BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

NASKAH SEMINAR INTISARI

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

BAB III LANDASAN TEORI

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

PENGARUH PENGGUNAAN BATU KAPUR SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (AC-BC) Arfan Hasan 1 ), Sumiati 2 ) ABSTRAK

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) TAMBAHAN LATEKS TERHADAP SIFAT MARSHALL

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB III METODE PENELITIAN

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERENCANAAN PERSENTASE AGREGAT CAMPURAN. Dalam memperoleh gradasi argegat campuran yang sesuai dengan spesifikasi

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

Abstract. Kata Kunci : Asphalt Concrete Wearing Course, SPSS, Karakteristik Marshall. Abstract

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB III LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang telah menjadi kebutuhan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN : X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo, dengan pengujian agregat kasar dan halus berupa berat jenis dan penyerapan agregat kasar, berat jenis dan penyerapan agregat halus, abrasi. Adapun hasil pengujian agregat untuk agregat kasar, agregat halus dan filler dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) Jenis Pengujian Agregat Halus Course Agregat (CA) Medium Agregat (MA) Fine Agregat (FA Spesifikasi *) Nilai Setara Pasir - - Min 50% Berat Jenis Bulk - Berat Jenis SSD - - 2.78 Berat Jenis Semu - - 2.76 Min 2,50 2.79 2.79 Penyerapan (%) - - 1.00 Maks. 3% - 2.83 Agregat Kasar Berat Jenis Bulk 2.77 2.79 - Berat Jenis SSD 2.79 2.81 - Berat Jenis Semu 2.83 2.84 - Min 2,50 Penyerapan (%) 0.75 0.66 - Maks. 3% Agregat kasar lolos saringan 0.06 0.04 - Maks. 1 no. 200 (%) Agregat halus lolos saringan - - 8.63 Maks. 10 no. 200 (%) Abrasi (%) 21.04 22.40 - Maks. 40 1

2 Berdasarkan Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi spesifikasi Bina Marga. Hasil pengujian analisa saringan terhadap agregat dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan grafik gradasi Course Agregat (CA). Seperti ditunjukan dalam Gambar 4.1. 1. Hasil pengujian Course Agregat Tabel 4.2. Hasil Analisa Saringan Course Agregat (CA) AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) Nomor Saringan Bukaan (mm) % Lolos % Rata rata Sampel 1 Sampel 2 Lolos 3/4" 19.10 100 100 100 1/2" 12.70 19.69 22.33 21.01 3/8" 9.50 3.81 2.38 3.09 No. 4 4.75 0.69 0.18 0.43 No. 8 2.36 0.30 0.14 0.22 No. 16 1.18 0.28 0.14 0.21 No. 30 0.60 0.26 0.13 0.19 No. 50 0.30 0.23 0.11 0.17 No. 100 0.15 0.20 0.11 0.15 No. 200 0.07 0.11 0.01 0.06 Pan 0.00 0.00 0.00 0.00 #200 #50 #30 16Ya #8 3/8" 1/2" 3/4" Gambar 4.1 Gradasi Course Agregat (CA)

3 2. Hasil pengujian Medium Agregat Hasil pengujian analisa saringan Medium Agregat (MA) dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan grafik gradasi Medium Agregat (MA), seperti ditunjukan dalam Gambar 4.2. Tabel 4.3. Hasil Analisa Saringan Medium Agregat (MA) AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) Nomor Bukaan % Lolos % Rata rata Saringan (mm) Sampel 1 Sampel 2 Lolos 3/4" 19.10 100 100 100 1/2" 12.70 95.80 96.62 96.21 3/8" 9.50 60.62 58.79 59.71 No. 4 4.75 23.58 19.48 21.53 No. 8 2.36 2.18 1.47 1.82 No. 16 1.18 1.50 0.92 1.21 No. 30 0.60 1.26 0.73 0.99 No. 50 0.30 1.03 0.60 0.82 No. 100 0.15 0.85 0.57 0.71 No. 200 0.07 0.06 0.01 0.04 Pan 0.00 0.00 0.00 0.00 #200 #100 #50 #30 #16 #8 #4 3/8" 1/2" 3/4" Gambar 4.2. Gradasi Medium Agregat (MA)

