PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung

Hubungi pemasok, lakukan negosiasi termasuk harga, pembayaran, jumlah, kualitas dll.

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

Bab 4 P E T E R N A K A N

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

MENINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN NASIONAL DENGAN MENGEMBANGKAN KEMITRAAN MELALUI INTEGRASI VERTIKAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

10Pilihan Stategi Industrialisasi

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PETERNAKAN RAKYAT AYAM RAS PERLU DI DORONG MENGUASAI UNIT AGRIBISNIS DARI HULU HINGGA HILIR

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

I. PENDAHULUAN. Pertanian telah terbukti sebagai sektor yang mampu bertahan dalam

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi. pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

Krisis ekonomi yang diawali krisis moneter dan berujung pada krisis. multidimensi yang masih melanda Indonesia, telah menyadarkan

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

Transkripsi:

bab tiga PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN Kalau kita membicarakan upaya memberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis. Sebagian rakyat kita menggantungkan hidupnya pada kegiatan agribisnis. Dari jumlah penduduk Indonesia 200 juta jiwa saat ini, sekitar 80 persen menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis baik pada kegiatan agribisnis hulu, agribisnis budidaya agribisnis hilir, maupun pada kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis. Pada agribisnis budidaya saja, diperkirakan sekitar 70 persen dari jumlah penduduk nasional menggantungkan hidupnya pada kegiatan di subsistem ini. Mereka inilah yang mendiami daerah pedesaan mulai dari Sabang sampai Merauke baik sebagai keluarga petard tanaman pangan, keluarga peternak, keluarga nelayan, maupun buruh tani yang sampai saat ini masih berada pada golongan berpendapatan rendah di Indonesia. Dengan demikian, bila bermaksud memberdayakan ekonomi rakyat maka yang da pat dilakukan adalah: mempercepat tingkat kemajuan sektor ekonomi dimana sebagian besar rakyat kita menggantungkan hidupnya yaitu pada sektor agribisnis, dan memperbesar pangsa manfaat ekonomi yang diterima oleh rakyat dari manfaat ekonomi yang ditimbulkan oleh kemajuan sektor agribisnis. Salah satu subsektor yang cukup penting peranannya dalam kegiatan ekonomi adalah subsektor peternakan. Gambaran 29

makro dari perkembangan subsektor peternakan selama ini cukup mengembirakan. Populasi sapi potong mampu bertumbuh dari hanya sekitar 6.4 juta ekor pada tahun 1969 menjadi sekitar 12 juta ekor pada tahun 1996. Populasi sapi perah bertumbuh dari sekitar 52 ribu ekor pada tahun 1969 menjadi 343 ribu ekor pada tahun 1996. Populasi kerbau yang menrngkat dari 2.9 juta ekor pada tahun 1969 menjadi 3,1 juta ekor pada tahun 1996. Sementara itu kambing dan domba yang pada tahun 1969 baru mencapai 10 juta ekor, pada tahun 1996 meningkat menjadi sekitar 22 juta ekor, Ternak yang tergolong cepat perturnbuhan populasinya adalah unggas. Populasi ayam buras pada tahun 1969 baru mencapai 61.7 juta ekor, pada tahun 1996 telah menjadi 270,7 juta ekor, Sementara itu populasi ayam ras pedaging pada tahun 1980 baru mencapai 25.5 juta ekor, pada tahun 19% telah mencapai 755.1 juta ekor. Sedangkan ayam ras petelur pada tahun 1969 baru mencapai sekitar 0.6 juta ekor, meningkat menjadi 77.5 juta ekor pada tahun 1996. Dengan pertumbuhan populasi ternak tersebut diatas, maka populasi hasil ternak juga meningkat. Produksi daging nasional meningkat dari 0.3 juta ton pada tahun 1969 menjadi 1.5 juta ton pada tahun 1996* Sementara itu produksi telur nasional mampu meningkat dari 57 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 580 ribu ton pada tahun 1996, Sedangkan produksi susu segar meningkat dari 28.9 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 362 ribu ton pada tahun 1996- Dengan kemampuan produksi yang demikian, saat ini Indonesia mampu menghasilkan 4.1 juta kg daging, 1.5 juta kg telur, dan 1 juta kg susu segara setiap hari untuk memenuhi kebutuhan 200 juta penduduk. Inilah kontribusi penting dari peternak rakyat kita dalam pembangunan nasional. Bagaimana Perkembangan Pola Pengusahaan Ternak di Indonesia? Dilihat dari pengusahaan, kegiatan ekonomi berbasis peternakan diselenggarakan oleh dua golongan kepenguasaan, yaitu peternak rakyat dan perusahaan peternakan. Berdasarkan 30

