Paparan teknis ini membahas: Jender dan Kemiskinan. Tematema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi:

dokumen-dokumen yang mirip
Paparan teknis ini membahas: Jender dan Kemiskinan. Tematema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi:

Pembangunan Pedesaan:: Akses, Ketenagakerjaan dan Peluang Meraih Pendapatan.

1. Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral;

Lapangan Kerja bagi Kaum Muda: Jalan Setapak dari Sekolah menuju Pekerjaan

Pengembangan Keterampilan untuk Pertumbuhan Ekonomi dan Kehidupan yang Berkelanjutan.

Pengembangan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia

1. Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral;

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Paparan teknis ini membahas: Perlidungan Sosial bagi Semua. Tema-tema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi:

Meningkatkan Tata Pemerintahan yang Baik di Pasar Kerja dengan memperkuat Tripartisme dan Dialog Sosial

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

Paparan teknis ini membahas: Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral. Tema-tema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi:

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (INPRES) NOMOR 9 TAHUN 2000 (9/2000)

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Hak Cipta Kantor Kantor Perburuhan Internasional 2003 Pertama terbit tahun 2003

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah

Asesmen Gender Indonesia

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Penciptaan Pekerjaan dan Pengembangan Usaha (Usaha Kecil, Menengah dan Ekonomi Lokal)

Alat untuk Mengarus-utamakan Jender. Kantor Perburuhan Internasional

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

1. Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral;

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

WALIKOTA PROBOLINGGO

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

Working Improvement In Small and Medium Construction (WISCON) by PAOT (Participatory Action Oriented Training)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Partnership Governance Index

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

Transkripsi:

Dalam mempersiapkan masukan ILO kepada Komite Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 12 seri paparan teknis singkat (Technical Briefing Notes-TBNs) telah disusun untuk memenuhi dua kegunaan. Pertama, sebagai dokumen latar belakang yang mencakup kebijakan-kebijakan kunci rekomendasi kebijakan berbagai hal terkait dengan pengentasan kemiskinan. Dan kedua, sebagai rancang bangun dalam penyusunan laporan komprehensif: "Terbebas dari Kemiskinan: Masukan ILO atas PRSP Indonesia". Paparan teknis ini membahas: Jender dan Kemiskinan. Tematema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi: 1. Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral; 1 2. Desentralisasi Dan Pekerjaan Yang Layak: Menjalin Hubungan Dengan MDGs; 3. Penciptaan Lapangan Kerja dan Pengembangan Usaha (Pengembangan UKM dan Ekonomi Lokal dan Lapangan Kerja); 4. Pengurangan kemiskinan kaum muda melalui perbaikan jalur dari sekolah menuju bekerja; 5. Pembangunan Desa, Akses, Kesempatan Kerja dan Peluang Memperoleh Penghasilan 6. Pengenbangan Keterampilan untuk Pertumbuhan Ekonomi dan Kelangsungan Hidup; 7. Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hakhak di tempat Kerja; 8. Buruh Anak di Indonesia; 9. Perlidungan Sosial untuk Semua; 10. Peningkatan Tata Pemerintahan yang baik dalam Pasar Tenaga Kerja melalui Penguatan Dialog Sosial dan Tripartisme; 11. Migrasi: Peluang dan Tantangan Program Strategi Pengentasan Kemiskinan (PRSP) di Indonesia.

Jender dan Kemiskinan Hak Cipta Kantor Perburuhan Internasional 2004 Pertama terbit tahun 2004 Publikasi Kantor Perburuhan Internasional dilindungi oleh Protokol 2 dari Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention). Walaupun begitu, kutipan singkat yang diambil dari publikasi tersebut dapat diperbanyak tanpa otorisasi dengan syarat agar menyebutkan sumbernya. Untuk mendapatkan hak perbanyakan dan penerjemahan, surat lamaran harus dialamatkan kepada Publications Bureau (Rights and Permissions), International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland. Kantor Perburuhan Internasional akan menyambut baik lamaran tersebut. ILO Seri Rekomendasi Kebijakan: Kerja Layak dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 2003 ISBN 92 2 015540 0 Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa Bangsa, pencantuman informasi dalam publikasi publikasi ILO beserta sajian bahan tulisan yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak mencerminkan opini apapun dari Kantor Perburuhan Internasional (International Labour Office) mengenai informasi yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak pihak yang berwenang dari negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batas batas negara tersebut. Dalam publikasi publikasi ILO sebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani oleh masing masing penulisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Internasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut. Penyebutan nama perusahaan, produk dan proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Internasional mengiklankan atau mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya suatu perusahaan, produk atau proses tertentu yang bersifat komersil juga tidak dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dari Kantor Perburuhan Internasional. 2 Publikasi publikasi ILO dapat diperoleh melalui penyalur penyalur buku utama atau melalui kantor kantor perwakilan ILO di berbagai negara atau langsung melalui Kantor Pusat ILO dengan alamat ILO Publications, International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland atau melalui Kantor ILO di Jakarta dengan alamat Gedung PBB, Lantai 5, Jl. M.H. Thamrin 14, Jakarta 10340. Katalog atau daftar publikasi terbaru dapat diminta secara cuma cuma pada alamat tersebut, atau melalui e mail:pubvente@ilo.org ; jakarta@ilo.org. Kunjungi website kami:www.ilo.org/publns ; www.un.or.id Dicetak di Jakarta, Indonesia

