PEMODELAN GEOLOGI 3 DIMENSIONAL SISTEM PANAS BUMI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Teknologi Seismik 4D dalam Pengelolaan Lapangan Minyak Tua ( Usulan Sumur Tambahan untuk Pengurasan Bypass-Oil )

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

KATA PENGANTAR. Penelitian dengan judul Pendugaan Suhu Reservoar Lapangan Panas. Bumi X dengan Metode Multikomponen dan Pembuatan Model Konseptual

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan Geologi Lapangan Panas Bumi Kamojang

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Sumatera Selatan termasuk salah satu cekungan yang

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN I-1

TerraMath Profil Perusahaan

ANALISIS KEBERADAAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 2D DI LOKASI X KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN TENGAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

Ahli Hidrogeologi Muda. Ahli Hidrogeologi Tingkat Muda. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrogeologi Tingkat Muda

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HALAMAN PENGESAHAN...

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

BAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

Pengukuran Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menentukan Letak Akuifer Air Bawah Tanah (Studi Kasus : Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara)

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Asas Stratigrafl, Satuan Pengendapan, dan Karakter Perlapisan

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

OPTIMASI PRODUKSI LAPANGAN GAS UNTUK SUPPLY GAS INJEKSI SUMUR SUMUR GAS LIFT SECARA TERINTEGRASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN SARI

Akurasi Konturing Trianggulasi Dan Kriging Pada Surfer Untuk Batubara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

ANALISIS ISOTOP 2 H DAN 18 O MATA AIR PANAS PANCURAN-7 BATURADEN UNTUK MENGETAHUI ASAL AIR PANASBUMI GUNUNGAPI SLAMET

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Pemetaan Geologi Skala 1:50.000

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI SONGA WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.2 Studi-studi yang sudah dilakukan

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi menjadi hal yang sangat penting tidak terkecuali PT. EMP Malacca Strait

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENENTUAN POLA PENYEBARAN BATUBARA BERDASARKAN DATA SINAR GAMMA DAN RESISTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOGGING GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut:

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

Transkripsi:

