Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Hukum Laut Indonesia

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

BAB III JALUR ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) dapat segera membuka jalur ALKI Timur Barat, atau jalur ALKI IV.

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647);

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

MASALAH PERBATASAN NKRI

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 2 Februari 2017

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah. Era Otonomi Daerah ditafsirkan sebagai penambahan. pelayanan prima kepada masyarakat.

PERTEMUAN KE 7b OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA

Jaring Angkat

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNCLOS I dan II : gagal menentukan lebar laut territorial dan konsepsi negara kepulauan yang diajukan Indonesia

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I IMPLEMENTASI ASAS CABOTAGE PADA INPRES RI NO 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL DI INDONESIA

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 04 Agustus 2016 s/d 08 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 22 Juli 2016 s/d 26 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 22 Juli 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 25 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juli 2016 s/d 29 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 25 Juli 2016

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1

Wawasan Nusantara KELOMPOK 1 CIVIC EDUCATION

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I SULAWESI SELATAN NOMOR : 12 TAHUN 1996 SERI : B NOMOR: 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu

Transkripsi:

Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia

Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut teritorial hanya selebar 3 mil, yang merupakan hukum laut warisan Hindia Belanda Lebar 3 mil ini merupakan gambaran dari pandangan yg berlaku tentang lebar laut teritorial kala itu sbg kebiasaan internasional sebelum adanya konferensi Kodifikasi Den Haag thn. 1939

A. Deklarasi Djuanda Pada tgl 13 Des 1957 Pemerintah Indonesia mengumumkan Lebar laut teritorial sebesar 12 mil atau lebih dikenal dengan sebutan Deklarasi Djuanda Deklarasi Djuanda ini telah menjadi dasar lahirnya Wawasan Nusantara, dan ini merupakan upaya melindungi kawasan laut kita

B. Sejarah Peraturan Perundangan Perikanan Indonesia 1. Masa ordonansi Belanda 2. Masa Pasca Kemerdekaan 3. Masa Undang-Undang Perikanan

1. Masa Ordonansi Belanda A. Ordonansi Perikanan mutiara dan bunga karang (1916) - mengatur pengusahaan siput mutiara, kulit mutiara, teripang dan bunga karang di perairan pantai dalam jarak tidak lebih dari 3 mil laut. B. ordonansi perikanan untuk melindungi ikan (1920) - mengatur larangan penangkapan ikan dengan menggunakan racun bius atau bahan peledak, kecuali untuk keperluan ilmu pengetahuan. C. Ordonansi penangkapan ikan pantai (1927) - Mengatur usaha perikanan di wilayah perairan Indonesia - Yang berhak melakukan usaha perikanan adalah warga negara Indonesia dengan menggunakan kendaraan air berbendera Indonesia - Bagi yang bukan warga negara Indonesia harus dengan izin Menteri Pertanian - Bagi warga negara Indonesia yang menggunakan tenaga asing harus dengan izin Menteri Pertanian

D. Ordonansi perburuan ikan paus (1927) - Mengatur perburuan dan perlindungan ikan paus (semua jenis paus dilindungi dengan SK Menteri Pertanian no.716/1980, kecuali usaha penangkapan paus oleh nelayan tradisional setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. E. Peraturan pendaftaran kapal-kapal nelayan laut Asing (1938) - Kapal nelayan laut asing yang berhak melakukan penangkapan ikan dalam daerah laut Indonesia atau daerah lingkungan maritim harus didaftarkan atas nama pemilik. - Kapal yang terdaftar diberi tanda selar dan kapal akan diberi tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa kapal itu berhak melakukan penangkapan ikan di daerah laut Indonesia dan daerah-daerah lingkungan maritim.

F. Ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim (1939) - Laut teritorial Indonesia adalah daerah laut yang membentang ke arah laut sampai sejauh 3 mil laut dari garis air surut, pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk wilayah Indonesia. Catatan: dengan adanya UU no.9 thn 1985 tentang perikanan, maka semua peraturan atau ordonansi di atas dinyatakan tidak berlaku lagi, kecuali ketentuan-ketentuan yang menyangkut acara pelaksanaan penegakan hukum di laut.

2. Masa Pasca Kemerdekaan Peraturan perundangan yang dikeluarkan kurun waktu pasca kemerdekaan sampai dengan keluarnya UU no.9 thn. 1985 tentang perikanan berupa: Keppres, SK Mentan, Instruksi Mentan, maupun SK Dirjen Perikanan. Beberapa peraturan tersebut diantaranya:

A. SK Mentan no.327/1972 - Menetapkan bahwa untuk menjaga kelestariannya maka Duyung (Dugong-dugong) dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi. B. SK Mentan no.214/1973 - Tentang larangan ekspor/perdagangan ke luar negeri, diantarnya: 1. Benih sidat dengan diameter kurang dari 5 mm 2. Nener bandeng dalam segala ukuran 3. Ikan hias air tawar jenis Botia dengan ukuran di atas 15 cm (calon induk) 4. Udang galah dengan ukuran di bawah 8 cm

C. SK Mentan no.40/1974 Mewajibkan kepada setiap usaha penangkapan udang untuk memanfaatkan hasil sampingan yang diperolehnya. D. SK Mentan no.01/1975 Dalam mengelola dan melestarikan sumber perikanan, Mentan dapat menetapkan peraturan tentang: penutupan daerah/musim tertentu dan pengendalian kegiatan penangkapan E. SK Mentan no.123/1975 Melarang semua kegiatan penangkapan kembung, layar, selar, lemuru, dan ikan-ikan pelagis sejenisnya dengan menggunakan purse seine berukuran mata jaring: -kurang dari 2 inchi pada bagian sayap, dan -kurang dari 1 inchi pada bagian kantong

F. SK Mentan no.35/1975 Menetapkan bahwa lumba-lumba air tawar (pesut) dan lumbalumba air laut sebagai satwa liar yang dilindungi. G. Instruksi Mentan no. 13/1975 Dalam rangka perlindungan hutan bakau menginstruksikan: - Pembinaan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Kehutanan setempat - Pembinaan perikanan yang berhubungan dengan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Perikanan setempat dengan konsultasi Dinas Kehutanan setempat.

H. SK Mentan no.607/1976 Tentang jalur-jalur penangkapan ikan, menetapkan jalurjalur penangkapan ikan sbb: 1. Jalur penangkapan ikan I : 3 mil dari pantai Tertutup bagi: Perahu/kapal perikanan dengan mesin dalam (in board) lebih dari 5 GT Semua jenis jaring trawl Jaring pukat dan sejenisnya purse seine Jaring pukat lingkar/hanyut Payang, dogol dan lain-lain yang panjangnya lebih dari 120 meter

2. Jalur penangkapan ikan II: 4 mil dari jalur I Tertutup bagi: Perahu/kapal perikanan mesin dalam (in board) lebih dari 25 GT Jaring trawl dasar dengan tali ris lebih dari 12 meter Jaring trawl melayang Jaring pukat cincin dan sejenisnya lebih dari 300 meter

3. Jalur penangkapan ikan III: 5 mil dari jalur II Tertutup bagi: Perahu /kapal perikanan dengan mesin dalam (in board) lebih dari 100 GT Jaring trawl dasar atau melayang dengan tali ris lebih dari 20 meter Pair trawl (sepasang jaring trawl) Jaring pukat cincin/kolor dan sejenisnya lebih dari 600 meter. 4. Jalur penangkapan ikan IV: di luar jalur III Terbuka bagi: Semua jenis kapal dan alat Pair trawl khusus di Samudera Hindia 5. Jalur khusus bagi nelayan tradisional