data-data yang ada dapat dikemukakan bahwa untuk ternak sapi perah, ayam buras, domba,, kambing, dan kerbau, seluruhnya (100 persen) berada di tangan peternak rakyat. Kemudian untuk sapi potong, sebelum tahun 1990 pangsa peternak rakyat mendekati 100 persen. Namun dengan berkembangnya/eed/ ofer pada 5 tahun belakangan ini y pangsa peternak rakyat sedikit menurun yaitu sekitar 90-95 persen. Sedangkan pada ayam ras petelur, pangsa peternak rakyat mencapai sekitar 80 persen. Pada ayam ras pedaging, pangsa peternak rakyat tidak diperoieh angka yang pasti. Namun dapat diperkirakan bahwa pangsa peternak rakyat tidak lebih dari 50 persen. Pangsa peternak rakyat yang demikian, secara keseluruhan menunjukkan bahwa tulang punggung penyediaan hasil ternak (daging, susu, telur) nasional adalah peternak rakyat. Kemudian dilihat dari tingkat komersialisasinya, usaha peternakan dapat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat) pola usaha, yaitu: (1). Usaha sampingan; (2). Cabang usaha; (3). Usaha pokok; dan (4). Industri peternakan. Berapa besar pangsa masing-masing pola usaha tersebut belum pernah diperolehsecara empiris, Namun secara spekulatif dapat disebutkan berdasarkan jenis ternak. Usaha ayam buras, kerbau, domba, dan kambing masih terkonsentrasi pada pola usaha sambilan dan cabang usaha. Pengusahaan jenis ternak ini umumnya terintegrasi dengan kegiatan usaha tani tanaman di pedesaan. Pada usaha sapi potong, dewasa ini tampaknya mulai terpolarisasi. Di satu sisi berkembang pola usaha sambilan-cabang usaha yang dikelola oleh peternak rakyat namun di Iain sisi juga telah berkembang industri peternakan sapi potong yang dikelola oleh pengusaha. Pada usaha ayam ras pedaging dan petelur, dewasa ini telah berkembang sebagai usaha pokok sampai industri peternakan. Bagi peternak rakyat, usaha ayam ras pedaging dan petelur sudah merupakan usaha pokok. Sedangkan usaha ayam ras yang dikelola oleh perusahaan peternakan telah menjadi suatu industri peternakan yang terintegrasi secara vertikal. Artinya industri pembibitan ayam ras, industri pakan, budidaya, industri pemotongan ayam, bahkan sampai industri jasa restoran 31

dan makanan berada atau dimiliki suatu grup perusahaan. Sedangkan usaha ayam ras yang dikelola oleh peternak rakyat hanyalah budidaya ayam ras (on-farm), sedangkan agribisnis hulu (industri pembibitan, industri pakan, dll), dan agribisnis hilir (industri pemotongan ayam, food service industry, perdagangan, dll) dikuasai oleh perusahaan (di bidang) peternakan. Satu-satunya kegiatan peternakan dengan pola industri peternakan yang dikuasai oleh peternak bersama koperasinya adalah agribisnis sapi perah yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Mengapa kegiatan peternakan yang telah memasuki tahap industrialisasi pangsa peternakan rakyat semakin menurun bahkan cenderung terdesak? Apakah fenomena ini mengindikasikan bahwa porsi peternak hanya sampai tahap usaha pokok saja? Fenomena yang demikian memang terjadi. Usaha ayam ras yang pada awal Orde Baru masih terbatas pada usaha sembilan atau cabang usaha, sepenuhnya dikuasai oleh peternak rakyat. Namun setelah keberhasilan pilot proyek ayam ras yang dilaksanakan di sekitar Bogor dan Yogyakarta pada awal tahun 1970-an, bisnis ayam ras kemudian dijadikan gerakan massal (dalam bentuk BIMAS ayam ras)/ dan pada masa iniiah perusahaan swasta mulai memasuki bisnis ayam ras. Pada perkembangan berikutnya ternyata pertumbuhan perusahaan swasta pada ayam ras melaju sangat cepat bukan hanya usaha budidaya tapi juga pada industri pembibitan, pakan, dan pemotongan ayam serta perdagangannya (dapat dikatakan bahwa terjadi industrialisasi peternakanayam ras). Sementara itu, peternak rakyat ayam ras hanya mampu melaju dari pola cabang usaha ke pola usaha pokok. 32