JENDER dan KEMISKINAN Sebagian besar orang miskin di Indonesia adalah perempuan. Konsep feminisasi kemiskinan dengan jelas menggambarkan ketidakadilan dalam soal keterwakilan wanita di antara orang miskin dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, kaum wanita miskin lebih menderita karena pada sebagian besar masyarakat, wanita juga menjadi subyek dari nilai-nilai sosial yang membatasi mereka dalam meningkatkan kondisi ekonomi atau menikmati akses yang sama ke pelayanan umum. Di Indonesia, nilai-nilai yang diberlakukan dalam masyarakat dapat berupa pernikahan di usia muda, keharusan segera memiliki anak, kehamilan berkali-kali untuk memperoleh anak laki-laki, dan jam kerja yang panjang di rumah. Beberapa nilai sosial dapat langsung mempengaruhi asupan nutrisi bagi wanita, misalnya, pembagian makanan dalam keluarga diutamakan untuk pria dan anak laki-laki. Ketika sumber daya dalam keluarga itu terbatas, akses ke pendidikan akan diutamakan kepada anak laki-laki. Pendahuluan 3 Oleh sebab itu, sangat penting untuk memutuskan mata rantai kemiskinan dan jender karena beberapa hasil riset menunjukkan bahwa kemiskinan di kalangan wanita mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak lebih daripada pria. Ketika penghasilan wanita meningkat dan jumlah wanita miskin berkurang, anak-anak juga memperoleh manfaat dari perkembangan itu karena dibandingkan dengan pria, wanita lebih banyak membelanjakan uang mereka untuk keluarga dan khususnya untuk anak-anak. Dengan kata lain, mengurangi jumlah wanita miskin justru

Jender dan Kemiskinan akan memunculkan efek berganda dalam meningkatkan kesejahteraan anak, yang menjadi generasi masa depan. Beberapa studi ekonomi makro menegaskan bahwa wanita yang lebih berpendidikan akan memberikan sumbangan yang lebioh baik bagi kesejahteraan generasi muda melalui penurunan angka kematian bayi dan anak-anak, tingkat kesuburan yang lebih rendah, dan peningkatan gizi anak-anak. Pada tingkat ekonomi makro, salah satu hasil studi menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu persen kepesertaan wanita dalam pendidikan sekolah menengah menghasilkan 0,3 persen peningkatan dalam pendapatan per kapita (Dollar dan Gatti, 1999: dalam Michael Bamberger dkk., hal. 341). Kesejahteraan wanita menjadi penentu utama dalam mewujudkan korelasi positif antara pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan. Kita tidak bisa berbicara tentang kemiskinan pada umumnya dan khususnya strategi pengentasan kemiskinan, tanpa mengatasi hubungan jender. 4 Jender dan Kemiskinan di Indonesia Data statistik menunjukkan bahwa kemiskinan di Indonesia jelas berdimensi jender. Tabel 1 memperlihatkan bahwa kemiskinan sudah menjadi sumber dan sekaligus akibat dari kemiskinan, yang pada gilirannya telah menciptakan lingkaran setan di kalangan wanita di Indonesia. Data tentang pendidikan, jenis pekerjaan, lapangan kerja, upah, dan keterwakilan politik dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa wanita mengalami tingkat kemiskinan yang lebih memprihatinkan dibanding pria. Oleh karena itu, selain menganalisis berbagai keadaan dan sebab kemiskinan pada umumnya, PRSP perlu juga memetakan dan menganalisis hubungan jender yang tidak setara yang telah membuat lebih banyak wanita miskin, dan wanita miskin jauh lebih menderita karena kemiskinan. Tabel 1 menunjukkan juga bahwa dinamika regional jelas sudah berjalan seiring dengan ketidaksetaraan jender, yang membuat wanita yang tinggal di daerah pedesaan dan daerah-daerah di luar Jawa menjadi lebih menderita. Data tentang pendidikan juga menunjukkan bahwa wanita (miskin) di pedesaan juga mengalami nasib yang sama. Sulit bagi wanita di daerah untuk

