BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 ANALISIS PENGAMBILAN DATA CORE ORIENTING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III DASAR TEORI 3.1 UMUM

BAB III TEORI DASAR. Longsoran Bidang (Hoek & Bray, 1981) Gambar 3.1

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU KEBUMIAN DAN TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar

BAB IV PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT PAJAJARAN PT. TAMBANG TONDANO NUSAJAYA SULAWESI UTARA

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Analisis Kestabilan Lereng Batuan

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

BAB 4 PENGUMPULAN DATA LAPANGAN. Pemetaan geologi dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Praktikum

PAPER GEOLOGI TEKNIK

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI

BAB V. PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Keakuratan Pengeboran Vertikal dari Pengukuran Lapangan. Keakuratan No. Blast

BAB I PENDAHULUAN 4 CM 0,5 CM. Ditulis dengan rapido 0,5 dan di mal 0,5 2 CM. Ditulis dengan rapido 0, Latar Belakang

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V ANALISIS KESTABILAN LERENG BATUAN

ABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor

TUGAS PRAKTIKUM GEOLOGI TEKNIK ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD) & SCANLINE

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan

BAB IV ANALISA BLASTING DESIGN & GROUND SUPPORT

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual. Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual

RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

ANALISIS STABILITAS TEBING PANTAI DI NUSA PENIDA.

Analisis Kinematik untuk Mengetahui Potensi Ambrukan Baji di Blok Cikoneng PT. CSD Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

ANALISIS KESTABILAN LERENG BATU DI JALAN RAYA LHOKNGA KM 17,8 KABUPATEN ACEH BESAR

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

BEBERAPA PENYELIDIKAN GEOMEKANIKA YANG MUDAH UNTUK MENDUKUNG RANCANGAN PELEDAKAN

M VII KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG (Indirect Brazillian Tensile Strength Test)

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di

Metode Analisis kestabilan lereng

4 CM BAB I PENDAHULUAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Oleh: Yasmina Amalia Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta

PENGAMBILAN CONTOH TANAH DAN BATUAN. Dr.Eng. Agus S. Muntohar

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan.

BAB III BASIS DAN EVALUASI DATA

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Kartion 1, Juli Chandra Teruna 2 dan Program Studi Teknik Pertambangan, Politeknik Muara Teweh

ANALISIS KEMANTAPAN LERENG P3 WEST TAMBANG GRASBERG PT FREEPORT INDONESIA MENGGUNAKAN METODE KLASIFIKASI MASSA BATUAN

BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)

BAB II HAND BORING. 2.1 Referensi. Tanah. ITB Dasar Teori

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR TABEL. Parameter sistem penelitian dan klasifikasi massa batuan (Bieniawski, 1989)... 13

KAJIAN GEOTEKNIK TERHADAP FORMASI TANJUNG DI PIT SAYUNA, SATUI, KALIMANTAN SELATAN, DENGAN MENGGUNAKAN METODE SLOPE MASS RATING

BAB I PENDAHULUAN. Font Tulisan TNR 12, spasi 1,5 1.1 Latar Belakang

PENYELIDIKAN GEOTEKNIK (GEOTECHNICAL INVESTIGATION)

7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

= specific gravity batuan yang diledakkan

PENGARUH BIDANG DISKONTINU TERHADAP KESTABILAN LERENG TAMBANG STUDI KASUS LERENG PB9S4 TAMBANG TERBUKA GRASBERG

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pada ujung bawah kaki timbunan terlihat kelongsoran material disposal yang menutup pesawahan penduduk seperti terlihat pada Gambar III.27.

Tata cara pemasangan dan pembacaan alat ukur regangan tanah

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

ANALISIS STRUKTUR METODE MATRIX. Pertemuan ke-3 SISTEM RANGKA BATANG (PLANE TRUSS)

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN...

UJI CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) ASTM D1883

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i. SARI...iv. ABSTRACT...v. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR TABEL...ix. DAFTAR GAMBAR...x. DAFTAR LAMPIRAN...

