BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS POTENSI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI DI DKI JAKARTA TESIS

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya

Gambar 1. 1 Pola konsumsi energi di Indonesia ditinjau dari sumbernya

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Global Carbon Dioxide Emissions from Fossil-Fuels (EPA, 2012)

PROGRAM KONVERSI DARI BBM KE BBG UNTUK KENDARAAN. Agus Hartanto, Vita Susanti, Ridwan Arief Subekti, Hendri Maja Saputra, Estiko Rijanto, Abdul Hapid

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat semakin banyaknya kendaraan di Indonesia mengakibatkan

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Solusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG

PENGEMBANGAN MODA TRANSPORTASI BBG UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI DI PANTURA

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar sangat penting dalam kehidupan manusia. Berbagai kegunaan

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI BBM KE GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1. Universitas Kristen Maranatha

Prospek BBG sebagai Bahan Bakar Pengganti Bensin

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

RWUBLIK INDONESIA. MENERI EfJERGl PAN SUMBER DAYA MINERAL

POTENSI PEMANFAATAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) SEBAGAI BAHAN BAKAR BAGI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR

Gambar 1.1 Statistik Energi total Indonesia (sumber:bppt, Outlook Energi Indonesia. 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

-2- Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

SOSIALISASI PENGGUNAAN BBG UNTUK KENDARAAN DINAS/PRIBADI

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012

ANALISIS MASALAH BBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODEL SIMULASI KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK MENUJU BAHAN BAKAR GAS MENGGUNAKAN PENGHAMPIRAN SISTEM DINAMIS

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman,

BAB I PENDAHULUAN I-1

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. data tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 1.1 Tabel Jumlah Kendaraan Bermotor. Tahun Sepeda Mobil

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

BAB V Hasil dan Pembahasan

2 Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pe

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi otomotif saat ini semakin pesat, hal ini didasari atas

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

IV. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

Alat Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bemotor Terintegrasi Komputer

ANALISA PERBANDINGAN EMISI GAS BUANG BAHAN BAKAR LGV DENGAN PREMIUM PADA DAIHATSU GRAND MAX STANDAR

Bab 10. Kesimpulan dan Saran

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 )

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

BAB III LANDASAN TEORI. maupun taksi kosong (Tamin, 1997). Rumus untuk menghitung tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB IV ANALISIS DATA

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Beralih ke Gas Merupakan Salah Satu Pilihan Kebijakan dalam Mengatasi Masalah BBM Bersubsidi Kamis, 10 Januari 2013

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011? Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini mobil telah menjadi lebih penting, mobil telah menjadi faktor

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahan bakar minyak sebagai salah satu sumber energi. mengalami peningkatan yang signifikan sejalan dengan pertumbuhan

Percepatan Diversifikasi Energi (BBM ke BBG) dalam Upaya Menjaga Ketahanan Energi Nasional

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS SUPPLY DAN DEMAND GAS DI DKI/ JABAR Perkiraan pasokan gas untuk wilayah DKI Jakarta/Jawa Barat berdasarkan data dari ESDM yang ada pada Tabel 2.3 dapat dijabarkan sebagaimana pada gambar 4.1 berikut. 3000 Jumlah gas (MMSCFD) 2500 2000 1500 1000 500 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Existing Supply Project Supply Discovered Reserves New Discovery Total Pasokan Gambar 4.1 Perkiraan data penyediaan gas untuk DKI/Jabar dari tahun 2007 ~ 2014 (Sumber data ESDM, diolah). Penyediaan gas sebagai bahan bakar untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat berasal dari beberapa sumber diantaranya adalah: a) Existing supply: Pasokan gas yang sudah ada dan terbukti. b) Project supply: Pasokan gas yang sedang dalam tahap proyek. c) Discovered Reserve: Cadangan ladang gas yang sudah diketahui, ini termasuk dalam ladang gas marginal. d) New Discovery: Lokasi ladang gas baru yang ditemukan. 50

