BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan metode try out terpakai, sehingga data

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu koping orang tua yang. anaknya dirawat di RSUD kota Semarang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, Oktober 2014 ISSN

Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

`BAB I PENDAHULUAN. akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

Koping LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. lansia. Semua individu mengikuti pola perkemban gan dengan pasti. Setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

1. Disosiasi: Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi oleh seseorang, mulai dari konflik pribadi maupun konflik

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN KONDISI FISIK DENGAN TINGKAT STRES PADA LANSIA DI DUSUN JIMUS DESA PULE KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. berbagai stresor dan ancaman ketika perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Para

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

MEKANISME KOPING PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME DI SDLB NEGERI LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

BAB V PEMBAHASAN. menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EFEKTIVITAS STRATEGI PROBLEM FOCUSED COPING DAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM MENINGKATKAN PENGELOLAAN STRES SISWA DI SMA NEGERI 1 BARRU

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Lansia Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan stress lingkungan. Istilah untuk manusia yang usianya sudah lanjut berbeda-beda. Ada yang menyebutnya manusaia usia lanjut (manula), manusia lanjut usai (lansia), ada yang menyebutnya golongan lanjut usia (glamur), usia lanjut (usila), bahkan ada yang menyebut warga usia lanjut (Wulan)(Pujiastuti, 2002) Proses menua adalah proses yang alami disertai adanya perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial. Menua merupakan proses yang akan dialami oleh individu. Hal ini ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan jumlah dan ukuran sel tubuh dan penurunan fungsi fisik, psikologis dan sosial (Sahara, 2001) Pada masa lansia pada umumnya timbul kondisi fisik penurunan sel-sel otak disertai penurunan fungsi indera pendengaran, penglihatan, pembauan yang sering menimbulkan keterasingan bagi lansia. Kulit juga mengalami perubahan kerena penurunan lemak dibawah kulit yang menyebabkan hilangnya elastisitas kulit, sehingga kulit menjadi keriput.

8 Selain perubahan fisik lansia juga mengalami perubahan psikologis yaitu kesepian, kehilangan pekerjaan, dan kehilangan pasangan hidup. Sedangkan perubahan social berkaitan dengan kehilangan pekerjaan akibat masa pension, merasa kehilangan kekuasan, merasa tidak berguna dan diasingkan. Jika keterasingan terjadi maka lansia akan menolak untuk bersosialisasi dangan lingkungan (Kuntjoro, 2002). 2. Konsep Mekanisme Koping a. Pengertian koping dan mekanisme koping Koping adalah suatu cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1998). Menurut Coyne (1996) dalam Lazarus (1999) koping merupakan usaha-usaha baik kognitif maupun perilaku yang bertujuan untuk mengelola tuntutan lingkungan serta mengelola konflik-konflik yang mempengaruhi individu yang melampau kapasitas individu. Koping juga diartikan sebagai suatu proses individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan, baik yang berasal dari dalam diri individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan, dengan sumber-sumber daya yang individu gunakan dalam menghadapi situasi (Hadjuna, 2000). Mekanisme koping adalah suatu system yang dapat memodifikasi stress, sehingga kemungkinan proses adaptasi dapat

9 dipermudah (Keliat, 1998). Mekanisme koping merupakan suatu cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1998). b. Jenis-Jenis Koping Menurut Lazarus (1999) koping dibedakan menjadi dua jenis koping antara lain: 1) Problem Focused Coping atau Koping berfokus pada masalah Koping yang berfokus pada masalah digunakan untuk mengatasi stressor dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang diperlukan. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Pada saat individu menghadapi masalah serta berusaha memecahkannya. Jadi individu langsung menghadapi masalah yang timbul dan berusaha untuk mengatasi permasalahan agar tidak menimbulkan efek yang buruk dan stress yang berkepanjangan. Menurut Hudjana (2000) contoh koping yang berfokus pada pemecahan masalah adalah menerima, mencari dukungan, dan merencanakan. 2) Emotion Focused Coping atau koping yang berfokus pada emosi Koping yang berfokus pada emosi digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan menilai perilaku individu bagaimana memadukan fakta-fakta yang tidak menyenangkan dengan strategikognitif bila individu tidak mampu

