Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN BERKENALAN DENGAN GIS UNTUK APLIKASI PERENCANAAN KOTA. Maria Christina Endarwati

BAB 2 KETENTUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)


Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Pengertian Sistem Informasi Geografis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

KRITERIA TIPOLOGI PENINJAUAN KEMBALI

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

RELASIONAL PENGINDERAAN JAUH DENGAN PEMETAAN PENGADAAN TANAH JALAN TOL TRANS JAWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB 3 PROSES DAN MEKANISME PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

PERTANIAN DALAM KONTEKS TATAGUNA LAHAN 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI Program PPSP 2015

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A. 1.1 Latar Belakang

Jurnal ruang VOLUME 1 NOMOR 1 September 2009

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. atau merevisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

Isfandiar M. Baihaqi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN BONE PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN 1.1. LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

Rencana Strategis (RENSTRA)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KABUPATEN PADANG LAWAS

Sebagai salah satu kepulauan di Indonesia yang memiliki karakteristik. dikategorikan sebagai kawasan yang perlu dikelola dengan baik sebagai upaya

Transkripsi:

UTAMA INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang di Indonesia Dwi Nowo Martono, Surlan, Bambang Tedja Sukmana Kedeputian Penginderaan Jauh LAPAN, Jakarta Email: nowo2003@yahoo.com 1. Latar Belakang Perencanaan Tata Ruang wilayah merupakan suatu upaya mencoba merumuskan usaha pemanfaatan ruang secara optimal dan efisien serta lestari bagi kegiatan usaha manusia di wilayahnya yang berupa pembangunan sektoral, daerah, swasta dalam rangka mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Penyusunan tata ruang merupakan tugas besar dan melibatkan berbagai pihak yang dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari data spasial. Data spasial yang dibutuhkan dalam rangka membuat suatu perkiraan kebutuhan atau pengembangan ruang jangka panjang adalah bervariasi mulai dari data yang bersifat umum hingga detail. Bentuk data spasial untuk kegiataan penataan ruang umumnya berupa peta digital dan peta analog yang masing-masing mempunyai karakteristik dan spesifikasi yang berbeda, dimana jenis dan ruang lingkup serta kedetailan rencana tata ruang sangat menentukan Berkaitan dengan kesiapan data spasial untuk mendukung tata ruang, ada beberapa titik kritis yang perlu mendapatkan perhatian kaitannya dengan prosedur kerja antara lain: 1. Belum adanya format data dan skala peta dasar yang baku untuk penyusunan tata ruang dalam berbagai tingkat. Ada perbedaan format baku peta dengan format operasional, demikian juga skala peta dikaitkan dengan jenis data yang harus digunakan dan prosedur pengolahan data. 2. Pengalaman menunjukkan bahwa belum memadainya kesadaran akan pentingnya penyediaan data spasial yang akurat dari kalangan pengguna. Data spasial yang akurat tidak dilihat sebagai komoditas yang strategis untuk kepentingan jangka panjang. 3. Pembuatan atau penyusunan data spasial skala 1 : 250.000 hingga 1 : 5000 untuk tata ruang detail dilakukan dengan anggapan peta sudah tersedia dan tidak disediakan alokasi biaya untuk pembuatan peta tersebut. Dampaknya adalah peta yang digunakan sudah kadaluarsa. 4. Pada berbagai rencana kegiatan, ketelitian peta yang dibutuhkan kadang-kadang bukan merupakan hal yang utama, yang diutamakan adalah penyebaran temanya. Informasi lokasi dan batas-batas fisik lebih diutamakan (bukan kepastian koordinat), sedangkan dalam beberapa hal misalnya infrastructure management kepastian lokasi harus dicirikan dengan ketepatan koordinat. Kelengkapan dan kebenaran (kualitas) input data spasial akan sangat berpengaruh pada hasil atau keluarannya. Tanpa adanya data spasial yang memadai dalam arti kualitas planimetris dan informasi kualitatif, maka proses pengambilan keputusan tidak dapat dilaksanakan secara benar dan bertanggung jawab. 2. Penginderaan Jauh untuk Pengembangan Wilayah Suatu wilayah baik di pedasaan maupun di perkotaan menampilkan wujud yang rumit, tidak teratur dan dimensi yang heterogen. Kenampakan wilayah perkotaan jauh lebih rumit dari pada kenampakan daerah pedesaan. Hal ini disebabkan persil lahan kota pada umumnya sempit, bangunannya padat, dan fungsi bangunannya beraneka. Oleh karena itu sistem penginderaan jauh yang diperlukan untuk penyusunan tata ruang harus disesuaikan dengan resolusi spasial yang sepadan. Untuk keperluan perencanan tata ruang detail, maka resolusi spasial yang tinggi akan mampu menyajikan data spasial secara rinci. Data satelit seperti Landsat TM dan SPOT dapat pula digunakan untuk keperluan penyusunan tata ruang hingga tingkat kerincian tertentu, misalnya tingkat I (membedakan kota dan bukan kota). hingga sebagian tingkat II (perumahan, industri, perdagangan, dsb.).