51 Dari gambar 4.1 tersebut terlihat penyediaan gas untuk wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat terbesar berasal dari project supply. Dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 produksi gas yang berasal dari project supply terus terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Peningkatan yang signifikan kemungkinan akan terjadi pada tahun 2012, karena pada tahun tersebut direncanakan akan berooperasi LNG receiving terminal yang berada di Jawa barat. Sumur gas marginal yang berada di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat termasuk dalam kategori Discovered Reserve. Peningkatan penyediaan gas yang berasal dari Discovered Reserve di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat walaupun tidak dalam jumlah yang besar akan tetapi penyediaannya terus terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan penyediaan dari sumur-sumur gas yang berasal dari Discovered Reserve rata-rata setiap tahun, dari tahun 2008 hingga tahun 2014 adalah sebesar 25,6%. Peningkatan produksi dari sumursumur gas Discovered Reserve yang ada di DKI Jakarta dan Jawa Barat berandil besar dalam peningkatan cadangan gas nasional dan DKI Jakarta serta Jawa Barat pada khususnya. Kestabilan peningkatan produksi gas yang dihasilkan dari sumur-sumur gas marginal perlu terus dipertahankan, hal ini dapat dilakukan dengan mengoperasikan sumur-sumur tersebut sesuai dengan standar operasi yang sudah ditetapkan. Pasokan gas dari existing supply dari tahun ketahun terus terjadi penurunan. Penurunan rata-rata pasokan gas dari existing supply setiap tahunnya mulai dari tahun 2008 hingga tahun 2014 adalah sebesar 17,6%. Penurunan pasokan gas dari existing supply ini kemungkinan disebabkan oleh cadangan gas yang ada di lokasi tersebut sudah berkurang karena sumur-sumur gas tersebut sudah beroperasi dalam jangka waktu yang lama. Kemungkinan lain adalah tekanan gas yang ada di reservoir sudah menurun sehingga diperlukan penanganan khusus untuk meningkatkan tekanan reservoir, salah satu penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan menyediakan fasilitas sumur-sumur injection.

52 Penyediaan gas yang ada untuk wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat hingga tahun 2014 masih dapat memenuhi permintaan gas di wilayah tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari ESDM dapat diperkiraan penyediaan dan kebutuhan gas untuk wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat sebagaimana dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut. Total gas (MMSCFD) 3000 2500 2000 1500 1000 500 Penambahan Pasokan dari receiving terminal Jabar 0 Gambar 4.2 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Penyediaan gas DKI dan Jabar (MMSCFD) Kebutuhan gas DKI dan Jabar (MMSCFD) Penyaluran gas untuk DKI Jakarta (MMSCFD) Perkiraan penyediaan dan kebutuhan gas DKI Jakarta dan Jabar tahun 2007 ~ 2014 (Sumber ESDM, diolah) Dari gambar 4.2 diatas terlihat penyediaan gas untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat dari tahun 2007 hingga tahun 2012 terus terjadi peningkatan. Pada tahun 2012 diperkiraan penyediaan gas untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat terjadi peningkatan yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena LNG receiving terminal di daerah Jawa Barat ditargetkan beroperasi. LNG receiving terminal untuk wilayah Jawa Barat akan menerima supply gas dari Bontang sebesar 480 MMSCFD. Kebutuhan gas untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat berdasarkan gambar 4.2 diatas juga berbanding lurus dengan penyediaan gas DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kenaikan kebutuhan gas juga terjadi setelah tahun 2012 seiring dioperasinya LNG receiving terminaln di Jawa barat.

53 Secara keseluruhan baik itu tahun yang sudah berlalu yaitu tahun 2007 hingga tahun 2009 maupun beberapa tahun kemudian yaitu dari tahun 2010 hingga tahun 2014, kebutuhan gas untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat masih berada di bawah penyedian gas yang ada. Gambar 4.2 terlihat bahwa pemakaian gas rata-rata setiap tahun dari tahun 2007 hingga tahun 2014 sesuai dengan surat perjanjian kontrak penjual dan pembeli gas yang sudah disepakati (commitment demand) adalah sebesar 72%/tahun dari total pasokan gas yang ada pada jangka waktu tahun tersebut. jumlah gas yang tersisa setiap tahunnya adalah sebesar 28%, gas sisa ini dijual kepada pembeli yang tidak mempunyai ikatan kontrak perjanjian antara penjual dan pembeli (uncomittment demand). 4.2 ANALISIS POTENSI PEMAKAIAN GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI DI DKI JAKARTA Potensi pemakain gas untuk sektor transportasi di DKI Jakarta diperkirakan sangat besar, terutama untuk pemakaian di sektor transportasi umum dalam kota. Bila dilihat secara keseluruhan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta dari tahun ke tahun terus terjadi peningkatan. Perkiraan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta setiap tahunnya adalah sebesar 3%, sebagai mana yang terjabar pada Gambar 4.3 berikut. 14000000 12000000 Data aktual Jumlah kendaraan 10000000 8000000 6000000 4000000 Data perkiraan 2000000 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tahun Gambar 4.3 Perkiraan jumlah total kendaraan bermotor DKI Jakarta hingga 2017

