PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN DI KABUPATEN BANGLI

dokumen-dokumen yang mirip
URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya yang

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PERBANDINGAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKAYANG ANTARA METODE AHP DENGAN METODE BINA MARGA

APLIKASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan,

PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN

ANALISA KELAIKAN FUNGSI JALAN BERDASARKAN PENDEKATAN KUANTITATIF AHP (Studi Kasus : Jalan Lobak Kota Pekanbaru)

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN/KOTA DI KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

BAB 2 LANDASAN TEORI

STUDI PERBANDINGAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN PROVINSI DI SUMATERA BARAT

PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKULU UTARA ROAD MANAGEMENT PRIORITY IN KABUPATEN BENGKULU UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENGKAKAN BIAYA KONSTRUKSI (COST OVERRUN)

ANALISA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN DI KABUPATEN LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Kudus Dengan Metode Analytical Hierarchy Process

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB 3 METODE PENELITIAN

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TURUNNYA MINAT PENUMPANG ANGKUTAN KOTA DI TERMINAL UBUNG DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI UNTUK PERJALANAN KULIAH

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

ANALISIS PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN KEGIATAN PENINGKATAN JALAN KOTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

STUDI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KECAMATAN KAPUAS KABUPATEN SANGGAU DENGAN MENGGUNAKAN METODE MULTI KRITERIA

Nany Helfira, Manyuk Fauzi, Ari Sandhyavitri

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Kata kunci: Pelabuhan Padangbai-Bali, Karakteristik Parkir, Kebutuhan Ruang Parkir.

PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN DI KOTA CIANJUR

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

Gambar 4. Tahapan kajian

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PRIORITAS PERBAIKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. oleh Deny Irawan NIM:

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

STUDI ALTERNATIF LOKASI LAHAN TERMINAL BUS KOTA SABANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata Kunci : Strategi penanganan, risiko biaya kontrak, SWOT. iii

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PROYEK PEMBANGUNAN PERUMAHAN AKASIA RESIDENCE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENENTUAN SKALA PRIORITAS PEMILIHAN PERKERASAN PENINGKATAN JARINGAN JALAN DI PROPINSI KALIMANTAN UTARA DENGAN AHP

Penentuan Prioritas Pemeliharaan Bangunan Gedung Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten OKU

ANALISA PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ( AHP ) STUDI KASUS : KUALA NAMU - MEDAN

Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ANALISIS PRIORITAS FAKTOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI DI KABUPATEN BADUNG TUGAS AKHIR

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Penyebaran Kuisioner

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengertian Metode AHP

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN NILAI EKONOMI LAHAN

III. METODE PENELITIAN

PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK UNS UNTUK MENDUKUNG PROGRAM GREEN CAMPUS

BAB 2 LANDASAN TEORI

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 2 : , September 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

ANALISIS METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) BERDASARKAN NILAI CONSISTENCY RATIO TESIS IMAM MUSLEM R

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

Transkripsi:

1 TESIS PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN DI KABUPATEN BANGLI I DEWA AYU NGURAH ALIT PUTRI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

2 TESIS PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN DI KABUPATEN BANGLI I DEWA AYU NGURAH ALIT PUTRI NIM : 0791561055 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

3 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan Kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Maha Esa, atas karunia dan rakhmat-nya maka penulis dapat menyusun Tesis dengan judul Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Di Kabupaten Bangli Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi strata dua Program Megister Teknik Sipil Universitas Udayana. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak I Putu Alit Suthanaya, ST.,MEng,Sc.,Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Ir. Dewa Ketut Sudarsana, MT selaku Dosen Pembimbing II, yang dengan sabar membimbing dan memberikan petunjuk dalam penyusunan Tesis ini. Terimakasih kepada Bapak Kadis Bina Marga DPU Kab.Bangli, Kabid Bina Marga DPU Kab.Bangli dan Bapak Ketua Bappeda Kab.Bangli yang sangat membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Terimakasih kepada rekan-rekan kuliah dan karyawan Program Magister Teknik Sipil Universitas Udayana atas dukungan bantuan dan kerjasamanya. Terimakasih yang tak ternilai kepada ayah dan ibu serta saudara yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu atas bantuannya dalam penyusunan Tesis ini. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari sempurna, untuk itu masih perlu mendapatkan masukan, kritik dan saran dari pembaca atas tulisan ini sehingga menjadi sempurna. Denpasar, 8 Juni 2011

4 PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN DI KABUPATEN BANGLI ABSTRAK Jalan Kabupaten merupakan prasarana transportasi yang penting dalam pertumbuhan pembangunan sosial dan ekonomi. Kabupaten Bangli yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Bali, terdiri atas 4 (empat) kecamatan dan memiliki panjang jalan kabupaten 73.823 Km dan terbagi dalam 369 ruas jalan. Dengan keterbatasan dana sulit menentukan prioritas penanganannya, sehingga banyak ditemukan ketimpangan seperti banyaknya jalan yang belum mendapat penanganan dan wilayah Bangli timur hanya sebagian kecil yang mendapat penanganan. Dengan demikian perlu mengkaji metode penetapan prioritas penanganan jalan sesuai kebutuhan masyarakat. Pada penentuan prioritas dengan berdasarkan SK No. 77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990, dapat diperoleh bahwa urutan prioritas tertinggi adalah jalan dengan nilai LHR dan NPV tertinggi demikian sebaliknya nilai LHR rendah dengan NPV yang rendah akan memperoleh hasil perhitungan skala prioritas dengan urutan rendah. Sedangkan penentuan skala prioritas dengan bantuan metode Analytical Hierarcy Process (AHP) dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai faktor yaitu : kondisi jalan, volume lalu lintas, manfaat ekonomi, kebijakan dan aspek tata guna lahan. Berdasarkan penentuan urutan/skala prioritas penanganan jalan dengan metode AHP diperoleh tingkat kepentingan dengan bobot masing-masing kriteria yang dipakai untuk menentukan prioritas penanganan jalan. Adapun bobot masing-masing kriteria diurut berdasarkan urutannya yaitu : kondisi jalan (23,9%), volume lalu lintas (22,9%), ekonomi (22,8%), tata guna lahan (15,3%) dan kebijakan (15,1%). Perolehan urutan prioritas penanganan jalan dengan metode AHP pada penelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal ini disebabkan tidak hanya mengutamakan nilai NPV tetapi adanya kombinasi beberapa faktor kriteria. Beberapa perubahan tersebut terlihat pada ruas jalan yang LHRnya kecil, dengan nilai NPV rendah tetapi dibutuhkan masyarakat memperoleh urutan skala prioritas tinggi.