Sedangkan untuk tingkat III (rincian dari tingkat II, misalnya perumahan teratur dan tidak teratur) dan tingkat IV (rincian dari tingkat III, misalnya perumahan teratur yang padat, sedang, dan jarang. Welch (1982) menyatakan bahwa untuk penyusunan tata ruang perkotaan di Amerika Serikat dengan memanfaatkan data penginderaan jauh, menggunakan konsep hubungan antara resolusi spasial data penginderaan jauh dan tingkat kerincian data yang dihasilkan, disajikan pada Gambar 1. I II II IV Tingkat kerincian Gambar 1. Hubungan antara resolusi spasial data penginderaan jauh dan kerincian lahan kota di Amerika Serikat (Sumber : Welch, 1982) Gambar 1 mengisyaratkan bahwa citra Landsat ETM dengan pixel 15 m dapat digunakan untuk data lahan kota tingkat kerincian I sampai kerincian tingkat II, atau untuk membedakan daerah yang secara fisik berupa perumahan dan non perumahan terhadap daerah sekitarnya. Untuk kerincian tingkat III diperlukan resolusi spasial sekitar 1-3 m. dan tingkat kerincian III dan IV masing-masing diperlukan resolusi spasial lebih kecil atau sama dengan 1 m. Oleh karena itu mengacu pendapat Welch, data satelit resolusi tinggi dengan resolusi spasial 0.7-1.0 m dapat digunakan untuk memperoleh sebagian data lahan dengan tingkat kerincian III dan IV. 3. Landasan Hukum Penyusunan Tata Ruang Struktur perencanaan pembangunan nasional yang dicirikan dengan terbitnya Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tantang sistem perencanaan nasional, maka kepala daerah terpilih diharuskan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) di daerahnya masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat antara lain visi, misi, arah kebijakan dan programprogram pembangunan selama 5 (lima) tahun ke depan. Dengan demikian terkait kondisi tersebut, maka dokumen Rancana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain RTRW yang ada merupakan bagian dari terjemahan visi, misi

daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Landasan hukum penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada Undang-Undang Nomer 24 tahun 1992 tentang penataan ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi tentang kewajiban setiap Propinsi, Kabupaten dan Kota untuk menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Kewajiban Daerah untuk menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindak lanjuti Undang-Undang tersebut di atas, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi a. Pedoman penyusunan RTRW propinsi. b. Pedoman Penyusunan Kembali RTRW propinsi. c. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten d. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten. e. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan. f. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan. Pedoman seperti tertulis di atas sebagai acuan bagi para penanggung jawab pengembangan wilayah propinsi, kabupaten dan kawasan perkotaan. Pedoman penyusunan RTRW meliputi kegiatan penyusunan mulai dari persiapan hingga proses legalisasi. Hal-hal teknis operasional yang belum diatur dalam keputusan Menteri ini diatur lebih lanjut oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat rinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat propinsi, kabupaten, perkotaan, desa dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, maka tata ruang nasional, propinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antar pulau dan antar propinsi. RTRW nasional disusun pada tingkat ketelitian skala 1 : 1.000.000 untuk jangka waktu selama 25 tahun RTRW propinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah propinsi yang berfokus pada keterkaitan antar kawasan/kabupaten/kota. RTRW propinsi disusun pada tingkat ketelitian skala 1 : 250.000 untuk jangka waktu 15 tahun. RTRW kabupaten/kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasarkan perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1 : 100.000 untuk kabupaten dan 1 : 25.000 untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5-10 tahun sesuai perkembangan daerah. 4. Ruang Lingkup Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Berdasarkan landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW propinsi dan kabupaten adalah sebagai berikut : 4.1. Ruang Lingkup RTRW Propinsi a. Substansi data dan analisis - Kebijakan pembangunan - Analisis regional - Ekonomi regional - Sumberdaya manusia - Sumberdaya buatan - Sumberdaya alam - Sistem permukiman - Penggunaan lahan - Analisis kelembagaan b. Substansi RTRW propinsi - Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang - Arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya - Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik - Arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya. - Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan - Arahan pengembangan sistem prasarana wilayah

- Arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan - Arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara dan sumberdaya alam Lain. 4.2. Ruang Lingkup RTRW Kabupaten a. Substansi data dan analisis - Kebijakan pembangunan - Analisis regional - Ekonomi dan sektor unggulan - Sumberdaya manusia - Sumberdaya buatan - Sumberdaya alam - Sistem permukiman - Penggunaan lahan - Pembiayaan pembangunan - Analisis kelembagaan b. Substansi RTRW propinsi - Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang - Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya - Rencana pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan dan tematik - Rencana sistem prasarana wilayah - Rencana penatagunaan tanah, air, udara dan sumberdaya alam Lain. - Rencana sistem kegiatan pembangunan Secara rinci penjabaran dari tiap-tiap substansi disajikan pada Tabel 1. 5. Pola Pemetaan Pemanfaatan Ruang Berwawasan Lingkungan di Indonesia Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti Undang-Undang No 25 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai asas optimal dan lestari. Untuk menata ruang yang optimal dengan prinsip lestari perlu adanya perencanaan yang holistik antara potensi, kondisi dan kebutuhan akan sumberdaya ruang. Penyusunan tata ruang dalam konteks ini bukan sekedar mengalokasikan tempat untuk suatu kegiatan tertentu, melainkan menempatkan tiap tiap kegiatan lahan pada bagian lahan yang berkemampuan serasi dan lestari untuk kegiatan masing-masing. Oleh karena itu hasil penyusunan tata ruang bukan tujuan, akan tetapi sarana. Yang menjadi tujuan tata ruang ialah manfaat total lahan/ruang dengan sebaik-baiknya dari kemampuan total lahan secara sinambung atau lestari. 6. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Penyusunan Tata Ruang Berdasarkan Gambar 2, peranan data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjadi semakin jelas. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin ke kanan skala yang dibutuhkan semakin besar, artinya semakin rinci pula informasi spasial yang harus dapat diidentifikasi. Hal ini tentu akan berpengaruh kepada jenis data penginderaan jauh yang digunakan. Tabel 1 menjelaskan peranan data penginderaan jauh dan SIG untuk mendukung penyusunan peta tata lingkungan, peta tata ruang, peta tata guna lahan dan peta ddesain guna lahan. 7. Langkah Langkah yang Dilakukan LAPAN Dalam Mendukung Implementasi Penyusunan Tata Ruang Penyusunan Tata Ruang tidak terlepas dari kebutuhan akan tersedianya data spasial yang akurat, periodik ( 1-5 tahun) dan rinci sesuai dengan tujuan tata ruang itu sendiri, untuk propinsi atau kabupaten. Salah satu alternatif yang paling mungkin dalam rangka tersedianya data spasial untuk tata ruang secara cepat adalah memanfaatkan teknologi satelit penginderaan jauh. Secara lebih rinci pemanfaatan data penginderaan jauh untuk tata ruang disajikan pada sub bab 6. Di Indonesia pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sudah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan, baik institusi pemerintah: LAPAN, BAKOSURTANAL, BPPT dan lain sebagainya, juga oleh kalangan perguruan tinggi dan organisasi swasta. Pada umumnya upaya upaya yang telah dilakukan untuk sosialisasi pemanfaatan data penginderaan jauh antara lain meliputi penguasaan teknologi penginderaan jauh, pengembangan model-model yang diturunkan dari data penginderaan jauh, kegiatan inventarisasi sumberdaya alam dan mengintegrasikan dengan aplikasi SIG.

