masuknya narkoba ke Indonesia dari negara lain begitu mudah. Bagaimana strategi untuk menghambat masuknya narkoba ke Indonesia. 8) Meminta penjelasan terkait dengan pengguna narkoba, setelah selama kurang lebih 6 bulan menjalani rehabilitasi, apabila masih banyak yang kembali menggunakan narkoba maka dapat dipastikan ada yang salah dari program rehabilitasi di BNN tersebut. 9) Bandar-bandar narkoba meskipun sudah divonis pidana mati, para bandar tersebut masih bisa melakukan bisnis narkoba dari dalam Lapas walaupun sudah dipasang jammer dan alat-alat lainnya tapi masih belum bisa dihentikan, bagaimana langkah BNN dalam mencegah peredaran narkoba di Lapas. 10) Bahwa Wilayah Kalimantan Barat yang merupakan perbatasan dengan Malaysia sangat rawan terhadap penyelundupan narkoba, apakah ada kerjasama khusus dengan pemerintah-pemerintah di wilayah perbatasan tersebut untuk mencegah masuknya narkoba ke Indonesia. 11) Bagaimana langkah BNN untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah masuknya narkoba ke Indonesia. 12) Bahwa tahun 2015 dicanangkan Indonesia bebas narkoba (berdasarkan Inpres pada tahun 2012), Indonesia bebas narkoba dengan penyalahgunaan narkoba di bawah 2,6 persen, bukan bebas sama sekali 2
dari narkoba, namun hingga saat ini Indonesia dinyatakan Darurat Narkoba, Bagaimana road map penanganan BNN untuk situasi darurat narkoba. 13) Pemberantasan dan penindakan atas kejahatan narkoba dilakukan oleh BNN dan Polri, sejauhmana koordinasi antara BNN dan Polri. 14) Hasil rampasan/sitaan dari kejahatan narkoba mempunyai nilai yang tinggi, meminta penjelasan BNN terkait penanganan barang sitaan narkoba. 15) Terkait dengan rehabilitasi para pengguna narkoba, bagaimana rehabilitasi terhadap pihak-pihak yang tidak mampu. 16) Tolok ukur keberhasilan BNN adalah turunnya jumlah penyalahgunaan narkoba, dalam input, proses, output itu harus dirinci lebih jelas, bagaimana cara BNN agar outputnya (jumlah penyalahguna) bisa menurun dengan anggaran yang sudah ada. 17) Terkait dengan BNNP di Kab/ Kota ternyata banyak juga yang belum terbentuk, bagaimana mekanisme payung hukum dan teknisnya yang telah disusun oleh BNN Pusat. 18) Dalam diskusi tentang bahaya narkoba dari perspektif penegakan hukum, hampir seluruh peserta pesimis melihat banyaknya oknum aparat penegak hukum yang terlibat. apakah BNN serius untuk memberantas narkoba. 19) Melihat banyaknya hambatan besar (perbedaan persepsi di antara lembaga-lembaga terkait), apabila masih ada hambatan, bagaimana bisa memerangi narkoba. Meminta penjelasan BNN bagaimana menata kelembagaan dan penempatan personil BNN. 20) Adanya persepsi yang berbeda dalam kerja sama antar kelembagaan, antar kelembagaan belum terbentuk. Seberapa jauh BNN bekerja sama dengan pihak media yang bisa dimanfaatkan untuk membangun mindset anti narkoba di kalangan muda. 21) Salah satu ketidakseriusan penegak hukum dalam pencegahan dan penanggulangan narkoba yaitu saat terjadi konflik di Aceh, aparat mampu menangkap para penyelundup senjata untuk masuk ke Aceh. Saat ini jalur tersebut juga digunakan untuk menyelundupkan narkoba ke Aceh, namun sampai saat ini masih banyak yang belum berhasil ditangkap. 22) Tren kejahatan narkoba masih terus meningkat, dalam perspektif kinerja BNN sudah disampaikan, namun keberhasilannya belum terlihat maksimal. Penangkapan masih bersifat konvensional, dibutuhkan yang lebih progresif untuk menanggulangi kejahatan narkoba ini. Apakah BNN perlu diberikan kewenangan tertentu untuk dilindungi dalam sebuah norma untuk dapat melakukan eksaminasi yang sifatnya tidak konvensional. 2. Beberapa hal yang disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), diantaranya sebagai berikut: 1) Langkah strategis dalam menghadapi ancaman permasalahan narkoba Melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi informasi pencegahan dan pemberantasan Penyalahgunaan narkotika kepada seluruh lapisan 3
