BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah setelah Kabupaten Cilacap, dan berbatasan langsung dengan 9 kabupaten lain. Letak astronomis wilayah antara 110 15' BT 111 25' BT dan 7 LS - 7 30 LS, dengan jarak bentang dari utara ke selatan ± 37 km dan dari barat ke timur ± 83 km. Rasio tingkat pendidikan di Kabupaten Grobogan masih tergolong rendah sejalan dengan rata-rata tingkat kemapanan ekonomi di kabupaten tersebut. Kabupaten Grobogan menyandang predikat sebagai kabupaten yang tingkat kemiskinanya masih tinggi. Menurut survey terakhir yang dikeluarkan oleh BPS, 15% penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan. Itu artinya dari setiap 100 penduduk di sana ada 15 penduduk yang berada pada tingkatan di bawah miskin. Hal ini menjadikan Kabupaten Grobogan termasuk ke dalam 15 dari 35 kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan kategori miskin. Kabupaten Grobogan dipimpin oleh Kepala Pemerintahannya yaitu Bupati yang secara administratif berperan sebagai pejabat eksekutif dibantu oleh seorang Wakil Bupati dengan susunan perangkat daerah di bawahnya. Lembaga eksekutif tersebut merupakan pihak yang berwenang mengatur dan menjalankan sistem pemerintahan di Kabupaten Grobogan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi kepada sistem tata kelola pemerintahan yang baik, Bupati secara langsung memberikan mandat kepada salah satu lembaga/badan di bawahnya yang bernama Inspektorat untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Nomor 9 tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Lembaga Teknis Daerah dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Grobogan. Inspektorat berada 1
dalam jajaran organisasi Lembaga Teknis Daerah bersama sepuluh lembaga lainya. Susunan lembaga teknis daerah Kabupaten Grobogan adalah sebagai berikut : 1. Inspektorat; 2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; 3. Badan Ketahanan Pangan; 4. Badan Pemberdayaan Masyarakat; 5. Badan Pemberdayaan Perempuan,Perlindungan anak dan keluarga berencana; 6. Badan Kepegawaian Daerah; 7. Badan Lingkungan Hidup; 8. Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat; 9. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi; 10. Kantor Perpustakaan Daerah; dan 11. Kantor Arsip Daerah. Visi Terwujudnya Aparat Pengawasan Internal Pemerintah yang Profesional Untuk Mendukung Pemerintahan Yang Baik. Uraian makna dari pernyataan visi tersebut adalah sebagai berikut : a) Aparat Pengawasan Internal Pemerintah adalah Aparat pengawas internal pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya mengawasi/memeriksa pertanggungjawaban keuangan Negara/Daerah. b) Profesional adalah bekerja sesuai standar profesi yang ada, baik standar perilaku auditor yang telah ditetapkan oleh BPKP, maupun Menteri Dalam Negeri melalui Permendagri Nomor 28 Tahun 2007 tentang Norma Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah. c) Pemerintahan yang baik ditandai dengan tiga pilar elemen dasar yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas Misi Misi Inspektorat Kabupaten Grobogan adalah : 1. Meningkatkan kualitas dan peran pengawasan 2. Mendorong terwujudnya menejemen pemerintahan yang baik 2
Berdasarkan Peraturan Bupati nomor 41 tahun 2008 tentang tugas pokok, fungsi, uraian tugas jabatan dan tata kerja organisasi inspektorat Kabupaten Grobogan, Inspektorat Kabupeten Grobogan memiliki tugas dan fungsi pokok dalam memenuhi kewajiban struktural organisasi pemerintah Kabupaten Grobogan, yaitu : a. penyusunan program kerja di bidang pengawasan dan penanggung jawab pelaksanaan kegiatan di bidang pengawasan ; b. perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; c. pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan; d. pembinaan, bimbingan teknis pengawasan, pengendalian teknis dan pelaksanaan kegiatan di bidang pengawasan daerah; 1.2 Latar Belakang Penelitian Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini wajar, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi. Menurut Bastian (2010:72), terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan (Ashari, 2011). Terkait dengan proses pengawasan dan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara, di Indonesia proses tersebut dilakukan oleh aparat pengawas intern 3
pemerintahan (APIP) yang terdiri dari: Inspektorat Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga Negara dan BUMN/BUMD, Inspektorat wilayah Propinsi, Inspektorat Wilayah Kabupaten/kota, serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan lembaga pemeriksa eksternal yang independen. Fungsi audit internal dalam upaya mengawasi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara tersebut juga dipertegas dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 bahwa: Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Seperti telah disebutkan di atas, peran dan fungsi audit internal termasuk unsur yang penting dalam sistem pengendalian organisasi yang memadai. Badan Pengawas Daerah (Bawasda) atau yang sekarang ini lebih dipopulerkan dengan sebutan Inspektorat merupakan suatu lembaga pengawasan di lingkungan pemerintahan daerah, baik untuk tingkat provinsi, kabupaten, atau kota, memainkan peran yang sangat penting dan signifikan untuk kemajuan dan keberhasilan pemerintah daerah dan perangkat daerah di lingkungan pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah dan mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Untuk mencapai keinginan dan harapan tersebut, setiap pekerjaan audit yang dilakukan harus terkoordinasi dengan baik antara fungsi pengawasan dengan berbagai fungsi, aktivitas, kegiatan, ataupun program yang dijalankan Pemerintah Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kualitas audit menurut De Angelo dalam Nasrullah (2009) adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya pelanggaran dalam sistem akuntansi klienya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) berpendapat bahwa audit yang dilakukan oleh auditor dikatakan berkualitas jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Standar audit tersebut meliputi standar pelaksanaan, standar pelaporan dan standar tindak lanjut, baik untuk prinsip-prinsip dasar dan standar umum. Sejalan dengan IAI, Ashari (2011) menyatakan bahwa 4
indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas audit adalah kesesuaian pemeriksaan terhadap standar audit dan kualitas laporan hasil pemeriksaan. Dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. Per/ 05/ M.PAN/ 03/ 2008 menyatakan bahwa kualitas audit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : etika, kompetensi, dan independensi. Etika secara umum didefinisikan sebagai prinsip moral atau nilai. Dalam arti sempit, menurut (Yulianti, 2015) etika berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan auditor untuk berbuat, bertindak atau berperilaku dalam konteks penugasannya. PER/05/M.PAN/03/2008 dalam Kisnawati (2012) menerangkan indikator bahwa seorang APIP dikatakan memiliki etika yang baik apabila mampu menjaga integritas, obyektifitas, kerahasiaan, serta komunikatif secara baik. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, auditor harus mematuhi kode etik yang mengatur hubungan antara : (1) Auditor dengan rekan sekerjanya, (2) Auditor dengan atasannya, dan (3) Auditor dengan auditan (objek pemeriksanya) serta (4) Auditor dengan masyarakat. Maksud dibuatnya kode etik ini adalah untuk tersedianya pedoman bagi auditor untuk member arah profesi, menegakkan kebenaran dan memelihara tingkah laku (Alim dkk, 2007). Hasil penelitian Kadhafi (2014) menyatakan bahwa etika berpengaruh terhadap kualitas audit. Penerapan tugas dan tanggung jawab aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan yang sesuai dengan kode etik APIP tersebut juga merupakan amanah dari Perbup no 41/2008. Webster s Ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam Ahmad dkk (2011) mendefinisikan kompetensi sebagai ketrampilan dari seorang ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Maka dapat dikatakan bahwa kompetensi sebagai seorang auditor adalah pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman yang harus dimiliki oleh seorang auditor untuk dapat melaksanakan audit dengan objektif, cermat, dan seksama. Indikator kompetensi seorang APIP menurut PER/05/M.PAN/03/2008 dalam Agusti (2013) 5
yaitu : mutu personal, latar belakang pendidikan, dan keahlian khusus seperti sertifikasi auditor. Penelitian ini merujuk pada penelitian afni (2012) dan Febriansyah (2014) yang menyimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Selanjutnya Arens, et.al (2011:51) mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai "Penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit". Sedangkan Zalida, dkk (2012) mendefinisikan independensi sebagai "keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Dari dua definisi tersebut, maka independensi merupakan sikap dan kondisi bebas dari tekanan ketika melksanakan proses audit. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Independensi APIP pada konteks pemerintah daerah menurut PER/05/M.PAN/03/2008, posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan organisasi sehingga dapat bekerja sama dengan auditi dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian, APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditi terutama dalam saling memahami diantara peranan masing-masing lembaga. Maka dalam hal ini, indikator independensi sesuai PER/05/M.PAN/03/2008 adalah independensi penyusunan program, independensi pelaksanaan, serta indepensdensi pelaporan. Penelitian Mabruri, dkk (2010) menyatakan bahwa independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Aparat Inspektorat Daerah Kabupaten Grobogan menurut Peraturan Bupati nomor 41 tahun 2008 bertugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah yaitu merumuskan kebijaksanaan teknis di bidang pengawasan serta menyusun rencana dan program di bidang pengawasan, dan melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala daerah. Lebih jauh lagi, para aparatur inspektorat atau 6
dapat juga dikatakan sebagai auditor internal (dewa,dkk 2015) tersebut harus mengevaluasi berbagai alternatif informasi untuk memenuhi standar lapangan yaitu bukti audit yang kompeten melalui inspeksi, pengamatan, ataupun jenis pemeriksaan lainya sesuai dengan standar pemeriksaan yang baku. Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai aparatur inspektorat di Kabupaten Grobogan tersebut, maka dibutuhkan para aparat yang menjalankan etika penugasan sesuai dengan kode etik APIP, memenuhi kompetensi di bidangnya, serta memiliki jiwa independensi yang tinggi. Sehingga proses pelaksanaan teknis operasional pengawasan dapat berjalan maksimal dan menghasilkan hasil audit yang mencerminkan keadaan sebenarnya supaya dapat dilakukan tindakan lanjutan (TLHP) yang relevan. Pelaksanaan tugas dan fungsi Inspektorat Kabupaten Grobogan tersebut hingga kini secara faktual masih banyak yang harus diperbaiki. Menurut LHP BPK tahun 2014 mengatakan ada beberapa catatan terkait kelemahan dari pelaksanaan tupoksi Inspektorat Kabupaten Grobogan tersebut. BPK mendapati bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat kepada SKPD di Pemkab Grobogan pada tahun 2014 masih belum dilakukan secara maksimal yaitu salah satunya