KONTRIBUSI RELIGIUSITAS TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MAHASISWA

dokumen-dokumen yang mirip
Saputri, et al / HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN SUBJECTIVE WELL- BEING PADA GURU SEKOLAH DASAR

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Peran Teman Dengan Religiusitas Pada Komunitas Motor X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

HUBUNGANANTARAPSYCHOLOGICAL WELL-BEING DANHAPPINESSPADA REMAJA DI PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. variabel bebas dengan variabel tergantungnya. selengkapnya dapat dilihat di lampiran D-1.

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah remaja ( Sebagai generasi penerus bangsa, remaja

PERANAN KESULITAN EKONOMI, KEPUASAN KERJA DAN RELIGIUSITAS TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V PENUTUP. SD Katolik Santa Clara kelas IV hingga VI akan diikuti oleh student wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Individu yang merasakan kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

Hubungan antara Self-Efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1 Belitang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 BELITANG NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 3 METODE PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA. Agustin Wahyuningsih Endang R Surjaningrum, M.Appl. Psych. (2013) Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah", Jurnal Psikologi Klinis dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

THE ROLE OF RELIGIOUSITY: Keikutsertaan dalam Pembinaan Keislaman Mahasiswa dan Implikasinya terhadap Kesejahteraan Psikologis Mahasiswa Tahun Pertama

ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA

Hubungan Antara Coping Stress dengan Subjective Well-Being pada Mahasiswa Luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. seorang guru honorer akan diberhentikan dari status kepegawaiannya.

BAB I PENDAHULUAN. itu kebahagiaan juga meliputi penilaian seseorang tentang hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA REMAJA ISLAM SALATIGA. Ferry Adi Setyawan TUGAS AKHIR

Konsep Wellbeing dalam Psikologi Positif. Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi

Theresia Lisiau Ratnayanti Fakultas Psikologi - Universitas Kristen Satya Wacana

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN DISKUSI. Pada penelitian ini, responden berjumlah 396 responden terdiri dari ibu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian kuantitatif adalah pendekatan kuantitatif yang data-datanya

DAFTAR PUSTAKA. Arbiyah, Nurul; Imelda, Fivi N; dan Oriza, Ika D Op. Cit.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

Transkripsi:

KONTRIBUSI RELIGIUSITAS TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MAHASISWA WIDYA ANDINI ABSTRAK Kebahagian (happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak adanya gejala-gejala depresi merupakan ciriciri dari Psychological well-being. Salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well-being adalah religiusitas. Pada mahasiswa religiusitas juga dianggap sebagai salah satu faktor yang menentukan kebahagiaan mereka, akan tetapi tidak semua yang merasakan pengaruh agama tersebut menganggap bahwa agama merupakan faktor utama dari kebahagiaaan mereka. Sehingga perlu diketahui seberapa besar kontribusi religiusitas terhadap Psychological Well-being Penelitian ini dilakukan terhadap 357 mahasiswa dari universitas Padjadjaran, Universitas Kristen Maranatha dan Universitas Islam Bandung. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Religiusitas mempunyai kontribusi sebesar 5,8% dalam mempengaruhi tingkat Psychological well-being pada mahasiswa. Hal ini menunjukan bahwa psychological well-being dipengaruhi oleh religiusitas sebesar 5,8% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Kata Kunci : Psychological Well Being, Religiusitas, Mahasiswa

PENDAHULUAN Kebahagiaan merupakan hal yang diinginkan setiap orang, hampir tidak ada manusia yang tidak ingin bahagia dalam hidupnya. Thomas dan Diener mengungkapkan bahwa kebahagiaan manusia dapat terjadi karena adanya pengaruh suasana hati individu pada satu saat tertentu, keyakinannya akan kebahagiaan serta bagaimana informasi baik yang positif atau negatif mudah diterima oleh individu tersebut (dalam Kartasasmita, 2015). Kebahagiaan merupakan konsep yang luas, seperti emosi positif atau pengalaman yang menyenangkan, rendahnya mood yang negatif, dan memiliki kepuasan hidup yang tinggi (Diener, Lucas, Oishi, dalam Meina 2012). Veenhoven mendefinisikan kebahagiaan sebagai keseluruhan evaluasi mengenai hidup termasuk semua kriteria yang berada di dalam pemikiran individu, seperti bagaimana rasanya hidup yang baik, sejauh mana hidup sudah mencapai ekspektasi, bagaimana hidup yang menyenangkan dapat dicapai, dan sebagainya. Selain itu, Argyle menyatakan bahwa kebahagiaan juga dapat dikatakan sebagai pengalaman positif, kenikmatan yang tinggi, dan motivator utama dari segala tingkah laku manusia (dalam Meina 2012). Ryff (1995, dalam angelina 2011) menyatakan bahwa diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak adanya gejala-gejala depresi merupakan ciriciri dari Psychological well-being. Psychological well-being adalah kemampuan individu dalam menghadapi tantangan dalam rangka berjuang untuk memfungsikan