4 3. Hasil pengujian Abu-Batu Hasil pengujian analisa saringan abu-batu (FA) dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan grafik gradasi abu-batu (FA), seperti ditunjukan dalam Gambar 4.3. Tabel 4.4. Hasil Analisa Saringan Abu-Batu (FA) AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG,2013) Nomor Bukaan % Lolos % Rata rata Saringan (mm) Sampel 1 Sampel 2 Lolos 3/4" 19.10 100 100 100 1/2" 12.70 100 100 100 3/8" 9.50 100 100 100 No. 4 4.75 99.93 99.95 99.94 No. 8 2.36 86.93 88.00 87.47 No. 16 1.18 66.82 68.92 67.87 No. 30 0.60 44.77 46.73 45.75 No. 50 0.30 26.42 27.50 26.96 No. 100 0.15 16.02 16.39 16.21 No. 200 0.07 8.74 8.51 8.63 Pan 0.00 0.00 0.00 0.00 #200 #50 #30 #16 #8 3/8" 1/2" 3/4" Gambar 4.3. Gradasi Abu-Batu (FA)

5 4. Penentuan Kadar Aspal Rencana Penentuan awal kadar aspal rencana dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2.1. Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K Jadi nilai dari kadar aspal rencana yang diperoleh dengan menggunakan rumus di atas adalah 5,75 %. Nilai konstanta sekitar 0,5 1 untuk AC Tabel 4.5. Campuran Aspal Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC) Uraian Data Sieve Size Inch 3/4" 1/2" 3/8" #4 #8 #16 #30 #50 #100 #200 mm 19.0 0 12.50 9.50 4.75 2.36 1.18 0.60 0.30 0.15 0.07 Spesifikasi Gradasi Max 100 100 90 69 53 40 30 22 15 10 Min 100 90 74 54 39.1 31.6 23.1 15.5 9 4 Fuller 100. 0 82.8 73.2 53.6 39.1 28.6 21.1 15.5 11.3 8.0 Data Gradasi Agregat Course Agregat (CA) 100 21.01 3.09 0.43 0.22 0.21 0.19 0.17 0.15 0.06 Medium Agregat (MA) 100 96.21 59.71 21.53 1.82 1.21 0.99 0.82 0.71 0.04 Fine Agregat (FA) 100 100 100 99.94 87.47 67.87 45.75 26.96 16.21 8.63 Kombinasi Agregat Course Agregat (CA) 10% 10 2.10 0.31 0.04 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.01 Medium Agregat (MA) 33% 33 31.75 19.70 7.10 0.60 0.40 0.33 0.27 0.23 0.01 Fine Agregat (FA) 57% 57 57.00 57.00 56.96 49.86 38.69 26.08 15.37 9.24 4.92 Total Campuran 100% 100 90.85 77.01 64.11 50.48 39.11 26.43 15.65 9.49 4.94

6 4.2 Aspal Aspal yang digunakan adalah jenis aspal penetrasi 60/70 produksi Pertamina. Untuk hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Hasil Pengujian Aspal No Uraian Metoda Pengujian Spesifikasi Hasil 1 Berat Jenis SNI-06-2441-1991 > 1 1.04 2 Penetrasi (25 o C / 5 detik) SNI 06-2456-1991 60-70 65 3 Titik Lembek SNI 06-2434-1991 > 48 59.5 4 Titik Nyala SNI-06-2433-1991 > 232 280 o C 5 Daktilitas SNI-06-2432-1991 > 100 107.5 Berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat bahwa nilai nilai karakteristik aspal telah memenuhi spesifikasi Bina Marga. 4.3 Pengujian Marshall Pengujian marshall dapat dilakukan setelah seluruh persyaratan material, berat jenis, penyerapan aspal dan perkiraan kadar aspal rencana telah terpenuhi. Pengujian marshall pada campuran hot mix dilakukan untuk memperoleh nilai karakteristik marshall yang meliputi kepadatan, rongga udara di dalam campuran (VIM), rongga dalam mineral agregat (VMA), stabilitas, flow dan angka perbandingan marshall Quotient (MQ). Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Hasil Pengujian Marshall Kadar Karakteristik Marshall Aspal Kepadatan VIM Stabilitas VMA Flow MQ VFA TFA 5.0 2.441 5.532 1918.488 16.258 4.280 439.456 67.971 7.39 5.5 2.454 4.289 2082.168 16.257 3.060 667.105 75.167 8.24 6.0 2.444 3.956 1913.604 17.054 3.240 579.038 78.092 9.11 6.5 2.436 3.543 1551.990 17.773 4.100 371.112 81.123 9.98 7.0 2.430 3.010 1448.436 18.385 4.220 336.501 84.462 10.86

