BAB I PENDAHULUAN. dan menangkap setiap peluang untuk mendatangkan pendapatan. Pendapatan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif.

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam sektor ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kegiatan perekonomian yang berkesinambungan, banyak sekali

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. antara subjek dengan benda dan hak kebendaan 1. Selain itu pengertian hukum benda

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya,

TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara hukum. Hal ini tertera pada Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB III UPAYA HUKUM BAGI BANK ATAS KREDIT YANG DIJAMIN DENGAN OBLIGASI KORPORASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial berkemampuan terbatas yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

kredit dari dana-dana yang di peroleh melalui perjanjian kredit. dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Analisis yuridis..., Liana Maria Fatikhatun, FH UI., 2009.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia yang semakin kompleks dan kebutuhan manusia yang semakin beragam, menuntut manusia untuk selalu tanggap dalam setiap kesempatan dan menangkap setiap peluang untuk mendatangkan pendapatan. Pendapatan yang diperoleh dengan cara bekerja untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup, mulai dari keperluan sandang, pangan, hingga papan. Persaingan yang ketat di dunia kerja mengharuskan setiap orang untuk mengasah keahliannya dan menambah pengetahuannya agar memenuhi kualifikasi yang diminta dunia kerja. Ada yang berhasil mendapatkan lahan pekerjaan yang tepat, dan sisanya tersisih tidak mendapat pekerjaan. Kebutuhan akan lapangan pekerjaan semakin meningkat, namun tidak diiringi dengan penambahan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Konsekuensinya sebagian orang terpaksa bekerja meskipun upah yang diterimanya tidak sesuai dengan harapan dikarenakan tidak sedikit pelaku usaha yang menggaji pegawai mereka dengan upah yang kurang pantas. Ketidakberimbangan jumlah pendapatan dan pengeluaran menciptakan permasalahan bila muncul kebutuhan yang mendesak, seperti biaya pengobatan, biaya pembayaran uang sekolah, kebutuhan tambahan modal usaha, dan keperluan 1

2 mendesak lainnya. Salah satu alternatif untuk mendapatkan tambahan dana yaitu melalui lembaga keuangan yaitu perbankan. Tugas utama bank adalah menghimpun dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali pada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Jadi jelas bahwa lembaga perbankan menfasilitasi masyarakat akan kebutuhan tambahan dana. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Undang-Undang Perbankan), definisi bank adalah sebagai berikut : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Bank dalam memberikan jaminan menetapkan syarat-syarat pemberian kredit dengan tujuan untuk meminimalisir risiko dalam pemberian kredit tersebut. Berikut syarat-syarat dikenal dengan istilah 5C, yaitu: 1. Character (watak) 2. Capacity (kemampuan) 3. Capital (modal) 4. Condition of economy (kondisi ekonomi) 5. Collateral (Agunan) Collateral/agunan menjadi salah satu syarat pemberian kredit yang biasanya menjadi aspek yang paling penting bagi bank untuk memberikan pinjaman. Dengan

3 adanya agunan memungkinkan bagi kreditur untuk menyita barang yang dijaminkan jika debitur terbukti tidak dapat memenuhi kewajibannya. Akan tetapi, syarat-syarat yang ditetapkan oleh Perbankan di atas seringkali tidak dapat dipenuhi masyarakat yang kurang mampu, dikarenakan mereka biasanya tidak memiliki jaminan yang memadai untuk dapat dijadikan agunan pada perbankan. Selain itu meminjam uang ke bank biasanya membutuhkan proses, sehingga tidak dapat dicairkan dalam waktu singkat. Sebagian orang lagi memenuhi kebutuhan dana mereka dengan cara meminjam pada rentenir. Rentenir membebankan bunga yang sangat tinggi atas kredit yang mereka berikan.. Pemerintah sendiri pada akhirnya membentuk lembaga pengadaian yang diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah tersebut. Orang yang membutuhkan dana dapat menjaminkan benda yang mereka miliki dan dapat diambil dikemudian hari dengan membayar hutang pokok beserta bunganya. Lembaga pegadaian menjadi jawaban bagi masyarakat akan kebutuhan dana yang cepat dan mudah, dapat dilihat dengan tujuan- tujuan dari lembaga gadai yakni: 1 a. Membantu masyarakat golongan ekonomi lemah dalam mengatasi kesulitan dana b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah c. Turut melaksanakan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional melalui penyaluran kredit atas dasar hukum gadai 1 Fiki Puspitasari, Seluk Beluk Pegadaian, Intan Sejati Klaten, Yogyakarta, 2011, h.10