dirinya secara penuh dan menyadari talenta uniknya (Keyes & Ryff, 1999; Ryff, 1989; Ryff &Keyes 1995 dalam Keyes & Mayar-Moe, 2003).. PWB seringkali dimaknai sebagai bagaimana seorang individu mengevaluasi dirinya. Adapun evaluasi tersebut memiliki dua bentuk (Angelina 2011), yaitu: evaluasi yang bersifat kognitif, seperti penilaian umum (kepuasan hidupnya/ life satisfaction), dan kepuasan spesifik/ domain spesifik(kepuasaan kerja, kepuasaan perkawinan). Bentuk evaluasi yang kedua adalah evaluasi yang bersifat afektif, berupa frekuensi dalam mengalami emosi yang menyenangkan (misal: menikmati) dan mengalami emosi yang tak menyenangkan (misal: depresi). Psychological well being dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Dalam Amawidyati & Utami (2007), faktor faktor yang mempengaruhi psychological well being antara lain: latar belakang budaya, kelas sosial, tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan, kepribadian, pekerjaan, pernikahan, anak anak, kondisi masa lalu seseorang terutama pola asuh keluarga, kesehatan dan fungsi fisik, serta faktor kepercayaan dan emosi, jenis kelamin, serta religiusitas Salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well-being adalah religiusitas. Religiusitas Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan hubungan antara religiusitas dengan well-being (Amawidyati & Utami(2007), diantaranya adalah Penelitian Argyle (2001) menyatakan bahwa religiusitas membantu individu mempertahankan kesehatan mental individu pada saat saat sulit. Selain itu Najati (2005) menyatakan bahwa kehidupan religius atau keagamaan dapat membantu manusia dalam menurunkan kecemasan, kegelisahan, dan ketegangan.

Adams & Gullotta (1983, dalam Desmita 2005) menjelaskan bahwa agama memberikan sebuah kerangka moral, sehinga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan megapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama dapat memberikan perlingdungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya. Mahasiswa di Indonesia umumnya memiliki umur 18-22 tahun. Umur mahasiswa ini berada pada tahap perkembangan remaja akhir dan dewasa awal (santrok, 2007). Menurut teori yang menjelaskan tentangt ahapan perkembangan agama, theory of faith dari James Fowler, remaja akhir dan dewasa awal berada pada tahap Individuatif-Reflective Faith. Pada tahap ini, individu untuk pertama kalinya mampu mengambil tanggung jawab penuh terhadap kepercayaan agama mereka. Mereka mulai menyatakan bahwa mereka dapat memilih jalam kehidupan mereka sendiri dan mereka harus berusaha keras untuk mengikuti satu jalan kehidupan tertentu. Fowler percaya bahwa pemikiran formal operasional dan tantangan intelektual sering mengambil tempat penting dalam perkembangan agama tahap Individuatif-Reflective Faithdi perguruan tinggi (dalam Desmita 2005). Tingkat keberagamaan atau tingkat religiusitas seseorang juga berbeda-beda. Thouless (2000) menyatakan bahwa terdapat empat faktor utama yang dapat mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Keempat faktor tersebut antara lain adalah pengaruh-pengaruh sosial, berbagai pengalaman, kebutuhan, dan proses pemikiran.

Thouless (2000) juga menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun diantara kita dapat mengembangkan sikap-sikap keagamaan kita dalam keadaan terisolasi dari saudara-saudara di lingkungan kita. Oleh karena itu, lingkungan universitas juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat religiusitas mahasiswanya dan juga dapat mempengaruhi psychological well-being. Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa agama mempunyai pengaruh terhadap kebahagiaan. Akan tetapi terdapat perbedaaan mengenai seberapa besar religiusitas tersebut mempengaruhi kebahagiaan mahasiswa. Oleh sebab itu, maka peneliti ingin mengetahui mengenai seberapa besar religiusitas dapat mempengaruhi psychological well-being. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan menggunakan rancangan penelitian kontribusional, yaitu metode yang dipakai untuk meneliti sejauh mana ketergantungan suatu faktor dengan variasi faktor lain. Penelitian kontribusional dipilih karena berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengamati sejauh mana kontribusi suatu variabel berkenaan dengan perubahan nilai pada variabel lainnya. Dimana dalam penelitian ini setiap perubahan yang terjadi bukan disebabkan oleh perlakuan dari peneliti. Dalam penelitian ini, variabel yang akan dilihat yaitu religiusitas dengan psychological wellbeing.

