BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang menjadi masalah serius. Amerika Serikat merupakan negara adidaya dimana ketika perekonomiannya berubah dan bergoncang maka akan membawa konsekuensi yang luas ke hampir seluruh negara di dunia. Alan Greenspan, mantan Gubernur Sentral AS (The Fed) menyebut krisis ini sebagai once-in-century financial crisis yang akan dan terus membawa dampak terhadap perekonomian global. International Monetary Fund (IMF) bahkan menyebutnya sebagai largest financial shock since Great Depression, yang menandakan betapa parah krisis telah terjadi. Dampak krisis finansial di AS dan Eropa selanjutnya menyebar ke seluruh dunia, termasuk diantaranya. Secara umum, transmisi dampak krisis tersebut ke dapat dibagi menjadi jalur makroekonomi dan jalur finansial (, 2009). Jalur makroekonomi dapat melalui berbagai jalur yaitu, perdagangan, Foreign Direct Investment (FDI), dan hibah. Sedangkan jalur finansial berasal dari besarnya kerugian yang didapat lembaga-lembaga keuangan akibat kepemilikan sekuritas yang terkait dengan subprime mortgage AS dan krisis kepercayaan di antara pelaku pasar uang sehingga memunculkan perilaku risk aversion yang berlebihan, seperti menarik dana besar-besaran (capital outflows), dimana pada akhirnya terjadi kondisi kekeringan likuiditas. Risiko likuiditas di sistem keuangan menjadi perhatian penting beberapa bank sentral di dunia, karena apabila risiko likuiditas itu tidak ditangani dengan baik, seluruh sektor keuangan dan perbankan dapat ikut terkena dampaknya. Apabila dampak krisis global telah menekan seluruh sektor keuangan dan perbankan, kestabilan di sektor riil juga akan merasakan dampak lanjutannya. 1
Perbankan merupakan sektor keuangan yang tidak terlepas dari dampak krisis finansial global. Pada Oktober 2008, tiga bank besar BUMN yakni Mandiri., BNI., dan Rakyat. meminta bantuan likuiditas dari Pemerintah masing-masing Rp5 triliun (, 2010). Bantuan likuiditas itu dipakai untuk memperkuat cadangan modal bank atau memenuhi komitmen kredit infrastruktur tanpa harus terganggu likuiditasnya. Tapi yang paling menderita adalah bank-bank menengah dan kecil yang mengalami penurunan dana simpanan masyarakat. Dana itu lari ke luar negeri atau bank-bank besar. Kesulitan bank-bank menengah-kecil itu semakin diperparah ketika salah satu sumber pendanaan yang biasanya sangat diandalkan, yakni dana antarbank atau Pasar Uang Antar (PUAB), berhenti mengalir alias macet. Hal ini dikarenakan situasi ketidakpastian meningkat sehingga antar sesama bank kehilangan kepercayaan. -bank yang kelebihan likuiditas tidak berani meminjamkan dana mereka ke bank lain karena khawatir tak bisa dikembalikan Namun secara umum, kinerja perbankan umum sepanjang 2008-2011 masih relatif stabil. Pertama, jumlah kredit bermasalah menurun dari tahun ke tahun. Dapat kita lihat pada Gambar 1.2, di akhir tahun 2012, rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan mencapai 1,87 persen, dimana terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh perbaikan kualitas kredit yang diikuti dengan pesatnya pertumbuhan kredit perbankan. 2
Gambar 1.1. Non-Performing Loan Gross (NPL) Perbankan 2008-2012 (%) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2008 2009 2010 2011 2012 NPL Gross 3,8 3,8 2,6 2,17 1,87 Sumber: dalam Laporan Pengawasan Perbankan, 2008-2012 (diolah) Kedua, kecukupan modal perbankan di saat ini jauh lebih baik dibandingkan keadaan ketika krisis moneter tahun 1998 yang lalu. Berdasarkan Gambar 1.3, nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) sepanjang lima tahun selalu berada jauh di atas ketentuan rasio kecukupan modal minimum 8 persen. Mengalami kenaikan di tahun 2008-2009, namun selanjutnya hingga tahun 2011 terus mengalami penurunan. Penurunan CAR ini diakibatkan oleh peningkatan ATMR yang cukup besar sejalan dengan tingginya pertumbuhan kredit dan penerapan perhitungan risiko operasional. Di tahun 2012, CAR kembali meningkat dan mencapai di angka 17.32 persen. Peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh terdapatnya penambahan modal sebesar Rp105,80 triliun yang terutama berasal dari kelompok bank Swasta Nasional dan Persero (, 2012). 3