Teguh Samudera Paramesywara1,Budhi Setiawan2

Data survey drill hole dapat diinput bersamaan dengan data lithology. Seperti dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, bagian Persiapan Pemodelan.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Cara uji kuat tarik tidak langsung batu di laboratorium

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

PERTEMUAN 4 : PROYEKSI STEREOGRAFIK GEOLOGI STRUKTUR. Firdaus

Studi Jarak Kekar Berdasarkan Pengukuran Singkapan Massa Batuan Sedimen di Lokasi Tambang Batubara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III DASAR TEORI 3.1. Klasifilasi Massa Batuan

ESTIMASI GEOLOGICAL STRENGTH INDEX (GSI) SYSTEM PADA LAPISAN BATUGAMPING BERONGGA DI TAMBANG KUARI BLOK SAWIR TUBAN JAWA TIMUR

LATIHAN SOAL ILMU UKUR TAMBANG. Oleh: YULI KUSUMAWATI, S.T., M.T.

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

Sebuah contoh akan membantu menjelaskan konsep sebenarnya mengenai sebuah surface.

DAFTAR PUSTAKA. Bieniawski, Z. T., Rock Mechanics Design in Mining and Tunneling. A.A. Balkema, Amsterdam. 272 hal.

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR

5 Patahan. Gambar 5-1: Jenis patahan

Prosiding Seminar Nasional XI Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

Transkripsi:

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 DATA Data yang digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah data-data yang dikumpulkan dari kegiatan Core Orienting di lokasi proyek Grasberg Contact Zone. Data yang dikumpulkan langsung di lapangan adalah data RQD, data Oriented Core, dan data kekasaran dari permukaan bidang diskontinu. Data RQD dan Oriented Core menggunakan form data standar dari Call and Nicholas, Inc (CNI). Adapun data Oriented Core CNI mencakup tipe batuan, orientasi bidang diskontinu, tipe dan ketebalan filling material yang terdapat pada bidang diskontinu dan kekerasan batuan. 4.1.1 Data Rock Quality Designation (RQD) Dalam pengambilan data RQD, dilakukan pengukuran terhadap hal-hal berikut : a. Drill interval Drill interval adalah kedalaman satu kali pengeboran yang dihitung dari collar. b. Length of core recovery Merupakan panjang total core yang diperoleh pada satu kali pengeboran. c. Whole core length Merupakan panjang total dari seluruh core pieces dalam satu interval pengeboran. Core pieces adalah panjang core utuh yang lebih besar dari diameter core. Sementara core yang panjangnya kurang dari diameter dianggap sebagai broken core. d. Number of whole pieces Merupakan jumlah core pieces yang terdapat dalam satu interval pengeboran. 54

e. Length of broken zone Length of broken zone adalah panjang total dari seluruh broken core yang ada. f. Length of > 0.4 meter core Merupakan panjang total dari seluruh core pieces yang memiliki panjang lebih besar dari 0.4 meter atau 40 cm. g. Length of > 0.2 meter core Merupakan panjang total dari seluruh core pieces yang memiliki panjang lebih besar dari 0.2 meter atau 20 cm h. Length of > 2 x core diameter Merupakan panjang total dari seluruh core pieces yang memiliki panjang lebih besar dari 2 x diameter core. Dalam pengeboran pada program Core Orienting ini pada umumnya memakai drill bit dengan diameter HQ3 (61.11 mm), maka panjang yang dianggap sebagai 2 x diameter adalah 13 cm. i. Length of < H2 Length of < H2 adalah panjang core yang memiliki kekerasan kecil dari 2 menurut klasifikasi kekerasan Deere. 55

Klasifikasi kekerasan material menurut Deere dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Klasifikasi Kekerasan Material Menurut Deere j. Average hardness Merupakan rata-rata kekerasan core dalam satu interval pengeboran. Klasifikasi kekerasan Deere juga dipakai pada penentuan kekerasan rata-rata ini. k. Number of joint set Merupakan perkiraan awal mengenai jumlah joint set yang ada pada tiap interval. 56

Berikut ini merupakan contoh data RQD yang dikumpulkan di lapangan, yang telah di-input ke dalam program Microsoft Excel. Data RQD yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B Tugas Akhir ini. Tabel 4.2 Data RQD 57