Gambar 2. Pola penataan ruang berwawasan lingkungan di Indonesia Tabel 1. Peranan data penginderaan jauh untuk mendukung penyusunan tata ruang wilayah Jenis data Tata lingkungan Tata ruang Tata guna lahan Desain guna lahan 1. Landsat (15 30 m) 1.Identifikasi Lahan dengan tingkat kerincian I 1.Identifikasi Lahan dengan tingkat kerincian I-II Bahan untuk orientasi wilayah secara global Bahan untuk orientasi wilayah secara global 2. Acuan Georeference pada skala 1 : 50.000 3. Menghitung proporsi luas masing masing lahan. 4. Data dasar spasial untuk analisis lanjutan 2. Acuan Georeference pada skala 1 : 50.000 3.Menghitung proporsi luas masing masing lahan 4. Data dasar spasial untuk analisis lanjutan

Tabel 1. Lanjutan Jenis data Tata lingkungan Tata ruang Tata guna lahan Desain guna lahan 2. SPOT4 (10 m) Eros SDA SDA 1. Identifikasi lahan tingkat kerincian II III 2. Acuan Georeference sampai skala 1 : 25.000. 3. Menghitung proporsi luas lahan tingkat kerincian II III 4. Titik atau garis kontur dengan interval sampai 12.5 m 5.Data Dasar spasial untuk pengolahan atau analisis lanjutan 3. SPOT 5 ( 2.5 m) Ikonos, Quick Bird ( 0.7 1 m) SDA 1.Identifikasi lahan tingkat kerincian III -IV 2. Acuan Georeference sampai skala lebih besar 10.000 3.Menghitung proporsi luas lahan tingkat kerincian III -IV 4. Informasi garis kontur detail 5. Data dasar spasial pengolahan atau analisis lanjutan

