BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI: USULAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Pengelolaan Perbatasan Negara Lingkup Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun Anggaran 2017; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 T

Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perem

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

DEPUTI BIDANG PENDANAAN PEMBANGUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 / HUK / 2010 TENTANG

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana t

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2011 TENTANG

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

2013, No

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

2 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

BAB IV KAIDAH PELAKSANAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156/PMK.07/2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN MENTERI KEUANGAN,

2015, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemerintah Kota Tangerang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 37/M-DAG/PER/9/

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

GUBERNUR SULAWESI BARAT

LOGO. Musrenbang Provinsi DKI Jakarta,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo

Transkripsi:

1 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI: USULAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 6.1 Kesimpulan Penelitian yang telah dilaksanakan kurang lebih dua bulan di dua lokasi (Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat) dengan melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang terdiri dari aspek relevansi, efektivitas, proses, keluaran dan hasil pelaksanan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Diketahui secara umum bahwa dengan adanya kebijakan penanggulangan kemiskinan dalam RKP 2009, pelaksanaan kebijakan ini baik di Sulawesi Selatan maupun di Kalimantan Barat tidak memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penurunan persentase penduduk miskin. Tingkat relevansi, efektivitas, proses, keluaran dan hasil belum menunjukkan hasil yang maksimal. Patut diduga bahwa faktor cukup tingginya penurunan penduduk miskin di Kalimantan Barat disebabkan faktor kegiatan berbasis lokal berupa locaity development berbasis masyarakat yaitu Credit Union, hal ini diperkuat oleh hasil wawancara beberapa responden yang menyampaikan bahwa kegiatan Credit Union juga sudah mencakup penduduk miskin dan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin tersebut. 1.2 Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, maka perlu upaya maksimal dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan sehingga hasil yang diperoleh mencapai target yang semestinya. Untuk itu diperlukan formulasi kebijakan perencanaan dan penganggaran pembangunan yang berbasis komunitas dan sesuai dengan nilai-nilai setempat. Atas dasar tersebut, maka dinilai tidak memungkinkan untuk menyusun rekomendasi reformulasi kebijakan perencanaan dan penganggaran RKP. Dimana dalam pengalokasian dana RKP untuk prioritas penanggulangan kemiskinan menggunakan mekanisme tugas Universitas Indonesia

2 pembantuan dan dana urusan bersama, sistem ini lebih dominan intervensi pemerintah pusat. Dengan demikian direkomendasikan, agar terjadi percepatan dan semakin meningkatkan persentase penurunan penduduk miskin maka perlu dilakukan skenario perubahan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang salah satunya adalah skenario dari TP dan DUB untuk penanggulangan kemiskinan menjadi DAK penanggulangan kemiskinan atau tanpa melakukan perubahan dari TP dan DAU tetapi dialokasikan khusus adanya DAK penanggulangan kemiskinan yang hingga saat ini belum ada. Khusus untuk temuan yang diduga adanya kontribusi Credit Union terhadap penurunan penduduk miskin, direkomendasikan untuk dapat dilakukan penelitian lebih lanjut secara mendalam sehingga dapat diketahui seberapa banyak kontribusinya terhadap penurunan penduduk miskin di Kalimantan Barat. 1.3 Usulan Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran Penanggulangan Kemiskinan 1.3.1 Skenario Usulan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Berdasarkan rekomendasi tersebut di atas, maka skenario usulan kebijakan penanggulangan kemiskinan, diuraikan pada tabel 6.1 berikut ini. Universitas Indonesia

83 Tabel 6.1 Tiga Skenario Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan No Aktivitas Skenario I Skenario II Skenario III Perencanaan dan Penganggaran melalui Tugas Pembantuan dan Dana Urusan Bersama untuk Penanggulangan Kemiskinan Perencanaan dan Penanggaran melalui DAK untuk Penanggulangan Kemiskinan Peralihan TP dan DUB untuk penanggulangan kemiskinan menjadi DAK penanggulangan kemiskinan Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan 1 Proses Perencanaan Sudah ada kebijakan yang mendukung, tidak perlu mengubah kebijakan UU No. 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. Pertemuan antara pemerintah daerah dengan pemerintah dalam Musrenbang hanya untuk mengidentifikasi kegiatan yang dapat dilaksanakan disuatu wilayah, daerah tidak dibenarkan untuk mengusulkan kegiatan baru, karena jika mengusulkan kegiatan baru maka alokasi anggarannya tidak ada. Proses perencanaan lebih menekankan pada kebutuhan riil daerah karena disusun sendiri oleh pemerintah daerah, walaupun panduan teknis ditentukan oleh pusat tetapi hanya panduan teknis tata cara mengajukan DAK (seperti pada DAK bidang lainnya) Belum ada kebijakan yang mendukung, sehingga perlu disusun kebijakan baru Proses perencanaan menggunakan mekanisme UU 25 tahun 2006 Proses perencanaan lebih menekankan pada kebutuhan riil daerah karena disusun sendiri oleh pemerintah daerah, walaupun panduan teknis ditentukan oleh pusat tetapi hanya panduan teknis tata cara mengajukan DAK (seperti pada DAK bidang lainnya) PP 15 tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan. Jika ini dilaksanakan maka sgt mendukung pelaksanaan PP tsb. Universitas Indonesia