7 4.3.1 Hasil Pengujian Marshall untuk Campuran AC-WC tanpa menggunakan aditif Wetfix-Be Hasil pengujian marshall yang terdapat pada Tabel 4.7. juga dapat ditampilkan secara grafis sebagai hubungan antara campuran AC-WC serta sifat-sifat campuran Marshall untuk setiap variasi kadar aspal. Hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Hubungan antara nilai rongga dalam campuran (VIM) dengan variasi kadar aspal pada benda uji campuran AC-WC. Max Min Gambar 4.4. Hubungan antara Nilai Rongga dalam Campuran (Vim) dengan Variasi Kadar Aspal pada Benda Uji Campuran AC-WC. Prosentase yang terlalu tinggi dari yang disyaratkan yaitu batas minimum 3,5% dan batas maksimum 5,5% akan menimbulkan kekurangan rongga udara di dalam campuran sehingga mengakibatkan kadar aspal yang berlebihan di luar perencanaan. Berdasarkan Gambar 4.5 terlihat bahwa benda uji pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% nilai VIM memenuhi batas minimum dan maksimum yang telah disyaratkan pada spesifikasi Bina Marga. Tapi untuk kadar aspal 7% nilai VIM memiliki rentang yang terkecil dibandingkan sifatsifat marshall yang lain terletak di bawah batas minimum yang telah disyaratkan direncanakan.

8 2. Hubungan antara nilai kepadatan (density) dengan variasi kadar aspal pada benda uji campuran AC-WC. Gambar 4.5. Hubungan antara Nilai Kepadatan (Density) dengan Variasi Kadar Aspal pada Benda Uji Campuran AC-WC Menurut trendline pada Gambar 4.5 di atas terlihat nilai kepadatan yang tidak jauh berbeda. Nilai kepadatan tertinggi terdapat pada campuran dengan kadar aspal 5,5% walaupun perbedaan itu relative sedikit. 3. Hubungan antara nilai stabilitas dengan variasi kadar aspal pada benda uji campuran AC-WC. Gambar 4.6. Hubungan antara Nilai Stabilitas dengan Variasi Kadar Aspal pada Benda Uji Campuran AC-WC Berdasarkan trendline pada Gambar 4.6. di atas terlihat nilai stabilitas yang tinggi terdapat pada campuran dengan kadar aspal 5,5% namun perbedaan nilai stabilitas pada setiap kadar aspal rencana tidak terlalu besar dan secara

9 keseluruhan kadar aspal rencana memenuhi ketentuan yang disyaratkan yaitu batas minimum 800 kg. 4. Hubungan antara nilai rongga dalam agregat (VMA) dengan variasi kadar aspal pada benda uji campuran AC-WC. Min Gambar 4.7. Hubungan antara Nilai Rongga dalam Agregat (VMA) dengan Variasi Kadar Aspal pada Benda Uji Campuran AC-WC. Berdasarkan Gambar 4.7 di atas terlihat seluruh nilai VMA yang diperoleh oleh setiap kadar aspal rencana memenuhi ketentuan yang disyaratkan yaitu batas minimum 15%. Terjadi peningkatan nilai VMA pada setiap kenaikan 0,5% kadar aspal rencana. 5. Hubungan antara nilai kelelehan (flow) dengan variasi kadar aspal pada benda uji campuran AC-WC. Min Gambar 4.8. Hubungan antara Nilai Flow dengan Variasi Kadar Aspal pada Benda Uji Campuran AC-WC

