BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut sebagai UUPK). 2 Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan da

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN. sahamnya dimiliki pemerintah maupun swasta. Perkembangan Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Konsideran Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan eknomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. badan badan usaha swasta, badan badan usaha milik negara, bahkan lembaga

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan daya tawar. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

BAB III METODE PENELITIAN. norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Internasional yang merupakan induk sepakbola dunia. Organisasi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan. Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB I PENDAHULUAN. OJK berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang Undang Otoritas Jasa

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan perbankan dan situasi bisnis di pasar saat ini berubah sangat cepat. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan jasa keuangan yang kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta menjamurnya pendirian-pendirian perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan. Hal ini tentunya dapat memberikan imbas yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. Lembaga keuangan di Indonesia secara umum dibagi menjadi dua, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Lembaga keuangan bank meliputi bank umum, bank syari ah dan BPR (umum dan syari ah). Lembaga keuangan nonbank meliputi perasuransian, pasar modal, perusahaan pegadaian, dana pensiun, koperasi, lembaga penjaminan dan pembiayaan. Perusahaan yang dapat dikategorikan sebagai lembaga pembiayaan antara lain perusahaan sewa guna usaha (leasing), perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan modal ventura 1. 1 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2014, hlm. 231. 1

Tersedianya berbagai bentuk lembaga keuangan bank dan nonbank yang beragam ini tentunya memberikan tuntutan kepada pemerintah agar membentuk sebuah lembaga yang bertugas untuk mengatur dan mengawasi jalannya proses kegiatan lembaga keuangan agar terciptanya kegiatan usaha yang sehat dan berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Awalnya, lembaga pengawas keuangan ini terbagi dua, lembaga pengawas di bidang perbankan diawasi oleh Bank Indonesia, sementara lembaga pengawas di bidang nonbank diawasi oleh Bapepam-Lk. Namun sejak berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut Undang-undang OJK) pada 22 November 2011, kebijakan politik hukum nasional mulai mengintrodusir paradigma baru dalam menerapkan model pengaturan dan pengawasan terhadap industri keuangan Indonesia. Berdasarkan Undangundang OJK tersebut, pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang OJK, OJK memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Melalui Pasal 5 Undang-undang OJK tersebut, Indonesia menerapkan model pengaturan dan pengawasan terintegrasi (Integration approach), yang berarti akan meninggalkan model pengawasan secara institusional. Dengan diberlakukannya Undang-undang OJK ini, seluruh fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap sektor keuangan yang tersebar di 2

Bank Indonesia dan Bapepam-LK akan menyatu ke dalam Otoritas Jasa Keuangan 2. Pembentukan OJK pada awalnya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan OJK, yaitu perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (Pasal 34). Alasan lainnya pembentukan OJK adalah banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan praktik-praktik buruk (moral hazard), belum optimalnya perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dan terganggunya stabilitas jasa keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawas di sektor jasa keuangan yang terintegrasi 3. Perlindungan konsumen merupakan salah satu dari tujuan yang ingin dicapai atas terbentuknya OJK. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Perlindungan Konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen. 2 Ibid., hlm. 232. 3 Tim Penyusun RUU Lembaga Pengawas Jasa Keuangan Departemen Keuangan RI, Naskah Akademik Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK), Jakarta, Desember 2000, dalam M,Irsan Nasarudin, dkk, Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Grup, 2010, halaman 49. 3

Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha dikatakan ideal apabila terjadi hubungan yang seimbang dalam setiap tindakan atau transaksi yang dilakukan. Namun dalam kenyataannya yang sering terjadi adalah hubungan antara konsumen dan pelaku usaha berada pada hubungan yang tidak seimbang, dimana pelaku usaha memiliki posisi tawar yang lebih kuat dari konsumen. Hal seperti inilah yang kemudian menimbulkan konflik yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa. Menurut Ali Achmad sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik. Sengketa dalam hal ini adalah sengketa yang terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha jasa keuangan (Selanjutnya disebut PUJK). Secara umum terdapat dua macam bentuk penyelesaian sengketa yaitu litigasi dan non litigasi. Penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa umum yang dilakukan di peradilan. Penyelesaian sengketa litigasi ini dilakukan dengan cara memasukkan gugatan oleh pihak yang dirugikan ke pengadilan setempat. Selanjutnya proses penyelesaian sengketa diserahkan kepada hakim sampai adanya putusan yang ditetapkan oleh hakim. Namun penyelesaian secara litigasi ini cenderung memakan waktu yang lama, biaya mahal, dan banyaknya proses administrasi yang harus diselesaikan. Penyelesaian sengketa secara non litigasi adalah bentuk penyelesaian sengketa diluar peradilan. Jalur non litigasi ini dikenal juga dengan 4