84 No Aktivitas Skenario I Skenario II Skenario III Perencanaan dan Penganggaran melalui Tugas Pembantuan dan Dana Urusan Bersama untuk Penanggulangan Kemiskinan Perencanaan dan Penanggaran melalui DAK untuk Penanggulangan Kemiskinan Peralihan TP dan DUB untuk penanggulangan kemiskinan menjadi DAK penanggulangan kemiskinan Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan 2 Proses Penganggaran Mekanisme penganggaran sesuai dengan UU 17 tahun 2004 tentang keuangan negara Dominasi pemerintah sangat kental dalam penentuan anggaran Dana TP dan DUB. Pemerintah daerah tidak diberikan keleluasaan untuk mengeksplorasi lebih jauh kebutuhan riil yang ada daerah itu sendiri. Sda Belum ada kebijakan yang mendukung Sudah didukung oleh kebijakan UU 33 tahun 2004 dan PP 7 tahun 2008 yg isinya mencakup peralihan dana TP dan DUB penanggulangan kemiskinan menjadi DAK. DAK merupakan bagian dari APBD, maka pemerintah daerah yang harus mempertanggung jawabkannya Perlu kemauan politik dari pemerintah pusat untuk melakukan pengalihan Tidak adanya kesempatan kepada daerah untuk menawar kegiatan sesuai dengan nilai dan kearifan lokal dalam Musrenbangnas. Universitas Indonesia

85 No Aktivitas Skenario I Skenario II Skenario III Perencanaan dan Penganggaran melalui Tugas Pembantuan dan Dana Urusan Bersama untuk Penanggulangan Kemiskinan Perencanaan dan Penanggaran melalui DAK untuk Penanggulangan Kemiskinan Peralihan TP dan DUB untuk penanggulangan kemiskinan menjadi DAK penanggulangan kemiskinan Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan 3 Pelaksanaan Meminta dukungan dari pemerintah kabupaten/kota dan provinsi Panduan teknis pelaksanaan sepenuhnya disusun oleh pemerintah pusat untuk pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan di daerah. Lebih dominan pemerintah daerah dan penyaluran anggaran untuk pelaksanaan lebih dekat, karena dana sudah ditransfer ke rekening pemerintah kabupaten/kota untuk kegiatan 1 tahun. Jika pemerintah pusat belum mempercayai kemampuan/kapasitas pemerintah daerah dalam melaksanakan sendiri Lebih dominan pemerintah daerah dan penyaluran anggaran untuk pelaksanaan lebih dekat, karena dana sudah ditransfer ke rekening pemerintah kabupaten/kota untuk kegiatan 1 tahun. 4 Monitoring dan Evaluasi Lebih mudah dimonitor dan dievaluasi oleh pemerintah pusat karena indikatornya sama untuk semua wilayah Pilihan skenario Monitoring dan Evaluasi dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat misalnya dengan adanya PP 39 tahun 2006 Skenario ini sulit dilaksanakan karena harus mengubah kebijakan sistem TP dan DUB agar lebih bersifat desentralisasi, dan jika ini dilakukan dengan sendiri semua komponen TP dan DUB akan berubah, sementara ada beberapa bidang TP dan DUB yang memang masih harus ditangani oleh pemerintah pusat. Dilakukan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat Belum ada kebijakan monitoring khusus untuk ini, tapi dapat menggunakan PP 39 tahun 2006 Skenario ini bisa dilaksanakan tetapi perlu membuat kebijakan baru (UU) untuk DAK penanggulangan kemiskinan. Dilakukan oleh Belum ada pemerintah daerah dan pemerintah pusat kebijakan monitoring khusus untuk ini, tapi dapat menggunakan PP 39 tahun 2006 Skenario ini sangat bisa dilaksanakan karena sudah ada kebijakan yang mendukung walaupun selama ini belum dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Untuk itu agar ini bisa dilaksanakan maka diperlukan kemauan politik dari pemerintah pusat. Universitas Indonesia

86 Berdasarkan atas pertimbangan tersebut di atas, maka diperlukan formulasi untuk mendorong kebijakan yang belum dilaksanakan (sesuai skenario III) untuk merubah sistem perencanaan dan pengalokasian dana penanggulangan kemiskinan yang semula menggunakan sistem TP dan Dana Urusan Bersama (DUB) menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk penanggulangan kemiskinan. Melalui sistem ini maka pemerintah pusat memiliki tiga fungsi yaitu: Fungsi verifikasi, proposal dari pemerintah daerah untuk menilai efektifitas anggaran penanggulangan kemiskinan yang diajukan, Fungsi fasilitasi, kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasi perencanaan, pelaksanaan, hasil dan monitoring evaluasi agar kebijakan penanggulangan kemiskinan dapat berjalan sesuai dengan yang di harapkan dan Fungsi monitoring dan evaluasi, untuk memastikan dukungan pemerintah daerah dalam mencapai target prioritas nasional yang ada dalam RKP. 6.3.2 Pelaksanaan Skenario III Untuk menyusun kebijakan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan skenario III, maka berikut ini diuraikan tentang mekanisme yang fokus pada DUB yang selama ini dilaksanakan, dan langkah-langkah perubahan dan pelaksanaan DUB menjadi DAK penanggulangan kemiskinan. 6.3.2.1 Gambaran Umum DUB Untuk melakukan formulasi kebijakan penanggulangan kemiskinan, maka prasyarat utama yang diperlukan adalah Penerapan desentralisasi dimana antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sama-sama menginginkan dan bersepakat untuk menerapkannya dengan sungguh-sungguh. Jika ini terjadi maka dapat dipastikan tidak akan terjadi gap dalam urusan kepemerintahan maupun pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Setelah aspek tersebut terpenuhi maka berikut ini adalah mekanisme kebijakan penganggaran nasional untuk penanggulangan kemiskinan yang