54 Pada gambar 4.3 diatas, data-data mulai dari tahun 2007 hingga tahun 2009 merupakan data yang aktual yang diperoleh dari hasil pendataan tahunan yang dilakukan oleh BPS. Sedangkan data-data dari tahun 2010 hingga tahun 2017 merupakan data perkiraan yang dilakukan oleh penulis berdasarkan dari persentase rata-rata data ditiga tahun terakhir dan dipengaruhi oleh beberapa faktor dengan cara menggunakan extrapolasi non liner. Penambahan kendaraan biasanya terjadi setiap lima tahun karena keluaran produk baru dan penurunan jumlah kendaraan terjadi paling tinggi disetiap sepuluh tahun, hal ini dikarenakan kenyamanan menggunakan sebuah kendaraan sepuluh tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kendaraan diantaranya faktor global, kebijakan pemerintah, penurunan daya beli, kejenuhan pasar dll. Secara lengkap data perkiraan jumlah dari masing-masing kendaran bermotor untuk wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Lampiran 3 terlihat pertumbuhan jumlah kendaraan tahunan tertinggi adalah sepeda motor, dengan perkiraan kenaikan rata-rata setiap tahun hingga tahun 2017 adalah sebesar 3,5% yang kemudian diikuti oleh mobil penumpang 1,6%. Sementara untuk jenis mobil barang dan mobil bis terjadi penurunan, dengan penurunan rata-rata setiap tahunya adalah sebesar 1,2% untuk mobil barang dan 1,4% untuk mobil bis. Penurunan jumlah kendaraan jenis mobil barang diperkirakan karena banyak angkutan barang beralih menggunakan angkutan melalui kereta api dan bahkan melalui udara dengan biaya kirim tidak terlalu mahal dan lebih tepat waktu. Penurunan jumlah bis di DKI Jakarta diperkirakan karena kebijakan pemerintah yang mewajibkan Bis angkutan umum dalam kota menggunakan gas sebagai bahan bakar, disamping itu terjadi kejenuhan terhadap minat pembelian Bis. Dari data-data jenis kendaraan yang ada di DKI Jakarta, kendaran yang paling sesuai menggunakan bahan bakar gas adalah Bis, mobil penumpang dan mobil barang. Untuk jenis mobil barang, mobil yang melakukan perjalanan jarak tempuh lebih rendah atau lebih sering kembali ke pangkalan merupakan mobil barang yang paling cocok mengunakan bahan bakar gas, sedangkan mobil barang

55 yang melakukan perjalanan jarak tempuh tinggi/jauh untuk saat ini lebih cocok untuk menggunakan bahan bakar minyak (BBM), karena SPBG yang tersedia kebanyakan di kota-kota besar seperti DKI Jakarta. Untuk jenis kendaraan sepeda motor, pada dasarnya bisa menggunakan gas sebagai bahan bakar, akan tetapi karena membutuhkan tempat khusus untuk penyimpanan bahan bakar gas dan mengganggu keamanan serta kenyamanan terhadap pengguna sepeda motor dan juga terhadap pengguna jalan raya lainnya, maka sepeda motor dikatagorikan dalam kendaraan yang tidak layak menggunakan gas sebagai bahan bakar untuk saat ini. Data jumlah dan perkiraan kendaraan umum dalam kota (Bis, Taksi dan Bajaj) dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2017 dapat dilihat pada Lampiran 4. Kendaraan-kendaraan jenis ini merupakan jenis kendaraan yang sebagian sudah menggunakan gas sebagai bahan bakar. Pendataan jumlah kendaraan yang menggunakan gas sebagai bahan bakar di Indonesia terakhir sekali dilakukan BPS pada tahun 2006 dengan jumlah kendaraan adalah sebanyak 2000 unit. Dari hasil pendataan lapangan yang dilakukan penulis di beberapa SPBG yang ada di DKI Jakarta, kendaraan umum dalam kota yang menggunakan gas sebagai bahan bakar saat ini adalah Bis (Metromini, Mikrolet), Taksi dan Bajaj. Penggunaan bahan bakar gas di sektor transportasi di DKI Jakarta tertinggi saat ini adalah Busway dengan jumlah kendaraan hingga tahun 2010 sebanyak 426 unit (Transjakarta, 2010). Pemakaian gas alam sebagai bahan bakar untuk sektor transportasi di DKI Jakarta untuk sekarang ini berasal dari Pertamina dan disalurkan oleh Perusahaan Gas Negara (PGN). Penyaluran gas alam oleh PGN ke konsumen dilakukan melalui pipa transmisi sebagai mana data yang ada pada Tabel 1.1. Perkiraan penggunaan BBG (CNG) untuk sektor transportasi dalam kota DKI Jakarta diasumsikan: Setiap taksi dalam satu hari mehabiskan BBG sebanyak 34 LSP (Liter Setara Premium), berdasarkan informasi yang diperoleh dari dinas perhubungan