4 d. Mencegah praktik gadai gelap, ijon, dan riba yang dapat merugikan masyarakat. Lembaga Pegadaian juga dirasa lebih menguntungkan bagi masyarakat karena calon debitur mendapatkan kemudahan yang tidak bisa didapat dari lembaga perbankan,seperti: 1. Mendapatkan kredit dengan prosedur yang mudah,sederhana,dan cepat 2. Bunga yang relatif ringan 3. Penaksiran nilai barang lebih akurat Cukup memberikan barang jaminan berupa benda bergerak,calon debitur sudah dapat menerima uang pinjaman dengan proses yang sangat singkat. Selain itu objek yang dapat dijadikan jaminan gadai juga beragam yakni peralatan elektronik, barang pecah belah, barang tekstil,mesin,perhiasan, serta kendaraan. Oleh karena itu, lembaga jaminan gadai lebih diminati oleh masyarakat untuk mendapatkan dana pinjaman. Lembaga jaminan "gadai" ini merupakan terjemahan kata pand atau vuistpand (bahasa Belanda), pledge atau pawn (bahasa Inggris), pfand atau faustpfand (bahasa Jerman). Dalam hukum adat, gadai disebut cekelan 2. Adapun definisi Gadai terdapat Pada Pasal 1150 Burgerlijk Wetboek (BW): "Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,yang diserahkan kepadanya oleh kreditur,atau oleh kuasanya,sebagai jaminan atas utangnya,dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain;dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan 2 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h.104

5 putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan,dan biaya penyelamatan barang itu yang harus didahulukan" Berdasarkan rumusan tersebut maka gadai pada dasarnya adalah suatu hak kebendaan atas benda bergerak milik orang lain dan bertujuan tidak untuk memberi kenikmatan atas benda tersebut melainkan untuk memberi jaminan bagi pelunasan hutang orang yang memberikan jaminan tersebut. 3 Dengan demikian, benda-benda itu khusus disediakan bagi pelunasan hutang si debitur atau pemilik benda. Bahkan gadai memberi hak untuk didahulukan dalam pelunasan hutang bagi kreditur tertentu serta memberi wewenang bagi si kreditur untuk menjual sendiri barang yang dijaminkan 4. Berdasarkan rumusan undang-undang dapat dilihat unsur-unsur gadai sebagai berikut: 5 1. Objek gadai adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud 2. Benda harus diserahkan kepada Kreditur /pihak ketiga 3. Kreditur penerima gadai didahulukan dalam mengambil pelunasan dibandingkan dengan kreditor-kreditor lainnya bilamana debitur wanprestasi, kecuali ditentukan oleh undang-undang 4. Perjanjian gadai merupakan perjanjian tambahan (accessoir), artinya keberadaan perjanjian gadai bergantung pada perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya hapus maka demi hukum perjanjian gadainya ikut hapus, tetapi tidak sebaliknya. Perjanjian gadainya hapus tidak berarti perjanjian pokoknya ikut 3 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak Hak Yang Memberi Jaminan, Indhill, Jakarta, 2009, h.24 4 Ibid, h.24 5 Trisadini Prasastinah Usanti dan Leonora Bakarbessy, Buku Referensi Hukum Perbankan Hukum Jaminan, Revka Petra Media, Surabaya, 2013, h. 39