PEMODELAN GEOLOGI 3 DIMENSIONAL SISTEM PANAS BUMI Raja Susatio Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada susatio.raja@gmail.com Keywords: Geothermal Modelling, Geological Modelling, 3D, Leapfrog Geothermal ABSTRAK Model geologi 3 dimensional dibutuhkan pada proses eksplorasi dan pengembangan lapangan panas bumi untuk memberikan visualisasi yang terintegrasi terhadap data yang telah dimiliki. Proses pembuatannya membutuhkan perangkat lunak yang mampu memodelkan struktur dan hubungan antar formasi geologi, mampu melakukan integrasi model dengan data sumur bor atau data tambahan lainnya, memiliki kemampuan menginterpolasi yang tepat, pemodelan lanjutan, dan memilki efisiensi yang baik dalam proses pembuatannya. Aspek-aspek tersebut dibutuhkan untuk menghasilkan model yang baik dan mudah diubah ketika mendapatkan data baru. Proses pembuatan model geologi 3 dimensional sistem panas bumi terdiri dari lima proses yaitu input dan kalibrasi data, pembuatan model struktural, pembuatan model satuan geologi, penyatuan model struktural dan satuan geologi, dan analisa kualitas model. Perangkat lunak Leapfrog Geothermal adalah salah satu perangkat lunak yang memenuhi aspek-aspek tersebut. Model yang dihasilkan dapat membantu visualisasi dan pemahaman kondisi geologi, penyebaran struktur, dan interaksi antara keduanya dengan sistem panas bumi. Model yang dihasilkan juga dapat digunakan sebagai dasar dalam pembuatan model dan simulasi reservoarnya. PENDAHULUAN Definisi model menurut English Thesaurus adalah gambaran sederhana yang digunakan untuk memberikan pemahaman tentang kejadian-kejadian atau suatu kondisi yang ada di alam. Definisi model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah contoh dari sesuatu yang akan dibuat atau telah ada. Model geologi 3 dimensional menyatukan kedua definisi tersebut sehingga model geologi 3 dimensional adalah model yang dibuat sebagai gambaran sederhana keadaan geologi untuk memberikan pemahaman tentang kondisi geologi bawah permukaan dengan cara memberikan visualisasi data yang terintegrasi. Sistem panas bumi mencakup dua komponen utama dalam pembuatan model geologi 3 dimensional yaitu pemodelan stratigrafi dan struktur. Kedua komponen tersebut menghasilkan model geologi berupa stratigrafi yang terpengaruh struktur. Model yang dihasilkan digunakan untuk mempermudah pemahaman kondisi geologi bawah permukaan pada lokasi tersebut. ASPEK PEMODELAN GEOLOGI 3 DIMENSIONAL Dibutuhkan beberapa aspek penting untuk menghasilkan model yang baik. Beberapa aspek tersebut adalah kemampuan memodelkan struktur dan hubungan antar formasi geologi, kemampuan melakukan integrasi model dengan data sumur bor atau data tambahan lainnya, memiliki kemampuan menginterpolasi yang tepat, kemampuan 1 pemodelan lanjutan, dan memiliki efisiensi yang baik dalam proses pembuatannya. Aspek-aspek tersebut dibutuhkan untuk menghasilkan model yang baik dan mudah diubah ketika didapatkan data baru. Selain itu aspek-aspek tersebut juga mempengaruhi proses pemodelannya Kemampuan memodelkan struktur dan hubungan antar formasi geologi Struktur merupakan hal yang sangat penting dalam pemodelan geologi. Tanpa adanya struktur, maka tidak akan ada jalan bagi uap, panas, atau bahkan gas dan minyak untuk mencapai permukaan (Zakrevsky, 2011). Struktur merupakan hal yang penting terutama pada sistem panas bumi hidrotermal yang berkembang di Indonesia. Hal ini dikarenakan struktur menjadi jalur sirkulasi air dan memberikan titik manifestasi panas bumi. Selain struktur, hubungan antar formasi yang merupakan bidang lemah antar batuan juga berperan sebagai jalur sirkulasi air sistem panas bumi hidrotermal. Pada gambar 1 menunjukkan bagaimana sebuah data sumur (a) dapat menghasilkan dua hubungan antar formasi geologi yang berbeda (b dan c) (Corbel et al., 2010). Sebuah sarana pemodelan harus mampu menghasilkan hubungan antar formasi yang dirasa tepat oleh pembuatnya. Gambar 1. Contoh pembuatan hubungan antar formasi (Corbel et al., 2010) Kemampuan melakukan integrasi model dengan data sumur bor atau data tambahan lainnya Model yang dibuat harus sesuai dengan data yang dimiliki. Kriteria ini dibutuhkan karena model yang dibuat seringkali hanya berdasarkan intuisi pembuatnya dan tidak mempedulikan data yang dimiliki dikarenakan pembuatan model berdasarkan data memakan waktu yang sangat lama (Cowan et al., 2002). Kemampuan melakukan interpolasi yang tepat Satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari pemodelan adalah metode interpolasi (algoritma) yang digunakan (Mallet and Mallet, 2002). Saat ini telah banyak metode interpolasi yang dapat digunakan seperti krigging, IDW, RBF, natural