masyarat dengan mengintegrasikan program Pencegahan penyalahgunaan narkoba ke dalam seluruh isu dan sektor pembangunan melalui konsep; Penganggaran berwawasan anti narkoba, kebijakan berbasis anti narkoba, mendorong pembangunan Karakter manusia, dengan memasukan nilai-nilai hidup sehat tanpa narkoba kedalam kurikulum Pendidikan dasar sampai lanjutan atas. Menumbuhkembangkan kepedulian dan kemandirian masyarakat dalam upaya pencegahan Penyalahgunaan narkoba dari tingkat desa/kelurahan, dengan mendorong relawan-relawan untuk Menjadi pelaku p4gn secara mandiri. Mengembangkan akses layanan rehabilitasi penyalah guna, korban penyalah guna narkoba yang terintegrasi dan berkelanjutan, serta mengoptimalkan peran K/L dalam pemanfaatan infrastruktur dan Sumber daya K/L. Mengungkap jaringan sindikat peredaran gelap narkotika dan menyita seluruh aset terkait kejahatan Narkotika. Dengan melakukan kerjasama dan kemitraan yg harmonis dengan penegak hukum baik didalam maupun luar negeri lainnya khususnya dalam mengungkap jaringan peredaran gelap narkoba. 2) Program yang menjadi prioritas dalam upaya penurunan prevalensi Penyalahgunaan narkoba: Peningkatan kapasitas P4GN di daerah; BNNP dan BNNK merupakan organisasi baru yang lahir setelah UU Narkotika Nomor 35 tahun 2009, sehingga kapasitasnya perlu ditingkatkan melakukan diseminasi informasi P4GN kepada masyarakat dengan pemanfaatan seluruh media baik cetak, elektronik, dan pemanfaatan media sosial. mengembangkan intelejen berbasis teknologi dalam upaya pemberantasan penyalahgunaan narkoba memperkuat interdiksi wilayah udara, laut, darat dan lintas darat, dengan mengoptimalkan sinergisitas dan koordinasi instansi terkait untuk mencegah masuknya narkotika ke wilayah Indonesia Penguatan lembaga rehabilitasi milik instansi pemerintah dengan mendorong mengoptimalkan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. melakukan rehabilitasi penyalah guna dan/atau pecandu narkotika di seluruh Indonesia Drug free asean 2015 adalah semangat negara - negara Asean dalam mengatasi ancaman narkoba. Indonesia bebas narkoba tahun 2015, targetnya bukan berarti tidak ada pengguna sama sekali atau zero prevalence, namun target prevalensi penyalah guna narkoba dibawah 2,8% atau kurang dari 5,6 juta. 3) Permasalahan perundang-undangan terkait dengan tugas pokok dan fungsi BNN : Secara umum, Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika merupakan UU yang Komprehensif, uptodate, dengan 4
semangat humanis terhadap penyalah guna dan keras terhadap pelaku peredaran gelap narkotika, sifat ini didasari oleh konvensi Internasional yang sampai saat ini masih berlaku dan di sahkan masing - masing dengan UU Nomor 8 tahun 1976 tentang Pengesahan Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan Protokol yang mengubahnya serta UU nomor 7 tahun 1997 tentang United Nations Conventions Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988, yang merupakan penegasan dan penyempurnaan atas prinsip prinsip dan ketentuan yang telah diatur dalam konvensi tunggal narkotika 1961 beserta protokol yang mengubahnya. Dalam UU Narkotika yang saat ini berlaku secara jelas menggambarkan dalam pasal-pasalnya bahwa dalam menangani penyalah guna narkotika dan dalam keadaan ketergantungan fisik maupun psikis, wajib direhabilitasi, sedangkan penyalahguna untuk diri sendiri diancam dengan pidana maksimal 4 tahun. kedua pasal ini sepertinya bertentangan, namun roh atau tujuan dari UU Narkotika No 35 tahun 2009 yang salah satu ayatnya berbunyi menjamin pengaturan rehabilitasi medis dan sosial bagi pecandu dan penyalah guna narkoba sehingga perdebatan terhadap pasal tersebut sudah ada jalan keluarnya, yaitu pecandu dan penyalah guna narkoba dijamin rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosialnya, apabila melaporkan diri ke rumah sakit yang ditunjuk (institusi penerima wajib lapor). bagi penyalah guna yang bermasalah dengan hukum, maka penempatan penyalah guna ke dalam tempat rehabilitasi statusnya sama dengan dihukum/ditahan, karena UU menyatakan masa menjalani rehabilitasi dihitung sama dengan masa menjalani hukuman. Selama ini para penyalah guna apabila tertangkap oleh penyidik diproses seperti layaknya seorang pengedar, mereka tidak dipilah - pilah, ditahan, diberkas dengan ancaman hukuman berlapis, dituntut dengan pasal berlapis pula, sehingga hakim yang memutus perkara penyalahgunaan dan dalam keadaan ketergantungan yang oleh uu disebut pecandu narkoba tidak dapat menggunakan kewenangan pada Pasal 103 UU no 35 tahun 2009 yaitu, memutuskan untuk menjalani rehabilitasi apabila terbukti bersalah, menetapkan menjalani rehabilitasi apabila tidak terbukti bersalah. Solusi terhadap permasalahan ini, telah dilakukan langkah - langkah koordinasi dengan para penegak hukum dan pengemban fungsi kesehatan maupun pengemban fungsi sosial, yang tergabung dalam forum mahkumjapol plus, kementrian kesehatan, kementrian sosial dan BNN. dari koordinasi tersebut telah disepakati dibuat peraturan bersama mengenai penanganan penyalah guna, pecandu dan korban penyalah guna narkotika, yang mengatur penempatan kedalam rehabilitasi bagi penyalah guna, pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang tertangkap. Peraturan tersebut membentuk tim asesmen terpadu yang bertugas memilah-milah peran mana penyalah guna murni, dan mana penyalahguna yang merangkap sebagai 5
