Pelaksanaan Pemilu 2009: Ketaatan Terhadap Peraturan dan Perundang-undangan Rabu, 08 April 2009

dokumen-dokumen yang mirip
KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pelaksanaan Cuti Pejabat Negara dalam Kampanye Pemilu

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

KOMISI PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik I. Umum II. Pasal Demi Pasal...

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Muchamad Ali Safa at

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

-2- Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 02 Juli 2012; MEMUTUSKAN:

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BARITO UTARA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BARITO UTARA Nomor : 1/HK.03.1-Kpt/6205/KPU-Kab/VII/2017

POLA PENEGAKAN HUKUM PEMILU Oleh: Arief Budiman Ketua KPU RI Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, 12 Desember 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Daftar Isi Undang undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

dan Tata Cara Pemberian Suara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Drs. LUTFI TMA, M.Si. Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2014 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Transkripsi:

Pelaksanaan Pemilu 2009: Ketaatan Terhadap Peraturan dan Perundang-undangan Rabu, 08 April 2009 H. Mardiyanto Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Pemilu, Demokrasi, dan Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) Pemilihan umum â bersama partai-partai politik, sistem kepartaian, kelompok-kelompok kepentingan, pers, dan pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat â adalah alat atau sarana perwujudan demokrasi. Ada kesepakatan di antara para teoritisi demokrasi bahwa pemilu merupakan syarat minimal bagi demokrasi. Tak ada pemilu, maka tak ada demokrasi. Bahkan teoritisi demokrasi minimalis â yang mengembangkan pemikiran Schumpeterian â menempatkan pemilu sebagai satu-satunya persyaratan bagi demokrasi. â œperwujudan demokrasiâ sendiri diindikasikan antara lain oleh tegaknya prinsip-prinsip kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan sebagai satu paket. Pemilu adalah sarana untuk menegakkan keempat prinsip ini sebagai satu paket. Pemilu yang demokratis, dengan demikian, pada akhirnya diindikasikan oleh seberapa jauh aturan, proses, dan hasil Pemilu itu bisa melayani keharusan tegaknya satu paket kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan. Dalam kerangka itu, ada tiga aspek yang mesti menjadi pusat perhatian dalam penilaian atau pemantauan atas pemilu: (a) hukum atau aturan pemilu (electoral law), (b) proses pemilu (electoral process), dan (c) hasil-hasil pemilu (electoral results). Pemilu-pemilu yang telah dilaksanakan di Indonesia memberikan pembelajaran penting mengenai seberapa jauh prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pemilu dan demokrasi tersebut sudah berhasil diwujudkan. Sebagai elemen sentral dalam proses rekrutmen politik modern, pemilu juga merupakan titik penyeimbang antara kebutuhan akan sirkulasi elit di satu sisi dengan keperluan adanya jaminan kesinambungan sistem di sisi yang lain. Selain itu, pemilu juga merupakan salah satu ukuran terpenting bagi derajat partisipasi politik pada suatu negara. Terwujudnya pemilu yang bebas biasanya merupakan indikator mulai bekerjanya kekuatan reformasi di negara yang sedang mengalami transisi. Indonesia termasuk negara yang telah mengalami transisi politik besar-besaran secara berulang. Demokrasi di negeri ini juga mengalami pasang surut yang cukup signifikan. Tak beda dengan kecenderungan umum di banyak negara, perubahan politik serta naik-turunnya kualitas demokrasi di negara ini juga berimplikasi pada penyelenggaraan pemilu. Keluhan-keluhan utama tentang kualitas demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru antara lain dialamatkan pada penyelenggaraan pemilu yang intimidatif dan penuh kecurangan. Sebaliknya, kebanggaan pada era reformasi pun senantiasa direfleksikan pada kemampuan bangsa kita untuk menyelenggarakan pemilu multi-partai yang bebas, jujur dan adil semenjak tahun 1999. Meskipun demikian, pemilu di Indonesia tak selalu mudah dipahami oleh publik umumnya dan para pemilih khususnya. Regulasi yang senantiasa berubah-rubah memberikan kontribusi sangat besar terhadap munculnya kebingungan akan sistem dan tata cara pemilu kita. Regulasi dalam Pemilihan Umum merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan Pemilu tahun 2009. Pemilu yang sukses mengindikasikan bahwa pembangunan dalam suatu negara berhasil dilaksanakan dengan sukses pula. Ini berarti bahwa negara tersebut berhasil mengantisipasi perubahan dalam proses pengelolaan pembangunan, sekaligus mengoreksi kelemahan-kelemahan yang ada,â dan sanggup membawa pembangunan pada sasaran dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan. Di Indonesia, kesemuanya itu bertumpu pada 4 (empat) pilar, yaitu Dasar Negara Pancasila sebagai idiologi bangsa, Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