neighbor, dll. Sarana pemodelan dituntut dapat menghasilkan model yang tepat. Model yang dihasilkan akan berbeda antara satu metode interpolasi dan metode yang lain. Gambar 2 menunjukkan contoh perbedaan persebaran suhu dengan menggunakan metode interpolasi yang berbeda. Gambar 2. Perbedaan model bawah permukaan oleh metode interpolasi yang berbeda (Akar et al., 2011) Kemampuan menghasilkan model yang dapat digunakan pada sarana pemodelan lanjutan Model yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan untuk pemodelan lain. Pada kasus pemodelan geologi sistem panas bumi, integrasi pada sarana pemodelan lanjutan yang paling utama adalah membuat model aliran atau perpindahan panas. Model yang dihasilkan harus dapat digunakan pada sarana pemodelan aliran atau perpindahan panas. Memiliki efisiensi yang baik dalam proses pembuatannya Proses pemodelan geologi membutuhkan beberapa ahli untuk bekerja sama dalam satu tim dan selalu dibutuhkan ahli komputer untuk pengoperasiannya. Penggunaan beberapa ahli membuat proses pembuatan model dan interpretasi menjadi lama karena proses yang terpisah. Sebuah sarana pemodelan harus memiliki efisiensi sumber daya manusia yang menghasilkan efisiensi waktu (Newson et al., 2012). SARANA PEMODELAN GEOLOGI 3 DIMENSIONAL Dengan menggunakan beberapa aspek yang disebutkan sebelumnya, didapatkan beberapa perangkat lunak yang memenuhi aspek-aspek tersebut seperti Schlumberger Petrel, Intrepid Geomodeller, Leapfrog Geothermal, dll. Dalam penelitian ini penyusun memilih untuk menggunakan perangkat lunak Leapfrog Geothermal karena perangkat lunak ini merupakan perangkat lunak yang dibuat khusus untuk pemodelan sistem panas bumi. Fitur yang dimiliki perangkat lunak Leapfrog Geothermal yang memenuhi aspek-aspek dalam pemodelan sistem paanas bumi adalah: Kemampuan memodelkan struktur dan hubungan antar formasi geologi Perangkat lunak Leapfrog Geothermal mampu memodelkan struktur dengan menggunakan data bor atau pembuat model menarik garis strukturnya. Jika pembuat model menggunakan kedua metode tersebut dalam 1 model maka perangkat lunak Leapfrog Geothermal memberikan prioritas penggunaan data yang sama. Pemberian proporsi yang seimbang ini memberikan keuntungan pada pembuatan struktur geologi yang lebih akurat. Perangkat lunak Leapfrog Geothermal memiliki kekurangan karena struktur hanya bisa menghilang atau berhenti jika keluar batas pemodelan atau dipotong oleh struktur yang lebih muda. Padahal sering dijumpai struktur yang menghilang tanpa ada penerusannya pada peta geologi. Perangkat lunak Leapfrog Geothermal memberikan kebebasan kepada pengguna dalam menentukan hubungan antar formasinya. Hal ini membuat pembuat model harus mengeri apakah satuan yang dimodelkan sebagai deposit, intrusi, atau yang lain. Perangkat lunak Leapfrog Geothermal mempermudahnya menjadi empat hubungan utama, yaitu deposit (pengendapan selaras), erosi (pengendapan tidak selaras), intrusi, dan vein. Kemampuan melakukan integrasi model dengan data sumur bor atau data tambahan lainnya Perangkat lunak Leapfrog Geothermal menggunakan data bor sebagai dasar pemodelan untuk mempersingkat proses pembuatan menjadi lebih cepat dan memastikan integrasi data bor dengan modelnya. Namun hal ini juga memiliki kekurangan karena jika model yang dihasilkan tidak cocok dengan keinginan pembuat model, pembuat model harus mengubah data bor yang dimiliki atau mengubah korelasinya dan pengelompokannya. Kemampuan melakukan interpolasi yang tepat Perangkat lunak Leapfrog Geothermal menggunakan Radial Bassis Function sebagai metode interpolasinya. Metode interpolasi ini adalah metode interpolasi global yang dirancang untuk melakukan interpolasi pada persebaran data yang acak, tidak rata, dan jarak antar data cukup jauh (Franke, 2014). Kondisi persebaran data yang acak, tidak rata, dan jarak antar data yang cukup jauh sering ditemui di lokasi pengembangan panas bumi sehingga metode interpolasi ini adalah metode interpolasi yang tepat untuk menghasilkan model yang baik. Kemampuan menghasilkan model yang dapat digunakan pada sarana pemodelan lanjutan Perangkat lunak Leapfrog Geothermal terintegrasi dengan sarana pemodelan fluida Tough2, Feflow, dan Modflow. Ketiga sarana pemodelan tersebut adalah sarana pemodelan yang umum digunakan pada pemodelan fluida, air tanah, ataupun transfer panas. Selain model yang dihasilkan perangkat lunak Leapfrog Geothermal dapat digunakan pada ketiga sarana pemodelan tersebut, model yang dihasilkan oleh ketiga sarana pemodelan tersebut juga dapat digunakan pada perangkat lunak Leapfrog Geothermal untuk dilakukan simulasi fluida Memiliki efisiensi yang baik dalam proses pembuatannya Perangkat lunak Leapfrog Geothermal tidak memisahkan proses pemodelan dan interpretasi untuk meningkatkan efisiensi dalam pembuatanmodel. Ahli komputer dan ahli kebumian harus bekerja bersama dalam pembuatan model. Ahli kebumian berperan sebagai pengarah pembuatan model dan ahli komputer berperan sebagai pembuat model. Perangkat lunak Leapfrog Geothermal membuat proses penggunaan menjadi cukup mudah sehingga ahli kebumian dengan pengetahuan dasar komputer yang cukup dapat mengambil kedua peran sebagai ahli kebumian dan ahli komputer sekaligus untuk meminimalkan penggunaan tenaga kerja. PROSES PEMODELAN Proses pemodelan yang digunakan penyusun dalam membuat model tersusun dari input dan kalibrasi data, pembuatan model stratigrafi, pembuatan model struktur geologi, pembuatan model geologi, dan analisa kualitas model. Gambar 3 menunjukkan bagan proses pemodelannya. 2