5 Berdasarkan hasil perbandingan dari kedua metode, metode AHP disarankan untuk digunakan karena beberapa aspek dan kriteria dapat dikombinasikan sehingga urutan prioritas dapat menggambarkan kebutuhan masyarakat dengan baik. Kata kunci : Jalan kabupaten, prioritas penanganan, metode AHP. DETERMINATION OF REGENCIAL ROAD HANDLING PRIORITY IN BANGLI REGENCY ABSTRACT Regencial road is an important transport infrastructure to support social and economic development. Bangli Regency is one of the regencies in Bali Proivince, wich consists of 4 ( four) district and has 73.823 km length of regencial road, divided into 369 road section. It is difficult to determine road handling priority because of limited availability of funding. Unbalance road development was found such as lack of road development in the eastern of Bangli. Therefore, it is required to study suitable method that can be applied to determine road handling priority. In determining road handling priority based on SK No.77 Dirjen Bina Marga 1990, it was found that road section wich has hight priority is the road with the highest AADT and NPV value and vice versa. In determining road handling priority based on AHP method, several factors were considered such as road condition, traffic volume, economic benefid, policy and land use factor. Determination of road handling priority based on AHP method, it was found the weighting of each criteria i.e road condition (23,9%), traffic volume (22,9%), economic (22,8%), land use (15,3%) and Policy (5,1%). It was found that the road handling priority based on AHP Method, 1990 because was different from Sk No.77 Dirjen Bina Marga. Considering several factors as mentioned above. It was found that although having low AADT and NPV values, several road section had a high priority because required by the communities. Based on the comparison of the two methods, it is recommended to use AHP method because several aspects and criterias can be combined. Therefore the rank of priority obtained may closely represent community requirement.

6 Keyword : regencial road, handling priority, AHP Method. DAFTAR ISI Hal Sampul Dalam... i Prasyarat Gelar... ii Lembar Persetujuan...... iii Lembar Panitia Penguji Tesis... iv Ucapan Terima Kasih... v Abstrak... vi Abstract... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN...... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian...... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7 1.6 Sistematika Penulisan... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10 2.1 Pengertian Jalan...... 10 2.2 Klasifikasi Jalan... 10

7 2.2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya... 10 2.2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Muatan Sumbu... 11 2.2.3 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Administrasi Pemerintahan. 12 2.3 Volume Lalu Lintas... 14 2.4 Penanganan Jalan... 15 2.4.1 Pekerjaan Berat... 16 2.4.2 Pemeliharaan Jalan... 17 2.2.3 Pekerjaan Penyangga dan Pekerjaan Darurat Jalan.... 18 2.5 Sumber Dana Penanganan Jalan... 19 2.6 Kebijakan Penanganan Jalan... 19 2.6.1 Metode-Metode Dalam Pengambilan Keputusan... 21 2.7 Tata Guna Lahan... 23 2.8 Penentuan Skala Prioritas Berdasarkan SK. No.77, Tahun 1990... 25 2.9 Penentuan Skala Prioritas dg Metode Analytical Hierarcy Process. 25 2.9.1 Penentuan Prioritas... 31 2.9.2 Proses-proses dalam Metode Analytical Hierarcy Process... 32 2.9.3 Matrik Perbandingan Berpasangan... 33 2.9.4 Perhitungan Bobot Elemen... 34 2.9.5 Perhitungan Konsistensi... 36 2.9.6 Pembobotan Kriteria Total Responden... 39 2.9.7 Model Matematis... 39 2.10 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel... 40 2.10.1 Teknik Sampling Dalam Pengambilan Sampel... 41 2.11 Kuisioner... 45 2.11.1 Petunjuk Pembuatan Kuisioner... 45 2.11.2 Isi Pertanyaan... 46 2.11.3 Jenis Pertanyaan... 47 2.11.4 Skala Pengukuran Kuisioner... 47 2.12 Jenis Penelitian... 49

8 BAB III METODE PENELITIAN... 50 3.1 Tahapan Penelitian... 50 3.2 Studi Pendahuluan... 52 3.3 Latar Belakang dan Rumusan Masalah... 53 3.4 Tujuan Penelitian... 54 3.5 Pengumpulan Data... 54 3.5.1 Pengumpulan Data Sekunder... 55 3.5.2 Pengumpulan Data Primer... 58 3.6 Variabel Penelitian... 59 3.7 Analisis Data... 61 BAB IV DESKRIPSI DATA... 62 4.1 Gambaran Umum dan Letak Geografis... 62 4.2 Prasarana Jalan... 62 4.3 Hasil Penilaian Responden... 63 4.3.1 Jawaban Terhadap Penilaian pada Level 2 (Kriteria)... 65 4.3.2 Jawaban Terhadap Penilaian pada Level 3 (Sub Kriteria)... 66 BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 74 5.1 Penyusunan Hirarki dan Bobot... 74 5.1.1 Struktur Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten... 74 5.1.2 Bobot Penilaian Kriteria... 76 5.1.3 Perhitungan Bobot Sub Kriteria... 82 5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Kondisi Jalan... 82 5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Volume Lalulintas. 86 5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Ekonomi... 89 5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Kebijakan... 91 5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Tata Guna Lahan... 94 5.2 Penerapan Bobot Kriteria untuk Penanganan Jalan... 99