Bagaimana penerapan regulasi dalam Pemilu 2009 agar dapat mempertahankan pembangunan berkelanjutan? Jawaban atas pertanyaan ini merupakan kunci sukses dalam pembangunan yang telah, sedang dan akan terus dilakukan oleh pemimpin bangsa, dalam hal ini adalah pemerintah sebagai leader, beserta seluruh komponen bangsa kita. Perubahan paradigma dan perilaku dalam penerapan regulasi pada Pemilu termasuk faktor esensial untuk mengatasi permasalahan-permasalahan, termasuk dalam pengelolaan konflik. Dalam hal ini, perubahan regulasi tidak hanya pada komitmen dan kebijakan politik yang lebih pro-aktif untuk menyelamatkan dan mencegah terjadinya konflik antar peserta Pemilu lebih jauh. Perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan juga merupakan aspek strategis untuk mengatasi kondisi suatu bangsa dan negara. Selain karena kesalahan cara pandang dan perilaku manusia, keterpurukan suatu negara juga dapat disebabkan oleh kegagalan pemerintah, yang antara lain adalah: - kegagalan dalam memilih model pemerintahan; - kegagalan pemerintah dalam memainkan peran sebagai penjaga kepentingan bersama; - kegagalan pemerintah dalam membangun suatu penyelenggaraan pemerintah yang baik; dan - terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap berbagai ketentuan formal dibidang politik.â Â Â Memperhatikan fakta-fakta tersebut, segenap komponen bangsa telah sepakat untuk mengatasiâ penyimpangan perilaku dengan mengedepankan supremasi hukum sebagai ujung tombak untuk mengatasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), karena pemberantasan KKN dan penegakkan hukum merupakan salah satu syarat terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu diperlukan adanya pemerintahan yang bersih (clean government). Dengan terbangunnya komitmen tersebut, regulasi dalam Pemilu 2009 diharapkan akan dapat diterapkan dan dipatuhi oleh seluruh komponen masyarakat secara bersama-sama sehingga akan berdampak pada tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Pelaksanaan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan diselenggarakan pada setiap lima tahun sekali, serta dilaksanakan di seluruh wilayah NKRI sebagai satu kesatuan. Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pemilu dan Perkembangannya Dalam pada itu, hakekat Pemilu sejak tahun 1955 sampai pascareformasi 98 cenderung mengalami perubahan, terutama sejak adanya amandemen UUD 1945. Sebagai pelaksanaan UUD 1945 dan perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD, telah disahkan Undang-Undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD yang intinya mengatur tahapan Pemilu, peserta Pemilu, persyaratan Parpol peserta Pemilu, pemutakhiran data kependudukan, kampanye dan pemungutan suara. Selain itu, dalam Undangâ Undang tersebut juga diatur mengenai peranan perempuan dalam Pemilu 2009 dengan diakomodirnya keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% pada kepengurusan parpol tingkat pusat dan setiap daftar balon paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Artinya, dalam setiap 3 orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang perempuan.