Akibatnya dominasi peternak rakyat dalam bisnis ayam ras digantikan oleh dominasi perusahaan peternakan. Hal ini menimbulkan persaingan yang ketat pada tahun 1980, dan peternak rakyat banyak yang gulung tikar. Saat itulah awal gejolak bisnis ayam ras dan berlangsung sampai sekarang, sehingga pemerintah terpaksa turun tangan melalui Keppres No. 50 tahun 1981 dan Keppres No. 22 tahun 1990, yang intinya melindungi kepentingan peternak rakyat pada subsistem agribisnis budidaya atau usahaternak ayam ras. Lantas, apakah perusahaan peternakan yang melaju cepat harus disalahkan dan harus dikambinghitamkan sebagai penyebab rendahnya kehidupan ekonomi peternak rakyat? Kita harus obyektif melihat persoalan ini. Perusahaan peternakan mampu memasuki tahap industrialisasi (bahkan saat ini sudah banyak yang go public) karena mereka mampu memperluas bisnisnya ke agribisnis hulu (terutama industri pakan) dan agribisnis hilir. Dalam bisnis ternak apapun, penguasaan pakan sangat menentukan keberhasilan bisnis ternak. Perusahaan peternakan tahu itu. Sementara peternak rakyat gagal mengembangkan kegiatan bisnisnya ke agribisnis hulu dan hilir ayam ras. Memang secara individu, peternak rakyat yang umumnya kecilkecil tidak akan mampu untuk membangun industri pakan. Tapi peternak rakyat secara bersama-sama dapat membentuk organisasi bisnisnya sehingga mampu menguasai agribisnis hulu bahkan juga agribisnis hilir. Disini jugalah kegagalan kita. Kita gagal mendorong pengembangan organisasi bisnis dari peternak rakyat ayam ras secara dini. Berbeda dengan ayam ras, agribisnis sapi perah justru berhasil mengembangkan organisasi bisnis peternak sapi perah secara dini sehingga sampai saat ini agribisnis susu segar mulai dari hulu sampai hilir dikuasai oleh peternak sapi perah melalui koperasinya baik melalui KUD/KPS sebagai koperasi primer maupun melalui GKSI sebagai koperasi sekunder. Saat ini, dari seluruh golongan petani kita, peternak sapi perahlah yang paling tinggi. 33

Jadi pada tahap industrialisasi peternakan, pangsa peternak rakyat tidak harus menurun, tapi dapat tetap besar bahkan dominan, bila organisasi bisnis peternak rakyat dipersiapkan secara dini sehingga mampu berfungsi sebagai lokomotif industrialisasi peternakan. Dan, tidak ada pembatasan bahwa porsi ekonomi petani hanya pada tahap usaha pokok. Peternak rakyat diharapkan mampu berkembang sejajar dengan perusahaan swasta nasional untuk menangkap peluang ekonomi baik di pasar domesrik maupun di luar negeri. Mengapa sudah 25 tahun pembangunan pertanian/peternakan berlangsung, kehidupan ekonomi peternak rakyat tidak banyak berubah? Apakah karena bisnis peternakan tidak menguntungkan? Sebenarnya secara absolut terjadi juga perubahan/perbaikan, namun secara relatif menjadi kurang berarti, karena laju peningkatan pendapatan mereka yang bukan peternak jauh lebih cepat dari laju pertumbuhan pendapatan peternak rakyat. Sehingga sampai saat ini peternak rakyat secara keseluruhan tetap berada pada golongan terendah pendapatannya, Relatif rendahnya laju pertumbuhan pendapatan peternak rakyat ini disebabkan karena rakyat dari dahulu sampai sekarang hanya menguasai kegiatan ekonomi yang memberikan nilai tambah terendah. Dalam suatu sistem agribisnis berbasis peternakan nilai tambah yang terbesar berada pada subsistem agribisnis hulu {misalnya industri pakan dan perdagangannya) dan pada subsistem agribisnis hilir (misalnya industri pengolahan hasil ternak dan perdagangannya). Sedangkan pada subsistem agribisnis budidaya/ usahaternak nilai tambahnya relatif kecil. Dengan demikian, mereka yang menguasai agribisnis budidaya akan menerima pendapatan yang relatif rendah juga. Sementara mereka yang menguasai subsistem agribisnis hulu dan hilir (pengusaha/industriawan, pedagang) menerima pendapatan 34