Gambar 3. Bagan alir proses pemodelan Input dan kalibrasi data Pada tahap input dan kalibrasi data dilakukan digitasi data dan korelasi data yang didapatkan. Data yang dimiliki terkadang berupa gambar atau tulisan sehingga perlu diubah menjadi data digital. Data juga dikorelasikan untuk melihat penyebaran data dan hubungannya satu sama lain karena seringkali data yang didapatkan memiliki data yang berbeda. Misal pada dua bor yang berdekatan ditemukan nama litologi yang berbeda seperti lava dan andesit, data tersebut perlu dianalisa dan dilakukan koreksi data pada data agar data tidak bertentangan. Data struktur juga dilakukan koreksi dan penyederhanaan agar struktur dapat dimodelkan dengan baik. Jika data yang dimiliki tidak memeuhi kaidah cross-cutting relationship maka perangkat lunak Leapfrog Geothermal tidak mampu memodelkannya. Gambar 4 menunjukkan struktur pada lapangan (atas) dan struktur yang disederhanakan untuk dimodelkan (bawah). Gambar 4. Input data struktur pada perangkat lunak Leapfrog Geothermal Pembuatan model stratigrafi Pada tahap pembuatan model stratigrafi dilakukan pembuatan model stratigrafi dengan menggunakan data yang telah dikoreksi dan dibuat satuan stratigrafi baru yang mencakup semua satuannya. Penyusun membuat garis batasbatas satuan geologi dan menentukan hubungan masingmasing satuan stratigrafi terhadap satuan stratigrafi yang lain. Model dihasilkan dengan garis batas satuan geologi yang diinterpolasikan dengan data bor dan data geologi permukaannya. Gambar 5 menunjukkan model stratigrafi yang dihasilkan. Model tersebut hanya berisi lapisan-lapisan batuan dan hubungannya satu sama lain tanpa adanya kehadiran struktur sehingga pada beberapa bagian terlihat batas satuan saling berpotongan.. 3

Gambar 5. Model batas satuan stratigrafi Pembuatan model struktur geologi Tahap pembuatan model struktur geologi dilakukan tanpa adanya unsur stratigrafi. Tahap ini dilakukan dengan cara penyusun membuat garis struktur pada permukaan beserta sudut kemiringan strukturnya. Yang paling penting dalam pembuatan model struktur adalah menentukan usia relatif dan hubungan antar strukturnya. Gambar 6 menunjukkan bagaimana struktur yang lebih tua (ungu dan hijau) menghilang pada struktur yang lebih muda (biru muda) dan saling memotong dengan struktur yang lainnya. Gambar 7. Penyesuaian model dengan penampang geologi Analisa kualitas model Pada tahap analisa kualitas model dilakukan pemeriksaan model terhadap data yang dimiliki. Jika pada model terdapat kenampakan yang menyalahi data seperti penyebaran stratigrafi yang terubah karena struktur atau ketidaksamaan dengan data bor maka proses pembuatan model geologi perlu diulangi. Jika model yang dihasilkan tidak menyalahi data maka model geologi 3 dimensional sistem panas bumi telah dapat diterima. VISUALISASI MODEL Model yang dihasilkan dapat memberikan visualisasi untuk mempermudah dalam pemahaman kondisi geologi. Dengan menggunakan model yang dihasilkan dapat dibuat beberapa penampang geologi baru atau melihat penyebaran satuan geologi secara 3 dimensional sehingga mempermudah proses eksplorasi ataupun pengembangan lapangan panas bumi. Selain visualisasi, model yang dihasilkan juga bisa digunakan untuk memperkirakan jalur pemboran baru (sumur prognosis) seperti yang ditunjukkan pada gambar 8. Dengan perkiraan jalur pemboran tersebut, maka dapat dibuat rencana pemboran yang lebih matang dan dapat memberikan hasil yang lebih baik. Gambar 6. Model struktur geologi Pembuatan model geologi Pada tahap pembuatan model geologi dilakukan penyatuan model stratigrafi dan model struktur. Tahap ini dilakukan dengan menentukan lapisan batuan apa yang dipotong oleh suatu struktur. Model yang dihasilkan juga disesuaikan dengan data penampang geologi yang dimiliki dengan menggunakan data garis. Gambar 7 menunjukkan proses penyesuaian model yang dihasilkan dengan penampang geologi untuk menghasilkan model yang sesuai dengan penampang geologi. Gambar 8. Pembuatan perencanaan sumur bor dan sumur prognosisnya KESIMPULAN Ada lima aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sarana pemodelan untuk pemodelan geologi 3 dimensional sistem panas bumi. Kelima aspek tersebut adalah kemampuan memodelkan struktur dan hubungan antar formasi geologi, kemampuan melakukan integrasi model dengan data sumur bor atau data tambahan lainnya, kemampuan melakukan interpolasi yang tepat, kemampuan pemodelan lanjutan, dan efisiensi dalam pembuatannya. 4