87 kemudian akan digambar tentang skenario pengalihan dana DUB menjadi DAK penanggulangan kemiskinan, seperti pada gambar 6.1 di bawah ini. Gambar 6.1 Mekanisme Kebijakan Penganggaran Nasional Untuk Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah Pusat Kewenangan Pemerintah Daerah APBN Untuk Penanggulangan Kemiksinan Dekonsentrasi APBD Untuk Penanggulangan Kemiskinan PAD Tugas Pembantuan (Kluster 1,2,3) Dana Urusan Bersama (DUB Desentralisasi Dana Perimbangan (DAK, DAU) Lain-lain Pendapatan Keterangan: : Kebijakan saat ini berlaku : Skenario pengalihan menjadi DAK penanggulangan kemiskinan Sumber: Diolah dari mekanisme prinsip money follow function dalam pendanaan desentralisasi oleh Departemen Keuangan Kebijakan Dana Urusan Bersama Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah merupakan suatu pola baru dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan khususnya dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

88 Sebagaimana diketahui, pendanaan program PNPM Mandiri pada mulanya dilakosikan melalui mekanisme dekonsentrasi dan dan tugas pembantuan. Hal tesebut tentu tidak tepat karena dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan hanya digunakan untuk mendanai urusan pusat sehingga tidak diperlukan dana pendamping dari daerah. Disisi lain, program PNPM Mandiri ditetapkan sebagai urusan bersama pusat dan daerah sebagaimana ditegaskan dalam Perpres 13 Tahun 2009 dan Perpres 15 Tahun 2010 dan oleh karenanya dapat didanai bersama dari APBN dan APBD. Program PNPM Mandiri merupakan salah satu bagian dari proses pembangunan dimana pemerintah pada hakikatnya, meyakini bahwa pembangunan suatu bangsa seyogyanya bersifat inklusif, menjangkai dan mengangkat derajat seluruh lapisan masyarakat Indonesia, diseluruh wilayah nusantara. Pembangunan yang bersifat inklusif ini mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau sering disebut juga sebagai growth with equity. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah menetapkan triple track strategy, yaitu strategi pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor. Pemerintah telah mengeluarkan telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang kemudian diubah dengan Perpres 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan payung hukum bagi penanganan urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah dalam penanggulangan kemiskinan. Dalam Pasal 34 dan Pasal 26 Perpres 13 Tahun 2009 tersebut diatur sistem pendanaan urusan bersama yang bersumber dari APBN dan APBD. Selanjutnya berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Anggota Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Nasional, Melalui Surat Nomor B.122/MENKO/KESRA/VI/2009 tanggal 12 Juni 2009, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua TKPK menugaskan Menteri Keuangan untuk menyiapkan aturan pelaksanaan tentang Pendanaan Urusan Bersama Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan dan menambah 1 (satu) kode tingkat kewenangan pelaksanaan kegiatan (diluar KP, KD, DK, TP) yang selama ini belum diakomodir di PP No. 21 Tahun 2004.

89 Dalam rangka pelaksanaan PP tersebut di atas Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Bendahara Umum Negara perlu mengatur penyediaan dan tata cara pengelolaan dana program Nasional Penanggulangan Kemiskinan khususnya mengenai Dana Urusan Bersama pusat dan daerah. Sesuai dengan hal tersebut, maka dengan ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk penanggulangan kemiskinan, yang hanya diperuntukkan bagi pendanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan, pemerintah telah memberikan dasar hukum bagi daerah untuk menyediakan dana pendamping dari APBD untuk program PNPM Mandiri atau yang disebut Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB). Disamping itu Peraturan Menteri Keuangan dimaksud juga merupakan upaya untuk menyempurnakan mekanisme pendanaan yang digunakan untuk program PNPM Mandiri selama ini. Prinsip Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Sesuai dengan ketentuan dalam Permenkeu No. 168/PMK.07/2009 Pendanaan Urusana Bersama Pusat dan Daerah untuk penanggulangan Kemiskinan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: Pendanaan Urusan Bersama untuk Penanggulangan Kemiskinan dapat didanai dari APBN, APBD, dan/atau didanai bersama APBN dan APBD. Dalam hal Program Penanggulangan Kemiskinan didanai bersama pendanaan yang bersumber dari APBN dialokasikan melalui bagian anggaran Kementerian/Lembaga dalam bentuk DUB dan pendanaan yang bersumber dari APBD dialokasikan melalui SKPD dalam bentuk DDUB. Pendanaan dilakukan setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak yang dituangkan dalam naskah perjanjian antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Pengelolaan DUB dan DDUB dilakukan dengan prinsip tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efesien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan ditujukan untuk kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang terdiri atas program-