Dalam rangka pembangunan politik dalam negeri dan sejak Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, berdasarkan pengalaman pelaksanaan dua kali Pemilu tersebut, pemerintah dan DPR-RI senantiasa melakukan perbaikan regulasi politik khususnya undang-undang Pemilu. Prinsip-prinsip umumnya adalah melakukan perbaikan kelemahan pasal-pasal tertentu dari undang-undang yang sudah ada; sinkronisasi seluruh undang-undang bidang politik; melanjutkan konsolidasi demokrasi berdasarkan UUD 1945; dan memantapkan sistem pemerintahan presidensiil. Ada 5 (lima) Undang-Undang bidang politik yang telah disusun/ditata kembali. Undang-Undang tersebut adalah Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan Rancangan Undang- Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD masih sedang dalam proses pembahasan di tingkat Panja. Dari semua produk perundang-undangan bidang politik tersebut, satu hal yang harus kita pahami bahwa Pemilu dilaksanakan oleh Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disebut Komisi Pemilihan Umum. Dalam hubungan ini Pemerintah memberikan dukungan dan fasilitasi, bukan masuk pada tatanan pelaksanaan teknis Pemilu. Semuanya bermuara pada ketahanan politik dalam negeri yang mencakup; a) Sistem dan Implementasi Politik; Kelembagaan Politik Pemerintahan; Kelembagaan Partai Politik; b) Budaya dan Pendidikan Politik; c) Fasilitasi Pemilihan Umum; d) Fasilitasi Pemilihan Presiden; e) Fasilitasi Pemilihan Kepala Daerah. Meskipun demikian, keberhasilan penyelenggaraan Pemilu secara nasional tetap menjadi tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Presiden. Inilah, dasar pertimbangannya pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri mengupayakan terbentuknya Desk Pilkada dan Desk Pemilu sebagai bentuk pengawalan atas tahapan Pemilu demi terciptanya Pemilu yang damai, tenteram dan tetap terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa. Tahapan Pemilu, Kampanye, dan Penetapan Kursi DPR Di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, telah ditetapkan 10 tahapan Pemilu, yaitu: (1) Pemutakhiran data pemilih; (2) Pendaftaran peserta Pemilu; (3) Penetapan peserta Pemilu; (4) Penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan; (5) Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; (6) Masa kampanye; (7) Masa tenang; (8) Pemungutan suara dan penghitungan suara; (9) Penetapan hasil Pemilu; dan (10) Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR, dan DPD. Keseluruhan tahapan Pemilu ini akan diselesaikan dalam waktu 17 (tujuh belas) bulan, yang dimulai dari penyerahan DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) pada tanggal 5 April 2008 oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri kepada Ketua KPU, sebagai bahan untuk penyusunan daftar pemilih. Tahapan Pemilu ini akan berakhir pada saat pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD yang dijadwalkan pada tanggal 1 Oktober 2009. Ketentuan kampanye Pejabat Negara berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada pasal 85 Ayat 1, 2, dan 3 diatur sebagai berikut: (1)    Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan: - a.â   Tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;

- b.â Â Â Menjalani cuti di luar tanggungan negara. (2)Â Â Â Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (3)Â Â Â Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU. Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 86 ayat (1), dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya pelanggaran larangan kampanye oleh pelaksana dan peserta kampanye, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menjatuhkan denda kepada pelaksana dan peserta kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan ayat (3). Kemudian dalam ayat (2), denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan ke kas negara. Pelaksanaan kegiatan kampanye dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan tanggal 5 April 2009. Saat ini kita sudah memasuki tahap keenam, yaitu tahap kampanye pemilu. Dari seluruh tahapan Pemilu, kampanye merupakan tahapan yang paling lama periodisasinya, yaitu selama 9 (sembilan) bulan, dimulai dari tanggal 12 Juli 2008 (3 hari setelah penetapan Parpol peserta pemilu oleh KPU) sampai dengan tanggal 5 April 2009 (3 hari sebelum pemungutan suara yang dijadwalkan pada tanggal 9 April 2009). Pengaturan tentang kampanye terbagi atas: pengaturan tentang kampanye pemilu; materi kampanye; metode kampanye; larangan dalam kampanye; pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye; pemasangan alat peraga kampanye; peranan Pemerintah, TNI dan Polri dalam kampanye; pengawasan atas pelaksanaan kampanye; dan dana kampanye pemilu. Dalam hal kampanye Pemilu, telah diatur tentang pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye. Pelaksana kampanye meliputi pengurus Parpol, calon anggota DPR dan DPRD, juru kampanye, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta Pemilu, serta calon anggota DPD. Peserta kampanye meliputi seluruh anggota masyarakat, sedangkan petugas kampanye adalah seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye. Khusus kegiatan kampanye dalam bentuk rapat umum di ruang terbuka yang mengerahkan massa dalam jumlah besar diatur pelaksanaannya hanya selama 21 hari dimulai pada pertengahan bulan Maret 2009 dan berakhir 1 hari sebelum masa tenang, yaitu tanggal 5 April 2009. Mengenai larangan dalam kampanye, telah diatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelaksana, peserta dan petugas kampanye; antara lain berupa larangan mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945, menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat, serta berbagai bentuk larangan lainnya. Dengan berakhirnya masa kampanye nanti, tahapan Pemilu akan memasuki masa tenang yang berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari atau tanggal pemungutan suara. Untuk penetapan kursi DPR, Parpol peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurangkurangnya 2,5% dari suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Sedangkan untuk penentuan perolehan kursi DPRD, langsung dihitung dari suara sah yang diperoleh. Calon terpilih anggota DPR dan DPRD ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% dari Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP). Keseluruhan proses penyelenggaraan Pemilu legislatif diakhiri dengan tahap Pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD yang akan dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2009.