4.1.2 Data Oriented Core Dalam kegiatan Core Orienting dilakukan pengumpulan data-data berikut : a. Refference angle Merupakan sudut antara reference line dengan bottom line diukur berlawanan arah jarum jam. b. Depth from start of run Kedalaman bidang diskontinu untuk masing-masing interval pengeboran. Kedalaman diukur dari top of hole ke setiap bidang diskontinu yang ada dalam tiap interval pengeboran. c. Rock type Merupakan tipe batuan pada bagian di mana bidang diskontinu berada. d. Structure Pengamatan struktur meliputi tipe struktur (joint, bedding, fault, dan sebagainya) dan pengukuran untuk mendapatkan orientasi dari struktur atau bidang diskontinu tersebut. Untuk mengetahui orientasi sebenarnya dari bidang diskontinu, dilakukan pengukuran angle to core axis dan circumference angle. e. Filling material Pengamatan dilakukan untuk mengetahui tipe filling material yang terdapat pada permukaan bidang diskontinu, dan ketebalan dari filling material tersebut. f. Drill run depth from collar Merupakan interval pengeboran, diukur dari collar. g. Slickensided Slickensided merupakan salah satu tanda bahwa bidang diskontinu telah mengalami pergerakan. Ada atau tidaknya slickenside dicatat dalam form data Core Orienting. h. Fracture type Ada 2 macam input data fracture type, yaitu natural fracture, mechanical fracture. Hal ini untuk membedakan antara bidang diskontinu yang alami yang sudah ada di alam dengan bidang pecah yang terjadi karena proses pengeboran atau pengukuran. Dalam 58

laporan Tugas Akhir ini, data yang dipakai hanya natural fracture saja. i. Confidence Merupakan tingkat kepercayaan dari pengukuran yang dilakukan. Selang kepercayaan yang dipakai mulai dari 4 untuk excellent confidence hingga 1 untuk poor confidence. Dalam laporan Tugas Akhir ini, data yang dipakai hanya hasil pengukuran dengan confidence 3 atau 4 saja. j. Difference angle Merupakan sudut yang menunjukkan selisih antara posisi bottom line dari satu interval pengeboran dengan bottom line pada interval pengeboran lainnya. Sudut ini dapat digunakan sebagai indikator tingkat kepercayaan dari hasil pengukuran. k. Initials Initials adalah inisial nama dari Core Orientor yang melakukan pengukuran. l. Remark Pada bagian ini dibuat catatan-catatan penting selama pengukuran. Misalnya jika suatu interval tidak dapat diukur, maka perlu dicatat kenapa hal itu terjadi. Selengkapnya penjelasan mengenai prosedur Core Orienting dapat dilihat pada Lampiran A. 59

Berikut ini merupakan contoh data Oriented Core hasil pengukuran di lapangan, yang telah di-input ke dalam program Microsoft Excel : Tabel 4.3 Data Oriented Core 4.1.3 Data Perhitungan RMR basic Adapun data-data yang diperlukan untuk menentukan nilai RMR basic antara lain kuat tekan batuan utuh, nilai RQD, dan data orientasi dan karakteristik kekar. Data kuat tekan batuan utuh diperoleh dari hasil uji point load yang dilakukan oleh PT SUCOFINDO terhadap sampel yang diperoleh dari tempat pengeboran yang sama dengan pengeboran Core Orienting. Nilai RQD diperoleh dari hasil pengukuran panjang inti bor (core) yang diukur langsung di lapangan. Cara perhitungan dan contoh hasil perhitungan RQD yang diperoleh dapat dilihat pada Bab 4.2.1. 60