90 program yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan dirinci dalam bentuk kegiatan yang kompeten bantuan langsung masyarakatnya adalah belanja bantuan sosial. Perencanaan dan Penganggaran Dana Urusan Bersama Pusat dan Daerah Sesuai definisi dan prinsip pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, dapat dikemukakan bahwa Dana Urusana Bersama Pusat dan Daerah merupakan bagian anggaran Kementerian/Lembaga dan anggaran pemerintah daerah yang dialokasikan untuk mendanai program dan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Terkait dengan hal tersebut, sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.07/2009 terhadap proses perencanaan dan penanggaran berlaku ketentuan sebagai berikut: Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Kebijakan dan progam penanggulangan kemiskinan dikoordinasikan oleh tim penanggulangan kemiskinan nasional/provinsi/kabupaten/kota. Program/kegiatan penanggulangan kemiskinan yang akan didanai dari APBN wajib mengacu pada RKP dan dituangkan dalam Renja-KL. Kementerian/Lembaga memberitahukan indikasi program/kegiatan penanggulangan kemiskinan yang akan diselenggarakan bersama antara pusat dan daerah kepada kepala daerah paling lambat pertengahan bulan Juni atau setelah ditetapkannya pagu sementara dengan tembusan kepada Ketua Tim terkait Penanggulangan Kemiskinan tingkat Nasional. Pemberitahuan tentang indikasi program tersebut, disertai dengan informasi mengenai ketentuan/persyaratan penyelenggaraan urusan bersama yang akan dituangkan dalam naskah perjanjian. Menteri/Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah menandantangani naskah perjanjian penyelenggaraan urusan bersama pusat dan daerah untuk program atau setelah ditetapkannya Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.

91 Naskah perjanjian penyelenggaran urusan bersama sekurang-kurangnya memuat: o Subjek kerja sama o Rincian alokasi dan lokasi dana program/kegiatan yang diselenggarakan bersama o Sumber dan besaran pendanaan o Penetapan penanggungjawab dalam pengelolaan DUB o Klausul komitmen daerah untuk tertib pelaporan keuangan DUB oleh daerah kepada kementerian/lembaga dan o Jangka waktu kerjasama Program/kegiatan penanggulangan kemiskinan yang akan didanai dari APBD wajib mengacu pada RKPD dan dituangkan dalam Renja-SKPD Dalam hal pemberitahuan indikasi program/kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah, Kepada Daeraah meneruskan indikasi program/kegiatan dimaksud kepada SKPD sebagai bahan penyusunan Renja-SKPD dan rencana penyediaan DDUB, serta pembahasan dengan DPRD. Kepala Daerah menyampaikan usulan nama SKPD yang akan melaksanakan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan kepada Kementerian/Lembaga Dalam hal pemberitahuan indikasi program/kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut di atas tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah, kepada daerah dapat menolak pelaksanaan program/kegiatan dimaksud. Rencana daerah penyelenggaraan urusan bersama pusat dan daerah untuk penanggulangan kemiskinan dan alokasi anggaran DUB disusun dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, indeks fiskal dan kemiskinan daerah dan indikator teknis. Kemampuan keuangan negara dimaksudkan bahwa pengalokasian DUB untuk program/kegiatan penanggulangan kemiskinan disesuaikan dengan kemampuan APBN melalu bagian anggaran kementerian/lembaga.

92 Gambar 6.2 Proses Perencanaan Penganggaran Dana Urusan Bersama TIME FRAME KEMENTERIAN/LEMBAGA KEPALA DAERAH Menyusun Program/Kegiatan (RKP dan Renja) Juni/Pagu Sementara Memberitahukan Indikasi Program/Kegiatan UB Apabila indikasi program/kegiatan UB sesuai kebijakan Pemda, KDH meneruskan kepada SKPD sebagai bahan perencanaan penyediaan DDUB dan pembahasan dengan DPRD Desember/Setelah Perpres RABPP Penyusunan RKA-KL Menyampaikan usulan nama SKPD yang akan melaksanakan program/kegiatan UB PENANDATANGANAN NASKAH PERJANJIAN UB Menyampaikan RKA-KL yang telah disetujui Menkeu Menyampaikan RKA- KL kepada DPRD sebagai bahan penetapan DDUB Menetapkan KPA dan menyusun Konsep DIPA Menyampaikan usulan nama KPA untuk DUB Sumber: Buku Pengangan Pembangunan 2010, Depkeu

93 Pencairan dan Penyaluran Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan No. 168 tahun 2009, pencairan dan penyaluran DUB dan DDUB mengikuti ketentuan sebagai berikut: Pencairan DUB secara umum dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam pembayaran atas beban APBN, sedangkan ketentuan lebih lanjut diatur dengan Perdirjen Perbendaharaan. DUB disalurkan secara langsung kepada masyarakat, kelompok masyarakat dan/atau lembaga partisipatif masyarakat dalam bentuk ruang. DUB yang ditransfer ke rekening masyarakat, kelompok masyarakat dan/atau lembaga partisipatif masyarakat harus telah dimanfaatkan sesuai dengan rencana selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun anggaran bersangkutan berakhir. Apabilan dalam jangka waktu sebagaiman tersebut di atas, dana tersebut belum dimanfaatkan maka dana tersebut harus disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara dan Mekanisme pencairan dan penyaluran DDUB berpedoman pada peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2009 Bab VI Pasal 16 sampai dengan Pasal 18 diuraikan ketentuan mengenai Pelaporan dan Pertanggungjawaban DUB dan DDUB yaitu: SKPD yang menjadi pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan (DUB dan DDUB) wajib menyusun laporan keuangan negara: o Neraca o Laporan realisasi anggaran o Catatan atas laporan keuangan Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan DUB mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan DDUB mengacu ketentuan peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah dan sistem akuntansi pemerintah daerah.

