BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dengan melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat dalam rangka terwujudnya pembangunan Nasional. Begitu juga dengan pembangunan Daerah, daerah diharapkan harus mampu mengelola sendiri melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ditetapkan dengan peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD terdiri atas anggaran pendapatan terdiri atas 1). Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah. 2). Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah daerah menyusun anggaran yang kemudian di jadikan pedoman dalam menjalankan aktivitasnya. Anggaran Pemerintah adalah jenis rencana yang menggambarkan rangkaian tindakan atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka rupiah suatu jangka waktu tertentu (Ghozali. 2003). Anggaran dalam pemerintah daerah biasa di sebut dengan anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah baik dalam bentuk uang, barang 1

2 dan/ jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan pada APBD ( Kawedar, 2008). APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (Darise, 2008). Dari sektor PAD, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat berpeluang untuk mempunyai pengaruh terhadap Belanja Modal. Dari sektor Dana Perimbangan, yang dimungkinkan akan berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal adalah Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Belanja Modal menampung seluruh pengeluaran Negara yang di alokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainya). Pos belanja modal dirinci atas (i) belanja modal aset tetap /fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/no n fisik. Dalam perakteknya selama ini belanja lainnya non fisik secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan. Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, dimana pemanfaatan belanja tersebut sepenuhnya diserahkan ke daerah.(bastian, 2006). Pajak Daerah adalah pajak yang di kelola oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah tingkat 1 maupun pemerintah daerah tingkat II) dan hasil dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD). Pajak Daerah yang selanjutnya di sebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah, dan pembangunan daerah.

3 Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau perizinan tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah ialah : 1). Digunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. 2). Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat dilaksanakan didaerah upaten dan Kota. 3).Asas tugas pembantuan dapat dilaksanakan didaerah Provinsi, upaten, Kota dan Desa. (Sugianto, 2007). Dana Alokasi Umum merupakan block grant yang diberikan kepada semua upaten dan Kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas yang kebutuhankan fiskalnya, didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan keterbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dengan kata lain tujuan penting Dana Alokasi Umum adalah kerangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemda di Indonesia. Undang- Undang No. 33/2004 pasal menggariskan bahawa Pemerintah Pusat berkewajiban menyangkut paling sedikit 26% dari penerimaan dalam Negerinya dalam bentuk Dana Alokasi Umum. Secara definisi, Dana Alokasi Umum dapat diartikan sebagai berikut (Chalid, 2005). a). suatu komponen dari Dana Perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau Celah Fiskal (Fiskal Gap) yaitu selisih antara kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal. b). Instrumen mengatasi horizontal imbalance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana penggunaannya

4 ditetapkan sepenuhnya didaerah. c). Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil SDA yang di peroleh Daerah. Dana Alokasi Khusus (DAK) ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan Khusus karena itu alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah Pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan Nasional Khusus. Kebutuhan Khusus dalam DAK meliputi : 1). Kebutuhan prasarana dan sarana fisik didaerah terpencil yang tidak mempunyai akses yang memadai kedaerah lain. 2). Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi. 3). Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir/kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang memadai. 4). Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan. Tahun 2012 Kota Pekanbaru menempati urutan pertama besarnya alokasi untuk belanja pegawai yaitu 59% dari total belanja daerahnya. Kemudian posisi kedua upaten Kampar mengalokasikan anggaran 55,3% dari total belanja daerahnya untuk belanja pegawai, selanjutnya Dumai 53%, Kuansing 47,2 %, Inhil 46%, dan kemudian upaten Rokan Hulu 42,5% untuk belanja pegawai. Tidak hanya itu, dalam komposisi belanja daerah dalam APBD, selain alokasi anggaran yang dikhususkan untuk belanja gaji dan tunjangan pegawai, belanja aparatur lainnya juga tidak kalah besarnya dengan komponen belanja belanja lainnya. Belanja Modal adalah tumpuan akhir masyarakat untuk bisa merasakan langsung kehadiran pemerintah daerah. Karena Belanja Barang dan Jasa lebih