Gambar 1.2. Capital Adequacy Ratio (CAR) Perbankan 2008-2012 (%) Sumber: dalam Laporan Pengawasan Perbankan, 2008-2012 (diolah) Ketiga, Gambar 1.3 menunjukkan ROA perbankan terus mengalami peningkatan. harus memiliki kinerja yang baik agar pembangunan ekonomi serta stabilitas ekonomi berjalan dengan baik pula. Tolak ukur dari kinerja bank itu sendiri adalah kemampuan bank dalam menghasilkan profit atau laba. Menurut Athanasoglou dalam Mirzaei (2011) a profitable banking system is likely to absorb negative shocks, thus maintaining the stability of the financial system. 18 17,5 17 16,5 16 15,5 15 2008 2009 2010 2011 2012 CAR 16,2 17,4 17 16,05 17,32 Gambar 1.3. Return on Asset (ROA) Perbankan 2008-2012 (%) 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2008 2009 2010 2011 2012 ROA 2,3 2,6 2,7 3,03 3,08 Sumber: dalam Laporan Pengawasan Perbankan, 2008-2012 (diolah) Namun, di tengah peningkatan profitabilitas, Net Interest Margin (NIM) tercatat masih tinggi (Gambar 1.4). Salah satu penyebab tingginya nilai NIM adalah 4
perbankan kurang efisien sehingga biaya operasional dibebankan kepada nasabah. Hal ini menunjukkan industri perbankan masih berlandaskan interest based income bukan fee based income. Inefisiensi perbankan terlihat dari masih tingginya rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Walaupun mengalami tren penurunan, namun nilainya masih diatas 70 persen (Gambar 1.5). Kemudian, apabila kita membandingkan Cost to Income Ratio (CIR) negara-negara ASEAN pada tahun 2008 dan 2011, menempati peringkat empat (Gambar 1.6). Meskipun peringkatnya tidak berubah, nilai CIR justru meningkat, dari 49,2 persen menjadi 52,21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan di secara relatif belum efisien bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN dan malah mengalami penurunan efisiensi dalam kurun waktu tersebut. Gambar 1.4. Net Interest Margin (NIM) Perbankan 2008-2012 (%) 6 5,9 5,8 5,7 5,6 5,5 5,4 5,3 5,2 2008 2009 2010 2011 2012 NIM 5,66 5,56 5,73 5,91 5,49 Sumber: dalam Statistik Perbankan, 2012 (diolah) 5
Gambar 1.5. Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Perbankan 2008-2012 (%) 88 86 84 82 80 78 76 74 72 70 68 2008 2009 2010 2011 2012 BOPO 84,1 81,6 80 85,42 74,15 Sumber: dalam Laporan Pengawasan Perbankan, 2008-2011 (diolah) Tabel 1.1: Peringkat Cost to Income Ratio Negara-Negara ASEAN Tahun 2008 dan Tahun 2011 (%) 2008 2011 Negara CIR Peringkat Negara CIR Peringkat Myanmar 87.5 1 Myanmar 99.4 1 Filipina 59.4 2 Filipina 70.7 2 Laos 55.7 3 Laos 68.6 3 49.2 4 52.21 4 Brunei 49 5 Thailand 52.1 5 Thailand 47.4 6 Vietnam 44.6 6 Kamboja 44.7 7 Malaysia 41.1 7 Vietnam 42.3 8 Kamboja 38.4 8 Malaysia 41.5 9 Singapura 33.1 9 Singapura 38.1 10 Brunei 32.8 10 Sumber: World, 2013 6
Walaupun kondisi industri perbankan cukup stabil, pada Tabel 1.2 terlihat ketimpangan struktural perbankan di, dimana 10 bank menguasai pangsa lebih dari 60 persen pangsa dari total aset, total DPK, dan total kredit perbankan secara keseluruhan. Pada tahun 2011, nilai Concentration Ratio 4 perusahaan terbesar (CR4) untuk pangsa aset sebesar 0,46, pangsa DPK sebesar 0,46, dan pangsa kredit sebesar 0,41. Artinya, ketiga pangsa pasar industri perbankan di dikategorikan sebagai pasar yang berstruktur oligopoli tingkat IV atau oligopoli longgar. 7
Nama Mandiri PT BRI Central Asia PT BNI CIMB Niaga Danamon PT Pan Permata PT BII PT BTN Pangsa Terhadap Total Aset Umum (%) Tabel 1.2: Daftar Sepuluh Umum dengan Pangsa Aset, Pangsa DPK, dan Pangsa Kredit Terbesar per Desember 2011 (%) Peringkat 13,5 1 12,49 2 10,43 3 7,92 4 4,5 5 3,48 6 3,26 7 2,78 8 2,5 9 2,44 10 Nama Mandiri PT BRI Central Asia PT BNI CIMB Niaga Danamon PT Pan Permata PT BII PT BTN Pangsa Terhadap Total DPK Umum (%) Peringkat 13,65 1 13,36 2 11,61 3 8,08 4 4,73 5 3,18 6 3,07 7 2,98 8 2,53 9 2,23 10 Nama PT BRI Mandiri Central Asia PT BNI CIMB Niaga Danamon PT Pan Permata PT BII PT BTN Pangsa Terhadap Total Kredit Umum (%) TOTAL 63,3 TOTAL 65,43 TOTAL 62,92 Sumber: dalam Statistik Perbankan, Desember 2011 Peringkat 12,9 1 12,37 2 9,07 3 7,15 4 5,55 5 3,96 6 3,12 7 3,05 8 2,89 9 2,85 10 8