yang relatif tinggi. Mereka yang menguasai agribisnis hulu dan hilir inilah yang saat ini tergolong berpendapatan menengah ke atas bahkan sebagian telah menjadi konglomerat nasional. Posisi peternak rakyat yang berada pada kegiatan yang memberikan nilai tambah kecil, diperparah pula oleh posisinya yang terjepit karena harus menghadapi kekuatan monopoli di pasar input dan kekuatan monopsoni di pasar output usahaternak. Akibatnya harga output yang diterima peternak rakyat tetap relatif rendah, sementara harga input yang dibayar peternak cenderung mahal. Hal ini jelas akan mengurangi peluang peternak rakyat memperoleh keuntungan, Padahal secara tahunan, harga-harga produk akhir peternakan (yang dibayar konsumen) cenderung naik, tetapi dengan posisi seperti itu, kenaikan harga tersebut hanya sedikit dinikmati peternak rakyat. Jadi, kegiatan peternakan yang dikuasai oleh peternak rakyat selama ini kelihatan menjadi tidak menguntungkan, namun dilihat sebagai suatu sistem agribisnis, menguntungkan. Sebab kalau tidak menguntungkan tidak mungkin pengusaha agribisnis berbasis peternakan mampu bertahan sampai saat ini. Bahkan akhir-akhir ini makin ekspansif dan makin banyak pelaku baru (new entrants) baik yang bersifat Penanaman Modal Asing Nasional maupun yang bersifat Penanaman Modal Asing. Selain itu, sejak tahun 1993 lalu, perusahaan-perusahaan agribisnis berbasis peternakan khususnya ayam ras sudah ikut meramaikan bursa saham di pasar modal. Dan akhir-akhir ini, media massa memberikan bahwa saham agribisnis berbasis peternakan banyak diburu investor asing. Kalau tidak menguntungkan apa mungkin diburu investor asing? Apakah dengan mengembangkan koperasi agribisnis peternakan mampu memberdayakan ekonomi peternak rakyat? Menurut saya bisa. Esensi dari pemberdayaan ekonomi 35

peternak rakyat adalah bagaimana upaya agai peternak rakyat mampu merebut nilai tambah yang ada pada agribisnis hulu dan hilir, sekaligus mampu memperkuat usahanya. Mengingat peternak rakyat kita umumnya, serba kecillemah, maka secara individu tidak akan mampu merebut nilai tambah tersebut Oleh sebab itu, perlu ada organisasi bisnis peternak rakyat Maksudnya adalah bahwa peternak rakyat yang bergerak pada budidaya peternakan didorong (kalau perlu difasilitasi) untuk membentuk organisasi bisnis peternak rakyat berupa koperasi agribisnis, yang dikelola oleh orang-orang yang profesional. Perlu saya tekankan bahwa kegiatan yang dikoperasikan bukan kegiatan budidaya/ usahaternak, karena tidak efisien. Yang dikoperasikan adalah kegiatan agribisnis hulu dan hilir yang memang memiliki struktur biaya produksi menurun dengan meningkatnya jumlah produksi (decreasing cost). Koperasi ini akan mengembangkan unit-unit usaha pada agribisnis hulu (misalnya industri pakan ternak) dan unitunit usaha pada agribisnis hilir (misalnya, pemotongan ternak atau perdagangan hasil ternak). Bila kondisi yang demikian dapat dicapai, maka nilai tambah yang ada pada agribisnis hulu dan hilir peternakan akan dapat direbut oleh peternak rakyat melalui koperasinya. Selain itu, karena industri pakan sudah dimiliki oleh peternak melalui koperasinya, maka harga pakan yang dibayar oleh peternak rakyat hanyalah harga pokok penjualan saja, tidak lagi harga yang telah dintark-up atau harga monopoli seperti selama ini. Demikian juga pada agribisnis hilir, karena pemotongan ternak (pengolahan) dan perdagangan sudah dikuasai peternak rakyat melalui koperasinya, maka harga produk produk akhir peternakan yang dibayar konsumen (hasil mekanisme pasar) secara langsung dapat dinikmati oleh peternak rakyat. Dengan kondisi yang demikian maka pendapatan peternak rakyat akan meningkat dan usahanya baik usahaternak yang dikelola secara individu, maupun kegiatan agribisnis hulu dan hilir yang dikelola koperasinya akan semakin kuat dan 36

