Desa Bangun Sari, Kecamatan Negeri Katon terletak di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Perjalanan menuju Desa Bangun Sari memakan waktu dua jam berkendara dari Bandar Lampung, ibukota Provinsi Lampung. Sepanjang perjalanan, mata dimanjakan hamparan hijau sawah dan palawija. Masyarakat Kecamatan Negeri Katon dan khususnya Desa Bangun Sari memang berprofesi sebagai petani. Komoditas hasil pertanian dari Kecamatan ini di antaranya padi, singkong dan jagung. Di kecamatan ini juga terdapat pabrik pengolahan bahan pangan setengah jadi antara lain pengolahan tepung tapioka. Salah seorang pemilik dan pengelola pabrik pengolahan tepung adalah H. Supar. Pria berusia lebih dari setengah abad ini, membangun usahanya dari nol hingga kini dapat mengekspor tepung tapioka setiap hari ke Pulau Jawa. Pada awal memulai bisnis, Supar sempat terkendala modal. Berkat keberanian dan tekad yang kuat pada tahun 1999 Supar memberanikan diri meminjam modal sebesar Rp 5 juta ke BRI. Di balik keberhasilan itu, membangun usaha pengolahan tepung tapioka menyimpan masalah terkait limbah hasil proses produksi PD Semangat Jaya miliknya. Pengolahan singkong menjadi tepung tapioka setiap harinya menghasilkan air limbah yang cukup besar mencapai 4-5 meter kubik per ton singkong. Kadang satu hari kami dapat produksi hingga lebih dari tiga ton tergantung ketersedian bahan baku, kata H. Supar. Air limbah ini mengeluarkan bau yang tidak sedap. 1 / 5
Dome dari bahan Geomembrane HDPE Pada tahun 2008, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM) dan Universitas Negeri Lampung (Unila) melakukan penelitian untuk mengubah limbah pengolahan tapioka menjadi biogas. Biogas hasil penelitian ini awalnya hanya untuk mensuplai biogas warga di sekitar pabrik untuk keperluan memasak. Namun, berkat inovasi yang dilakukan H. Supar, biogas tidak dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga semata, tetapi sudah bisa mensuplai kebutuhan biogas pabriknya. Biogas digunakan untuk mengolah jagung untuk menjadi tepung maizena. Biogas dari limbah tapioka Proses pembuatan biogas dipabrik milik H. Supar mengadopsi sistem Cover Lagoon Anaerobic 2 / 5
Reactor (CoLAR) yang diperkenalkan oleh para peneliti Kementerian ESDM dan Unila. Secara sederhana pengembangan Sistem CoLAR adalah memodifikasi sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) milik H. Supar sebagai tempat produksi biogas. Penjemuran tepung tapioka Sistem IPAL yang dimiliki sebelumnya merupakan kolam terbuka biasa. Kolam terbuka berisi limbah cair ini menimbulkan bau tidak sedap, dan menurut H. Supar pernah ada protes dari warga sekitar karena bau tidak sedap ini tercium sampai pemukiman warga. Selain itu, limbah cair pengolahan tapioka juga menurunkan kualitas air permukaan karena tercemar. Perubahan sistem IPAL industri tapioka dengan teknologi CoLAR menjadi solusi dan pemecah masalah yang dialami PD Semangat Jaya. Sekaligus pula, teknologi tersebut menghasilkan 3 / 5
energi baru dan terbarukan yaitu biogas. Limbah anaerobik yang selama ini menggunakan sistem kolam terbuka, direkayasa dan dimodifikasi menjadi kolam sistem tertutup yang berfungsi sebagai bioreaktor. Bioreaktor sistem tertutup tersebut didesain sebagai unit penghasil biogas dan sekaligus dapat menampung biogas yang dihasilkan. Teknologi CoLAR merupakan teknologi yang tepat untuk penanganan limbah cair dari industri tapioka yang memiliki limbah yang cukup besar. Selain memiliki kapasitas yang besar, konstruksi pembuatannya relatif mudah dan tentu harganya juga terjangkau. Bahan penutup kolam terbuka dibuat dari bahan geomembrane HDPE yang memiliki jaminan kekuatan hingga lebih dari 20 tahun dan pemeliharaannya juga cukup mudah. Selain itu, geomembrane HDPE ini mudah didapat di pasar. Penggunaan teknologi CoLAR ini tidak membutuhkan banyak perlatan lain yang menggunakan energi. Kebutuhan mesin adalah sebuah kompressor untuk mempercepat laju alir biogas menuju ruang pembakaran. Konsultan dan Pemborong Biogas Biogas yang dihasilkan dari modifikasi IPAL ini digunakan untuk memanaskan 12 ton jagung. Lumayanlah saya bisa menghemat Rp. 400.000,- setiap harinya, kata H. Supar seraya mengaku tidak perlu mengeluarkan uang sejumlah itu untuk kayu bakar. Penghematan tersebut dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Selain itu biogas juga digunakan warga sekitar pabrik PD Semangat Jaya miliknya untuk memasak. Saya persilahkan saja bagi warga sekitar kalau mau menggunakan asal mau tarik pipa sendiri, kata H. Supar. "Saya memproduksi tepung tapioka 70 ton hingga 100 ton per hari dengan omzet Rp 7 miliar per bulan," demikian kata Supar yang dikutip dari detikfinance (Rabu, 18/06/2014). Selain menjadi pengusaha dan pemilik pabrik tepung tapioka, H. Supar sekarang terkenal dengan 4 / 5
konsultan maupun pemborong bagi pabrik-pabrik sejenis, apabila berencana membuat fasiltas pengolahan limbah menjadi biogas. Ya Lumayanlah jadi konsultan dan pemborong, jadi ada pemasukan tambahan, kata H. Supar sambil tertawa. Tak jarang pula, H. Supar menjadi narasumber dan pembicara di beberapa acara pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Pria yang mendapat Penghargaan Energi Prakarsa pada tahun 2013 dari Kementerian ESDM ini kini membuat badan hukum CV. Supar untuk menjalankan bisnis biogas. Dalam waktu dekat Pak Supar akan mendapatkan mesin baru pemanas pati. Untuk itu, ia berencana membangun tiga reaktor baru untuk mensuplai gas pemanas pati tersebut. Saya mau coba dari sumber lain yang berasal dari kotoran sapi kebetulan saya punya 40 ekor sapi, katanya. (hs) 5 / 5