10 Pada pengujian marshall yang ditunjukan pada Gambar 4.8 di atas terhadap kadar aspal rencana, kadar aspal 5% memiliki nilai flow terendah dan merupakan nilai terkecil pada angka kelelehan di mana syarat batas minimum sebesar 3 mm, namun masih masuk dalam ketentuan yang disyaratkan. 6. Hubungan antara nilai MQ dengan variasi kadar aspal pada benda uji campuran AC-WC. Min Gambar 4.9. Hubungan Antara Nilai Marshall Quotient (MQ) dengan Variasi Kadar Aspal pada Benda Uji Campuran AC-WC Berdasarkan Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa pada setiap kenaikan 0,5% dari kadar aspal rencana 5% mengalami peningkatan nilai MQ dan mengalami penurunan kembali pada kadar aspal rencana 6%, 6,5% dan 7%. Nilai MQ dalam campuran mencapai nilai tertinggi pada kadar aspal 5,5% sehingga trendline yang dihasilkan membentuk parabola terbalik. Gambar 4.9 menunjukkan bahwa semua nilai MQ diatas memenuhi ketentuan yang disyaratkan pada spesifikasi umum Bina Marga yaitu batas minimum 250 kg/mm.

11 7. Hubungan antara nilai rongga terisi aspal (VFA) dengan variasi kadar aspal pada benda uji campuran AC-WC. Min Gambar 4.10. Hubungan Antara Nilai Rongga Terisi Aspal (VFA) dengan Variasi Kadar Aspal pada Benda Uji Campuran AC-WC Berdasarkan Gambar 4.10 dapat lihat bahwa kadar aspal rencana pada setiap penambah 0,5% disetiap kadar aspal, maka terjadi peningkatan secara terus menerus dan mencapai nilai tertinggi pada kadar aspal 7%. Seluruh campuran kadar aspal rencana yang ditunjukkan pada Gambar 4.10 memenuhi ketentuan yang disyaratkan yaitu minimum 65% sesuai spesifikasi umum Bina Marga. 8. Hubungan antara nilai Thick Film of Asphalt (TFA) dengan variasi kadar aspal pada benda uji campuran AC-WC. Gambar 4.11. Hubungan Antara Nilai TFA dengan Variasi Kadar Aspal pada Benda Uji Campuran AC-WC Berdasarkan Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa kadar aspal rencana pada setiap penambah 0,5% disetiap kadar aspal, maka terjadi peningkatan secara terus menerus dan mencapai nilai tertinggi pada kadar aspal 7%.

12 4.3.2 Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) pada Campuran AC-WC Penentuan KAO dilakukan dengan metode Narrow Range berdasarkan beberapa parameter nilai kepadatan (density), stabilitas, flow, VMA, VIM, VFB, BFT, dan MQ. Dapat juga dilakukan dengan cara memasukan semua hasil uji Marshall kedalam bentuk grafik batang dengan, setelah itu dipilih rentang untuk kadar aspal yang memenuhi syarat Marshall. Kemudian nilai kadar aspal optimum yang digunakan adalah 5.75%, dengan mengambil nilai tengah dari rentang kadar aspal yang telah memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga. Penentuan kadar aspal optimum (KAO) dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Kadar Aspal Optimum pada Campuran AC-WC Parameter Spesifikasi Kepadatan - Kadar Aspal (%) 5% 5,5% 6% 6,5% 7% VIM 3,5% - 5% VMA > 14 Stabilitas Flow 800 kg 3 mm VFB 63% BFT - MQ 250 kg/mm 5,57% KAO = (5% + 5,5% + 6% + 6,5%) / 4 = 5,75%