Data orientasi dan karakteristik kekar untuk penentuan nilai RMR basic diperoleh dari kegiatan Core Orienting. Data-data karakteristik kekar tersebut adalah : 1) Orientasi kekar relatif terhadap sumbu bor (core axis) Pengolahan data dengan program komputer dcorcnv terhadap data orientasi kekar relatif terhadap sumbu bor (core axis) dan data suvey lubang bor Maxibore akan menghasilkan data orientasi kekar sebenarnya. Selanjutnya dari data orientasi kekar akan ditentukan parameter spasi kekar. Spasi kekar merupakan salah satu parameter pembobotan yang diperlukan untuk menghitung nilai RMR basic. 2) Jenis dan tebal material pengisi kekar Dari data jenis dan ketebalan material pengisi kekar akan ditentukan parameter pembobotan untuk masukan RMR basic yaitu celah (separation/aperture), material pengisi (infilling/gouge), dan tingkat kelapukan (weathering). 3) Profil kekasaran permukaan kekar. Contoh data masukan dan perhitungan RMR basic dapat dilihat pada Tabel 4.7. Sedangkan data masukan dan hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C. 4.1.4 Data Perhitungan SMR Data-data yang diperlukan dalam penentuan nilai SMR antara lain nilai RMR basic, dip dan dip dir kekar, dip dan dip dir lereng, dan metode penggalian yang dilakukan di lereng P3 West Grasberg. Penjelasan tentang data masukan RMR basic dapat dilihat pada Bab 4.1.3. Data dip dan dip dir kekar yang dipergunakan pada perhitungan nilai SMR adalah dip dan dip dir masing-masing joint set setiap interval (run) pengeboran. Penentuan joint set dilakukan dengan bantuan program komputer DIPS v5.1. Data dip dan dip dir lereng P3 West Grasberg diperoleh dari data Divisi Geoteknik Grasberg PT Freeport Indonesia. Lereng ini memiliki dip 61

dan dip direction masing-masing sebesar 75 dan N220 E. Dalam proses penambangannya, lereng ini ditambang dengan metode penggalian peledakan presplitting sehingga untuk faktor F4 dikenakan bobot +10. 4.2 PENGOLAHAN DATA Data yang digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah data yang berasal dari kegiatan Core Orienting di lereng P3 West Grasberg dengan lubang bor GCZ-81-01 dan GCZ-82-01. Koordinat lubang bor, arah pengeboran dan kedalaman pengeboran dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut : Tabel 4.4 Koordinat, Arah dan Kedalaman Lubang Bor Lubang Bor Koordinat Azimuth Inklinasi EOH Easting Northing Elevasi (m) (NE) ( º) (m) GCZ-81-01 733464 9550658 4210 127-70 650 GCZ-82-01 733346 9551597 4089 175-70 650 4.2.1 Perhitungan Nilai RQD Nilai RQD ditentukan untuk setiap interval (run) pengeboran. Pengeboran dilakukan dengan interval (run) 3 m dengan menggunakan mata bor berdiameter 61.11 mm. Berikut ini contoh perhitungan RQD yang dilakukan pada inti bor dari lubang GCZ-81-01. Pada interval (run) pengeboran 129.8 m sampai 132.8 m diperoleh jumlah panjang inti bor yang lebih besar dari dua kali diameter inti adalah 2.84 m, dengan total panjang pengeboran 3 m. Dari data ini dilakukan perhitungan nilai RQD sebagai berikut : Length of core pieces >2 core diameter RQD = 100% Total length of core run 2.82 m RQD = 100% = 94% 3.0 m Dari perhitungan di atas maka diperoleh nilai RQD untuk lubang bor GCZ-81-01 pada interval pengeboran 129.8 m sampai 132.8 m adalah 62

94.7%. Contoh data masukan dan perhitungan RQD untuk lubang bor GCZ-81-01 dapat dilihat pada Tabel 4.5. Sedangkan data masukan dan hasil perhitungan RQD ketiga lubang bor selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Tabel 4.5 Contoh Data dan Perhitungan RQD GCZ-81-01 From To Length Of Core Length Of >2x (m) (m) Recovery (m) Core Diam. (m) 428.50 430.10 1.60 1.47 430.10 431.90 1.60 0.00 431.90 434.90 2.60 1.11 434.90 437.90 3.00 2.54 437.90 440.90 3.00 2.64 440.90 443.90 3.00 1.42 443.90 446.90 3.00 0.78 4.2.2 Perhitungan Nilai RMR basic Sebelum perhitungan RMR basic dilakukan, terlebih dahulu harus diketahui orientasi sebenarnya dari masing-masing kekar. Orientasi yang diperoleh dari kegiatan Core Orienting masih berupa orientasi kekar relatif terhadap sumbu bor (core axis). Untuk mengkonversi data orientasi kekar relatif terhadap sumbu bor (core axis) menjadi data orientasi kekar sebenarnya diperlukan bantuan program komputer dcorcnv_ez. Program ini dikembangkan oleh Call and Nicholas, Inc (CNI). Ada dua jenis data masukan yang diperlukan program komputer dcorcnv_ez yaitu raw data format dan survey data. Raw data format dibuat dari data Microsoft Excel yang berisi data-data pengukuran di lapangan termasuk didalamnya data orientasi kekar relatif terhadap sumbu bor (core axis). Pengukuran orientasi kekar dari inti bor (core) tersebut menghasilkan dua variabel utama yaitu angle to core axis (α) dan circumference angle (β). Angle to core axis (α) merupakan dip kekar relatif terhadap core axis. Sedangkan circumference angle (β) merupakan dip direction kekar relatif terhadap core axis. Data 63