Pada penelitian ini penyusun memilih perangkat lunak Leapfrog Geothermal sebagai sarana pemodelan yang digunakan. Perangkat lunak Leapfrog Geothermal memiliki kelebihan pada integrasi data yang akurat, metode interpolasi yang disesuaikan dengan keadaan umum di lapangan panas bumi, dan efisiensinya karena mudah digunakan. Kekurangan terbesar perangkat lunak Leapfrog Geothermal adalah dalam penyusunan strukturnya karena perangkat lunak Leapfrog Geothermal tidak mampu membuat struktur yang menghilang di tengah formasi seperti yang umum ditemukan. Proses pemodelan yang ditempuh sangat dipengaruhi oleh aspek yang dimiliki oleh sarana pemodelan yang digunakan. Perangkat lunak Leapfrog Geothermal sangat mengutamakan data bor sehingga pada proses input data harus dipastikan data yang dimiliki memiliki kualitas yang baik dan tidak bertentangan satu sama lain. Kekurangan perangkat lunak Leapfrog Geothermal dalam pembuatan model struktur membuat pembuat model harus menyederhanakan struktur yang dimodelkan. Dari kelima langkah proses pemodelan yang dilakukan, pembuat model harus melakukan usaha ekstra pada input dan koreksi data dan pembuatan model struktur geologinya jika menggunakan menggunakan perangkat lunak Leapfrog Geothermal. Dalam visualisasi, perangkat lunak Leapfrog Geothermal memiliki kelebihan yang tidak termasuk dalam aspek pemodelan yaitu pembuatan sumur prognosis untuk perencanaan pembuatan sumur bor selanjutnya. Daftar Pustaka Akar, S., Atalay, O., Kutumcu, O.C., and Solaruglu, U.Z.D., 2011, Subsurface Modeling of Gümüs: GRC Transactons, Vol. 35, 2011, v. 35, p. 669 676. Corbel, S., Colgan, E.A., Reid, L.B., and Wellman, J.F., 2010, Building 3D Geological Models for Groundwater and Geoterhmal Exploration: Australian Geothermal Conference 2010, p. 1 4. Cowan, E.J., Beatson, R.K., Fright, W.R., Mclennan, T.J., and Mitchell, T.J., 2002, Rapid geological modelling: Extended abstract for Applied Structural Geology for Mineral Exploration and Mining, International Symposium, p. 1 9. Franke, R., 2014, Scattered Data Interpolation : Tests of Some Methods: Mathematic of Computation Volume 38 Number 157, v. 38, p. 181 200. Mallet, J., and Mallet, L., 2002, Geomodelling: Applied Geostatistics Series: New York, New York, USA, Oxford University Press. Newson, J., Mannington, W., Sepulveda, F., Lane, R., Pascoe, R., Clearwater, E., and Sullivan, M.J.O., 2012, Application of 3D Modelling and Visualization Software to Reservoir Simulation: Leapfrog Geotherma and Tough2: Proceedings, Thirty-Seventh Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, v. 37. Zakrevsky, K.E., 2011, Geological 3D Modelling: Netherlands, EAGE. 5