LAPAN sebagai instansi pemerintah yang mempunyai kompetensi untuk menyediakan data penginderaan jauh dan memanfaatkannya dalam berbagai aplikasi dalam skala nasional, sejak tahun 2000 telah membangun dan menyusun berbagai model aplikasi untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, kehutanan, iklim, geologi, tata ruang dan lain sebagainya. Berbagai jenis data dari resolusi rendah (NOAA, GMS dan MODIS) sampai resolusi spasial tinggi baik sensor pasif maupun aktif ( SPOT-5, IKONOS, QUICK BIRD) juga digunakan untuk mengembangkan model model aplikasi yang lebih luas dan lebih dalam. Untuk aplikasi data penginderan jauh terkait tata ruang dalam rangka mendukung ketersediaan data spasial, LAPAN telah melakukan inventarisasi informasi spasial penutup lahan skala 1:100.000 seluruh Indonesia berbasis citra Landsat ETM. Demikian juga untuk berbagai wilayah prioritas telah tersedia informasi yang relatif rinci berdasarkan data citra SPOT-5, IKONOS dan QUICK BIRD. Berbagai contoh aplikasi untuk tata ruang disajikan pada Gambar Lampiran 1-3. 8. Penanganan Masalah yang Berkaitan dengan Data Spasial Dalam menangani masalah ketersediaan data spasial yang up to date, salah satu data spasial yang saat ini banyak digunakan sebagai data dasar untuk penyusunan tata ruang adalah informasi spasial yang diturunkan dari data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh mempunyai berbagai jenis dan tingkat ketelitian, disamping itu data penginderaan jauh juga dapat memberikan data real time serta selalu diperbaharui. Teknologi penginderaan jauh mampu menyediakan data mulai dari skala 1 : 1000.000 sampai dengan 1 : 5000. Oleh karena itu pemanfaatan informasi spasial dari data penginderaan jauh untuk tata ruang telah mencakup seluruh skala dan sangat fleksibel disesuaikan dengan tujuan penyusunan tata ruang, apakah untuk tingkat nasional, propinsi, kabupaten atau detail teknis. Tidak tersedianya informasi spasial yang ideal untuk mendukung seluruh ruang lingkup analisis penyusunan tata ruang baik dalam aspek kuantitatif dan kualitatif bagaimanapun harus ditutupi dengan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan data spasial lainnya melalui pendekatan SIG. Salah satu pendekatan cerdas untuk mengoptimalkan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh adalah melakukan kombinasi data penginderaan jauh dengan data kontur dari Suttle Radar Topographic Mission (SRTM) dan data koordinat planimateris dari Global Positioning System (GPS) untuk memperolah informasi yang lebih akurat serta informasi morfometri (kemiringan lereng, panjang lereng dan bentuk lereng serta ketinggian relatifnya) sesuai dengan skala yang dibutuhkan. Sedangkan aspek kualitatif yang merupakan informasi penutup lahan/ lahan dapat digunakan sebagai informasi kualitatif terkini untuk mendukung perencanaan tata ruang dengan tambahan kegiatan verifikasi lapangan (ground truth). Verifikasi lapangan akan sangat efektif hasilnya jika dilakukan oleh mereka yang memahami dan menguasai kondisi wilayah bersangkutan. Hal ini akan sangat efisien dan efektif apabila terjalin pelaksanaan kerjasama antara instansi penyedia data satelit penginderaan jauh dengan instansi pengguna, khususnya pemerintah daerah guna menghasilkan informasi keruangan yang diturunkan dari citra satelit yang diverifikasi secara bersama. 9. Penutup Dimasa yang akan datang diharapkan seluruh pemangku kepentingan (stake holder) yang terlibat dalam penyusunan tata ruang, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota dapat memanfaatkan keunggulan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk mendukung penyusunan tata ruang. Dengan demikian minimnya atau ketidaktersediaan data spasial yang selama ini menjadi kendala utama dalam penyusunan tataruang dapat dengan cepat teratasi. Pustaka [1] Anonimus. 1993. Remote Sensing Note. Japan Association on Remote Sensing. University. Of Tokyo [2] Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. 2004. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Penataan Ruang. Buletin Tata Ruang. Jakarta.

[3] Hadi Sabari.Y.. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta [4] Larz T. Anderson. 2000. Petunjuk Dalam Persiapan Perencanaan Kota. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. [5] Maskun. Soemitro. 1996. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan dalam kerangka Otonomi Daerah. Proceding. CIDES. Jakarta [6] Nurmandi. 1999. Manajemen Perkotaan. Lingkaran Bangsa. Yogyakarta [7] Socki. B.S.. 1993. The Potential of Aerial Photos for Slum and Squatter Settlement Detection and Mapping. Asian-Pasific Remote Sensing Journal. Vol.5. No.2. Bangkok. [8] Sugeng Martopo, Tejoyuwono. 1987. Pembangunan Wilayah Berwawasan Lingkungan. Kumpulan Makalah Kursus SEPADYA. Yogyakarta. Lampiran Gambar Lampiran 1. Contoh aplikasi data spasial untuk mendukung tata ruang skala 1:2.500

Gambar Lampiran 2. Contoh aplikasi data spasial untuk mendukung tata ruang skala 1:50.000 Gambar Lampiran 3. Contoh aplikasi data spasial untuk mendukung tata ruang skala 1:100.000