kondusif mencapai efisiensi tertinggi. Selama ini koperasi (KUD, koperasi unggas) sudah ada. Koperasi agribisnis peternakan yang bagaimana yang dimaksud? Koperasi (KUD, non-kud) yang ada selama ini masih terbatas pada kegiatan budidaya saja. Peran utamanya baru menyalurkan sarana produksi atau mengumpulkan (bukan memasarkan) produk usahaternak. Jadi kehadiran koperasi masih lebih memberi keuntungan bagi pengusaha yang bergerak pada agribisnis hulu dan hilir, bahkan bagi peternak rakyat dapat merugikan jika koperasi mengambil marjin dalam menyalurkan sarana produksi maupun pengumpulan hasil. Selama koperasi (KUD) masih menangani banyak komoditas, sehingga tidak pernah menguasai suatu agribisnis komoditas tertentu secara profesional. Koperasi agribisnis yang kita maksudkan disini dan yang mampu memberdayakan ekonomi peternak rakyat adalah koperasi agribisnis yang menangani suatu jenis komoditas besar sebagai usaha bisnis intinya (core business). Artinya seluruh kegiatan agribisnis mulai dari hulu sampai ke hilir dikuasai oleh koperasi. Dalam agribisnis berbasis peternakan sudah ada yang berhasil yaitu koperasi susu GKSI sebagai koperasi susu sekunder dan koperasi peternak sapi perah (KPS) sebagai koperasi primer, yang hanya menangani satu agribisnis komoditi besar yaitu agribisnis susu. Pada agribisnis hulu susu, koperasi memiliki pabrik pakan ternak, dan gudang pencampuran pakan ternak, mengimpor Iangsung bibit sapi perah dan memiliki pembesaran pedat sapi perah, dan Iain-lain. Sedangkan pada kegiatan usahaternak, dilaksanakan oleh peternak sapi perah (di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur). Sedangkan pada agribisnis hilir, mereka memiliki pabrik pengolahan susu (Milk Treatment), armada khusus pengangkutan susu, industri pengolahan susu (pasteurisasi, yoghurt) susu alam murni, dan mengembangkan aliansi dengan industri pengolahan susu seperti dengan PT. 37

Friesche Vlag Indonesia, PT. Ultra Jaya, PT. Sari Husada, PT. Nestle Indonesia, dll. Mungkin di masa yang akan datang dapat mendirikan industri es krim. Pada ayam ras, saat ini Departemen Pertanian c.q. Direktorat Jenderal Peternakan bersama-sama dengan Pemda Jawa Barat sedang mengembangkan koperasi agribisnis ayam ras. Kita harapkan koperasi ayam ras ini mampu berkembang cepat. Pada komoditi lainnya seperti sapi potong, domba, kambing, dan ayam buras dapat muncul koperasinya di masa yang akan datang. Di negara-negara Eropa seperti Denmark dan Belanda, koperasi agribisnis dengan usaha bisnis inti satu komoditi besar sangat berhasil. Bahkan di negara Jepang dimana Bung Hatta dulu belajar koperasi, yang berkembang adalah koperasi agribisnis seperti itu. Apakah bila dari hulu hingga ke hilir dikuasai oteh koperasi agribisnis tidak menciptakan distorsi pasar seperti praktek kartel? Tidak akan! Sebab, mengembangkan koperasi agribisnis suatu komoditi tidak bermaksud (tidak akan) membuat seluruh petemak tergabung dalam satu koperasi sebab tidak akan berhasil, karena terlalu besar. Yang akan kita kembangkan adalah banyak koperasi agribisnis dalam satu komoditi. Di Jawa Barat misalnya untuk ayam ras, akan ada puluhan koperasi agribisnis, dan demikian juga halnya di propinsi lain. Lagi pula, ada perusahaan swasta yang juga terintegrasi secara vertikal. Jadi ada puluhan koperasi agribisnis dan puluhan perusahaan swasta, yang saling bersaing di pasar produk akhir baik antar koperasi agribisnis, antar perusahaan swasta maupun antar perusahaan swasta dengan koperasi agribisnis. Kalau begitu banyak pelaku agribisnis, disuruhpun berkolusi tidak akan terjadi kolusi. Tapi kalau jumlahnya sedikit,dilarangpun berkolusi pasti akan berkolusi. Selain itu beberapa tahun yang akan datang kita akan 38