94 Kepala daerah melampirkan laporan keuangan tahunan atas pelaksanaan DUB dalam laporan pertanggungjawaban APBD kepada DPRD sebagai wajud transparansi dan akuntabilitas DUB dan DDUB. Gambar 6.3 Sumber Pendanaan Urusan Bersama APBN ANGGARAN K/L (RKA-KL) APBD ANGGARAN SKPD (RKA-SKPD) KP KD DK TP UB Dana Urusan Bersama (DUB) DANA DAERAH UNTUK URUSAN BERSAMA (DDUB) PROGRAM PNPM PERKOTAAN DAN PNPM PERDESAAN Sumber: Buku Pegangan Pembangunan 2010, Depkeu 6.3.2.2 Pengalihan Dana Urusana Bersama menjadi DAK Upaya untuk menjalankan skenario pengalihan DUB menjadi DAK, bukan merupakan hal yang tidak mungkin dilaksanakan. Hal ini sudah didukung oleh kebijakan yang sudah ada yaitu: UU nomor 33 tahun 2004 pasal 108, dana tugas pembantuan yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah, secara bertahap dialihkan menjadi DAK. Kegiatan yang dialokasikan untuk urusan yang sudah menjadi kewenangan daerah dapat diusulkan untuk dialihkan menjadi DAK. Menurut PP no 7 tahun 2008 pasal 76 ayat 1, sebagian dari anggaran kementerian/lembaga yang digunakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan daerah, dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK).

95 Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian pada Bab V, langkahlangkah kebijakan yang perlu ditempuh agar: Penganggaran penanggulangan kemiskinan lebih efektif, Kebijakan perencanaan pembangunan relevan dengan kebutuhan riil daerah Proses pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan mendapat tanggungjawab penuh dari pemerintah daerah, sehingga menghasilkan output dan outcome yang sesuai dengan rencana Maka langkah-langkah formulasi kebijakan perencanaan dan penganggaran penanggulangan kemiskinan akan ditempuh melalui formulasi: 1. Pengalihan dana urusan bersama penanggulangan kemiskinan ke Dana Alokasi Khusus (DAK) 2. Perencanaan Pembangunan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan. 3. Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis kebutuhan riil daerah. 4. Penilaian Output dan Outcome Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Masyarakat. Penerapan keseluruhan skenario tersebut di atas, berorientasi pada kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan Locality Development yang merupakan temuan utama dari penelitian ini. Dengan demikian jika hal-hal tersebut dilaksanakan maka dapat mempercepat penanggulangan kemiskinan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Formulasi Pengalihan Dana Urusan Bersama Penanggulangan Kemiskinan ke Dana Alokasi Khusus (DAK) Sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan kontribusi locality development yang cukup besar terhadap penanggulangan kemiskinan, maka kebijakan pendanaan penanggulangan kemiskinan dalam RKP yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan sistem alokasi dana tugas perbantuan dan dekonsentrasi, teridentifikasi kurang efektif dalam proses pembiayaannya, untuk itu langkah-langkah usulan proses pembiayaan dari sistem pembiayaan tugas pembantuan, dekonsentrasi untuk penanggulangan kemiskinan ke sistem

96 Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk penanggulangan kemiskinan, hal ini merupakan cerminan kearifan lokal dari proses penganggaran yang dilakukan. Berdasarkan PP No 7 tahun 2008 pasal 76 ayat 1, sebagian dari anggaran kementerian/lembaga yang digunakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan daerah, dialihkan menjadi DAK. Pada ayat 2 pasal tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pengalihan menjadi DAK, menteri/pimpinan lembaga, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional terlebih dahulu melakukan identifikasi dan pemilahan atas program dan kegiatan yang akan didanai dari bagian anggaran kementerian/lembaga seperti dana penanggulangan kemiskinan. Selanjutnya menurut PP No 7 tahun 2008 pasal 77 ayat 1, berdasarkan hasil identifikasi dan pemilahan, kementerian/lembaga mengajukan usulan besaran bagian anggaran kementerian/ lembaga yang akan dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus kepada Menteri Keuangan. Pada pasal yang sama ayat 2 menyebutkan Menteri Keuangan melakukan penetapan besaran bagian anggaran kementerian/lembaga yang akan dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus. Pada ayat 3 disebutkan bahwa pengalihan besaran bagian anggaran kementerian/lembaga dilakukan secara bertahap sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Jadi mekanisme pengalihan secara bertahap dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang mendanai urusan yang menurut peraturan perundangundangan menjadi urusan daerah dilakukan dengan identifikasi dan pemilahan program dan kegiatan yang akan didanai. Hasil dari identifikasi dan pemilihan tersebut kemudian diajukan oleh kementerian/lembaga berupa usulan besaran bagian anggaran kementerian/ lembaga yang akan dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus kepada Menteri Keuangan. Selanjutnya menteri keuangan melakukan penetapan besaran bagian anggaran kementerian/lembaga yang akan dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus. Mekanisme pengalihan dana tugas pembantuan yang

97 mendanai program penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

98 Gambar 6.4 Garis Besar Formulasi Mekanisme Kebijakan Pengalihan Dana Urusan Bersama ke DAK Untuk Penanggulangan Kemiskinan Tahap I. Kebijakan Pengalihan Dana Urusan Bersama ke DAK Penanggulangan Kemiskinan Tahap II. Pengajuan Usulan oleh Daerah Tahap III. Penilaian Proposal Pemda Berdasarkan Kriteria Teknis 1. Kementerian Keuangan 2. Kementerian PPN/Kepala Bappenas 3. Kementerian Teknis Kementerian Pendidikan Nasional Kementerian Kesehatan Kementerian Sosial Kementeriaan PDT Kementerian Koperasi dan UKM Kementerian Dalam Negeri Kementerian Pekerjaan Umum Fokus/Program dan Kegiatan Kluster 1: Pembangunan dan Penyempurnaan Sistem Perlindungan Sosial Khususnya Bagi Masyarakat Miskin Fokus/Program dan Kegiatan Kluster 2: Penyempurnaan dan Perluasan Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat Fokus/Program dan Kegiatan Kluster 3: Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil Tahap IV. Pengajuan Usulan Anggaran Penanggulangan Kemiskinan yang Akan Dialihkan Menjadi DAK Pengajuan Kementerian yang Terkait Program Penanggulangan Kemiskinan Menteri Keuangan Menerima Usulan Pengalihan Anggaran Penanggulangan Kemiskinan menjadi DAK Tahap V. Penetapan DAK Penanggulangan Kemiskinan Menteri Keuangan Penetapan Anggaran Penanggulangan Kemiskinan yang Akan Dialihkan Menjadi DAK Tahap VI. Penyusunan Panduan Teknis Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Potensi Lokal Tahap VII. Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahap VIII. Monitoring dan Evaluasi Sumber: Reformulasi Mekanisme Penetapan DAK dari Buku Pengangan Pembangunan 2006