mempengaruhi pembuatan keputusan publik pada umumnya dan alokasi anggaran pada khususnya agar dapat meningkatkan penghasilan, pendidikan dan kondisi kesehatan mereka karena mereka jarang diwakili dalam badan legislatif. Tabel 2 menunjukkan bahwa walaupun berjumlah hampir 52% dari penduduk, jumlah keterwakilan wanita dalam badan eksekutif dan legislatif daerah hanya mencapai delapan persen. Di tingkat desa, hanya sedikit wanita yang memegang kedudukan sebagai kepala desa atau menjadi aparat pemerintah, sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Oleh karena itu, bila jender tidak dimasukkan sepenuhnya dalam PRSP, pemecahan sepenggal-sepenggal tidak akan dapat sepenuhnya mengurangi jumlah wanita miskin. Tabel 1. Beberapa fakta kemiskinan wanita di Indonesia No Tingkat kemiskinan Wanita (muda) Pria (muda) Sumber dan wanita Tahun Pendidikan 1. Wanita muda yang tidak 11,9% 5,34% Susenas 2002 (atau tidak tamat) sekolah dasar 2. Tingkat buta-huruf wanita 12,69% 5,85% Susenas 2002 Jenis Pekerjaan 3. Persentase pekerja yang 35,6% 10,8% 1999 tidak dibayar dari total pekerja wanita 4. Wanita bekerja di sektor 68,3% 59,9% 1999 informal 5 Upah 5. Upah wanita yang tidak Rp 124.232 Rp 231.061 1999 tamat sekolah dasar 6. Upah wanita yang tamat Rp 161.112 Rp 277.817 1999 sekolah dasar 7. Upah wanita yang tamat Rp 214.100 Rp 334.800 1999 sekolah menengah pertama 8. Upah wanita yang tamat Rp 367.900 Rp 468.600 1999 sekolah menengah atas 9. Upah wanita yang tamat Rp 559.000 Rp 695.500 1999 akademi 10. Upah wanita yang tamat Rp 573.200 Rp 769.600 1999 universitas Kesempatan Kerja 11. Tingkat pengangguran 7,5% 5,8% 1999 wanita 12. Tingkat setengah- 24,9% 12,5% 1999 pengangguran wanita

Jender dan Kemiskinan No Tingkat kemiskinan Wanita (muda) Pria (muda) Sumber dan wanita Tahun Politik 13. Keterwakilan wanita di 5% 1999 DPRD I dan II 14. Wanita sebagai kepala <5% 1999 desa dan aparat pemerintahan Kesenjangan Wilayah 15. Rata-rata masa Papua: 4,8%; sekolah Yogyakarta: 9,3% 1999 anak perempuan 16. Tingkat buta-huruf Sumatera Utara: 4,69%; di kalangan wanita Papua: 32,75% 1999 17. Tingkat buta-huruf Perkotaan: 9,21%; di kalangan wanita Pedesaan: 17,72% 1999 Sumber: Profil Jender Indonesia (draf, 21 April, 2003) Tabel 2. Keterwakilan wanita di badan eksekutif dan leg islatif daerah Jabatan Wanita Pria Persentasi Ketua DPRD I 1 26 4 Wakil Ketua DPRD I 1 70 1 Ketua DPRD II 6 245 2 Wakil Ketua DPRD II 10 657 2 Gubernur 0 27 0 Bupati/Walikota 6 330 2 Eselon I 31 235 12 Eselon II 72 1.359 5 Eselon III 1.374 14.379 9 Total 1.501 17.328 8 Sumber: Mayling Oei Gardiner, dalam Kathryn Robinson & Sharon Bessell (eds.) Women in Indonesia, Gender, Equity and Development, 2000 6 Yang perlu dipahami adalah bahwa keberhasilan pengurangan mengurangi tingkat kemiskinan dan jumlah wanita miskin tidak dapat dicapai hanya dengan program antikemiskinan. Ini terjadi karena adanya nilai-nilai sosial yang, misalnya, membuat wanita banyak mengerjakan halhal dalam rumah tangga yang tidak menghasilkan upah seperti mengasuh anak, pekerjaan rumah tangga, dan menyiapkan makanan. Di pedesaan,