pengedar, menentukan kadar ketergantungan dan rencana rehabilitasi serta merekomendasikan kepada penegak hukum. Dalam pelaksanaan kerjasama, BNN telah menjalin kerjasama kelembagaan dengan beberapa kementrian dan lembaga, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, parpol. jalinan kerjasama ini untuk memperkuat landasan yuridis terkait pelaksanaan teknis operasional program P4GN. meskipun sudah berjalan cukup baik, namun kerjasama kelembagaan masih harus dikembangkan dan diperkuat supaya lebih operasional dan bermanfaat maksimal. salah satu hambatan pelaksanaan kerjasama kelembagaan adalah adanya pandangan bahwa penanganan permasalahan narkoba merupakan urusan dan tanggungjawab BNN semata, padahal permasalahan narkoba sangat kompleks dan membutuhkan kontribusi serta peranan dari seluruh elemen bangsa baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil. 4) Secara umum pelaksanaan program P4GN di daerah berjalan dengan baik, political will pemda sangat besar terhadap program P4GN di daerah. antusiasme ini terlihat dari besarnya hibah anggaran daerah, usulan, dan dorongan vertikalisasi BNNK di wilayah kab/kota yang belum terbentuk. kualitas dan kuantitas aparatur bnn di daerah masih terbatas. mayoritas aparatur BNNP dan BNNK berstatus PNS pemda yang diperbantukan. perbedaan latar belakang dan budaya kerja organisasi sangat mempengaruhi pelaksanaan tugas P4GN. oleh karena itu, pengembangan kapasitas aparatur menjadi hal yang sangat penting. 5) Kejahatan narkoba tidak sama dengan kejahatan lainnya, lebih spesifik dan khusus, ditargetkan ASEAN bisa bebas narkoba tahun 2015 sudah direncanakan dapat diberantas apabila penggunanya direhabilitasi dan pengedarnya dihukum keras. 6) Penyalahgunaan narkoba sudah meningkat, namun rehabilitasi kurang menjadi perhatian, dengan seiring banyaknya pengguna yang dipenjara bukannya direhabilitasi. Hingga akhir tahun 2009 rehabilitasi digalakkan kembali, walaupun hanya 2000 orang pertahun. 7) Penyalahgunaan hukumnya wajib direhabilitasi, namun juga diancam secara pidana. Dengan adanya rehabilitasi tidak membuat jumlah penyalahgunaan narkoba menurun. 8) BNN mengambil langkah rehabilitasi 100.000 penyalahguna walaupun sampai saat ini belum ada tempat rehabilitasi. BNN berencana untuk menggandeng rumah sakit, lembaga rehabilitasi di daerah-daerah, dan menggunakan barak TNI yang ada juga akan bekerja sama denga Kementrian Kesehatan dll. 9) BNN sangat serius untuk memberantas narkoba. Narkoba bukan kejahatan konvensional, namun lebih dari itu, di mana korban juga dikenakan dengan pidana. Dalam UU Nonor 35 tahun 2009 jelas mengatur mengenai rehabilitasi, namun praktiknya tetap banyak yang dijatuhi pidana. Penjatuhan pidana tidaklah menyelesaikan masalah. 10) BNN mengharapkan Komisi III DPR RI memberikan dukungan pelaksanaan tugas BNN dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba, 6
narkoba bukan kejahatan biasa sehingga harus diperlakukan dengan berbeda. 3. Jawaban Kepala BNN atas pertanyaan Anggota Komisi III DPR RI secara lengkap akan sampaikan secara tertulis, selambat-lambatnya sebelum tanggal 18 Februari 2015. 4. Komisi III DPR RI menyampaikan kepada Kepala BNN beberapa surat masuk dari masyarakat yang disampaikan kepada Komisi III DPR RI menyangkut permasalahan yang terkait dengan tugas dan wewenang Kepala BNN, untuk dapat ditindaklanjuti dan selanjutnya dapat disampaikan perkembangannya kepada Komisi III DPR RI pada Masa Sidang berikutnya. III. KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) mengambil kesimpulan/keputusan, sebagai berikut : Komisi III DPR RI mendesak BNN untuk mengoptimalkan program pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Narkotika, serta meningkatkan koordinasi dan kerja sama yang sinergis dengan seluruh instansi-instansi terkait dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengawasan dan upaya menurunkan angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. Rapat ditutup pukul 16.55 WIB PIMPINAN KOMISI III DPR RI 7