BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

BAB I PENDAHULUAN. firman Allah dalam QS Al-Imran 190 yang berbunyi : Allah SWT kepada manusia yang telah diberi kenikmatan berupa akal dan pikiran

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting bagi pemenuhan gizi masyarakat dan pendapatan petani. Sejalan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor penentu produksi. Selama ini untuk mendukung

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa

Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara makluk hidup dan lingkungannya. Kata ekologi pertama diusulkan

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an adalah kitab suci umat Islam yang membahas segala macam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman bahan makanan, subsektor hortikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan. Namun produktivitas pertanian masih jauh dari harapan (Gadang, 2010). Usaha peningkatan hasil pertanian dilakukan dengan pola intensifikasi atau ekstensifikasi untuk mendapatkan lahan baru serta penggunaan agrokimia berupa pupuk kimia sintetik dan insektisida sintetik. Menurut Rahmawati (2012) penggunaan pupuk kimia sintetik dan insektisida sintetik secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai permasalahan. Permasalahan yang ditimbulkan, yaitu pencemaran pestisida, penurunan kualitas lahan, dan penurunan kesehatan manusia akibat menkonsumsi hasil pertanian yang mengandung residu dari bahan-bahan kimia. Salah satu daerah di Indonesia yang merupakan sentra pertanian yaitu Kota Batu. Kota Batu merupakan salah satu Kota penghasil apel yang paling terkenal di Indonesia. Menurut Hindarti dkk (2012) dalam kurun waktu tahun 2005-2010 terlihat terjadi kecenderungan penurunan jumlah tanaman apel, produktivitas, dan produksi apel. Tahun 2005 jumlah tanaman apel 2.604.829 pohon dan yang produktif sebesar 2.204.800 pohon dengan produktivitas 28,02 kg/pohon sehingga diperoleh total produksi apel sebesar 1.235.569,92 kuintal, 1

2 sedangkan pada tahun 2010 produktivitas apel hanya 17 kg/pohon, jumlah tanaman menghasilkan sebesar 1.974.366 pohon dan produksi total sebesar 842.799,00 kuintal. Menurut Sumarno (2006) mengungkapkan kecenderungan petani di Kota Batu dalam menggunakan pupuk kimia sintetik berdampak pada pada produksi apel di daerah tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan produksi apel dari tahun ke tahun yang semakin turun drastis. Kondisi yang demikian ini membuat para petani terus merugi. Kesadaran para petani untuk memperbaiki produksi pertaniannya akhirnya membuat para petani harus segera memperbaiki pola pertaniannya dengan beralih pada pertanian organik yang lebih ramah pada lingkungan. Menurut Arifin (2003), pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas pertanian secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Kebanyakan pertanian di Indonesia sudah beralih pada pertanian organik, akan tetapi pada praktek di lapangan para petani masih sangat kesulitan untuk menerapkan pola pertanian organik yang sesungguhnya. Setyawan (2009) juga mengungkapkan hal ini terjadi karena para petani yang sudah terbiasa dengan menggunakan pupuk kimia sintetik dan juga lahan pertanian yang masih berdekatan dengan lahan pertanian yang belum beralih pada pertanian organik, selain itu konversi lahan pertanian non organik menjadi organik membutuhkan waktu kurang lebih dua tahun (Nuswantara dkk, 2012). Akan tetapi para petani masih terus berusaha dengan cara pengolahan lahan pertanian semi organik.

3 Menurut Ramadhani (2013), pertanian semi organik merupakan suatu bentuk tata cara pengolahan tanah dan budidaya tanaman dengan memanfaatkan pupuk yang berasal dari bahan organik akan tetapi lahan yang digunakan sebelumnya menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan kandungan hara yang dimiliki oleh tanah. Berbeda dengan pendapat Anggraeni (2013) yang menyatakan bahwa pertanian semi organik merupakan suatu langkah awal untuk kembali ke sistem pertanian organik. Hal ini karena perubahan yang ekstrem dari pola pertanian modern yang mengandalkan pupuk bio-masa akan berakibat langsung terhadap penurunan hasil produksi yang cukup drastis. Selain itu, penghapusan pestisida sebagai pengendali hama dan penyakit yang sulit dihilangkan karena tingginya ketergantungan masyarakat terhadap pemakaian pestisida. Pertanian semi organik memiliki fungsi, untuk mengurangi paparan residu kimia di lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kelestarian lingkungan juga bisa dilihat dari keanekaragaman fauna tanah yang berada di suatu tempat tertentu. Pertanian saat ini mulai berubah menjadi pola pertanian intensifikasi, yang mana pertanian ini melakukan peningkatan penggunaan sumber daya lahan untuk meningkatkan produksi pertanian. Pola pertanian ini biasanya melakukan perubahan penggunaan lahan dengan cara pembukaan hutan, pembakaran, dan pengolahan tanah. Pertanian intensifikasi ini juga lebih cenderung menggunakan bahan-bahan kimia seperti pupuk anorganik dan pestisida (Handayanto & Hairiah, 2009). Pola pertanian seperti ini dapat menyebabkan kerusakan pada struktur tanah baik lapisan atas maupun lapisan bawah tanah. Kerusakan tanah ini bisa