pendukung lainnya yang terdapat di dalam raw data format adalah reference angle (R). Reference angle (R) merupakan besar sudut antara garis referensi dengan garis bottom dari inti bor. Penjelasan dan prosedur pengukuran nilai angle to core axis (α) dan circumference angle (β), reference angle (R), garis referensi, dan garis bottom dapat dilihat pada Lampiran A. Survey data berisi data arah sumbu bor (core axis) yang diperoleh dari survey lubang bor dengan alat Maxibor dan dinyatakan dengan bearing dan inklinasi. Survey Maxibor dilakukan untuk mengetahui arah sebenarnya dari lubang bor. Survey ini diperlukan karena arah lubang bor tidak selalu lurus dan sesuai dengan arah yang direncanakan semula. Alat Maxibor merekam kedudukan dari lubang bor setiap interval 3 m. Kedua data di atas selanjutnya diolah dengan menggunakan program komputer dcorcnv_ez. 4.2.2.1 Pembobotan Parameter Kekuatan Batuan Utuh Data kuat tekan batuan utuh diperoleh dari hasil uji point load yang dilakukan oleh PT SUCOFINDO terhadap sampel batuan yang diperoleh dari hasil pengeboran yang sama dengan pengeboran core orienting. Selanjutnya nilai Point Load Index (PLI) diberi bobot berdasarkan Tabel 3.3 untuk menentukan parameter kekuatan batuan utuh. Nilai Point Load Index (PLI) dan hasil pembobotan parameter kekuatan batuan utuh dapat dilihat pada Lampiran C. 4.2.2.2 Pembobotan RQD Nilai RQD setiap interval (run) pengeboran diberi bobot berdasarkan Tabel 3.4 untuk menentukan parameter drill core quality RQD. Nilai Rock Quality Designation (RQD) dan hasil pembobotannya dapat dilihat pada Lampiran C. 64

4.2.2.3 Pembobotan Parameter Spasi Kekar Pengertian spasi kekar menurut ISRM adalah jarak tegak lurus antara bidang kekar yang berdekatan dalam satu set kekar. Pengukuran spasi kekar tidak bisa dilakukan secara langsung di lapangan. Hal ini dikarenakan jarak antar kekar yang berdekatan yang diperoleh dari pengukuran di lapangan adalah jarak di sepanjang sumbu bor (core axis) yang tidak selalu tegak lurus terhadap bidang kekar. Hal ini sangat ditentukan oleh arah dari sumbu bor (bearing dan inklinasi). Perhitungan spasi kekar dari data Core Orienting ditentukan dari dip relatif terhadap sumbu bor (angle to core axis) dan jarak antara dua kekar berdekatan dalam satu set. Gambaran mengenai perhitungan spasi kekar tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini. Gambar 4.1 Penentuan Spasi Kekar dari Core Orienting 65