56 (sumber: www.batakpos-online.com), Bis 320 LSP (sumber: www.hino.co.id) dan Bajaj diasumsikan berdasarkan kapasitan mesin adalah 8 LSP. Konversi untuk 1 LSP setara dengan 0,000035 MMSCF (sumber PT. Energy CNG), sehingga: a. Taksi 0,0012 MMSCFD/unit b. Bis 0,0112 MMSCFD/unit dan c. Bajaj 0,00028 MMSCFD/unit. Berdasarkan perkiraan yang dilakukan, seandainya semua jenis kendaraan dalam kota menggunakan gas sebagai bahan bakar, maka kebutuhan gas alam sebagai bahan bakar untuk kendaraan umum dalam kota DKI Jakarta dapat dilihat seperti yang dijabarkan pada Lampiran 5. Berdasarkan jumlah kendaraan umum dalam kota DKI Jakarta yang terdata dari tahun 2007 hingga tahun 2009 seperti yang ada pada Lampiran 5, maka perkiraan kebutuhan bahan bakar gas untuk sektor transportasi dalam kota seperti; Taksi, Bis dan Bajaj apabila semua jenis kendaraan ini menggunakan gas sebagai bahan bakar dapat dijabarkan sebagai mana pada Gambar 4.4 berikut. 250 Total Gas (MMSCFD) 200 150 100 50 0 2007 2008 2009 Tahun Penyaluran gas DKI Jakarta 100% kendaran Umum dalam kota DKI menggunakan BBG Realisasi penggunaaan gas sebagai BBG DKI Gambar 4.4 Perkiraan kebutuhan gas bila semua Bis, Taksi dan Bajaj menggunaka BBG

57 Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa kebutuhan gas untuk sektor transportasi umum dalam kota DKI Jakarta sangat besar, untuk kondisi penyaluran gas seperti sekarang pemakaian gas sebagai bahan bakar tidak bisa terpenuhi sepenuhnya. Dari jumlah pasokan gas untuk sektor trsansportasi di DKI Jakarta hingga tahun 2009 diperkirakan hanya sikitar 4,64% dari jumlah total kendaraan (Bis, Taksi dan Bajaj) yang bisa menggunakan gas sebagai bahan bakar. Dalam kondisi sekarang ini sangatlah tidak mungkin penggunaan gas sebagai bahan bakar secara keseluruhan untuk sektor transportasi di DKI Jakarta tanpa ada bantuan dari daerah-daerah lain. Penambahan pasokan gas dari luar DKI Jakarta seperti Jawa Barat dapat meningkatkan kemungkinan jumlah kendaraan yang menggunakan gas sebagai bahan bakar. Untuk kondisi pasokan gas saat ini, kebutuhan gas sebagai bahan bakar untuk satu unit taksi dan Bis bila diasumsikan 0,0061 MMSCFD/unit dengan lama pengisian bahan bakar tiap unit di SPBG adalah 7 menit, maka masing-masing stasiun pengisis bahan bakar yang ada sekarang (6 stasiun) bisa menjual gas dalam sehari hingga 10 MMSCFD/SPBG dengan perkiraan masing-masing SPBG hanya mempunyai dua filling point. Perkiraan pemakaian gas alam sebagai bahan bakar untuk sektor transporrtasi umum dalam kota DKI Jakarta yang dilakukan penulis dengan menggunakan data pasokan gas DKI Jakarta yang disalurkan 100% oleh PGN. Perkiraan-perkiraan tersebut dilakukan dalam beberapa opsi dan dapat dilihat pada gambar Lampiran 6 sementara data-data dari hasil perkiraan lengkap terlampir dilampiran7, 8, 9 dan 10. Perkiraan penulis berdasarkan opsi yang dibuat dengan 100% Busway, 50% Taksi dan Bajaj menggunakan gas sebagai bahan bakar, maka jumlah Bis umum dalam kota DKI Jakarta yang bisa menggunakan gas sebagai bahan bakar pada tahun 2011 adalah sebesar 10%, atau sebesar 36% total pasokan gas DKI Jakarta digunakan untuk sektor transportasi sedangkan sisanya sebesar 64% digunakan untuk sektor industri dan rumah tangga. Pada kondisi seperti ini (tahun 2011),