pekerjaan tanpa-gaji itu juga meliputi bertani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan pengambilan kayu bakar dan air. Oleh karena itu, agar berhasil mengentaskan kemiskinan wanita, program antikemiskinan harus disertai program-program yang bertujuan menghapus nilai-nilai sosial yang menempatkan wanita dalam kedudukan yang tidak menguntungkan. Untuk mengembangkan dan melaksanakan kedua program secara simultan, wanita harus dilibatkan dan berada pada kedudukan setara dalam merumuskan kebijakan dan strategi ekonomi makro dan sosial untuk pengentasan kemiskinan. Di tingkat nasional, pemerintah Indonesia telah menerbitkan berbagai kebijakan tentang pemberdayaan wanita dan kearus-utamaan (mainstreaming) jender, seperti dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004, Program Pembangunan Nasional (Propenas), Peraturan Pemerintah No. 25/2000 tentang Peran Pemerintah Propinsi dalam Otonomi Daerah, Keputusan Menteri No. 50/2000 tentang Organisasi dan Prosedur Kerja Pemerintah Daerah, dan Inpres No. 9/2000 tentang Kearus-utamaan Jender di Tingkat Lembaga dan Program Pemerintah. Secara khusus, dalam strategi pengentasan kemiskinan, Kertas Kerja Sementara Strategi Pengentasan Kemiskinan 2003 yang diterbitkan oleh Komite Penanggulangan Kemiskinan yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, telah mengakui hubungan antara jender dan kemiskinan (hal. 6). Dokumen ini juga memperlihatkan argumentasi bahwa kebijakan pemberdayaan wanita harus diarahkan pada pengurangan kesenjangan kualitas hidup antara pria dan wanita (hal. 28). Manfaat Kesetaraan Jender dalam proses PRSP 7 Namun demikian, karena kantor-kantor pemerintah di Indonesia tidak mempunyai pengetahuan yang memadai serta komitmen pada kesetaraan jender, ada bahaya besar bahwa PRSP di Indonesia akan berakhir pada pengembangan beberapa program pemberdayaan wanita dan berharap bahwa upaya ini secara otomatis akan memecahkan masalah kemiskinan wanita. PRSP dapat membantu mengurangi kemiskinan kaum wanita hanya bila perspektifnya dipadukan sepenuhnya dalam PRSP, membuat PRSP

Jender dan Kemiskinan mengembangkan sejumlah strategi khusus untuk mengurangi jumlah wanita miskin, bukan sekedar mengembangkan beberapa program pemberdayaan wanita. Terdapat sekurang-kurangnya dua manfaat yang dibawa bersama dengan pengarus-utamaan jender dalam PRSP. Pertama, penetapan langkahlangkah dan strategi pengurangan jumlah wanita miskin, di mana PRSP akan lebih efektif dalam mewujudkan sasarannya. Integrasi masalah jender dalam PRSP perlu dilakukan baik pada level analitik dan metodik. Pada tingkat analitik, analisis jender akan menghasilkan informasi yang diperlukan untuk mengarahkan PRSP mencapai sasarannya mengurangi jumlah wanita miskin, seperti: berbagai sifat, penyebab dan dampak kemiskinan pada pria dan wanita; spesifikasi ketidak-setaraan berbasis-jender dalam akses ke dan pengendalian aset ekonomi, manusia dan sosial; integrasi pertukaran antara pekerjaan wanita di dalam dan di luar rumah. Pada tingkat metodik, integrasi perspektif jender akan membuat PRSP mengadopsi metodemetode tertentu untuk menjalankan program seperti: 8 pengembangan keseimbangan jender dalam tim yang menyusun PRSP; pemetaan para stakeholder yang terbuka dalam soal jender; pelaksanaan konsultasi keterbukaan jender dengan kaum miskin; pengembangan data dan indikator yang diagregasikan oleh jenis kelamin; pengembangan indikator pemberdayaan wanita dan pengembangan yang berkaitan dengan jender. Penggunaan analisis jender dalam PRSP memungkinkan identifikasi ketidak-setaraan jender sebagai penyebab penting kemiskinan. Dengan memetakan hubungan antara ketidak-setaraan jender dengan kemiskinan wanita, PRSP dapat menetapkan pemecahan terpadu untuk mengurangi