memasuki era perdagangan bebas di kawasan AFT A kemudian APEC. Dengan era perdagangan bebas, maka persaingan antar koperasi agribisnis, perusahaan swasta dan perusahaan asing akan meningkat. Jadi tidak mungkin terbentuk kartel. Yang terjadi adalah persaingan. Dan ini baik karena akan mendorong efisiensi dan inovasi. Bagaimana tahap-tahap pengembangan koperasi agribisnis peternakan? Apakah sumberdaya manusia peternak rakyat mampu? Dan apa peran pemerintah? Bagi peternak rakyat yang sudah ada koperasinya, sudah Iebih mudah karena tinggal mengembangkan saja. Tapi bagi peternak rakyat yang belum ada koperasinya, kita perlu mendorong dan membantu mereka untuk berkoperasi. Pada bisnis peternakan, keberhasilan bisnis akan sangat tergantung pada pakan, karena sekitar 60-70 persen dari biaya produksi adalah pakan. Siapa yang menguasai pakan, dialah yang unggul dalam bisnis peternakan. Oleh karena itu, yang harus segera (pertama) digarap oleh koperasi agribisnis peternakan adalah industri pakan. Industri pakan ini tidak perlu besar-besar, Iebih baik skala menengah tapi layak dan sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Setelah pakan ini digarap, baru dilanjutkan pada agribisnis hilir misalnya pemotongan ternak atau pengolahan maupun perdagangan. Dalam mengarap pemotongan ternak atau pengolahan hasil ternak ini dapat secara murni dimulai koperasi. Tapi dapat juga dengan aliansi atau modal venture dengan perusahaan swasta atau BUMN. Dalam perdagangan hasil ternak misalnya koperasi dapat mengadakan kios-kios hasil ternak baik di pasar tradisional maupun pasar elit.selanjutnya untuk menjamin kontinuitas bahan baku pakan terutama jagung, koperasi agribisnis dapat mengembangkan jarrngan usaha bisnis dengan koperasi petani jagung atau membuka perkebunan jagung secara modal venture dengan koperasi agribisnis peternakan lainnya atau dengan 39

koperasi agribisnis jagung atau dilakukan secara sendiri-sendiri. Demikian seterusnya, mungkin sampai pada pembibitan dan Iain-Iain. Koperasi agribisnis tersebut, terrnasuk unit-unit usahanya, harus dikelola secara profesional Dewasa ini peternak rakyat sudah banyak yang pintar (karena pengalaman) bahkan pada ay am ras banyak yang sudah tingkat sarjana. Kalaupun tidak ada, tidak menjadi hambatan untuk mengembangkan koperasi agribisnis. Perusahaan peternakan yang ada saat ini, pemiliknya tidak tahu apa-apa tentang bisnis ternak. Mereka merekrut orang-orang yang profesional. Kalau perusahaan peternakan mampu menggaji orang-orang profesional, mengapa koperasi agribisnis peternakan tidak mampu. Saya yakin mereka mampu. Contohnya sudah ada, yaitu Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Saat ini GKSI teiah mampu merekrut dan menggaji 35 orang tenaga kerja SI dan S2. Kemudian peran pemerintah jelas sangat dibutuhkan, terutama pada awal pengembangan koperasi agribisnis. Sudah saatnya pemerintah lebih serius lagi untuk mendorong pengembangan koperasi agribisnis ini. Pada awal perkembangannya, peran pemerintah cukup penting seperti memberi kemudahan izin usaha, lokasi, fasilitas kredit, dll. Sejarah GKSI menunjukkan GKSI mampu berkembang pesat karena pemerintah memberi kemudahan-kemudahan (tanpa menciptakan distorsi). Dalam masalah atau kemelut yang dihadapi GKSI selama ini, pemerintah cukup tanggap dan sigap memberikan solusinya. Soal fasilitas kredit, saat ini sudah cukup banyak skim kredit yang dapat dimanfaatkan koperasi. Skim kredit ini perlu dibesarkan dan dipermudah penyalurannya. Mungkin sudah saatnya kita memiliki Bank Agribisnis yang berperan dalam menghimpun/mengorganisir skim atau sumber kredit yang ada dan menyalurkannya pada koperasi agribisnis. 40