6 hapus. Proses pemberian hak gadai terjadi dalam 2 (dua) tahap : 6 Tahap pertama dilakukan perjanjian antara para pihak yang berisi kesanggupan kreditur untuk menjaminkan sejumlah uang kepada debitur dan kesanggupan debitur untuk menyerahkan sebuah/sejumlah benda bergerak sebagai jaminan pelunasan utang (pand overeenkomst). Disini perjanjian masih bersifat obligatoir konsensual 7 oleh karena baru meletakkan hak-hak dan kewajiban pada para pihak. Tahap kedua diadakan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) bahwa kreditur menyerahkan sejumlah uang kepada debitur, sedangkan debitur sebagai pemberi gadai menyerahkan benda bergerak yang digadaikan kepada penerima gadai (inbezitstelling). Penyerahan secara nyata ini mengisyaratkan bahwa secara yuridis gadai telah terjadi. Jika debitur tidak menyerahkan benda kepada kreditur maka berdasarkan ketentaun Pasal 1152 ayat (2) BW, gadai tersebut tidak sah. Namun. dalam praktiknya banyak sekali praktik menggadaikan barang yang ilegal, atau terlarang bahwa barang yang digadaikan oleh debitur ternyata bukanlah barang miliknya. Dalam artian bahwa pemberi gadai yang bukanlah pemilik barang tidak memiliki kewenangan/ tidak berhak berbuat bebas terhadap suatu benda (beschikking on bevoegheid). Sedangkan dalam BW sendiri mengatur dalam Pasal 1152 ayat 4 BW bahwa 6 Frieda Husni Hasbullah, Op.cit., h.30 7 Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak,perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban kepada pihak-pihak

7 kreditur sebagai penerima gadai tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas barang yang digadaikan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk menggadaikan. Namun, debitur tersebut dianggap oleh pihak kreditur memiliki kewenangan karena ketika debitur hendak menggadaikan barang dia dianggap beritikad baik. Berdasarkan Pasal 1977 ayat (1) BW bahwa ketika objek gadai di tangan debitur maka pihak kreditur menggangap bahwa debiturlah pemilik benda tersebut. Sehingga pihak kreditur sendiri seringkali tidak berhati hati dalam menerima barang gadai dengan alasan berlindung pada Pasal 1152 ayat (4) BW. Lalu dengan adanya pihak ketiga yakni pemilik benda sesungguhnya (eigenaar) mengajukan tuntutan atas barangnya yang hilang dengan beralaskan ketentuan hukum Pasal 1977 ayat (2) jo. Pasal 582 BW. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka pokok permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : a. Apa kewenangan Pemberi Gadai dalam menjaminkan objek jaminan gadai? b. Apa Perlindungan bagi pihak ketiga sebagai pemilik benda (eigenaar) dan kreditur sebagai penerima gadai jika objek gadai digadaikan oleh debitur yang tidak memiliki kewenangan? 3. Tujuan Penelitian a. Menganalisis kewenangan Pemberi Gadai dalam menjaminkan objek jaminan serta hak- hak pemilik benda sebagai pemegang hak kebendaan

8 b. Menganalisis perlindungan hukum bagi Pemilik benda dan kreditur selaku penerima gadai,serta upaya hukum bagi pemilik benda terhadap benda yang digadaikan tanpa persetujuannya. 4. Metode Penelitian 4.1. Tipe Penelitian Penulisan hukum ini menggunakan tipe penulisan yuridis-normatif 8, yaitu salah satu tipe pendekatan masalah yang mempunyai maksud dan tujuan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku, buku- buku literatur yang kemudian dijadikan acuan untuk menganalis permasalah yang akan dibahas. 4.2 Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah statute approach dan conceptual approach. Penggunaan statute approach dikarenakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menelaah Undang-Undang dan regulasinya yang dikaitkan dengan masalah hukum yang akan dibahas 9. Peraturan perundang-undangan yang dijadikan acuan dalam hal ini adalah BW, Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum(Perum) Pegadaian serta peraturan yang lain yang masih relevan dengan materi di skripsi ini. Conceptual approach dipergunakan karena dalam penelitian ini menggunakan konsep hukum dan doktrin yang ada untuk 8 Metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal adalah penelitian yang pada mulanya menganalisis fakta fakta/ kejadian yang relevan dengan norma norma hukum. M.Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007, h.143. 9 Pieter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, h. 133.