jumlah wanita miskin. Belajar dari kasus negara lain, kita dapat mengetahui bahwa di Indonesia ketidaksetaraan jender yang menyebabkan kemiskinan wanita meliputi: wanita sering terlibat dalam melaksanakan pekerjaan pertanian yang berproduktivitas rendah wanita tidak mempunyai akses ke pelatihan wanita menerima upah lebih rendah dalam pekerjaan yang sama usaha yang dimiliki wanita seringkali kurang modal wanita tidak mempunyai hak yang menjamin atas tanah yang mereka garap wanita berpendidikan lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki, lebih banyak anak perempuan yang tidak sekolah wanita mempunyai akses lebih sedikit ke perawatan kesehatan wanita menjadi subyek hubungan seks yang tidak aman wanita kurang terlibat pembuatan keputusan di keluarga wanita mempunyai beban berat dalam pekerjaan keluarga Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi kemiskinan wanita dan mengurangi jumlah wanita miskin di Indonesia bukan hanya dengan menyediakan sumber daya ekonomi bagi wanita. Jika kita tidak mengubah hubungan ketidak-setaraan jender dalam masyarakat, maka wanita akan memiliki lebih sedikit kesempatan untuk menggunakan sumber daya yang ada secara efisien. 9 Manfaat kedua adalah dari segi citra dan dukungan. Integrasi jender dalam PRSP akan menjadikan PRSP lebih terbuka dan lebih demokratis, memungkinkan PRSP menggalang dukungan yang lebih luas dan memperoleh lebih banyak komitmen dan kredibilitas. Meningkatnya citra dan meluasnya dukungan pada gilirannya akan memperkuat efektifitas PRSP dalam mencapai sasarannya dalam mengurangi jumlah wanita miskin.

Jender dan Kemiskinan Bagaimana Mendorong PRSP Integrasi masalah jender dalam PRSP perlu dilakukan secara bertahap. Tetapi sebelum membahas tentang langkah-langkah konkrit untuk memadukan jender ke dalam PRSP itu sendiri, di Indonesia intervensi harus dilakukan lebih dulu pada tataran rancangan PRSP itu sendiri. Apa yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi bidangbidang kearus-utamaan jender dalam perancangan PRSP, dan melaksanakan proses penguatan konseptual dalam bidang-bidang itu sekaligus. Tanpa memperkuat rancangan PRSP itu sendiri, masalah-masalah jender hanya akan menjadi hiasan dalam PRSP. Ada sekurang-kurangnya lima bidang konseptual dalam PRSP yang perlu dijadikan sasaran pengarusutamaan jender: struktur organisasi, metode atau proses, subtansi, pemantauan dan evaluasi, serta pemberdayaan. Prasarana organisasi: Yang menjadi soal di sini adalah bagaimana memasukkan ahli-ahli masalah jender ke dalam struktur organisasi PRSP. Memasukkan tenaga ahli jender sebagai anggota tetap di semua badan dan komite tingkat tinggi di tingkat daerah serta tingkat pusat. Meminta perwakilan tenaga ahli jender dalam badan penasehat, satuan tugas dan komite PRSP Meminta tim tenaga ahli jender khusus, ad-hoc untuk memberi nasehat/konsultasi pada tingkattingkat kritis pembuatan keputusan dan perencanaan PRSP. Memastikan para pelaksana PRSP dapat menunjukkan atau akan mendapatkan kapasitas untuk menjadikan jender sebagai arus utama dalam semua pekerjaan mereka, sesuai dengan komitmen internasional (CEDAW, Beijing ILS) dan nasional (INPRES No. 9/2000). 10 Metode atau proses Yang perlu dipikirkan di sini adalah bagaimana menjamin bahwa metode dan proses untuk melaksanakan PRSP sudah mengenal dengan baik tentang ketidak-setaraan jender. Perancangan proses penilaian, konsultasi, pemetaan, rapat, diskusi kelompok sasaran, dan lokakarya PRSP harus mencakup jender dalam hal metode, substansi, dan peserta.