Parpol Peserta Pemilu 2009 dan Bantuan Keuangan Pemilu Tahun 2009 diikuti oleh semua Parpol yang memiliki kursi di DPR dan Parpol baru yang berstatus badan hukum dari Dephukham yang lolos verifikasi KPU, yang keseluruhannya berjumlah 44 Partai Politik, termasuk 6 Partai Politik Lokal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan peserta Pemilu tahun 2004 yang berjumlah 24 Partai Politik. Pemilu Tahun 2009 akan diikuti oleh 38 (tiga puluh delapan) parpol peserta pemilu, yaitu (1) Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), (2) Partai Karya Peduli Bangsa, (3) Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, (4) Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), (5) Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA), (6) Partai Barisan Nasional, (7) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, (8) Partai Keadilan Sejahtera, (9) Partai Amanat Nasional, (10) Partai Perjuangan Indonesia Baru, (11) Partai Kedaulatan, (12) Partai Persatuan Daerah, (13) Partai Kebangkitan Bangsa, (14) Partai Pemuda Indonesia, (15) Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, (16) Partai Demokrasi Pembaruan, (17) Partai Karya Perjuangan, (18) Partai Matahari Bangsa, (19) Partai Penegak Demokrasi Indonesia, (20) Partai Demokrasi Kebangsaan, (21) Partai Republik Nusantara (RepublikaN), (22) Partai Pelopor, (23) Partai Golkar, (24) Partai Persatuan Pembangunan, (25) Partai Damai Sejahtera, (26) Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia, (27) Partai Bulan Bintang, (28) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, (29) Partai Bintang Reformasi, (30) Partai Patriot, (31) Partai Demokrat, (32) Partai Kasih Demokrasi Indonesia, (33) Partai Indonesia Sejahtera, (34) Partai Kebangkitan Nasional Ulama, (35) Partai Merdeka, (36) Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, (37) Partai Sarikat Indonesia, dan (38) Partai Buruh. Di samping itu ada 6 (enam) parpol lokal di NAD, yakni (1) Partai Aceh, (2) Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS), (3) Partai Bersatu Aceh (PBA), (4) Partai Daulat Atjeh (PDA), (5) Partai Rakyat Aceh (PRA), (6) Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA). Partai lokal tersebut hanya dibentuk di Provinsi NAD yang akan memilih Anggota DPR A (Aceh) dan DPR K (Kab/Kota). Partai lokal di Provinsi NAD dibentuk berdasarkan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Otonomi Khusus di NAD dan PP No. 11 tahun 2007 tentang Parpol Lokal di Aceh. Berdasarkan PP No. 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Parpol yang telah selesai direvisi dan diganti dengan PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Parpol, bantuan keuangan Parpol dari Pemerintah diberikan untuk kelancaran Administrasi Sekretariat Parpol dan penggunaannya diperiksa/diaudit oleh BPK, selanjutnya dilaporkan kepada Mendagri. Bantuan keuangan kepada parpol pada tahun 2009 dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, untuk tahap pertama bantuan keuangan diberikan berdasarkan PP No. 29 Tahun 2005 dengan besarannya Rp. 21 Juta per kursi Anggota DPR RI hasil Pemilu Tahun 2004, selanjutnya tahap kedua bantuan keuangan diberikan berdasarkan PP No. 5 Tahun 2009, yang besarannya menggunakan formulasi jumlah bantuan APBN/APBD Tahun Anggaran sebelumnya dibagi jumlah perolehan suara anggota DPR RI hasil Pemilu 2004 yang mendapatkan kursi di DPR RI. Fasilitas Pemilu 2009 Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional ini mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilu mencakup seluruh wilayah negara kesatuan RI. Lembaga KPU ini menjalankan tugas secara berkesinambungan, dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan Pemilu bebas dari pengaruh pihak manapun. Selanjutnya dengan wilayah Indonesia yang begitu luas, jumlah penduduk yang besar dan menyebar ke seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas permasalahan tertentu, penyelenggara pemilu dituntut untuk profesional, memiliki kredibilitas dan dapat dipertanggungjawabkan.