9 5.2.1 Data Kondisi Jalan... 99 5.2.2 Data Volume Lalu Lintas... 101 5.2.3 Data Ekonomi... 101 5.2.4 Data Kebijakan... 102 5.2.5 Data Tata Guna Lahan... 103 5.3 Penerapan Bobot Sub Kriteria untuk Penanganan Jalan... 104 5.3.1 Penerapan Bobot Sub Kriteria Kondisi Jalan... 104 53.2 Penerapan Bobot Sub Kriteria Volume Lalu Lintas... 106 5.3.3 Penerapan Bobot Sub Kriteria Ekonomi... 108 5.3.4 Penerapan Bobot Sub Kriteria Kebijakan... 109 5.3.5 Penerapan Bobot Sub Kriteria Tata Guna Lahan... 104 5.3.6 Perhitungan Skal Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode AHP... 112 5.4 Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Berdasarkan SK. No.77, Dirjen Bina Marga Tahun 1990... 115 5.5 Perbandingan Hasil Skala/Urutan Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten antara Berdasarkan SK. No.77, Tahun 1990 dengan Metode AHP... 116 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 119 6.1 Simpulan... 119 6.2 Saran... 124 DAFTAR PUSTAKA... 125

10 LAMPIRAN... 127 LAMPIRAN A PETA WILAYAH STUDI... 127 LAMPIRAN B KUISIONER... 129 LAMPIRAN C DATA SEKUNDER ( Data Penganganan Jalan Kabupaten di Kab. Bangli)... 150 LAMPIRAN D ANALISIS DATA (Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Bangli)... 159

11 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 : Abstraksi Susunan Hirarki Keputusan... 32 Gambar 2.2 : Konsistensi Matrik... 37 Gambar 3.1 : Langkah-langkah Penelitian... 52 Gambar 3.2 : Penyusunan Level Hirarki Penanganan Jalan... 61 Gambar 5.1 : Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten... 75 Gambar 5.2 : Matrik Nilai Eigen Maximum Kriteria... 80 Gambar 5.3 : Matrik Nilai Eigen Maximum Kondisi Jalan... 84 Gambar 5.4 : Matrik Nilai Eigen Maximum Volume Lalu Lintas... 88 Gambar 5.5 : Matrik Nilai Eigen Maximum Ekonomi... 90 Gambar 5.6 : Matrik Nilai Eigen Maximum Kebijakan...... 93 Gambar 5.7 : Matrik Nilai Eigen Maximum Tata Guna Lahan... 96 Gambar 5.8 : Bobot Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten... 98 Gambar A.1 : Peta Wilayah Studi... 127 Gambar A.2 : Peta Jaringan Jalan Kabupaten Bangli... 128

12 DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 : Perbandingan Matrik Perbandingan Berpasangan... 32 Tabel 2.2 : Perbandingan Kriteria Berpasangan... 34 Tabel 2.3 : Matrik Perbandingan Berpasangan Bobot Elemen... 35 Tabel 2.4 : Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan... 35 Tabel 2.5 : Random Indeks... 38 Tabel 4.1 : Jumlah Ruas Jalan dan Panjang Jalan Kabupaten Bangli... 63 Tabel 4.2 : Rekapitulasi Jawaban Responden tentang Kriteria... 65 Tabel 4.3 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria Kondisi Jalan... 67 Tabel 4.4 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria Volume Lalu Lintas... 69 Tbel 4.5 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria Ekonomi... 70 Tabel 4.6 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria Kebijakan... 71 Tabel 4.7 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria Tata Guna Lahan... 72 Tabel 5.1 : Skala Perbandingan Penilaian Kriteria... 77 Tabel 5.2 : Matrik Awal Sub Kriteria... 79 Tabel 5.3 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas Kriteria...... 80 Tabel 5.4 : Bobot Kriteria Penanganan Jalan Kabupaten... 81 Tabel 5.5 : Skala Perbandingan Penilaian Kondisi Jalan... 82 Tabel 5.6 : Matrik Awal Sub Kondisi Jalan... 84 Tabel 5.7 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas Kondisi Jalan.... 84 Tabel 5.8 : Bobot Sub Kriteria Kondisi Jalan... 85 Tabel 5.9 : Skala Perbandingan Penilaian Volume Lalu Lintas... 86 Tabel 5.10 : Matrik Awal Sub Volume Lalu Lintas... 87 Tabel 5.11 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas Volume Lalu Lintas... 87 Tabel 5.12 : Bobot Sub Kriteria Volume Lalu Lintas... 88

13 Tabel 5.13 : Skala Perbandingan Penilaian Ekonomi... 89 Tabel 5.14 : Matrik Awal Sub Ekonomi... 90 Tabel 5.15 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas Ekonomi... 90 Tabel 5.16 : Bobot Sub Kriteria Ekonomi... 91 Tabel 5.17 : Skala Perbandingan Penilaian Kebijakan... 92 Tabel 5.18 : Matrik Awal Sub Kebijakan... 92 Tabel 5.19 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas Kebijakan... 93 Tabel 5.20 : Bobot Sub Kriteria Kebijakan... 94 Tabel 5.21 : Skala Perbandingan Penilaian Tata Guna Lahan... 95 Tabel 5.22 : Matrik Awal Sub Tata Guna Lahan... 95 Tabel 5.23 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas Tata Guna Lahan... 96 Tabel 5.24 : Bobot Sub Kriteria Tata Guna Lahan... 97 Tabel 5.25 : Penilaian Tingkat Keerusakan Jalan Kabupaten... 100 Tabel B.1 : Daftar Peserta Responden... 149 Tabel C.1 : Penuntun Manfaat Lalu Lintas Rendah... 150 Tabel C.2 : Penuntun Manfaat Lalu Lintas Tinggi... 151 Tabel C.3 : Data Penanganan Jalan Kabupaten (Kondisi Baik)... 152 Tabel C.4 : Data Penanganan Jalan Kabupaten (Kondisi Sedang)... 154 Tabel C.5 : Data Penanganan Jalan Kabupaten (Kondisi Rusak)... 158 Tabel D.1 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Berdasarkan SK No.77/BM/1990 (Kondisi Baik)... 159 Tabel D.2 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Berdasarkan SK No.77/BM/1990 (Kondisi Sedang)... 161 Tabel D.3 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Berdasarkan SK No.77/BM/1990 (Kondisi Rusak)... 165 Tabel D.4 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode AHP (Kondisi Baik)... 166 Tabel D.5 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode AHP (Kondisi Sedang)... 168 Tabel D.6 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