4 juga dilihat dari komposisi kimia tanah, ketersediaan unsur hara, serta berubahnya komposisi bahan organik tanah. Apabila hal ini terus dibiarkan maka dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman flora maupun fauna (Simanjuntak, 2005). Kegiatan pertanian seperti ini akan jelas berpengaruh pada kualitas kesuburan tanah. Menurut Suheriyanto (2012), fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Fauna tanah merupakan salah satu komponen biologi tanah yang memainkan peran penting dalam proses penggemburan tanah (Wulandari, dkk, 2005). Suin (2012) juga mengungkapkan bahwa kehidupan fauna tanah sangat bergantung pada lingkungannya, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan biotik bagi fauna tanah adalah organisme lain yang juga terdapat di habitatnya. Lingkungan abiotik dapat dibagi atas faktor fisika tanah dan faktor kimia tanah. Faktor fisika tanah meliputi warna, suhu, tekstur dan kelembaban Faktor kimia tanah meliputi ph tanah dan kadar organik tanah. Fauna tanah merupakan bagian penting dalam ekosistem, termasuk pertanian, karena fauna tanah terlibat dalam berbagai proses tanah antara lain degradasi bahan organik dan mineralisasi unsur hara tanah (Handayanto & Hairiah, 2009). Menurut Ariani (2009) Peranan fauna tanah adalah untuk mengubah bahan organik baik yang masih segar maupun setengah segar atau sedang melapuk sehingga menjadi bentuk senyawa lain yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof utama di dalam tanah. Fauna tanah cukup baik sebagai bioindikator tanah karena memiliki

5 respon yang sensitif terhadap praktek pengelolaan lahan dan iklim (Suheriyanto, 2012). Pengelompokan fauna tanah bisa berdasarkan dari ukuran tubuh. Apabila dilihat dari ukuran tubuhnya fauna tanah dibagi menjadi mikrofauna, mesofauna dan makrofauna (Sugiyarto, dkk, 2002). Makrofauna merupakan bagian dari fauna tanah. Makrofauna tanah adalah hewan tanah yang memiliki ukuran panjang tubuh > 2 mm. Fauna tanah yang termasuk dalam jenis makrofauna tanah adalah cacing tanah (klas Oligochaeta), dan makroarthropoda mencakup rayap (ordo Isopetera), semut (ordo Hymenoptera), moluska (ordo Gastropoda), milipida (ordo Diplopoda) dan Sentipida (ordo Chilopoda) (Handayanto & Hairiah, 2009). Makrofauna tanah cenderung memiliki jumlah yang relatif melimpah atau banyak dan juga bisa dilihat secara kasat mata. Harapannya dapat ditemukan berbagai jenis makrofauna tanah yang ada di lahan pertanian apel semi organik dan pertanian apel nonorganik Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Seiring dengan perkembangan di dunia pendidikan dan perubahan kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013 di sekolah Sekolah Menengah Atas (SMA), maka perlu adanya pengembangan bahan ajar kontekstual dan erat kaitannya dengan lingkungan alam. Pengembangan bahan ajar tersebut perlu dilakukan di semua mata pelajaran (Kemendikbud, 2012). Salah satu contoh pada mata pelajaran Biologi di SMA. Mata pelajaran Biologi merupakan mata pelajaran yang wajib ditempuh bagi siswa maupun siswi di SMA di kelas X. Pada mata pelajaran Biologi terdapat materi keanekaragaman hayati, ekosistem, serta pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan dan pencemaran lingkungan,

6 dimana ketiga pokok bahasan materi tersebut berkaitan erat dengan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran Biologi sangat perlu untuk di pelajari dan dikembangkan. Makrofauna tanah merupakan hewan tanah yang sangat jarang sekali dibahas secara luas di dalam mata pelajaran Biologi. Berdasarkan pertimbangan hal diatas maka hasil dari penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan ajar yang bisa diimplementasikan dalam mata pelajaran biologi khususnya materi keanekaragaman hayati, ekosistem, serta pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan dan pencemaran lingkungan. Bahan ajar yang akan dikembangkan berdasarkan hasil penelitian ini bersifat lebih kontekstual dan menarik, sedangkan bahan ajar kebanyakan yang digunakan oleh siswa dan siswoi lebih bersifat teks books sehigga kebanyakan para siswa kurang tertarik dalam belajar. Bahan ajar hasil penelitian ini tidak hanya berdasarkan teori dan konsep saja tetapi juga berdasarkan fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah sehingga bahan ajar yang dihasilkan diharapkan mampu menambah minat belajar dan membantu siswa dalam mempelajari atau mengkaji keanekaragaman makrofauna tanah di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu secara khusus dan lebih spesifik. Oleh karena itu, peneliti menganggap sangat penting untuk melakukan penelitian tentang Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu Sebagai Bahan Ajar Biologi SMA.