Berdasarkan gambar di atas, spasi antara kekar 1 dan kekar 2 dapat dihitung dengan persamaan berikut : α1+ α 2 S = S'sin 2 di mana : S = spasi kekar S = jarak antara dua kekar berdekatan dalam satu set di sepanjang sumbu bor α1 & α2 = sudut lancip yang dibentuk oleh perpotongan bidang kekar dengan sumbu bor Pengukuran spasi kekar dilakukan pada setiap kekar dalam satu set. Pada setiap set kekar akan diperoleh spasi rata-rata dari set kekar tersebut. Jika pada satu interval pengeboran terdapat lebih dari satu set kekar, maka spasi kekar yang digunakan dalam pembobotan dalam penentuan RMR basic adalah spasi kekar rata-rata minimum. Selanjutnya nilai spasi kekar tersebut diberi bobot berdasarkan Tabel 3.5. Nilai spasi kekar dan hasil pembobotannya dapat dilihat pada Lampiran C. 4.2.2.4 Pembobotan Parameter Kondisi Kekar Parameter kondisi kekar diperhitungkan dari lima karakteristik kekar yaitu panjang kekar (kemenerusan), celah, kekasaran, material pengisi dan kelapukan kekar. Metode Core Orienting tidak dapat menentukan apakah kekar-kekar dalam kondisi menerus atau tidak, sehingga dibuat suatu asumsi bahwa semua kekar menerus. Sementara itu empat karakteristik kekar lainnya diperkirakan dari tipe dan ketebalan material pengisi dan profil kekasaran permukaan kekar yang diamati di lapangan. Beberapa asumsi lain yang digunakan dalam pembobotan parameter kondisi kekar adalah sebagai berikut : 1. Tebal material pengisi mewakili jarak atau celah antara kedua permukaan kekar 66

2. Kelapukan kekar diwakili oleh jenis material pengisi dengan penjelasan seperti terlihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Hubungan Jenis Material Pengisi dengan Kelapukan Kekar Deskripsi Pengamatan Kondisi Kekar Tidak ada, kuarsa Unweathered Pirit bebas lempung Slightly weathered Anhidrit, kalsit, lempung Moderately weathered Softening lempung Highly weathered Nilai parameter kondisi kekar diberi bobot berdasarkan Tabel 3.6. Selanjutnya nilai bobot kondisi kekar ditentukan pada setiap interval pengeboran dengan mengambil kondisi kekar yang paling jelek atau kekar yang memberikan nilai bobot minimum. Kondisi kekar dan hasil pembobotannya dapat dilihat pada Lampiran C. 4.2.2.5 Pembobotan Parameter Kondisi Air Tanah Nilai pembobotan parameter kondisi air tanah berdasarkan Tabel 3.7. RMR basic adalah nilai RMR basic dengan parameter kondisi air diasumsikan kering. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi yang dimiliki tentang tekanan air tanah maupun aliran airnya. Jadi, dalam perhitungan nilai RMR basic, parameter kondisi air tanah diberi bobot 15. 4.2.2.6 Perhitungan Nilai RMR basic Nilai RMR basic ditentukan untuk setiap interval (run) pengeboran. Nilai RMR basic diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang telah diberikan untuk setiap parameternya. Berikut ini adalah contoh perhitungan RMR basic interval (run) pengeboran 24.9 m sampai 27.9 m lubang bor GCZ-81-01. Tipe batuan adalah Limestone dengan nilai Point Load Index (PLI) 2.58 Mpa dan nilai RQD adalah 65.3%. Interval ini terdiri dari tiga set kekar dengan spasi kekar 0.22 m. Jarak antara 67

permukaan kekar adalah 0.1 1 mm, permukaan sedikit kasar, material pengisi lunak dengan tebal kurang dari 5 mm, mengalami kelapukan yang sedang dan kondisi air tanah dianggap kering. Bobot yang diberikan untuk masing-masing parameternya adalah 13 untuk RQD, tujuh untuk PLI, sepuluh untuk parameter spasi kekar, sebelas untuk parameter kondisi kekar, dan 15 untuk parameter kondisi air tanah. Lalu dari data-data tersebut dihitung nilai RMR basic yaitu : RMR basic = (bobot PLI + bobot RQD + bobot spasi + bobot kondisi kekar + bobot air tanah) RMR basic = (13 + 7 + 10+ 11 + 15) = 56 Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai RMR basic untuk lubang bor GCZ-81-01 pada interval pengeboran 24.9 m sampai 27.9 m adalah 56. Contoh data masukan dan perhitungan RMR basic untuk lubang bor GCZ-81-01 dapat dilihat pada Tabel 4.7. Sedangkan data lengkap perhitungan RMR basic kedua lubang bor dapat dilihat pada Lampiran C. 68