14 dengan Metode AHP (Kondisi Rusak)... 172 Tabel D.7 : Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten antara Metode SK No.77 dengan Metode AHP (Kondisi Baik)... 173 Tabel D.8 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode AHP (Kondisi Sedang)... 175 Tabel D.9 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode AHP (Kondisi Rusak)... 179

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diterbitkannya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Pemberian kewenangan yang luas tersebut memerlukan koordinasi dan pengaturan yang lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah maupun pembangunan antar daerah. Hal ini merupakan respon pemerintah terhadap aspirasi yang muncul baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dengan tujuan agar pelaksanaan otonomi daerah semakin baik. Salah satu penyerahan wewenang tersebut sebagai pendukung Peraturan Pemerintah yang terdahulu yaitu PP No. 14 Tahun 1988 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang Pekerjaan Umum kepada daerah. Dengan adanya penyerahan sebagian urusan pemerintahan khususnya di bidang Pekerjaan Umum, Pemerintah Kabupaten Bangli telah mengadakan berbagai usaha untuk melaksanakan otonomi daerah sebaik mungkin, salah satunya adalah perbaikan prasarana transportasi jalan, dimana Kabupaten Bangli

16 memiliki 369 ruas jalan jalan kabupaten, dengan panjang jalan keseluruhan 731.823 km yang tersebar di 4 (empat) kecamatan. Dalam perkembangan pembangunan selanjutnya di Kabupaten Bangli perlu dilakukan pemerataan pembangunan di segala bidang, sehingga sangat diperlukan faktor-faktor pendukung seperti tersedianya jalan yang stabil dan selalu mendapat penanganan, karena bila kondisi jalan tidak ditangani secara tepat tidak akan mencapai umur rencana. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bangli Tahun 2006-2010, penanganan jalan saat ini dilakukan terhadap jalan Kabupaten sepanjang 238.799 km. Adapun beberapa program yang dicanangkan yaitu: pemeliharaan, pembangunan dan peningkatan serta rehabilitasi jalan dan jembatan. Untuk melaksanakan RPJMD tersebut, sangat diperlukan penentuan skala prioritas penanganan jalan yang tepat dan perhitungan yang matang, agar tujuan dapat tercapai serta tidak mengurangi kualitas pekerjaan. Adapun pelaksanaan program prasarana jalan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bangli periode Tahun Anggaran 2008 sampai dengan 2010 secara keseluruhan sepanjang 178.939 km sebanyak 201 ruas. Pelaksanaan kegiatan tersebut sebagian besar terletak di Kecamatan Kintamani dan di Kecamatan Bangli.

17 Dengan memperhatikan pelaksanaan penanganan jalan di Kabupaten Bangli, banyak terjadi ketimpangan ketimpangan, seperti: banyaknya jalan yang belum mendapat penanganan baik pemeliharaan maupun peningkatan, aspirasi masyarakat melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat desa dan kecamatan hanya sebagian kecil yang direalisasikan dalam APBD dan penentuan skala prioritas yang telah dilakukan selama ini masih didominasi kebijaksanaan pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan yaitu memprioritaskan penanganan proyek jalan yang belum mendapat penanganan dengan mengesampingkan kriteria teknis, manfaat dan biaya. Pedoman perencanaan jalan selama ini yang digunakan dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten berdasarkan SK.No.77, Dirjen Bina Marga, Tahun 1990, yaitu berdasarkan data Lalu Lintas Harian Rata (LHR) dan Nilai Net Present Value (NPV) saja. Hal ini kurang tepat karena hasil prioritas penanganan jalan yang dilaksanakan selama ini menyimpang dari hasil prioritas sebagaimana prioritas penanganan jalan yang didapat dari Surat Keputusan. No.77, Dirjen Bina Marga yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena kompleksnya permasalahan di lapangan yang dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti: kondisi jalan (yang ditentukan berdasarkan hasil survey Bidang Bina Marga), lalu lintas harian rata-rata (LHR), kebijakan (kewenangan kepala daerah yang dilakukan saat Musrenbang Kabupaten maupun saat pengesahan di provinsi serta Anggaran Biaya Tambahan/ABT), aspirasi masyarakat (pemerataan

18 penanganan jalan di tiap-tiap kecamatan), dana anggaran (besaran biaya yang dibutuhkan dalam penanganan jalan) dan aspek tata guna lahan. Maka dari itu diperlukan sebuah metode yang dapat menampung semua aspek tersebut dan dapat mengantisipasi ketimpangannya. Selanjutnya diharapkan dapat mengurangi permasalahan dan disusun urutan penanganan jalan yang sesuai kebutuhan, sebagaimana hasil perumusan terhadap penentuan prioritas penanganan jalan kabupaten yang telah dilaksanakan di Kabupaten Badung (Suyasa, 2007) dan di Kabupaten Gianyar (Karya, 2004). Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Suyasa (2007), yang bertujuan untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Badung dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Adapun faktor kriteria yang digunakan ada 4 (empat) faktor kriteria yaitu kondisi jalan, volume lalu lintas, ekonomi dan kebijakan. Adapun hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan dalam penentuan skala prioritas jalan secara hirarki diharapkan akan memberikan hasil yang lebih representatif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suyasa(2007) dan Karya (2004) dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) maka dalam penelitian ini, akan dikaji skala prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli dengan metode AHP. Berbeda dengan dengan penelitian sebelumnya, dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten selain faktor kondisi jalan, faktor volume lalu lintas, faktor ekonomi dan faktor kebijakan juga disertakan

19 fakor tata guna lahan. Hasil analisis penentuan skala prioritas penanganan jalan dari metode AHP akan dibandingkan dengan analisis berdasarkan pedoman perencanaan jalan kabupaten yaitu SK No.77 KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga. Dari hasil perbandingan kedua metode tersebut diharapkan akan diperoleh suatu kesimpulan metode mana yang lebih representaif yang dapat digunakan dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli di masa yang akan datang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan kondisi seperti yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimanakah urutan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Bangli berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga? 2. Bagaimanakah urutan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Bangli berdasarkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)? 3. Bagaimanakah perbandingan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)? 4. Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)?