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Jenis makrofauna tanah apa saja yang ditemukan di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 2. Bagaimanakah indeks nilai penting setiap jenis makrofauna tanah yang ditemukan di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 3. Bagaimanakah keanekaragaman makrofauna tanah yang ditemukan di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 4. Bagaimanakah kemerataaan setiap jenis makrofauna tanah yang ditemukan di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 5. Bagaimanakah kelimpahan setiap jenis makrofauna tanah yang ditemukan di pertanian semi organik dan pertanian non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 6. Bagaimanakah Indeks kesamaan makrofauna tanah pada pertanian apel pertanian apel semi organik da pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 7. Bagaimanakah implementasi hasil penelitian tentang keanekaragaman komunitas makrofauna tanah di daerah pertanian apel semi organik pertanian

8 dan apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai bahan ajar biologi SMA? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis makrofauna tanah apa saja yang ditemukan di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu. 2. Menganalisis indeks nilai penting setiap jenis makrofauna tanah yang ditemukan di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu. 3. Menganalisis keanekaragaman makrofauna tanah yang ditemukan di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu. 4. Menganalisis kemerataaan setiap jenis makrofauna tanah yang ditemukan di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu. 5. Menganalisis kelimpahan setiap jenis makrofauna tanah yang ditemukan di pertanian semi organik dan pertanian non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 6. Menganalisis indeks kesamaan makrofauna tanah pada pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik dan Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

9 7. Mengimplementasi hasil penelitian tentang keanekaragaman komunitas makrofauna tanah di daerah pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai bahan ajar biologi SMA. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritik dan praktis, berikut penjabaran manfaat teoritik dan praktis. 1. Manfaat teoritik Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi ilmiah bagi peneliti selanjutnya atau menjadi dasar acuan bagi penelitian berkenaan dengan makrofauna tanah di pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Hal ini sangat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan baik bagi kalangan akademisi maupun masyarakat umum. 2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini akan semakin memperkaya wawasan peneliti terkait kehidupan makrofauna tanah di pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik. Peneliti juga ingin memperkuat pemahaman peneliti tentang metodemetode penelitian bidang ekologi khususnya fauna tanah dan penyusunan bahan ajar biologi SMA. b. Bagi Petani Penelitian ini diharapkan juga bisa membantu para petani dalam menentukan kualitas tanah. Karena tanah yang baik untuk dijadikan lahan

10 pertanian adalah tanah yang banyak mengandung unsur hara yang dapat dilihat dari keberadaan fauna tanah. Selain itu hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan pada petani akan pentingya menjaga keseimbangan ekosistem pertanian. c. Bagi Instansi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan khususnya kepada tenaga pendidik/guru dan peserta didik tentang keanekaragaman makrofauna tanah yang ada di sekitar lingkungan sekitar dan penerapan ilmu biologi pada kehidupan sehari-hari terutama pada materi Keanekaragaman Hayati SMA kelas X. 1.5 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Keanekaragaman jenis yang diamati adalah semua jenis makrofauna tanah yang ada di dalam tanah maupun di permukaan tanah yang dihitung dengan Indeks Shannon-Wiener. 2. Daerah yang menjadi objek penelitian yaitu pertanian apel semi organik dan pertanian apel non organik yang berada di Kecamatan Bumiaji Kota Batu. 3. Bahan ajar yang menjadi produk penelitian adalah bahan ajar cetak dalam bentuk poster 4. Parameter ekologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan parameter kepadatan relatif dan frekuensi relatif. 5. Pengamatan dilakukan pada pagi hari jam 05.00 08.00 Wib di lahan pertanian semi organik dan pertanian apel non organik pada 20-23 April 2014

11 6. Faktor lingkungan abiotik yang diukur dalam penelitian ini adalah unsur fisika (suhu tanah dan kelembaban) sedangkan unsur kimia (ph tanah dan C- organik). 1.6 Definisi Istilah 1. Keanekaragaman atau diversitas adalah suatu variabilitas antara makhluk hidup dari semua sumber daya termasuk di daratan, ekosistem - ekosistem perairan, dan kompleks ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies diantara spesies dan ekosistem (Ummi, 2007). 2. Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi tanah melalui proses imobilisasi dan humifikasi yang berukuran > 1 cm (Suin, 2012), yang termasuk dalam jenis makrofauna tanah adalah cacing tanah (klas Oligochaeta), dan makroarthropoda mencakup rayap (ordo Isopetera), semut (ordo Hymenoptera), moluska (ordo Gastropoda), milipida (ordo Diplopoda) dan Sentipida (ordo Chilopoda) (Handayanto & Hairiah, 2009). 3. Pertanian non organik atau anorganik merupakan cara pengolahan tanah dan budidaya tanaman untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan bahan bahan kimia sintetik dan insektisida sintetik (Rahmawati, 2012). 4. Pertanian semi organik merupakan suatu bentuk tata cara pengolahan tanah dan budidaya tanaman dengan memanfaatkan pupuk yang berasal dari bahan organik akan tetapi lahan yang digunakan sebelumnya menggunakan pupuk

12 kimia untuk meningkatkan kandungan hara yang dimiliki oleh tanah (Ramadhani, 2013). 5. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis (Depdiknas, 2008).