99 Pada dasarnya kebijakan proses perencanaan dan penganggaran DAK seperti gambar di atas sudah ada sebelumnya, namun dengan dimasukkannya bagian penanggulangan kemiskinan kedalam proses tersebut di atas, maka semua sub sistem dari tahap I hingga tahap VIII, perlu dilakukan penyusunan kebijakan baru yang lebih teknis tentang penanggulangan kemiskinan. Selanjutnya James Manor (2003), mengemukakan beberapa hal yang diharapkan tercapai melalui desentralisasi yaitu: Menanggulangan kemiskinan yang timbul karena adanya kesenjangan antar daerah. Membantu kelompok masyarakat yang hidup di pedesaan. Memobilisasi sumber-sumber daerah. Mengurangi tugas pemerintah pusat yang terlalu banyak. Mengenalkan perencanaan dari bawah. Mengenalkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Kunardjo (2004) menyatakan bahwa untuk menentukan apakah pembangunan didesentralisasikan atau tidak, maka pertimbangkan, pertama, kalau kepentingan rakyat langsung, serahkan ke daerah. Kalau sifatnya strategis, pusatkan. Kedua, bila banyak keterlibatan rakyat, misalnya padat karya, serahkan ke daerah. Ketiga, bila menggunakan teknologi canggih, seyogyanya dipusatkan, tetapi apabila teknologinya sederhana, serahkan kepada daerah. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan utama pengalihaan dana pemerintah kepada pemerintah daerah untuk penanggulangan kemiskinan seperti pada tabel 6.2 di bawah ini.

100 Tabel 6.2 Pertimbangan Utama Pengalihan Dana Urusan Bersama Menjadi DAK Penanggulangan Kemiskinan Dana Urusan Bersama Untuk Penanggulangan Kemiskinan Dana Alokasi Khusus Untuk Penanggulangan Kemiskinan Kurangnya relevansi antara kebijakan perencanaan pemerintah dengan pemerintah daerah Tidak memperhatikan lagi tingkat relevansinya, yang terpenting dipantau oleh pemerintah adalah apakah program/kegiatan daerah mendukung pencapaian target prioritas nasional Penganggaran yang kurang afektif Penganggaran dapat lebih proporsional karena pemerintah daerah lebih paham kondisi daerahanya Kurangnya tanggungjawab jawab Tanggungjawab pelaksanaannya lebih pemerintah daerah dalam besar, karena direncanakan sendiri pelaksanaannya karena dianggap oleh pemerintah daerah dan DAK sebagai program/kegiatan masuk menjadi bagian dalam APBD, pemerintah sehingga Bupati/Walikota wajib untuk mempertanggungjawabkannya diakhir tahun. Kurang mengakomodasi kearifan Direncanakan oleh pemerintah daerah lokal dalam perencanaannya. dengan pedoman teknis dari pemerintah, sehingga pemerintah daerah dapat memasukkan kearifan lokal dalam panduan dan mengkombinasikan dengan panduan teknis dari pemerintah, sehingga program/kegiatan penanggulangan kemiskinan dapat diterima oleh masyarakat dan dapat mendukung pencapaian prioritas nasional. Keluaran dan hasil yang tidak Keluaran dan hasil akan lebih maksimal maksimal, karena besarnya

101 Dana Urusan Bersama Untuk Penanggulangan Kemiskinan Membutuhkan biaya manajemen yang lebih besar (alokasi biaya manajemen ditingkat pusat) Dana Alokasi Khusus Untuk Penanggulangan Kemiskinan tanggungjawab pemerintah daerah. Biaya menajamen yang lebih efesien, karena hanya ada di kabupaten/kota. Prasyarat umum lainnya yang perlu direformulasi adalah Merubah kebijakan DAK yang hanya diperuntukkan untuk kegiatan fisik menjadi kombinasi antara kegiatan fisik dan nonfisik. Melakukan penyesuaian kembali terhadap isi UUD 1945 yang salah satu isinya mengamanatkan alokasi dana pendidikan sebesar 20% dari total APBN dan UU No. 20 Tahun 2003 tentan Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 49 berbunyi Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan penyesuaian tidak dicantumkannya lagi alokasi anggara 20% di APBN untuk pendidikan, tetapi dana ini langsung di DAK kan untuk kemudian masuk kedalam APBD. Dengan demikian kluster 1, 2 dan 3 penanggulangan kemiskinan dapat direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi semuanya oleh daerah. Formulasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan Menurut Dano dkk (2010), dalam kurun waktu 3 tahun ini, pendekatan yang dipakai dalam proses perencanaan Dana Urusan Bersama adalah top down dan tidak mengindahkan masukan dari tingkat bawah atau bottom up. Padahal secara konsep, mekanisme penyusunan anggaran Dana Urusan Bersama adalah top down dan bottom up. Namun kenyataannya, mekanisme perencanaan tugas pembantuan selama ini masih lebih didominasi dengan model perencanan top down. Proses perencanaan dan penganggaran APBN di Indonesia masih menggunakan