Tabel 4.7 Contoh Perhitungan Nilai RMR basic pada Lubang Bor GCZ-81-01 69

4.2.3 Perhitungan Nilai SMR Penentuan nilai SMR dilakukan untuk masing-masing joint set pada setiap interval (run) pengeboran. Untuk setiap kriteria faktor koreksi F1, F2, dan F3, Romana membagi nilai besaran faktor koreksi yang dipakai ke dalam dua jenis kasus yaitu kasus untuk jenis longsoran bidang dan kasus untuk jenis longsoran guling. Jenis longsoran yang berpeluang terjadi lebih besar daripada jenis longsoran lainnya menjadi dasar kasus mana yang dipakai dalam menentukan nilai SMR pada daerah tersebut. Pada penelitian Tugas Akhir ini, pemilihan kasus yang dipakai untuk menentukan besaran nilai faktor koreksi F1, F2, dan F3 adalah berdasarkan pada kasus mana nilai besaran faktor koreksi F1, F2, dan F3 terletak pada kolom yang lebih dekat atau pada kolom sangat tidak menguntungkan seperti terdapat pada Tabel 3.9. Contoh perhitungan SMR yang dilakukan pada lubang GCZ-81-01 pada interval 24.9 m sampai 27.9 m yaitu sebagai berikut : Terdapat 14 kekar dengan tiga set orientasi utama kekar. Penggunan program komputer DIPS v5.1 diperlukan untuk menentukan orientasi utama dari kekar-kekar tersebut. Orientasi (dip/dip dir) dari joint set 1 adalah 22/247, untuk joint set 2 adalah 14/104 dan untuk joint set 3 adalah 35/313. Dip/dip dir lereng adalah 75/220. Berikut ini adalah sedikit gambaran penentuan orientasi utama kekar menggunakan program komputer DIPS v5.1 : 70

Gambar 4.2 Contoh Penentuan Orientasi Utama Kekar Menggunakan DIPS v5.1 Penentuan nilai faktor koreksi F1, nilai αj-αs dan αj-αs-180 untuk joint set 1 adalah 27 dan 153, untuk joint set 2 adalah 116 dan 296 dan untuk joint set 3 adalah 93 dan 87. Sedangkan nilai faktor koreksi F1 untuk joint set 1 adalah 0.15, untuk joint set 2 adalah 0.15 dan untuk joint set 3 adalah 0.15. Penentuan nilai faktor koreksi F2, nilai βj untuk joint set 1 adalah 22, untuk joint set 2 adalah 14 dan untuk joint set 3 adalah 35. Sedangkan nilai faktor koreksi F2 untuk joint set 1 adalah 1, untuk joint set 2 adalah 1 dan untuk joint set 3 adalah 1. Penentuan nilai faktor koreksi F3, nilai (βj βs) dan (βj + βs) untuk joint set 1 adalah -53 dan 97, untuk joint set 2 adalah -61 dan 89 dan untuk joint set 3 adalah -40 dan 110. Sedangkan nilai faktor koreksi F3 untuk joint set 1 adalah -60, untuk joint set 2 adalah -60 dan untuk joint set 3 adalah -60. Pada lereng P3 West Grasberg ini digunakan metode peledakan presplitting, sehingga nilai faktor koreksi F4 untuk joint set 1, joint set 2, dan joint set 3 masing-masing adalah 10, 10, dan 10. Sedangkan nilai 71

RMR basic untuk joint set 1 adalah 56, untuk joint set 2 adalah 56 dan untuk joint set 3 adalah 56. Setelah data-data tersebut terkumpul, maka dilakukan perhitungan nilai SMR yaitu sebagai berikut : SMR = RMR basic (F1 x F2 x F3) + F4 SMR joint set 1 = 56 [0.15 x 1 x (-60)] + 10 = 75 SMR joint set 2 = 56 [0.15 x 1 x (-60)] + 10 = 75 SMR joint set 3 = 56 [0.15 x 1 x (-60)] + 10 = 75 Maka dari perhitungan di atas dapat diperoleh nilai SMR untuk joint set 1 adalah 75, untuk joint set 2 adalah 75 dan untuk joint set 3 adalah 75 pada interval pengeboran 24.9 m sampai 27.9 m. Nilai SMR ini ekivalen dengan kelas massa batuan bagus (good). Contoh data dan perhitungan SMR untuk lubang bor GCZ-81-01 dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut sedangkan data lengkap perhitungan SMR kedua lubang bor dapat dilihat pada Lampiran D. Tabel 4.8 Contoh Perhitungan Nilai SMR pada Lubang Bor GCZ-81-01 72