5 banyak dinikmati oleh pejabat daerah. Namun di enam daerah ini (Pekanbaru, Dumai, Inhu, kampar Kuansing dan Rokan Hulu), Belanja Modal yang bisa dinikmati masyarakat justru tidak sebanding dengan besarnya alokasi anggaran untuk belanja pegawai dan belanja untuk memanjakan aparatur. Faktanya, meskipun telah di atur dalam Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2010, bahwa alokasi belanja modal minimal 29% dari total belanja daerah, keenam daerah ini proporsi belanja modalnya dibawah 29% sampai 17%. upaten kampar, merupakan kabupaten yang APBD nya mencapai Rp. 1,7 triliun, sementara belanja modalnya hanya 18,2%. Begitu juga pekanbaru dan kabupaten lainnya. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam organisasi sektor publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran merupakan jumlah alokasi dana untuk masing-masing program. Dengan sumber daya yang terbatas, pemerintah daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja Daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian layanan umum (Kawedar, 2008). Selama ini, Pemerintah Daerah lebih banyak menggunakan pendapatan daerah untuk keperluan belanja operasi dari pada belanja modal. Hal tersebut dapat dilihat dari data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) kabupaten/kota di Riau tahun 2012 berikut ini :

6 /Kota Belanja Modal Tabel 1.1 Penerimaan dan Belanja Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Bengkalis 1,345,270 35,700 12,906 84,769 40,874 Indragiri 412,828 11,166 16,906 651,879 73,370 Hilir Indragiri 254,157 6,660 7,752 487,476 46,461 Hulu Kampar 307,209 24,703 9,744 569,782 29,224 Kuantan 226,887 4,381 13,373 496,776 27,413 Singingi Pelalawan 462,889 6,334 4,198 421,048 26,777 Rokan 1,092,233 10,616 3,454 282,513 35,703 Hilir Rokan 334,912 4,850 4,379 442,557 17,192 Hulu Siak 713,794 26,075 11,091 167,312 15,714 Kota Dumai 158,992 21,529 38,380 299,081 Kota Pekanbaru 286,392 162,073 16,948 622,185 23,934 Meranti 333,875 5,205 3,474 302,111 4,800 Sumber : www. depkeu.djpk.co.id Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran Belanja Modal dengan baik karena Belanja Modal merupakan salah satu langkah bagi pemerintah daerah untuk memberikan layanan kepada publik. Untuk dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal, maka perlu diketahui variablevariabel yang berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal, seperti Pajak

7 Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agustina (2009) menggunakan data tahun 2001 hingga 2007 dan menggunakan variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan asli daerah (PA D), dan dana transfer. Hasil yang diperoleh adalah PDRB tidak berpengaruh positif terhadap pengalokasian belanja modal, PAD dan dan transfer berpengaruh positif terhadap pengalokasian belanja modal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu data yang akan diteliti adalah laporan realisasi APBD Tahun 2008 hingga 2012 dari kabupaten/kota di Riau, pemilihan periode waktu tersebut karena dengan menggunakan data 5 tahun terakhir dari penyusunan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan untuk kondisi belanja modal saat ini. Dengan lebih memperinci variabel penelitian sebelumnya yaitu memperinci variabel dana transfer menjadi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus. Disertai dengan penggunaan data terbaru, peneliti ingin mengetahui apakah variabel baru tersebut akan berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran belanja modal dan apakah hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya atau bahkan memberikan hasil yang baru. Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DI PROVINSI RIAU.

8 1.2. Perumusan Masalah 1. Apakah Pajak Daerah berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal? 2.Apakah Retribusi Daerah berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal? 3.Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal? 4.Apakah Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal. 1.4. Manfaat Penelitian 1 Untuk menambah pengetahuan penulis mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang ada di pemerintahan Provinsi Riau. 2. Bagi instansi pemerintahan di Propinsi Riau dapat menjadikan bahan masukan bagi perencanaan dalam penyusunan Belanja Modal. 3. Bagi penelitian selanjutnya: Dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian-penelitian sejenis yang telah ada yang dapat dijadikan perbandingan dengan penelitian-penelitian berikutnya.

9 1.5. Sistematika Penulisan berikut: Skripsi ini terdiri dari Enam bab dengan sistematika penulisan sebagai BAB I : PENDAHULUAN Pada bagian ini menjelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan manfaat penelitian dan serta sistematika penelitian BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan teori-teori yang mendasari penelitian ini dan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait, kerangka pemikiran dan hipotesis. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab III akan membahas mengenai variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode yang digunakan dalam mengumpulkan data serta metode analisis. BAB IV : GAMBARAN UMUM PENELITIAN Menjelaskan tentang gambaran secara menyeluruh kondisi dari Provinsi Riau BAB V : HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan memperlihatkan deskripsi statistik objek penelitian, hasil analisis, dan pembahasan.

10 BAB VI : PENUTUP Pada bagian penutup berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan dari penelitian ini dan saran untuk peneliti selanjutnya.