Menurut Maudos (1998), didalam teori organisasi industri terdapat dua hipotesis yang menjelaskan hubungan antara struktur pasar dan profitabilitas perusahaan, yaitu hipotesis Structure, Conduct, Performance (SCP) dan hipotesis Efficient Structure (ES). Hipotesis SCP menyatakan bahwa semakin tingginya konsentrasi pasar menunjukkan kemampuan penjual untuk menguasai pasar dan pada akhirnya akan meningkatan keuntungan. Ukuran konsentrasi industri yang biasa digunakan misalnya adalah CR4 (Four Firm Concentration Ratio). Sebuah industri dikatakan terkonsentrasi apabila CR4 melebihi 50. Sedangkan dalam Hipotesis ES, faktor efisiensi mengambil peran paling penting. Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan dengan efisiensi yang tinggi akan meningkatkan pangsa pasar mereka dan pada akhirnya perusahaan akan mendapatkan keuntungan lebih (Abbasoglu, Ahmet, dan Gunes, 2009 dalam Ahamed, 2012). Penelitian ini akan menganalisis hubungan antara struktur pasar dan profitabilitas pada industri perbankan, apakah tingkat konsentrasi atau pangsa pasar yang berpengaruh. Ditambah masih sedikit literatur yang secara spesifik menganalisis profitabilitas perbankan di mulai dari krisis finansial global 2008. 1.2 Rumusan Masalah Pada ranah teori terdapat perbedaan pendapat mengenai pengaruh struktur pasar terhadap profitabilitas perusahaan antara Hipotesis Structure, Conduct, Performance (SCP) dan Hipotesis Efficient Structure (ES). Sedangkan pada ranah empiris, tingkat konsentrasi 4 perbankan terbesar hampir menyentuh angka 50 persen serta tingkat efisiensi perbankan yang rendah. Kedua hal tersebut memunculkan ketertarikan untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur pasar terhadap profitabilitas perbankan. 9
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut. a. Apakah terjadi perbedaan nilai ROA, NIM, BOPO, dan DPK antara bank pemerintah dan bank swasta? b. Apakah industri perbankan terkonsentrasi pada empat perbankan terbesar? c. Apakah profitabilitas industri perbankan dipengaruhi oleh perilaku efisien? d. Manakah paradigma yang berlaku dalam industri perbankan dalam menganalisis hubungan struktur pasar dan profitabilitas industri perbankan : apakah Hipotesis Structure, Conduct, Performance (SCP) atau Hipotesis Efficient Structure (ES)? e. Seberapa jauh pengaruh variabel perilaku, yaitu NIM, BOPO, dan DPK terhadap profitabilitas industri perbankan? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian pada dasarnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah menjadi perumusan masalah, yaitu sebagai berikut: a. Mengidentifikasi pengaruh status kepemilikan bank, yaitu bank milik pemerintah dan banik milik swasta, terhadap ROA, NIM, BOPO, dan DPK. b. Menganalisis apakah industri perbankan terkonsentrasi pada empat perbankan terbesar. c. Menganalisis apakah profitabilitas industri perbankan dipengaruhi oleh perilaku efisien. 10
d. Mengidentifikasis paradigma mana yang berlaku dalam menganalisis hubungan struktur pasar dan profitabilitas industri perbankan : apakah Hipotesis Structure, Conduct, Performance (SCP) atau Hipotesis Efficient Structure (ES). e. Menelaah pengaruh variabel perilaku, yaitu NIM, BOPO, dan DPK terhadap profitabilitas industri perbankan. 1.5 Sistematika Penulisan Penelitian ini terbagi menjadi empat bagian. Bagian pertama berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bagian kedua memuat tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, dan metodologi penelitian. Bagian ketiga memuat hasil regresi data dan pembahasan. Bagian terakhir memuat kesimpulan dan saran. 11