13 4.3.3 Perbandingan Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum (KAO) pada Campuran AC-WC yang Menggunakan Aditif Wetfix-Be dan Tanpa Menggunakan Aditif Wetfix-Be dengan Campuran Sifat-sifat marshall pada kondisi kadar aspal optimum pada dasarnya adalah sama dengan uji marshall pada kondisi kadar aspal rencana yaitu tidak ada perbedaan pada pengujian masing-masing jenis campuran. Perbedaannya hanya pada penambahan bahan aditif Wetfix-BE. Pengaruh Wetfix-BE sebagai bahan tambah pada campuran AC-WC adalah dari bau benda uji terdapat bau yang berbeda dari benda uji tanpa menggunakan bahan tambah aditif (Wetfix-BE). Hasil uji marshall dengan penambahan aditif (Wetfix-BE) maupun tanpa penambahan aditif dapat dipresentasikan pada Tabel 4.9. sampai dengan Tabel 4.10. Tabel 4.9. Pengujian Marshall tanpa Variasi Wetfix-BE pada KAO KAO Karakteristik Marshall Kepadatan VIM Stabilitas VMA Flow MQ VFA TFA 5,75 2,435 4,367 2082,993 17,133 3,240 630,293 75,920 8,88 Tabel 4.10. Pengujian Marshall dengan Variasi Wetfix-BE pada KAO KAO Karakteristik Marshall Kepadatan VIM Stabilitas VMA Flow MQ VFA TFA 5,75 2,444 4,002 2180,145 16,817 3,260 655,643 77,547 8,69 1. Kepadatan Kepadatan merupakan tingkat kerapatan suatu campuran setelah campuran dipadatkan. Semakin tinggi nilai kepadatan suatu campuran menunjukan bahwa kerapatannya semakin baik. Nilai kepadatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gradasi campuran, jenis dan kualitas agregat penyusun, faktor pemadatan baik jumlah pemadatan maupun temperatur pemadatan, penggunaan kadar aspal dan penambahan bahan aditif dalam campuran. Campuran dengan nilai kepadatan yang tinggi akan mampu menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan campuran yang

14 memiliki nilai kepadatan yang rendah, karena butiran agregat mempunyai bidang kontak yang luas sehingga gaya gesek (friction) antar butiran agregat menjadi besar. Selain itu kepadatan juga mempengaruhi kekedapan campuran, semakin kedap terhadap udara dan air. Berdasarkan Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 campuran pada KAO yang menggunakan atau tanpa menggunakan bahan tambah aditif Wetfix-BE terdapat perbedaan kepadatan. Campuran yang menggunakan bahan aditif Wetfix-BE adalah 2,444 gr/cm 3 terjadi kenaikan nilai kepadatan dari nilai yang dihasilkan oleh campuran yang tidak menggunakan bahan aditif Wetfix-BE adalah 2,435 gr/cm 3. Perbandingan nilai kepadatan pada KAO di atas dapat dilihat juga pada Gambar 4.12. Gambar 4.12. Perbandingan Nilai Kepadatan 2. VIM VIM merupakan persentase rongga yang terdapat dalam total campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis perkerasan, semakin tinggi nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam campuran sehingga campuran bersifat porous. Hal ini bisa mengakibatkan campuran menjadi kurang rapat sehingga air dan udara mudah masuk pada rongga-rongga dalam campuran yang menyakibatkan aspal mudah teroksidasi sehingga lekatan antar

15 butiran agregat berkurang sehingga terjadi pelepasan butiran (revelling) dan pengelupasan permukaan (stripping) pada lapis perkerasan. Nilai VIM yang terlalu rendah akan menyebabkan bleeding karena suhu yang tinggi, maka viskositas aspal menurun sesuai sifat termoplastisnya. Pada saat itu apabila lapis perkerasan menerima beban lalu lintas maka aspal akan terdesak keluar permukaan karena tidak cukupnya rongga bagi aspal untuk melakukan penetrasi dalam lapis perkerasan. Nilai VIM yang lebih dari ketentuan akan mengakibatkan berkurangnya keawetan lapis perkerasan, karena rongga yang terlalu besar akan mudah terjadi oksidasi. Berdasarkan data pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 serta Gambar 4.13 untuk campuran yang tidak menggunakan bahan aditif Wetfix-BE terhadap VIM menghasilkan perilaku campuran yang cenderung lebih tinggi yaitu 4,367 %. Untuk campuran yang menggunakan bahan aditif Wetfix-BE lebih rendah nilainya dan mempuyai perilaku yang cenderung turun yakni 4,002 %. Tapi kedua percobaan ini memenuhi spesifikasi Bina Marga. Gambar 4.13. Perbandingan Nilai VIM 3. VMA VMA adalah pori yang ada diantara butir agregat didalam campuran aspal panas yang sudah dipadatkan termasuk ruang yang terisi aspal. VMA digunakan sebagai ruang untuk menampung aspal dan rongga udara yang