ditandai dengan tidak diketahuinya praktik penyelewengan dana bansos oleh Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar). Hingga baru ketika pemeriksaan tahunan BPK dilaksanakan dan mendapati adanya temuan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas audit yang dihasilkan oleh Inspektorat Kabupaten Grobogan masih buruk karena belum memenuhi indikator kualitas audit yang baik. Padahal di sisi lain kompetensi yang dimiliki oleh aparatur Inspektorat Kabupaten Grobogan telah memenuhi kriteria baik, menurut data internal Inspektorat Kabupaten Grobogan hampir seluruh pegawai memiliki latar belakang minimal S1 di bidang akuntansi, auditing, keuangan, manajemen, adminsitrasi, hukum, dan teknik serta telah memiliki sertifikasi JFA untuk pegawai fungsional, yang mana hal ini telah sesuai dengan Peraturan Menpan No 05 tahun 2003. Inspektorat sebagai lembaga yang memiliki tugas untuk menjadi auditor internal dalam pemerintahan 7
daerah harus memiliki kompleksitas keahlian yang baik sehingga dapat menjalankan fungsinya secara efektif. Namun dalam praktiknya, kompetensi dan etika profesionalisme yang harusnya ditonjolkan oleh para aparat inspektorat sering akan berbenturan dengan berbagai kepentingan baik itu dengan SKPD yang diawasi dan diperiksa maupun kepentingan-kepentingan lain dari oknum pejabat pemerintahan yang tidak bertanggungjawab. Sehingga pada akhirnya kualiatas audit yang dihasilkan lagi-lagi tidak maksimal. Berdasarkan fonemena di atas, maka peneliti tertarik mengangkat judul Pengaruh Etika, Kompetensi, dan Independensi, Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan 1.3 Perumusan Masalah Inspektorat Kabupaten Grobogan dinilai masih lemah oleh BPK dalam menghasilkan kualitas audit yang baik. Padahal dengan personal aparat yang telah memenuhi persyaratan kompetensi yang diatur dalam Peraturan Menpan No 05 tahun 2003 seharusnya dapat melaksanakan tupoksinya dengan maksimal dan mengahasilkan proses audit yang berkualitas. Disamping itu ada dugaan terkait belum optimalnya sikap independensi dan kepatuhan terhadap etika auditor sebagai penyebab kualitas audit yang belum sesuai yang diharapkan tersebut. 1.4 Pertanyaan penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana Etika, Kompetensi, dan Independensi Aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan 2. Bagaimana pengaruh secara simultan antara Etika, Kompetensi, dan Independensi terhadap Kualitas Audit aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan 3. Bagaimana : a. Pengaruh etika terhadap kualitas audit aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan secara parsial. 8
b. Pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan secara parsial. c. Pengaruh independensi terhadap kualitas audit aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan secara parsial. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas pula,maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Etika, Kompetensi, dan Independensi Aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan 2. Pengaruh secara simultan antara etika, kompetensi, dan independensi terhadap Kualitas Audit aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan 3. Pengaruh secara parsial : a. Etika terhadap kualitas audit aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan b. Kompetensi terhadap kualitas audit aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan c. Independensi terhadap kualitas audit aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis a. Bagi para akademis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi yang menambah wawasan dan saran-saran sebagai kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan akuntansi khususnya mengenai audit yang terkait dengan kompetensi, independensi auditor, objektivitas terhadap kualitas audit. b. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan menjadi tambahan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya pada bidang yang sama. 9
2. Kegunaan Praktis a. Bagi Inspektorat, hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan saran dalam mengelola sumber daya manusia serta menjaga dan meningkatkan kualitas kinerjanya b. Bagi auditor, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam pemeriksaan sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas terhadap publik serta meningkatkan kualitas audit di masa yang akan datang 1.7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuisioner yang membahas tentang pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Etika Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Kabupaten Grobogan. Penelitian ini dilakukan di Inspektorat Kabupaten Grobogan, dengan sampelnya adalah pegawai Inspektorat Kabupateng Grobogan khususnya pada bagian pejabat fungsional. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai di bulan Januari 2016. 1.8 Sistematika Penelitian Dalam laporan penelitian ini, memberikan gambaran tentang materi yang akan dibahas dalam penulisannya. Sistematika pembahasan terdiri atas lima bab, masingmasing uraian akan dijelaskan, yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini berisi teori-teori terkait penelitian dan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. 10
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini terdiri atas karakteristik penelitian, alat pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, validitas dan reliabilitas serta teknik analisis data dan pengujian hipotesis. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan karakteristik responden, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian. BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran. 11