20 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menentukan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga. 2. Menentukan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). 3. Membandingkan hasil urutan prioritas penanganan jalan kabupaten berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). 4. Mengetahui kelebihan dan kelemahan penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat dibedakan atas 2 (dua) sudut pandang yaitu sudut pandang pemerintah dan sudut pandang masyarakaat. 1. Dari sudut Pemerintah Kabupaten Bangli sebagai acuan dalam manentukan skala prioritas penanganan jalan kabupaten.

21 2. Dari sudut masyarakat dapat memberi gambaran yang jelas tentang penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli dan diharapkan dapat mengoptimalkan partisipasi masyarakat. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan tujuan memberi arah yang lebih baik dan jelas. Dalam hal ini batasan permasalahan adalah sebagai berikut : 1. Data jalan kabupaten yang digunakan pada penelitian tesis ini adalah data jalan kabupaten di Kabupaten Bangli tahun anggaran 2008-2010. 2. Penentuan skala prioritas dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan metode SK.No.77 Dirjen Bina Marga Tahun 1990. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini meliputi : 1. Bab I Pendahuluan : Pada Bab I Pendahuluan, akan diuraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, ruang lingkup dan sistematika penulisan. 2. Bab II Tinjauan Pustaka :

22 Pada Bab II atau pada Tinjauan Pustaka, akan diuraikan tentang teori, atau pendekatan teori, proposisi dan konsep yang relevan untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Bab III Metode Penelitian : Pada Bab III atau pada Metode Penelitian, akan diuraikan tentang rancangan dan diagram alir penelitian, lokasi dan objek penelitian, sumber data, serta responden penelitian. 4. Bab IV Deskripsi data : Pada Bab IV atau pada Deskripsi Data, akan diuraikan tentang data yang akan diperlukan/dipergunakan, proses pengumpulan data tersebut, serta hasil pengumpulan data dalam bentuk rekapitulasi dan kompilasi data sesuai kebutuhan data dalam gambar dan tabel. Khusus hasil pengumpulan data yang ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel yang tidak dapat ditampilkan pada 1 (satu) halaman yang tersedia maka data tersebut akan ditampilkan pada bagian lampiran. 5. Bab V Analisis Data dan Pembahasan : Pada Bab V atau pada Analisis Data dan Pembahasan ini, akan diuraikan tentang proses penyelesaian rumusan masalah yang telah dirumuskan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan teori, atau

23 pendekatan teori, propisisi, konsep yang telah diuraikan pada Bab II (Tinjauan Pustaka) dan Bab III (Metode Penelitian) dengan data masukan sebagaimana yang diuraikan, direkapitulasi dan dikompilasi pada Bab IV (Deskripsi Data). Sebagaimana halnya pada Bab IV, bilamana ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar yang mana hasil analisis penelitian dalam bentuk gambar dan tabel yang tidak dapat ditampilkan pada 1 (satu) halaman yang tersedia maka hasil penelitian tersebut akan ditampilkan pada bagian lampiran. 6. Bab VI Simpulan dan Saran : Pada Bab VI atau pada Simpulan dan Saran, akan diuraikan intisari dari hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas. Simpulan dalam penelitian ini merupakan rangkuman jawaban atas rumusan masalah. Sedangkan saran dalam penelitian ini merupakan anjuran tentang prospek dari hasil penelitian dalam penerapannya dimasyarakat sebagai hasil yang bersifat applicable. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Menurut Undang Undang RI No.22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada dibawah permukaan tanah, diatas pemukaaan tanah, dibawah permukaan air, serta diatas pemukaan air,

24 kecuali jalan rel dan jalan kabel. Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pembangunan semua satuan wilayah pengembangan, dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah. Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah lainnya. 2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan UU RI No.22 Tahun 2009, jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 2.2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya Pengelompokan jalan menurut fungsinya dapat dibedakan atas : 1. Jalan Arteri Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi dengan berdaya guna. 2. Jalan Kolektor Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

25 2.2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Muatan Sumbu Untuk keperluan pengaturan penggunaan jalan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yaitu : 1. Jalan Kelas I Yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 10 ton. 2. Jalan Kelas II Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8 ton. 3. Jalan Kelas III Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8 ton. 4. Jalan Kelas Khusus

26 Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton. Disebutkan pula bahwa volume lalu lintas adalah jumlah kendaraaan yang melewati suatu titik pengamatan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Satuan volume yang umum digunakan dalam perhitungan LHR (Lalu lintas harian ratarata) adalah smp. 2.2.3 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Administrasi Pemerintahan Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian jalan berdasarkan wewenang Pembinaan Jalan. Menurut PP No.26 tahun 1985 tentang jalan, pengelompokan berdasarkan wewenang tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jalan Nasional Adalah jalan menghubungkan antar ibukota provinsi, yang memiliki kepentingan strategis terhadap kepentingan nasional di bawah pembinaan menteri atau pejabat yang ditunjuk, diantaranya: a. Jalan arteri primer, berfungsi melayani angkutan utama yang merupakan tulang punggung transportasi nasional yang menghubungkan pintu gerbang utama (pelabuhan utama dan Bandar udara kelas utama). b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar provinsi. c. Jalan yang mempunyai nilai strategis kepentingan nasional. 2. Jalan Provinsi

27 Adalah jalan dibawah pembinaan provinsi atau instansi yang ditunjuk, diantaranya adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya. 3. Jalan Kabupaten Adalah jalan dibawah pembinaan kabupaten atau instansi yang ditunjuk diantaranya : a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional atau provinsi. b. Jalan lokal primer. c. Jalan yang memiliki strategis untuk kepentingan kabupaten. 4. Jalan Kotamadya Adalah jalan dibawah pembinaan kotamadya, diantaranya jalan kota dan sekunder dalam kota. 5. Jalan Desa Adalah jalan dibawah pembinaan desa yaitu : jalan sekunder yang ada di desa. 6. Jalan Khusus Adalah jalan dibawah pembinaaan pejabat atau instansi yang ditunjuk yaitu jalan yang dibangun secara khusus oleh instansi atau kelompok.