102 pendekatan top down planning dimana sebuah perencanaan itu diawali dengan penyampaian rencana atau program dari pemerintah di tingkat yang lebih tinggi untuk dioperasionalkan pada pemerintah di daerah atau pada wilayah adminstratif yang lebih kecil. Untuk menjamin tanggungjawab pemerintah yang lebih besar dan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan nilai dan kebutuhan riil daerah, maka skenario perencanaan dan penganggaran penanggulangan kemiskinan melalui APBD diusulkan/diskenariokan sebagai berikut: Tabel 6.3 Skenario Perencanaan dan Penganggaran Penanggulangan Kemiskinan Melalui DAK yang Masuk Dalam APBD No Pelaksana Kegiatan 1 Pembentukan Mengkoordinasikan kegiatan DAK lembaga koordinasi pelaksanaan penanggulangan kemiskinan dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pemantauan DAK Mengkoordinasikan kegiatan DAK penanggulangan kemiskinan (Koordinator penanggulangan kemiskinan agar terjadi sinkronisasi, sinergi, dan tidak tumpang tindih dengan kegiatan pembangunan lainnya. Bappeda dan Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan yang anggota SKPD yang terkait dengan program terkait dengana aspek transparansi, partisipasi dan akuntabilitas DAK penanggulangan kemiskinan dan kegiatan penanggulangan kemiskinan) 2 Bappeda Memahami pedoman teknis pengajuan DAK penanggulangan kemiskinan dari K/L Menyusun rancangan awal proposal fokus/program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan dan usulan anggaranya dengan

103 No Pelaksana Kegiatan menggunakan kriteria: o Anggaran yang proporsional atau lebih dari %tasi penduduk miskin o Kegiatan yang diusulkan sesuai dengan potensi dan nilai lokal (seperti model credit union dalam penelitian BAB III) o Mempertimbangkan kondisi sosial budaya 3 Bappeda dan Melakukan koordinasi teknis antara Bappeda SKPD dengan SKPD yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan untuk mendapatkan masukan program dan kegiatan dari SKPD. Proses ini sedapat mungkin memberikan peluang yang besar kepada SKPD untuk memberikan masukan agar SKPD selaku pelaksana nantinya dapat bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan tersebut. 4 Bappeda, SKPD Bappeda bersama SKPD melakukan kajian dan Pemangku Kepentingan komunitas melalui pendekatan AKP (analisis kemiskinan pastisipatif) untuk mengidentifikasi akar kemiskinan dan potensi yang dapat digunakan untuk penanggulangan kemiskinan Bappeda bersama SKPD melakukan konsultasi publik yang lebih luas dengan mengundang pemangku kepentingan terkait dengan penanggulangan kemiskinan di daerah seperti LSM, Perguruan Tinggi, Pers, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda dsb, untuk menyampaikan hasil AKP dan mendapatkan masukan terkait dengan program penanggulangan kemiskinan yang akan dibiayai melalui DAK.

104 No Pelaksana Kegiatan 5 Tim Koordinasi Melakukan finalisasi usulan teknis dan Pelaksanaan anggaran penanggulangan kemiskinan. DAK Melakukan penelaahan dan pengusulan dana Penanggulangan Kemiskinan pendukung dari APBD (pada umumnya DAK dipersyaratkan adanya dana pendamping dalam APBD selain DAK yang akan ditransfer dari pemerintah) 6 Penyampaian Usulan disampaikan oleh Bappeda bersama Usulan oleh SKPD kepada K/L Bappeda kepada Bappeda dan SKPD menjelaskan kepada K/L K/L tentang usulang teknis dan anggaran penanggulangan kemiskinan yang berbasis potensi lokal. 7 K/L Menyusun kriteria teknis yang dapat mengakomodasi kearifan lokal secara penuh. Formulasi Kebijakan Pelaksanaan DAK Penanggulangan Kemiskinan Berbasis kebutuhan riil daerah. Dalam mekanisme umum usulan DAK kepada pemerintah, pemerintah daerah harus memenuhi persyaratan teknis dan administrasi yang telah disampaikan oleh K/L ke daerah. Formula yang membedakan antara DAK penanggulangan kemiskinan dengan DAK lainnya adalah adanya peluang yang besar bagi daerah untuk merencanakan sendiri pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan kearifan lokal. Agar persyaratan teknis DAK mencerminkan kearifan lokal maka berikut adalah contoh kearifan lokal yang dapat dijadikan sebagai persyaratan teknis dalam mengalokasi DAK untuk penanggulangan kemiskinan. Contoh best practice program/kegiatan berbasis komunitas yang telah berhasil dilaksanakan oleh masyarakat di Kalimantan Barat adalah Credit Union (CU), CU telah terbukti berhasil menjadi pelopor dan mampu menumbuh kembangkan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat di