Mengundang organisasi, instansi, titik pumpun (focal point) yang bertanggung jawab untuk konsultasi masalah jender, menyerahkan bahan, analisis, kepedulian sebagai masukan, mempelajari-kembali dan memberi umpan balik atas draf PRSP, ikut-serta dalam badan-badan PRSP serta menghadiri rapat, lokakarya, seminar dan sidang pleno. Yang menjadi soal di sini adalah bagaimana meyakinkan bahwa pengarusutamaan jender menjadi tujuan PRSP dan bahwa pelaksanaan PRSP didasarkan pada data yang mengandung informasi tentang masalah jender. Menggunakan informasi peka-jender dan data pemisahan jenis kelamin dalam semua analisis tentang kemiskinan dan PRSP. Analisis tidak boleh dilaksanakan berdasarkan data yang menyatu (aggregate). Penekanan pada Badan Statistik Pusat untuk mengeluarkan data mereka tentang pemisahan jenis kelamin. Menerapkan analisis jender tentang pembedaan partisipasi, kebutuhan, manfaat dari/untuk wanita dan pria dalam semua bidang PRSP, termasuk dalam pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Mempromosikan kesetaraan jender sebagai hal yang selalu ada dalam semua agenda. Membuat PRSP memiliki tujuan, indikator, dan sasaran yang eksplisit. Pelaksanaan/ substansi Yang perlu dipikirkan di sini adalah bagaimana membuat PRSP bisa dipertanggungjawabkan untuk tujuan pengarusutamaan jender. Pemantauan dan Evaluasi 11 Menyusun indikator jender untuk pemantauan dan evaluasi Meminta pelaporan tentang pencapaian dan kesulitan (yang dipelajari dari pengalaman) dalam menyampaikan ketidak-setaraan jender dalam laporan pemantauan dan evaluasi. Yang menjadi soal di sini adalah bagaimana mengidentifikasi lembaga-lembaga kewanitaan yang perlu diberdayakan agar dapat ikut-serta dalam Pemberdayaan

Jender dan Kemiskinan berbagai kegiatan untuk memasukkan jender sebagai arus utama dalam PRSP. Mengidentifikasi lembaga-lembaga kewanitaan yang perlu ikut-serta dalam kegiatan pengarusutamaan jender PRSP. Menyelenggarakan pelatihan, lokakarya, dan pendidikan populer tentang hak-hak wanita sebagai bagian dari hak asasi manusia pada lembaga-lembaga wanita. Melaksanakan kampanye dan pelatihan khusus tentang penganggaran masalah jender (pengalokasian anggaran untuk mendukung kegiatan wanita), baik di tingkat nasional maupun daerah. Hanya dengan memperkuat PRSP pada tingkat rancangan, kita dapat merencanakan pelaksanaan di lapangan tahap-demi-tahap dari pengarusutamaan jender dalam PRSP. Bila kelima bidang PRSP tidak dapat diperkuat, kecil kemungkinan pengarusutamaan jender dari PRSP dapat dilaksanakan sesuai yang diinginkan pada tingkat praktek. Dalam pelaksanaan tahap-demitahap dari penguatan PRSP, kita perlu menggunakan kelima bidang konseptual di atas dalam PRSP yaitu sasaran pengarusutamaan jender (struktur organisasi, metode atau proses, substansi, pemantauan dan evaluasi, serta pemberdayaan) dalam tiap langkah upaya penguatan PRSP di lapangan. 12 Pemaduan masalah jender ke dalam Diagnosis Kemiskinan Langkah 1 : Langkah 2 : Langkah 3 : memastikan bahwa jender dicakup dalam semua analisis tentang sebabsebab kemiskinan. mendokumentasikan pengalaman kemiskinan di kalangan wanita maupun pria. melaksanakan analisis jender atas data yang dikumpulkan dan mengintegrasikan temuan-temuan ke dalam diagnosis kemiskinan.

Langkah 4 : Langkah 5 : Langkah 6 : mengidentifikasi kebijakan-kebijakan publik yang perlu dimasukkan atau diubah untuk menyempurnakan pengentasan kemiskinan. mengembangkan prioritas perubahan kebijakan untuk PRSP. merumuskan rekomendasi untuk perubahan kebijakan dalam semua masalah jender. Penggunaan analisis kemiskinan yang mengenali dengan baik soal jender dalam menentukan perubahan kebijakan Langkah 7 : Langkah 8 : memadukan dimensi jender ke dalam hasil pemantauan. memadukan jender ke dalam strategi evaluasi PRSP. Memadukan dimensi jender dalam pemantauan dan evaluasi Langkah 9 : mengembangkan kemampuan kelembagaan untuk pemantauan dan evaluasi yang peka-jender. 13