28 2.3 Volume lalu lintas Menurut Pedoman Pengumpulan data lalu lintas jalan Direktorat Jendral Perhubungan Darat Departemen Perhubungan (1999), Pada moda transportasi darat pergerakan lalu lintas dikelompokkan berdasarkan atas beberapa hal, diantaranya berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan akan ada pergerakan dengan kendaraan bermotor dan tanpa kendaraan bermotor. Pergerakan dengan kendaraan bermotor dikelompokkan atas beberapa hal diantarannya berdasarkan kepemilikannya yang dikelompokan menjadi pergerakan dengan kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Berdasarkan jenis muatan yang dipindahkan akan ada pergerakan angkutan barang dan pergerakan angkutan orang. Dalam survey tahunan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bangli dilakukan survey terhadap jumlah volume lalu lintas masing-masing kendaraan diantaranya : truk ringan, truksedang/berat, kendaraan roda empat dan sepeda motor. Adapun salah satu tujuan dalam survey tahunan tersebut adalah untuk mendapatkan volume lalu lintas harian rata-rata (LHR). 2.4 Penanganan Jalan Menurut SK No. 77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990 (modul 1. Gambaran umum, halaman 6), jaringan jalan dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu : 1. Jalan dengan kondisi yang mantap (stabil ) adalah jalan yang selalu dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun, terutama yang kondisinya sudah baik/sedang yang hanya memerlukan pemeliharaan.

29 2. Jalan dengan kondisi tidak mantap adalah jalan yang tidak dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun, terutama kondisinya rusak/rusak berat yang memerlukan pekerjaan berat (rehabilitasi, perbaikan, konstruksi) termasuk jalan tanah yang saat ini tidak dapat dilewati kendaraan roda 4. Pada prinsipnya, semua kondisi jalan yang mantap setiap tahunnya harus mendapat prioritas untuk ditangani dengan pemeliharaan rutin dan berkala. Untuk itu informasi survei terbaru diperlukan dalam menentukan kebutuhan teknis yang tepat, yang biasanya disebut survei tahunan. Survei tahunan sangat perlu dilakukan untuk memperbaharui informasi inventarisasi jalan sebagai bagian dari prosedur perencanaan pemeliharaan tahunan. Untuk keperluan perencanaan dan penyusunan program, menurut SK No.77 pembagian pekerjaan bila ditinjau dari nilainya, dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Pekerjaan Berat, meliputi: pembangunan baru, peningkatan dan rehabilitasi. 2. Pekerjaan Ringan, meliputi: pemeliharaan, penyangga, dan darurat. 2.4.1 Pekerjaan Berat Pekerjaan berat dimaksudkan untuk meningkatkan jalan yang sesuai dengan tingkat lalu lintas yang diperkirakan dengan membangun kembali perkerasan. Pekerjaan berat ini dapat berupa pembangunan jalan baru, peningkatan jalan dan rehabilitasi jalan. Peningkatan dan rehabilitasi dengan umur

30 rencana paling sedikit 10 tahun, diperkirakan hampir menyerap semua dana yang tersedia setelah dikurangi dengan biaya pemeliharaan. 1. Pembangunan Jalan Baru Pada umumnya terdiri atas pekerjaan untuk meningkatkan jalan tanah atau jalan setapak agar dapat dilalui kendaraan roda 4, kondisi jalan yang berat ini memerlukan biaya yang besar dan pekerjaan tanah yang besar pula. 2. Peningkatan Jalan Peningkatan ini dapat dikatakan sebagai usaha untuk meningkatkan standar pelayanan jalan yang ada, baik membuat lapisan permukaan menjadi lebih halus, seperti pengaspalan jalan yang belum diaspal atau dengan menambah Lapis Tipis Aspal (Laston) atau Hot Roller Sheet (HRS) kepada jalan yang menggunakan Lapis Penetrasi (Lapen), atau menambah lapisan struktural yang berarti menambah kekuatan perkerasan atau memperlebar lapisan perkerasan yang ada. 3. Rehabilitasi Jalan Diperlukan bila pekerjaan pemeliharaan rutin yang secara teratur harus dilaksanakan itu diabaikan atau pemeliharaan berkala (pelapisan ulang) terlalu lama ditunda sehingga keadaan permukaan lapisan semakin memburuk. Yang termasuk katagori ini adalah perbaikan terhadap kerusakan lapisan permukaan seperti lubang lubang dan kerusakan struktural seperti amblas atau kerusakan tersebut kurang dari (15 20)% dari seluruh perkerasan yang berkaitan dengan lapisan aus baru.

31 Pembangunan kembali secara total biasanya diperlukan apabila struktural sudah tersebar luas sebagai akibat dari diabaikannya pemeliharaan, atau kekuatan desain yang tidak sesuai, atau karena umur rencana tidak terlampaui. 2.4.2 Pemeliharaan Jalan Pemeliharaan jalan merupakan kegiatan penanganan jalan yang berkondisi baik/sedang yang harus mendapat prioritas untuk ditangani, agar jalan dapat berfungsi sesuai dengan yang diperhitungkan dan menjaga agar permukaan ruas jalan mendekati kondisi semula. Pemeliharaan yang dilakukan disini dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeliharaan rutin jalan dan pemeliharaan berkala jalan. a. Pemeliharaan Rutin Jalan Pemeliharaan rutin jalan adalah pekerjaan yang skalanya cukup kecil dan dikerjakan tersebar diseluruh jaringan jalan secara rutin. Dengan melaksanakan pemeliharaan rutin diharapkan tingkat penurunan nilai kondisi struktural perkerasan akan sesuai dengan kurva kecenderungan yang diperkirakan pada tahap desain. b. Pemeliharaan Berkala Jalan Pemeliharaan berkala dibedakan dengan pemeliharaan rutin dalam hal ini periode waktu antar kegiatan pemeliharaan yang diberikan.