16 diperlukan dalam campuran beraspal panas, besarnya nilai VMA dipengaruhi oleh kadar aspal, gradasi bahan susun, jumlah tumbukan dan temperatur pemadatan. Kuantitas rongga udara berpengaruh terhadap kinerja suatu campuran karena jika VMA terlalu kecil maka campuran bisa mengalami masalah durabilitas dan jika VMA terlalu besar maka campuran bisa memperlihatkan masalah stabilitas dan tidak ekonomis untuk diproduksi. Nilai VMA dipengaruhi oleh faktor pemadatan, yaitu jumlah dan temperature pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VMA ini berpengaruh pada sifat kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat elastis campuran. Hasil penelitian pengaruh aditif Wetfix-BE sebagai bahan tambah pada KAO terhadap VMA seperti ditunjukan pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 serta Gambar 4.14 Untuk campuran yang tidak menggunakan bahan aditif Wetfix- BE persentase nilai VMA cenderung lebih tinggi yaitu 17,135% dibandingkan dengan campuran yang menggunakan bahan aditif Wetfix-BE menghasilkan presentasi nilai lebih rendah yaitu 16,817%. Namun kedua hasil percobaan ini memenuhi spesifikasi Bina Marga. Gambar 4.14. Perbandingan Nilai VMA

17 4. Stabilitas Stabilitas merupakan kemampuan lapis keras untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas yang bekerja diatasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang (wash boarding) dan alur (rutting). Nilai stabilitas dipengaruhi oleh bentuk, kualitas, tekstur permukaan dan gradasi agregat yaitu gesekan antar butiran agregat (internal friction) dan penguncian antar agregat (interlocking), daya lekat (cohesion) dan kadar aspal dalam campuran. Penggunaan aspal dalam campuran akan menentukan nilai stabilitas campuran tersebut. Seiring dengan penambahan aspal, nilai stabilitas akan meningkat hingga batas maksimum. Penambahan aspal dan aditif di atas batas maksimum justru akan menurunkan stabilitas campuran itu sendiri sehingga lapis perkerasan menjadi kaku dan bersifat getas. Nilai stabilitas berpengaruh pada fleksibilitas lapis perkerasan yang dihasilkan. Peningkatan nilai stabilitas Marshall terhadap campuran terjadi pada campuran yang menggunakan bahan aditif Wetfix-BE yaitu 2082,993kg dari nilai stabilitas campuran yang tidak menggunakan bahan aditif Wetfix-BE yaitu 2180,145kg. Terjadi penurunan pada presentasi nilai stabilitas pada campuran yang tidak menggunakan bahan aditif Wetfix-BE. Presentase nilai stabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 serta Gambar 4.15.

18 Gambar 4.15. Perbandingan Nilai Stabilitas 5. Flow Flow adalah besarnya penurunan campuran benda uji akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam satuan mm. Flow merupakan indikator kelenturan campuran beraspal panas dalam menahan beban lalu lintas. Nilai flow menyatakan besarnya deformasi bahan susun benda uji. Deformasi yang terjadi erat kaitannya dengan sifat-sifat marshall yang lain seperti stabilitas, VIM dan VFA. Nilai VIM yang besar menyebabkan berkurangnya interlocking resistance campuran dan dapat berakibat timbulnya deformasi. Nilai VFA yang berlebihan juga menyebabkan aspal dalam campuran berubah konsistensinya menjadi pelicin antar batuan. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar dan viskositas aspal, gradasi agregat jumlah dan temperatur pemadatan. Campuran yang memiliki angka kelelehan rendah dengan stabilitas tinggi cenderung menjadi kaku dan getas. Sedangkan campuran yang memiliki angka kelelehan tinggi dan stabilitas rendah cenderung plastis dan mudah berubah bentuk apabila mendapat beban lalu lintas. Kerapatan campuran yang baik, kadar aspal yang cukup dan stabilitas yang baik akan memberikan pengaruh penurunan nilai flow. Nilai flow yang rendah akan mengakibatkan campuran menjadi kaku sehingga lapis perkerasan menjadi mudah retak, sedangkan campuran dengan nilai flow tinggi akan menghasilkan lapis perkerasan yang plastis sehingga perkerasan akan mudah mengalami perubahan bentuk seperti gelombang (washboarding) dan alur (rutting). Pada uji kelelehan (flow) yang telah dilakukan untuk campuran yang menggunakan bahan tambah aditif Wetfix-BE memiliki nilai kelelehan lebih tinggi. Sedangkan campuran yang tidak menggunakan bahan tambah aditif Wetfix-BE memiliki nilai kelelehan lebih rendah dibanding dengan yang menggunakan aditif. Nilai kelelehan dapat terlihat pada Tabel 4.9 sampai Tabel 4.10 dan Gambar 4.16.