105 Kalimantan Barat, khususnya masyarakat pedalaman. "CU juga telah terbukti mampu berperan sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi pedesaan yang merupakan basis ekonomi kerakyatan. o Untuk pembiayaan sebuah usaha, CU memberikan syarat yang tidak terlalu memberatkan, hanya saling percaya saja dengan semboyan CU kamu Susah Saya Bantu, Saya Susah Kamu Bantu para anggota CU tidak perlu menitipkan sertifikat tanah atau rumahnya untuk meminjam dari CU. o CU sebagai praktek nyata dari ekonomi kerakyatan memegang prinsipprinsip keterbukaan, keadilan sosial dan belajar tidak membedakan pelayanan pada para anggotanya. Setiap anggota berhak atas pelayanan yang disediakan. o Setiap anggota telah diberikan pendidikan, sadar bahwa mereka adalah pemilik, maka resiko itu dirasakan tidak terlalu membahayakan. o CU juga mempunyai kepedulian yang sangat tinggi terhadap nasib penduduk miskin, yaitu dengan memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat dalam mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. o Setiap anggota bisa meminjam 3 kali lipat dari jumlah tabungan yang sudah mengendap di CU. Apabila anggota akan meminjam, tidak diperlukan jaminan khusus, tetapi cukup hanya menyerahkan buku tabungan. o Motto CU dimulai dengan pendidikan, berkembang melalui pendidikan, dikontrol melalui pendidikan dan bergantung pada pendidikan. o Ada 3 komponen utama yang membedakan CU dan bank. Pertama, CU lebih mengutamakan manusia (modal sosial), sedangkan bank hanya mengutamakan uang (modal ekonomi). Kedua, CU sebagai praksis ekonomi kerakyatan sedangkan bank kapitalisme. Ketiga, CU sebagai koperasi sejati, sedangkan bank adalah pedagang uang sejati. o Filosofi CU yakni menolong diri sendiri dengan kerjasama, solidaritas, saling percaya, pembelajaran dan secara swadaya/mandiri. CU punya prinsip bahwa uang hanya sebagai alat, yang terpenting adalah manusianya. Kalau manusianya sudah tidak memegang teguh nilai dasar kemanusiaannya maka saat itu juga CU akan kolap.

106 o Hal terpenting lainnya yang membuat CU tetap eksis di Kalimantan Barat adalah kemampuannya dalam memanfaatkan nilai-nilai lokal seperti jika tidak mengembalikan uang pinjaman maka akan kena karma. Untuk itu pelaksanaan DAK penanggulangan kemiskinan disetiap daerah minimal dapat mengidentifikasi kearifan lokal seperti pada sistem yang telah dijalankan oleh Credit Union di Kalimantan Barat. Formulasi Kebijakan Pemantauan DAK Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Masyarakat Berdasarkan buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintah Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan, maka pemantauan dan pengawasan DAK adalah pemantauan dan pengawasan dari kegiatan yang dibiayai melalui DAK ini melibatkan tiga hal penting, yaitu pemantauan teknis, pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan serta penilaian terhadap manfaat kegiatan yang dibiayai oleh DAK tersebut. Menteri teknis melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pengawasan fungsional/pemeriksaan pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan DAK dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah daerah. Apabila dalam pemeriksaan tersebut terdapat penyimpangan dan/atau penyalahgunaan, BPK dan/atau aparat pengawas intern pemerintah daerah menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Daerah sendiri melalui tim koordinai melakukan evaluasi terhadap manfaat pelaksanaan DAK yang melibatkan pihak terkait setempat. Sementara itu untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan DAK di daerah dalam kaitannya dengan penyempurnaan kebijakan DAK, telah diterbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional No. 0239/M.PPN/11/2008, SE 1722/MK.07/2008, 900/3556/SJ Petunjuk Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK. SEB tersebut lebih banyak mengatur tata

107 hubungan dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi DAK yang dilaksanakan antar tingkatan. Berdasarkan mekanisme pemantauan DAK tersebut di atas, maka usulan reformulasi pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan DAK penanggulangan kemiskinan dilakukan antara lain melalui cara-cara berikut ini: Pemantauan dan Evaluasi oleh Tim Koordinasi Pelaksana DAK Penanggulangan Kemiskinan Sebagai bagian dari fungsi manajemen, tim koordinasi akan melakukan pemantauan dan evaluasi secara teratur mengenai pelaksanaan penanggulangan kemiskinan. Dalam prosesnya, selain melalui jalur struktural manajemen program/kegiatan penanggulangan kemiskinan, juga dengan stakeholders lokal lainnya. Fokus perhatiannya tidak hanya terbatas pada kebijakan/peraturan, alokasi dan penggunaan anggaran, tetapi juga terhadap kualitas dan efektifitas penanggulangan kemiskinan. Hasil-hasilnya akan menentukan kebijakan program dalam membuat keputusan tentang pengalokasian dan pencairan dana program. Pemantauan dan Evaluasi oleh Pelaku Program Tingkat Kabupaten. SKPD perlu mengagendakan kegiatan Pemantauan dan Evaluasi secara khusus dalam rencana kerjanya, secara khusus mengenai pelaksanaan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan. Panduan Pemantauan dan Evaluasi oleh SKPD sebaiknya disusun sendiri dengan memperhatikan aspek lokal. Pemantauan dan Evaluasi oleh Stakeholders Lokal. Program/kegiatan melembagakan proses pemantauan dan evaluasi secara partisipatif oleh stakeholders lokal. Stakeholders yang akan terlibat dapat merupakan kalangan berbagai organisasi masyarakat (LSM, Perguruan Tinggi dsb.), termasuk juga wakil-wakil masyarakat yang menjadi sasaran program/kegiatan yang didanai program/kegiatan DAK penanggulangan kemiskinan, kalangan media massa, dsb. Rincian dari proses-proses pemantauan dan evaluasi sebaiknya disepakati oleh seluruh stakeholders