32 Pemeliharaan berkala dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun, sedangkan pemeliharaan rutin di lakukan beberapa kali atau terus menerus sepanjang tahun. Pemeliharaan dilakukan secara berkala tersebut adalah pemberian lapisan aus menyeluruh dan lapisan tambahan fungsional. 2.4.3 Pekerjaan Penyangga dan Pekerjaan Darurat Jalan Pekerjaan penyangga jalan adalah pekerjaan tahunan dengan biaya rendah yang diperlukan untuk perbaikan jalan agar kondisi jalan tidak semakin memburuk atau semakin parah. Hal ini dilakukan bila pekerjaan berat (peningkatan/rehabilitasi) yang harus dilakukan tidak dibenarkan karena tingkat lalu lintas yang melintasi jalan tersebut rendah atau dana yang tersedia untuk melaksanakan pekerjaan berat seperti rahabilitasi atau peningkatan tidak mencukupi. Dana yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan penyangga jalan ini perlu selalu dicadangkan dengan jumlah dana yang cukup. Sedangkan pekerjaan darurat adalah pekerjaan yang sangat diperlukan untuk membuka kembali jalan yang baru saja tertutup untuk lalu lintas kendaraan roda empat karena mendadak terganggu, misalnya akibat tebing longsor. Dana pekerjaan darurat tidak dapat disiapkan sebelumnya, tetapi perlu dicadangkan dalam jumlah yang cukup. 2.5 Sumber Dana Penanganan Jalan

33 Sumber dana penanganan jalan, baik itu dana pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rehabilitasi maupun peningkatan jalan diperoleh dari beberapa sumber antara lain : a. Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) seperti : DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi (APBD Prov.) c. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten (APBD Kab.) termasuk PAD (Pendapatan Asli daerah) d. Bantuan Luar Negeri (BLN) 2.6 Kebijakan Penanganan Jalan Secara umum kebijakan adalah suatu proses akomodasi dari suatu perbedaan agar menjadi bersamaan yang dapat diemplementasikan yang merupakan kewenangan Kepala Daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Surat Edaran bersama antara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 18/M.PPN/02/200.050/244/SJ tanggal 14 Pebruarai 2006 tentang Musrenbang, Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah Bangli perencanaan pembangunan jalan diwujudkan dalam bentuk usulan pengajuan program penanganan jalan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yaitu Musrenbang Kecamatan, Musrenbang Kabupaten, Musrenbang Provinsi, dan Anggaran Biaya Tambahan (ABT).

34 Dalam penentuan usulan kegiatan yang lolos Musrenbang Kecamatan didasarkan atas hasil musyawarah di kecamatan dengan diikuti oleh wakil wakil masyarakat desa yang dikirim ke kecamatan. Hasil dari musyawarah kecamatan dibawa ke kabupaten dan disaring kembali oleh pihak kabupaten melalui wakilwakil masyarakat di tingkat kabupaten. Sehingga akhirnya dilakukan musyawarah di provinsi terhadap hasil Musrenbang Kabupaten ditingkat provinsi, yang selanjutnya disebut Musrenbang Provinsi. Pada beberapa kegiatan yang belum 100% selesai dipandang perlu oleh pemerintah untuk dilanjutkan pembangunannya diperlukan biaya tambahan untuk penyelesaian kegiatan tersebut melalui Anggaran Biaya Tambahan (ABT). 2.6.1 Metode-Metode Dalam Pengambilan Keputusan Ada beberapa metode pengambilan keputusan yang digunakan dan diterima oleh banyak kalangan secara umum yaitu (Mulyono, 2006) : 1. Metode Rasional Komprehensif Metode Rasional Komprehensif adalah metode pengambilan keputusan dimana pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain (dapat diurutkan menurut prioritas masalah). Adapun kriteria-kriteria pengambilan keputusaan dengan metode ini adalah sebagai berikut:

35 a. Tujuan tujuan, nilai-nilai dan sasaran yang menjadi pedoman pembuat keputusan sangat jelas dan dapat diuraikan prioritasprioritasnya. b. Bermacam-macam alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara seksama. c. Asas biaya manfaat atau sebab akibat digunakan untuk menentukan prioritas. d. Setiap alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk membandingkan dengan alternatif lain. e. Pembuat keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan, nilai dan sasaran yang ditetapkan. Metode pengambilan keputusan ini menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambilan keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambilan keputusan memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada. Pengambil keputusan sering memiliki komplik kepentingan antara nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena metode ini mengasumsikan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat dibedakan dengan cara mudah akan tetapi kenyataannya sulit membedakan antara fakta dilapangan dengan nilainilai yang ada. Ada beberapa masalah diberbagai negara berkembang seperti di Indonesia untuk menerapkan metode rasional komprehensif ini karena beberapa alasan yaitu informasi dan data yang tidak lengkap sehingga tidak bisa dipakai

36 sebagai dasar pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka akan terjadi sebuah keputusan yang kurang akurat. 1. Metode Inkremental Adalah metode pengambilan keputusan dengan cara menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan model yang sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan. Dasar pengambilan Keputusan dengan metode ini adalah pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan emperis yang diperlukan untuk mencapainya merupakan hal yang saling terkait. Kelemahan penerapan metode Inkremental adalah : a. Keputusan-keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan dari kelompok yang kuat/mapan, sehingga kepentingan kelompok lemah terabaikan. b. Keputusan yang diambil lebih ditekankan pada keputusan jangka pendek dan tidak memperhatikan berbagai macam alternatif lain. 2.7 Tata Guna Lahan Tata Guna Lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan pembagian wilayah dan merupakan kerangka kerja yang meliputi lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, jaringan air bersih dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Pembagian wilayah dibagi berdasarkan fungsi-fungsi kawasan diantaranya kawasan permukiman, industri, pariwisata dan lainnya.

37 Adapun maksud dari perencanaan tata guna lahan kawasan adalah sebagai pedoman untuk : 1. Penyusunan rencana rinci tata ruang kota 2. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan dan pengendalian ruang diwilayah kota. 3. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan kesinambungan perkembangan antar kawasan wilayah kota serta keserasian antar sektor. 4. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat. 5. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam pengelolaan lahan yang berkelanjutan sangat perlu dipahami dalam melihat permasalahan pengelolaan sumber daya lahan di indonesia. Pada dasarnya penggunaan lahan dibedakan atas dua kelompok yaitu untuk kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun. Untuk kawasan terbangun digunakan untuk perumahan dan fasilitas umum ( http://tata-guna-lahan/html, 2008). Menurut Peraturan Bupati Bangli No.6 tahun 2006, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangli, tata guna lahan atau peruntukan wilayah Daerah Bangli dibedakan atas 4 (empat) peruntukan yaitu : 1. Bidang Pertanian, mencakup kawasan pertanian dalam arti luas yaitu pertanian tanaman pangan lahan basah dan lahan kering.