10 mengubah kondisi stress, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya. Emotional focused Coping beroriantasi hanya pada meredakan emosi. Menurut Taylor (1999) strategi koping yang berfokus pada pengaturan emosi, yaitu : a) Kontrol diri, yaitu usaha individu untuk menguasai diri dengan mengontrol tindakan sampai ada kesempatan. Individu akan cenderung mengontrol perilaku untuk mengubah kondisi atau situasi yang tidak menyenangkan. b) Membuat jarak, yaitu usaha individu untuk menghindari atau menyingkirkan masalah dengan melakukan aktifitas yang lain. Individu mencari kesibukan lain untuk mengurangi pikiran yang kacau sehingga terhindar daari rasa kecewa terhadap diri sendiri. c. Faktor-faktor yang Dipengaruhi Koping Menurut Smet (1998) Koping dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a. Usia Dalam rentang usia tertentu, individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda, sehingga mempengaruhi cara berpikir dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi disekelilingnya. Struktur psikologis individu yang kompleks dan

11 sumber strategi koping yang berubah sesuai dengan tingkat usianya akan menghasilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi yang menekan. Sehingga dapat dipastikan kalau koping dari individu itu akan berbeda untuk setiap tingkat usia. b. Jenis Kelamin Secara teoritis pria dan wanita mempunyai cara yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah. Wanita lebih memperlihatkan reaksi emosional dibandingkan dengan pria. c. Harga Diri. Harga Diri mempengaruhi individu dalam menilai dirinya sendiri dan mempengaruhi perilaku dalam mengatasi ancaman atau peristiwa. Penggunaan strategi koping yang paling penting adalah harga diri. Harga diri dimiliki individu sebagai sikap, gagasan dan kemampuan dalam mengatasi masalah. Individu yang menghadapi masalah rumit dapat mempertinggi harga diri dan rasa percaya diri dengan melakukan usaha-usaha kognitif maupun perilaku untuk mengurangi stres. d. Pendidikan Individu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan lebihh tinggi pula perkembangan kognitifnya, sehingga akan mempunyai penilaian yang lebih realitis dan coping mereka akan lebih aktif dibandingkan mereka yang mempunyai pendidikan lebih rendah.

12 d. Metode Koping Menurut Keliat (1999) metode koping untuk mengatasi stress ada dua macam, yaitu : 1. Koping Konstruktif Penggunaan koping konstruktif akan membantu individu dalam beradaptasi untuk mengatasi keseimbangan. Adaptasi untuk mencapai keseimbangan. Adaptasi individu yang baik positif atau disebut adaptif. Dikarakteristikkan dengan munculnya reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan melibatkan proses kognitif, afektif, dan psikomotor (berbicara dengan orang lain untuk mencari jalan keluar suatu masalah, membuat berbagai tindakan dalam menangani situasi dan belajar dari pengalman masa lalu). Penggunaan koping kontrukstif membuat individu akan mencapai keadaan yang seimbang antara tingkat fungsi dalam memelihara atau memperkuat integritas kesehatan fisik dan psikologi. 2. Koping Destruktif Penggunaan koping destruktif atau negatif dapat menimbulkan respon maladaptif yang dikarakteristikkan dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan respon verbal (menyangkal, proyeksi, regresi, isolasi, supresi, menangis, teriak, memukul, meremas, mencerca). Hal ini bukan tidak mungkin akan

13 mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologi individu. 3. Konsep Harga Diri a. Pengertian Harga Diri Harga diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif dan negatif (Santrick, 2002). Pendapat lain menurut Branden (2005) tentang harga diri adalah suatu keyakinan di dalam kemampuan individu untuk berfikir dan menghadapi tuntutan hidup, serta keyakinan hak individu untuk bahagia dan diijinkan untuk menikmati hidup. Menurut Gray Litte (2004) dalam Pery dan Potter (2005) harga diri merupakan suatu sikap terhadap diri sendiri, sehingga sebagian sikap mempunyai komponen kognitif dan afektif, yang diekspresikan dengan sikap setuju atau tidak setuju. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap keterampilam dan kemampuan yang dimiliki, yang dinyatakan secara positif dan negatif. Harga diri menjadi hal yang sangat penting dan berpengaruh dalam tingkah laku manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, nilai-nilai, serta tujuan hidup seseorang. Harga diri untuk menentukan sikap, perilaku serta keadaan emosi seseorang. b. Karakteristik Harga Diri Menurut Coppersmith (1997) dalam Lazarus (1999), harga diri dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :

14 1) Individu dengan harga diri tinggi Individu dengan harga diri tinggi, tingkat kecemasannya dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya akan rendah. Artinya apabila ia berada di suatu lingkungan, maka ia akan merasa dirinya paling menarik. Individu dengan harga diri tinggi akan lebih mandiri, kreatif dan yakin akan pendapatnya, serta menganggap dirinya mampu dan mempunyai motivasi untuk menghadapi masa depan. 2) Individu dengan harga diri sedang Individu dengan harga diri sedang akan memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan orang, tetapi pandangan ini tidak sebaik orang dengan harga diri tinggi. 3) Individu dengan harga diri rendah Individu dengan harga diri rendah menunjukkan sikap kurang percaya diri, enggan untuk menyatakan pendapatnya, dan kurang aktif dalam masalah sosial. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Menurut Noerjiswan (1999) dalam Sahara (2001) menyebutkan bahwa harga diri dipengaruhi oleh : 1. Rasa diterima Individu merasa sebagai bagian dari kelompok dan diterima

15 sebagai anggota. Individu merasa sebagai bagian dari kelompok dan diterima sebagai anggota keluarga. Perasaan diterima yaitu individu dapat merasakan keberadaannya sebagai bagian dari anggota keluarga, serta dihargai dirinya sebagai individu yang utuh dan dihormati sebagai manusia yang mempunyai pikiran, perasaan serta emosi. Perasaan diterima oleh keluarga dapat membuat individu menjadi mandiri, karena memiliki keyakinan bahwa dirinya berguna dan mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. 2. Rasa dibutuhkan Individu merasa bahwa dirinya berharga, memiliki arti dan nilai. Kadang-kadang ada orang yang merasa dirinya tidak berarti sama sekali dan merasa tidak ada hal pada dirinya yang patut dibanggakan. Pandangan itu berdasarkan penilaian orang lain atas dirinya. 3. Rasa mampu Individu memiliki perasaan mampu melakukan sesuatu. Hal ini akan menolong seseorang untuk maju. Ia akan menilai dirinya berdasarkan kemampuannya untuk melaksanakan dan mencapai hal-hal yang diinginkan dengan cara yang efisien, maka orang tersebut tidak berhasil maka ia menilai dirinya negatif. 4. Hubungan Antara Harga Diri dengan Mekanisme Koping

16 Harga diri lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Setiap perubahan pada lansia dapat menjadi stresor yang mempengaruhi kondisi psikologis, dimana lansia bercermin dan meninjau kembali keberhasilan, kekecewaan yang dialami. Lansia perlu merasa berharga dalam hidup (Handayani, 2000). Menurut Bandura (1997) dalam Pery dan Potter (2005) harga diri dipengaruhi oleh koping yang dimiliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Lansia dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Lansia dengan harga diri yang tinggi mampu mengevaluasi diri, sehingga dapat mengembangkan harga diri yang positif. Harga diri berkaitan dengan keefektifan diri misalnya penilaian diri tentang kompetensi seseorang dalam melaksanakan berbagai tugas. Lansia dengan harga diri yang rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan atau atas bantuan orang lain ketimbang kemampuan pribadi. Penilaian lansia terhadap suatu masalah sebagai keadaan yang penuh stres salah satunya tergantung dari harga diri lansia itu sendiri (Handayani, 2000). Harga diri mempengaruhi koping diri. Menurut Lazarus (1999), harga diri yang tinggi dianggap menjaga individu tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian hidup penuh stres. Di dalam harga diri yang tinggi terdapat sikap yang membuat individu tahan terhadap stres, yaitu tantangan, komitmen, juga koping diri (Sutherland dan Cooper, 1998).

Gambar 1 : Kerangka Teori Penelitian destruktif Variabel Gambar Independen 2 Skema Harga Diri Kerangka Variabel Konsep Dependen Penelitian Mekanisme koping konstruktif 17 B. Kerangka Teori Sumber : Smet (1998) C. Kerangka Konsep Berdasarkan kajian terhadap kerangka teori, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut: D. Variabel Penelitian Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen (bebas) Variabel independent merupakan variabel yang bebas mempengaruhi variabel lain. Variabel independent dalam penelitian ini adalah harga diri.

18 2. Variabel Dependen (terikat) Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi atribut karena variabel bebas. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah mekanisme koping. E. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara harga diri dengan mekanisme koping pada lansia di Desa Batursari, Mranggen.