19 Gambar 4.16. Perbandingan Nilai flow 6. MQ MQ merupakan hasil bagi antara stabilitas dan flow yang mengindikasikan pendekatan terhadap kekakuan dan fleksibilitas dari suatu campuran beraspal panas. Besarnya nilai MQ tergantung dari besarnya nilai stabilitas yang dipengaruhi oleh gesekan antar butiran dan saling mengunci antar butiran yang terjadi antara partikel agregat dan kohesi campuran bahan susun, serta nilai flow yang dipengaruhi oleh viskositas, kadar aspal, gradasi bahan susun, dan jumlah tumbukan. Campuran yang memiliki nilai MQ yang rendah, maka campuran beraspal panas akan semakin fleksibel, cenderung menjadi plastis dan lentur sehingga mudah mengalami perubahan bentuk pada saat menerima beban lalu lintas yang tinggi. sedangkan campuran yang memiliki MQ tinggi campuran beraspal panas akan kaku dan kurang lentur. Berdasarkan Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 serta Gambar 4.17. dapat dilihat bahwa campuran yang menggunakan bahan tambah aditif Wetfix-BE memiliki nilai MQ lebih tinggi dibandingkan dengan campuran yang tidak menggunakan aditif Wetfix-BE.

20 Gambar 4.17. Perbandingan Nilai Marshall Quotient 7. VFA VFA adalah volume rongga yang dapat terisi oleh aspal. VFA juga bagian dari VMA yang terisi oleh aspal tetapi tidak termasuk aspal yang terabsorbsi oleh masing-masing butir agregat. Nilai VFA berpengaruh pada sifat kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat elastisitas campuran. Dengan kata lain VFA menentukan stabilitas, fleksibilitas dan durabilitas. Semakin tinggi nilai VFA berarti semakin banyak rongga dalam campuran yang terisi aspal sehingga kekedapan campuran terhadap air dan udara juga semakin tinggi, tetapi nilai VFA yang terlalu tinggi akan menyebabkan bleeding. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk campuran yang menggunakan bahan aditif Wetfix-BE terhadap VFA seperti dalam Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 serta Gambar 4.18 menghasilkan pengaruh perilaku untuk campuran yang tidak menggunakan aditif prosentase VFA mengalami penurunan dibandingkan dengan campuran yang menggunakan bahan aditif Wetfix-BE lebih tinggi nilainya dan mempuyai perilaku yang cenderung naik.

21 Gambar 4.18. Perbandingan Nilai VFA 8. TFA Berdasarkan Gambar 4.19 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan nilai TFA pada campuran yang menggunakan bahan aditif Wetfix-BE dibandingkan dengan campuran murni atau tidak menggunakan bahan tambah aditif Wetfix- BE. Gambar 4.19. Perbandingan Nilai TFA

22 Hasil perbandingan karakteristik marshall ditunjukkan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Perbandingan Sifat-sifat Marshall No. Sifat-sifat Marshall Sampel Prosentase Tanpa Aditif Menggunakan Aditif naik/turun Spesifikasi 1 Kepadatan 2,435 2,444 0,382 % - 2 VIM 4,367 4,002-8,364 % Min 3,5% Max 5,5% 3 VMA 17,133 16,817-1,847 % Min 15% 4 Stabilitas 2080,993 2180,145 4,664 % Min 800 Kg 5 Flow 3,240 3,260 0,617 % Min 3 mm 6 Marshall Quotient 630,293 655,643 4,002 % Min 250 7 VFA 75,920 77,547 2,143 % Min 65 8 TFA 8,69 8,88 2,276 % -