PARTISIPAN Subjek penelitin ini adalah mahasiswa dari tiga universitas di Bandung dan Jatinangor, yaitu Universitas Padjadjaran, Universitas Kristen Maranatha, dan Universitas Islam Bandung. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 357 orang. PENGUKURAN Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang diadaptasi dari The Centrality of religious Scale oleh Hubber (2012) untuk mengukur religiusitas yang disusun berdasarkan konsep dari Glock dan Stark (1965) dan The Ryff Scales of Psychological Well-Being oleh Carol Ryff (1995) untuk mengukur Psychological Well-being HASIL Berdasarkan hasil perhitungan statistik, didapatkan koefisien korelasi religiusitas terhadap Psychological Well Being sebesar 0,241. Untuk mengetahui besarnya nilai kontribusi variabel religiusitas dengan variabel Psychological Well Being dapat diketahui melalui koefisisen Determinasi dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi. Sehingga hasil nilai koefisien determinasi atau nilai kontribusi nya adalah 0,058 (5,8%). PEMBAHASAN Hasil uji statistik membuktikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini terpenuhi. Hal ini berarti terdapat kontribusi religiusitas terhadap Psychological Well

being. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.058 yang menunjukan bahwa religiusitas memberikan kontribusi sebesar 5,8% dalam mempengaruhi tingkat Psychological well-being pada mahasiswa. Hal ini menunjukan bahwa psychological well-being dipengaruhi oleh religiusitas sebesar 5,8 % dan sisanya dipengaruhi oleh factor lain. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan beberapa teori yang mengatakan bahwa ada keterkaitan antara religiusitas dengan psychological well being. Salah satunya adalah teori dari Ellison (dalam Trankle, 2009) yang menjelaskan adanya korelasi antara religiusitas dengan psychological well being, dimana pada individu dengan religiusitas yang kuat, lebih tinggi tingkat psychological well beingnya dan semakin sedikit dampak negatif yang dirasakan dari peristiwa traumatik dalam hidup. Bastaman (dalam Saputri 2013) menyatakan, bahwa individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai setiap kejadian hidupnya secara positif, sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna dan terhindar dari stres maupun depresi. Dengan kata lain, seseorang yang menjalankan kegiatan keagamaan, seperti beribadah, berdoa, dan membaca kitab suci agama diasumsikan akan memiliki kondisi psychological well-being yang baik pula. Hal ini terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stres dan menahan produksi hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin. Pengurangan hormon stres ini dihubungkan dengan aspek kesehatan, yaitu sistem kekebalan tubuh yang semakin meningkat (McCulloug & Others, dalam Saputri 2013).

DAFTAR PUSTAKA Angelina, Cindy. 2011. Gambaran Psychological Well-Being Pada Lesbian. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara:tidak diterbitkan Amawidyati, S. A., & Utami, M. S. (2007). Religiusitas dan Psychological Well Being Pada Korban Gempa. JURNAL PSIKOLOGI, 34, 164-176. Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan.Bandung : PT Remaja Rosdakarya Hubber, Stefan & Odilo W. Huber. 2012. The Centrality of Religiosity Scale (CRS). Religions, 3, 710 724 Kartasasmita, Sandy. 2015. Happiness Description from Game Online Player. http://www.researchgate.net/profile/sandi_kartasasmita/publication/2645519 69_Happiness_Description_from_Game_Online_Player/links/53e5514e0cf2fb 7487170140.pdf Meina, Wulan Nina dan Nanang Suprayogi, Muhamad. 2012.Hubungan Antara Bersyukur Dengan Kebahagiaan Pada Pedagang Pasar Tradisional Pulogadung. Undergraduate Thesis, Binus. Ryff, Carol D. 1989. Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 57, No. 6, 1069-1081

Thouless, Robert H. 2000. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Trankle. 2006. Psychological Well-Being, Religious Coping, and Religiosity in College Students. CHARIS: A Journal of Lutheran Scholarship, Thought, and Opinion, vol 5, 29-33. Saputri et.al.2013. Hubungan antara Religiusitas dan Dukungan Sosial dengan Psychological Well-being pada Santri Kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur an Ibnu Abbas Klaten. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa. 22-31 Santrock, J.W. (2007). Remaja.Jakarta : Erlangga.