38 2. Bidang Pendidikan, mencakup kawasan pendidikan untuk pembangunan sekolah-sekolah. 3. Bidang Sosial Budaya, mencakup tempat tinggal, tempat suci dan obyek wisata. 4. Perdagangan Jasa, mencakup pasar dan pusat perbelanjaan serta usaha jasa. 2.8 Penentuan Skala Prioritas Jalan berdasarkan SK.No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990 Metode SK No 77/KPTS/Db /1990 dari Dijen Bina Marga adalah merupakan pedoman perencanaan jalan kabupaten yang diterbitkan oleh Dirjen Bina Marga sebagai acuan dalam menentukan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten (Dirjen Bina Marga, 1990). Pada persiapan program tahunan dijelaskan beberapa kriteria peringkat prioritas penanganan jalan (SK No.77, Th.1990 pada modul 6 : tugas 5, hal. 5E-1 sampai 5E-2 ) yaitu : 1. Kriteria pokok yang dipakai untuk pemilihan prioritas adalah NPV/Km, dengan memberikan prioritas pertama pada proyek yang NPV/Km-nya tertinggi.

39 2. Kode evaluasi proyek juga diberikan pada proyek-proyek dengan tanda kisaran NPV/Km untuk petunjuk pemilihannya, dengan petunjuk pemilihan adalah sebagai berikut : a. Berikan prioritas pada kelompok proyek-proyek yang mempunyai kelayakan tertinggi. b. Berikan prioritas terendah kepada kelompok proyek-proyek berkelayakan rendah. c. Berikan prioritas kepada proyek-proyek luncuran, terutama penyelesaian proyek yang pelaksanaannya dipisah (split) atau proyek yang pelaksanaannya secara bertahap. Penyelesaian proyek-proyek sampai pada panjang yang telah direncanakan semula atau sesuai rencana desain awal, akan sangat penting untuk memberikan manfaat secara penuh atas investasinya. d. Hindari proyek yang sangat panjang (umumnya proyek yang panjangnya lebih dari 15 km) harus sudah dihindari pada tahap penentuan proyek. e. Berikan prioritas pada ruas-ruas jaringan jalan strategis yang telah ditentukan f. Berikan prioritas pada proyek-proyek yang memenuhi sasaran pembangunan kabupaten dan provinsi (namun proyek-proyek tersebut harus tetap distudi dan hasilnya layak berdasarkan prosedur standar). 2.9 Penentuan Skala Prioritas Dengan Analytical Hierarchy Process (AHP)

40 Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik dalam buku Proses Hirarki Analitik Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Situasi yang Kompleks (Saaty, 1986), adalah suatu metode yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Metode ini merumuskan masalah dalam bentuk hierarki dan masukan pertimbangan pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif. Dalam penyelesaian persoalan dengan metode AHP dalam buku Saaty (1986) tersebut, dijelaskan pula beberapa prinsip dasar Proses Hirarki Analitik yaitu : 1. Dekomposisi. Setelah mendifinisikan permasalahan, maka perlu dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan utuh menjadi unsur-unsurnya sampai yang sekecil kecilnya. 2. Comparative Judgment. Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. 3. Synthesis of Priority. Dari setiap matriks pairwise comparison vector eigen-nya mendapat prioritas lokal, karena pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk melakukan global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bantuk hirarki. 3. Logical Consistency. Konsistensi memiliki dua makna yang pertama bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keragaman

41 dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antar obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah : 1. Dapat memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tak berstruktur. 2. Dapat memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persolan kompleks. 3. Dapat menangani saling ketergantungan elemen elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 4. Mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilah milah elemanelemen suatu sistem dalam berbagai tingkat belaian dan mengelompokan unsur-unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas. 6. Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. 7. Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebijakan setiap alternatif. 8. Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuantujuan mereka. 9. Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil representatif dari penilaian yang berbeda-beda.

42 10. Memungkinkan orang memperluas definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui pengulangan. AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit usaha dan permasalahan kompleks lainnya (http://www.itelkom.ac.id/ahp/library/1998). Hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarki dan akhirnya melakukan penilaian atas elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana yang diambil. Proses penyusunan elemen secara hirarki meliputi pengelompokan elemen komponen yang sifatnya homogen dan menyusunan komponen tersebut dalam level hirarki yang tepat. Hirarki juga merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antara komponen dan dampaknya pada sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling terkait tersusun dalam suatu sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub tujuan, ke pelaku (aktor) yang memberi dorongan dan turun ke tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan, strategi-strategi tersebut. Adapun abstraksi susunan hirarki keputusan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1. berikut ini : Level 1 : Fokus/sasaran/goal Level 2 : Faktor/kriteria

43 Level 3 : Alternatif/subkriteria Goal Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Subkriteria Subkriteria Subkriteria Subkriteria Gambar 2.1 Abstraksi Susunan Hirarki Keputusan Sumber : Saaty (1986) Sedangkan kelemahan metode AHP adalah : ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Beberapa contoh aplikasi AHP adalah sebagai berikut: 1. Membuat suatu set alternatif. 2. Perencanaan, merancang system. 3. Menentukan prioritas. 4. Memilih kebijakan terbaik setelah menemukan satu set alternatif. 5. Alokasi sumber daya dan memastikan stabilitas sistem. 6. Menentukan kebutuhan/persyaratan.

44 2.9.1 Penentuan Prioritas dalam Metode AHP Dalam pengambilan keputusan hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pengambilan data, dimana data ini diharapkan dapat mendekati nilai sesungguhnya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan sering digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen dan kriteria yang ada. Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi adalah pilihan keputusan yang layak dipertimbangkan untuk diambil. Untuk setiap kriteria dan alternatif kita harus melakukan perbandingan berpasangan (Pairwise comparison) yaitu membandingkan setiap elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk mengkuantitifkan pendapat kualitatif tersebut digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kualitatif). Menurut Saaty (1986) untuk berbagai permasalahan skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala terbaik dalam mengkualitatifkan pendapat, dengan akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan difinisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan Saaty seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.1.