â Â Â Selanjutnya sesuai dengan Pasal 121 UU 22/2007, bahwa untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajibannya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah dan pemerintah daerah serta memperoleh bantuan dan fasilitas, baik dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan kewajiban daerah sesuai Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang bunyinya pada point a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI, dan c. mengembangkan kehidupan Demokrasi. Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilu 2009, sebagai tindak lanjut dari UU tersebut, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2009 tentang Bantuan Fasilitas Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2009. Bantuan dan fasilitas pemerintah daerah dimaksud mencakup pengaturan tentang penugasan personil dan penyediaan sarana ruangan. Dalam kaitan ini Departemen Dalam Negeri telah menerima surat Ketua KPU Nomor: 908/15/V/2008 tertanggal 12 Mei 2008 dan Surat KPU Nomor: 2486/15/VIII/2008 tertanggal 5 Agustus 2008 tentang Permohonan Bantuan dan Fasilitasi Pemilu 2009. Berdasarkan permintaan tersebut maka Departemen Dalam Negeri memandang perlu adanya suatu koordinasi dengan seluruh jajaran Pemerintah Daerah untuk menginventarisir sekaligus mengkoordinasikan berbagai persiapan pemilu 2009 di masing-masing daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi riil tentang berbagai persiapan dan bentuk bantuan maupun fasilitas yang diperlukan untuk lancarnya pemilu 2009. Semua ini adalah sejalan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 27 ayat (1) huruf d, bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai kewajiban melaksanakan kehidupan demokrasi. Sengketa Pemilu dan Penyelesaiannya Pelanggaran Pemilu memiliki dua kategori, yakni pelanggaran administrasi Pemilu dan pelanggaraan pidana Pemilu. Dalam hal terjadi pelanggaran administrasi Pemilu, berdasarkan laporan dari masyarakat, pemantau Pemilu, dan peserta Pemilu, maka Bawaslu/Panwaslu meneruskan laporan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota untuk penyelesaiannya. Sedangkan untuk penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Dalam hal ini, berdasarkan laporan dari masyarakat, pemantau Pemilu, dan peserta Pemilu, makaâ Bawaslu/Panwaslu meneruskan laporan tersebut kepada kepolisian. Prosedur penyelesaiannya adalah penyidikan oleh Kepolisian paling lamaâ 14 hari sejak menerima laporan dari Bawaslu/Panwaslu untuk kemudian diserahkan kepada Penuntut Umum. Selanjutnya Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri paling lama 5 hari sejak menerima berkas perkara dari kepolisian. Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu paling lama 7 hari setelah pelimpahan berkas perkara dari Penuntut Umum. Dalam hal terhadap putusan Pengadilan Negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 hari seteleh putusan dibacakan. Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi paling lama 3 hari setelah permohonan banding diterima. Selanjutnya Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 hari seteleh permohonan banding diterima. Putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak ada upaya hukum lain. Khusus untuk perselisihan hasil Pemilu antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional, peserta Pemilu dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 telah mengatur penyelesaian sengketa Pemilu hanya sampai pada tingkat Banding di Pengadilan Tinggi, sehingga tidak ada upaya hukum Kasasi apalagi Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Hukum acara penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu juga diatur dengan waktu yang super singkat, tidak sama dengan Hukum Acara biasa. Harapan dari kesemuanya itu adalah agar kepastian hukum dalam Pemilu 2009 akan cepat terwujud dan dapat selesai sebelum para anggota DPR, DPD, dan DPRD dilantik pada tahun 2009. Apabila terjadi sengketa pemilu, semua pihak diharapkan tetap berkomitmen untuk menyelesaikannya sesuia dengan