9 membangun argumentasi hukum dalam memecahkan masalah yang ada 10. 4.3 Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan yang memiliki otoritas seperti Peraturan Perundang-undangan 11. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: - BW; - Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum(Perum) Pegadaian serta peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Perum pegadaian. Sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah penjelasan dari pendapat hukum para sarjana yang berasal dari literatur-literatur,internet,makalah-makalah yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini. 5. Metode Pengumpulan bahan hukum dan analisa bahan hukum Metode pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder ini dikumpulkan secara tertulis. Teknik pengumpulan bahan hukum tersebut menggunakan library research (studi kepustakaan) karena teknik pengumpulan bahan hukum tersebut dikumpulkan dalam bentuk tertulis. Bahan hukum tersebut dipilih untuk yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini lalu dirumuskan kepada 10 Ibid, h. 136. 11 Ibid. h. 181

10 setiap rumusan masalah yang akan dibahas. Lalu bahan hukum tersebut ditafsirkan terhadap masalah yang akan dibahas untuk dianalisa. Dari hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu data kepustakaan. Keseluruhan data hasil penelitian akan dikemukakan dan akhirnya yang akan menjawab pokok permasalahan dari penelitian ini. 12 6. Pertanggungjawaban sistematika Sistematika pembahasan dalam penyusunan skripsi ini, dibagi menjadi empat bab yang menjelaskan hal-hal yakni: Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang gambaran umum yang terdiri dari latar belakang masalah dan perumusan masalah,tujuan penelitian,metode penelitian,serta pertanggungjawaban sistematika. Dalam bab I ini terdiri dari Latar belakang masalah yang menguraikan sejarah, teori dan norma yang berhubungan dengan kenyataan dan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang ditulis pada sub bab rumusan masalah. Selain itu juga terdapat sub bab tujuan penelitian yang berisi tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penulisan skripsi ini. Selanjutnya terdapat sub bab metode penelitian yang menjelaskan tentang dan metode pendekatan yang dipergunakan dalam mengumpulkan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. BAB II berisi tentang pembahasan mengenai permasalahan pertama yakni 12 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet 3, UI Press,Jakarta, 2006, h. 264

11 pembahasan mengenai kewenangan Pemberi Gadai dalam menjaminkan objek gadai sebagai jaminan.dalam bab II ini dibagi menjadi 2 subab, yaitu sub bab pertama membahas mengenai gadai sebagai jaminan kebendaan sub bab kedua membahas mengenai lahirnya hak kebendaan gadai, sub bab ketiga membahas mengenai hak pemilik benda sebagai pemegang kebendaan serta hak menguasai benda dikaitkan dengan itikad baik. BAB III berisi tentang pembahasan perlindungan bagi pihak ketiga sebagai pemilik benda (eigenaar) dan kreditur sebagai penerima gadai jika objek gadai digadaikan oleh debitur yang tidak memiliki kewenangan, terkait mengenai keberlakuan Pasal 1152 ayat (4) BW. Pada bab III ini dibagi menjadi 3 sub bab yaitu sub bab pertama membahas tentang Perlindungan hukum bagi kreditur sebagai penerima gadai beserta upaya dari kreditur meminimalkan risiko atas objek gadai yang diterima dari debitur yang tidak berwenang, sub bab kedua mengenai upaya hukum dari pemilik benda (eigenaar) atas benda miliknya yang digadaikan tanpa persetujuannya, dan sub bab ketiga membahas mengenai praktik dalam meminimalkan risiko menerima objek gadai dalam perum pegadaian. BAB IV merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari permasalahan-permasalahan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dan memberikan saran terhadap permasalahan yang dibahas untuk menjadi pemikiran di masa yang akan datang dalam menjawab permasalahan yang terjadi.