I. Keppres no.39/1980 Tentang penghapusan trawl J. Keppres no.85/1982 Tentang penggunaan pukat udang K. Keppres no.23/1982 Tentang pengembangan budi daya laut di perairan Indonesia L. Peraturan Pemerintah no.15 thn. 1984 tentang pengelolaan SDA hayati di ZEEI

3. Masa Undang-Undang Perikanan UU no.5 thn 1983 tentang ZEE di Indonesia UU no.9 thn 1985 tentang perikanan mengandung konsekuensi bahwa semua ordonansi Belanda yang bertentangan dengan UU perikanan tsb dinyatakan tidak berlaku lagi UU no.31 thn 2004 tentang Perikanan mengandung konsekuensi bahwa UU no.9 thn 1985 tentang perikanan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi

C. Hukum Laut untuk perlindungan Sumber Ekonomi Maritim UNCLOS I (1958) membagi laut dalam 2 kategori utama yaitu laut teritorial dan laut lepas Pada laut teritorial, negara-negara pantai mempunyai kedaulatan penuh untuk mengatur, termasuk dasar laut dan udara di atas wilayah tsb, yg disertai dengan kewajiban untuk menjamin hak lintas damai bagi kapal-kapal asing. Kedaulatan ini berarti juga hak untuk menguasai sepenuhnya seluruh sumber daya alam hayati dan nonhayati yg ada di wilayah laut teritorial tsb. Penguasaan kedaulatan ini merupakan suatu penambahan sumber ekonomi Dengan konsep Wawasan Nusantara yg telah diakui secara internasional dalam UNCLOS III thn. 1982, maka wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan antara darat, laut dan udara.

5 sumber-sumber ekonomi yg harus mendapat perlindungan 1. Perlindungan thd sumber mineral laut 2. Perlindungan thd industri perikanan 3. Perlindungan thd transportasi laut 4. Perlindungan thd wisata bahari 5. Perlindungan thd pelabuhan

D. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 4 buah ALKI Utara-Selatan yg telah ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional di Cisarua tgl 17 19 Januari 1995, yaitu 1. ALKI 1 : Selat Malaka Laut Singapura Laut Natuna Laut Cina Selatan 2. ALKI 2 : Selat Sunda Selat Karimata Laut Natuna Laut Cina Selatan/Laut Singapura 3. ALKI 3 : Selat Lombok Selat Makasar Laut Sulawesi 4. ALKI 4 : Laut Maluku Laut Seram Laut banda Selat Ombai Laut Sawu/Laut Timor/Laut Arafura

E. Potensi konflik di laut antara Indonesia dan negara lain 1. Dengan Australia, Vietnam dan Philipina, mencakup masalah penetapan landas kontinen dan penentuan batas ZEE 2. Dengan Malaysia, mencakup penentuan batas teritorial, ZEE dan penentuan batas landas kontinen 3. Dengan Papua Nugini, India, Thailand dan Palau, mencakup penentuan batas ZEE 4. Dengan Singapura, mencakup penetapan batas teritorial

3 alasan utama mengapa Indonesia perlu mengubah paradigma kehidupan negara menuju negara maritim: 1. Kewilayahan: Indonesia mrp negara kepulauan terbesar di dunia, krn dua pertiga wilayahnya mrp laut. Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.290 (minus Timor-Timur) terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Luas wilayah perairan 5,8 juta km 2, yg terdiri dari 3,1 juta km 2 perairan Nusantara dan 2,7 juta km 2 perairan ZEE. 2. Sumber daya alam: laut menyimpan potensi sumber daya alam baik hayati maupun nonhayati serta energi gelombang laut, sedangkan di darat sudah berkurang 3. Sejarah: Indonesia pernah mengalami kejayaan laut pada masa Majapahit, Sriwijaya, Ternate dan Tidore. Itu tercermin dari kekuatan laut dalam bentuk angkutan laut dan pelayaran niaga yg kuat.