prosedur dan mekanisme penyelesaian yang diatur dalam peraturan dan perundang-undangan yang relevan. Masingmasing piha yang bersengketa, termasuk para pendukungnya diharapkan juga dapat menahan diri sehingga tidak berusaha untuk menyelesaikannya sendiri di luar peraturan dan perundang-undangan yang ada, apalagi dilakukan secara anarkis. Menyongsong Pelaksanaan Pemilu 2009 Menghadapi Pemilu 2009 tentunya kita dituntut untuk mendukung dan menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif guna suksesnya Pemilu dimaksud. Kondisi ini juga mengisyaratkan agar kita melakukan upaya-upaya persiapan pemilu 2009 secara konsepsional, terencana dan terprogram dengan tetap bersandar pada semangat konstitusi sehingga setiap langkah kebijakan kita tetap berjalan sesuai denganâ mekanisme peraturan perundang-undangan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, dalam kebijakan umum pemerintah, pemerintah berkewajiban mendorong implementasi secara maksimal UU bidang Politik oleh Parpol, Masyarakat, KPU dan Bawaslu. Guna mendukung kelancaran proses penyelenggaraan Pemilu, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah akan membentuk Desk Pemilu. Dengan demikian diharapkan Pemilu dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas dan rahasia, jujur dan adil. Pemerintah menaruh perhatian besar demi suksesnya Pemilu Tahun 2009. Berkaitan dengan hal ini telah dilakukan pertemuan konsultasi antara Bapak Presiden dengan Pimpinan DPR RI, Ketua BPK, Ketua MK, Wakil Ketua MA, Ketua KPU dan Ketua Bawaslu di Istana Negara pada tanggal 27 Desember 2008 guna membahas persiapan Pemilu 2009. Selanjutnya, Departemen Dalam Negeri menindaklanjutinya melalui pertemuan dengan Komisi II DPR, KPU, Bawaslu dan Instansi terkait pada tanggal 31 Desember 2008 di Jakarta, serta pertemuan-pertemuan lanjutan yang lebih bersifat teknis. Penutup Menjadi kewajiban kita bersama agar semua peraturan dan perundang-undangan yang relevan dan berkaitan dengan pemilu perlu disosialisasikan secara komprehensif dan mendalam.â Sosialisasi dilakukan kepada seluruh komponen masyarakat, termasuk media masa dan parpol peserta pemilu, sehingga pelaksanaan pemilu dapat berjalan dengan baik dan lancar. Keberhasilan sosialisasi mutlak diperlukan karena merupakan faktor yang sangat penting dan strategis dalam mendukung keberhasilan pemilu secara keseluruhan. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009 ditentukan oleh partisipasi dari seluruh komponen bangsa, termasuk partisipasi dalam mengawal dan mengawasi pelaksanaannya sehingga pesta demokrasi berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pelaksanaan pemilu memerlukan komitmen yang kuat dari seluruh komponen bangsa yang mendambakan demokratisasi berjalan sebaik-baiknya di tanah air kita. Agar pelaksanaan pemilu kondusif, seluruh komponen masyarakat diharapkan dapat berlaku tertib dalam melaksanakan setiap tahapan pemilu. Apabila ada komponen masyarakat yang merasa tidak puas terhadap hasil tahapan pelaksanaan pemilu, dalam menyampaikan aspirasinya diharapkan dapat dilaksanakan dengan tertib, tidak anarkis, santun, dan beretika. Aspirasi masyarakat agarâ disalurkan kepada instansi atau lembaga yang berwewenang sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang ada dalam peraturan dan perundangan yang berlaku.[]