penyelesaian sengketa alternatif. Penyelesaian sengketa secara non litigasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang biasanya dilakukan oleh lembaga keuangan apabila lembaga keuangan itu tidak dapat menghasilkan kesepakatan dengan pihak konsumennya. Penyelesaian sengketa secara non litigasi ini lebih diutamakan karena mampu menyelesaikan sengketa secara adil, cepat, murah, dan efisien. Penyelesaian secara non litigasi inilah yang di terapkan oleh OJK dalam menyelesaiakan pengaduan konsumen dan sengketa konsumen jasa keuangan. Berbicara mengenai perlindungan konsumen di Indonesia sebenarnya sudah ada pengaturannya yaitu melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), namun peraturan tersebut ditujukan untuk umum kepada konsumen dan semua pelaku usaha. Sekarang setelah terbentuknya OJK sebagai lembaga yang mengawasi kegiatan lembaga keuangan, OJK telah mengeluarkan sebuah peraturan untuk menjamin perlindungan konsumen dalam cakupan khusus untuk konsumen di sektor jasa keuangan dan pelaku usaha jasa keuangan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 adalah salah satu upaya untuk melindungi dan menjamin kepentingan konsumen terhadap kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian PUJK, yaitu dengan mekanisme penyelesaian pengaduan konsumen. Ketentuan Pasal 35 Peraturan OJK 5

Nomor 1/POJK.07/2013 merumuskan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan dan dapat diperpanjang paling lama 20 hari kerja berikutnya. Apabila konsumen menerima jalan penyelesaian pengaduan dari PUJK maka pengaduan konsumen dianggap selesai sampai disitu. Namun dalam hal konsumen tidak menerima jalan penyelesaian pengaduan dari PUJK, konsumen dapat menyampaikan permohonan kepada OJK untuk memfasilitasi pengaduan konsumen yang dirugikan oleh PUJK sesuai ketentuan Pasal 39 POJK No. 1/POJK.07/2013. OJK memberikan fasilitas penyelesaian pengaduan berdasarkan ketentuan Pasal 29 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa OJK melakukan pelayanan pengaduan konsumen meliputi memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha di lembaga jasa keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Sepanjang tahun 2015, total pengaduan konsumen yang masuk di Layanan Konsumen Terintegrasi OJK mencapai 3.532 pengaduan. Layanan Penerimaan Pengaduan pada triwulan III-2015 berasal dari sektor Perbankan sebesar 60% dan sektor IKNB sebesar 40%. Pengaduan pada sektor Perbankan terbanyak adalah mengenai kredit (54%). Di sisi lain, pada sektor IKNB, pengaduan terkait perasuransian adalah sebesar 67%, dan pembiayaan 6

sebesar 28% 4. Jumlah pengaduan konsumen di Indonesia cukup banyak, hal tersebut menandakan bahwa banyak konsumen yang menderita kerugian finansial akibat kesalahan atau kelalaian PUJK. Oleh karena itu diperlukan mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat menyelesaikan sengketa dengan memberikan perlindungan konsumen. Fasilitas penyelesaian pengaduan merupakan upaya OJK untuk menyelesaikan sengketa PUJK dengan melindungi konsumen. OJK bukanlah lembaga penyelesaian sengketa, namun memiliki kewenangan memberikan fasilitas penyelesaian pengaduan untuk menyelesaikan sengketa di lembaga keuangan. Di sisi lain, OJK memberikan fasilitas penyelesaian pengaduan karena baru terbentuknya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, sehingga lembaga ini belum sepenuhnya dapat efektif berjalan. Didasarkan atas pemaparan yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka Penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan fasilitas penyelesaian pengaduan konsumen di OJK Sumatera Barat juga hambatan yang ditemui atas pelaksanaan fasilitas penyelesaian pengaduan konsumen. Maka hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut dengan judul: IMPLEMENTASI POJK NOMOR 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DALAM MEMBERIKAN FASILITASI PENYELESAIAN PENGADUAN DAN 4 Laporan Kegiatan OJK Triwulan III-2015 7

SENGKETA KONSUMEN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SUMATERA BARAT. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana pelaksanaan fasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan dalam rangka memberikan perlindungan konsumen oleh OJK Sumatera Barat? 2) Apa kendala dalam pelaksanaan fasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan oleh OJK Sumatera Barat? C. Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan fasilitasi penyelesaian pengaduan di sektor jasa keuangan dalam rangka memberikan perlindungan konsumen oleh OJK Sumatera Barat 2) Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan fasilitasi penyelesaian pengaduan di sektor jasa keuangan oleh OJK Sumatera Barat 8

D. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis a) Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum khususnya hukum perdata bisnis baik bagi Penulis sendiri maupun bagi Pembaca. b) Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Penulis yaitu dalam rangka menganalisa dan menjawab keingin tahuan penulis terhadap perumusan masalah dalam penelitian. c) Penulis juga berharap dengan penelitian ini dapat menambah serta memperluas wawasan pengetahuan penulis dalam karya ilmiah. 2) Manfaat Praktis a) Memberikan manfaat bagi para pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha jasa keuangan, khususnya pihak yang bersengketa dengan pelaku usaha jasa keuangan b) Memberikan manfaat bagi lembaga Otoritas Jasa Keuangan untuk menjalankan fungsi perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. c) Memberikan manfaat bagi masyarakat luas untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal perlindungan konsumen oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam memfasilitasi penyelesaian sengketa pengaduan oleh konsumen. 9

E. Metode Penelitian Metode adalah berupa cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang nantinya dapat pula untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Cara utama yang dipergunakan untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin terhadap suatu kejadian atau permasalahan sehingga akan dapat menemukan suatu kebenaran. 5 Untuk memperoleh data tersebut digunakan metode pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu suatu pendekatan masalah melalui penelitian hukum dengan melihat norma hukum yang berlaku dan menghubungkannya dengan fakta yang ada di lapangan sehubungan dengan masalah yang ditemui dalam penelitian. 6 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, dalam penelitian ini analisis data tidak keluar dari ruang lingkup sampel, bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan 5 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, Hlm. 43. 6 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 118. 10

seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data yang satu dengan seperangkat data yang lain 7 3. Sumber-sumber data Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Sumber data dari penelitian kepustakaan (library Research) Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang sumber datanya diperoleh dari bahan-bahan pustaka. 8 Bahan penelitian kepustakaan ini diperoleh penulis dari: 1) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas 2) Perpustakaan Pusat Universitas Andalas 3) Buku-buku serta bahan kuliah yang penulis miliki b. Sumber data dari penelitian lapangan (field Reasearch) merupakan penelitian yang diperoleh langsung di kantor Otoritas Jasa Kauangan Sumatera Barat dan kantor pusat Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat. 4. Jenis Data 1) Data primer adalah suatu data pokok yang utama dan sebagai titik tolak dalam suatu hal 9. Data primer merupakan data yang didapatkan 7 Bambang Sunggono, op.cit. Hlm. 37-38 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta. 2010, Hlm. 12 11

langsung dari objek penelitian lapangan (field research) yang dilakukan langsung di kantor Otoritas Jasa Keuangan dan di Bank Pembangunan Daerah. 2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang meliputi: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer ini pada dasarnya berkaitan dengan bahanbahan pokok penelitian dan biasanya berbentuk himpunan peraturan perundang-undangan seperti: a) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan c) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan d) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan e) Peraturann Lembaga Pembiayaan Leasing f) Peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan isu hukum dalam penelitian ini. 9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pusataka. Jakarta. 2001. Hlm. 896 12

b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa, memahami dan menjelaskan bahan hukum primer, antara lain : buku-buku, artikel, internet, jurnal hukum dan sumber hukum lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan informasi dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ensiklopedia hukum dan sebagainya. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Studi dokumen, dilakukan dengan mempelajari peraturan perundangundangan, buku-buku atau literature dan artikel maupun dokumendokumen yang dapat mendukung permasalahan yang dibahas. 2) Wawancara, dengan cara melakukan tanya jawab secara lisan pada responden atau dengan beberapa orang pegawai atau petugas yang melakukan proses kegiatan mediasi di sektor jasa keuangan. 13

6. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data dan hasil pengumpulan data lapangan sehingga data siap dipakai untuk dianalisis 10. Data yang diperoleh setelah penelitian diolah melalui proses editing yaitu meneliti dan mengkaji kembali terhadap catatancatatan, berkas-berkas, serta informasi yang dikumpulkan oleh peneliti untuk mutu data yang hendak dianalisis. b. Analisis Data Data-data yang telah diolah sebelumnya dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari permasalahan yang ada. Dalam hal ini akan dianalisis secara kualitatif yaitu analisis dengan menggunakan uraian kalimat-kalimat, tidak menggunakan angka yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori ahli termasuk pengetahuan. Akhirnya ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan. F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode 10 Bambang Waluyo, 1999, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. Hlm. 72 14

penelitian dan sistematika penulisan sebagai dasar pemikiran pada uraian Bab selanjutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam Bab ini penulis menjelaskan tinjauan kepustakaan yang terdiri dari tinjauan umum dan tinjauan khusus. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Merupakan Bab yang berisikan hasil penelitian dan pembahasan tentang hal tersebut. BAB IV PENUTUP Bagian ini merupakan Bab terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian sehingga dapat digunakan dalam kehidupan masyarakat maupun pemerintah dimasa yang akan datang serta berisikan saran untuk masukkan berkenaan dengan permasalahan yang ada. 15