58 untuk melayani permintaan BBG disektor transportasi dalam kota DKI Jakarta diperlukan minimum 14 unit SPBG. Dari hasil kenaikan rata-rata pasokan gas untuk sektor transportasi DKI Jakarta dari tahun 2007 hingga tahun 2009 sebesar 24%, perkiraan penggunaan bahan bakar gas untuk sektor transportasi dapat dilakukan secara bertahap dengan mengabaikan rencana pasokan gas dari receiving terminal Jawa Barat yang kemungkinan akan mulai beroperasi pada tahun 2012. Perkiraan berdasarkan peningkatan bertahap terhadap penggunaan gas sebagai bahan bakar untuk Bis umum dalam kota DKI Jakarta akan maksimal (100% Bis umum dalam kota menggunakan BBG) terjadi diantara tahun 2016 sampai dengan 2017. Pada tahun tersebut rata-rata penggunaan gas sebagai bahan bakar untuk sektor transportasi umum dalam kota DKI Jakarta adalah sebesar 33% dari total pasokan gas DKI Jakarta dengan kebutuhan SPBG minimum 45 unit. Perkiraan penggunaan bertahap bahan bakar gas terhadap bis umum dalam kota DKI Jakarta dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Penggunaan bahan bakar gas secara bertahap untuk sektor transportasi umum dalam kota DKI Jakarta akan menurunkan tingkat polusi yang disebabkan oleh buangan gas emisi kendaraan. Dari hasil analisis terhadap total jumlah kendaraan di DKI Jakarta yang menggunakan BBG dan BBM dengan peningkatan secara bertahap, pencapaian maksimal terjadi diantara tahun 2016 dan 2017 dengan data kendaraan yang menggunakan BBG; 100% Bis, 100% Busway, 50% Taksi dan 50% Bajaj, maka polusi DKI Jakarta bisa berkurang hingga 3,3% dan penghematan energi dari hasil penggunaan BBG setiap harinya adalah sebesar 2% 4.3 ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS Secara teknis penggunaan BBG yang berupa CNG untuk sektor transportasi relatif aman karena komponen utama CNG adalah Metana yang merupakan bahan bakar paling ringan dari jenis bahan bakar yang lain. Apabila terjadi

59 kebocoran pada sistem bahan bakar CNG, maka dengan sendirinya akan terupakan ke udara. Tabung silinder CNG yang sekarang ini di gunakan untuk kendaraan bermotor terbuat dari serat carbon yang dilengkapi dengan pressure safety valve yang berfungsi untuk membuang tekanan di dalam tabung seandainya berlebih dan juga memiliki multi valve yang berfungsi untuk mendorong gas ke ruang bakar dan menutup jalur gas keluar dari tabung silinder apabila terjadi kecelakaan. Kondisi normal operasi tabung silinder CNG adalah sebesar 200 Barg, dari data yang dikeluarkan oleh Powertech, silinder CNG bisa beroperasi hingga mencapai 248 Barg. Berdasarkan dari serangkaian percobaan yang dilakukan oleh Powertech dengan cara, menjatuhkan, menabrakkan kendaraan yang menggunakan silinder, hasilnya tabung silinder CNG produk dari Powertech tersebut tetap utuh (tidak pecah). Seandainya terjadi tekana berlebih didalam tabung silinder dan pressure safety valve tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya, maka tabung silinder tersebut akan menjadi bocor melalui dindingdindingnya dan tidak pecah sehingga keselamatan tetap terjaga. Perhatian, pengawasan dan jaminan keselamatan dari pemerintah terhadap pengguna bahan bakar gas perlu terus ditingkatkan. Tabung silinder yang ada sekarang ini dipastikan merupakan tabung silinder yang sudah lolos uji serta bersetifikat ISO11439. Sumber daya manusia yang handal dalam menangani masalah yang ditimbulkan oleh tehnologi BBG perlu terus di tingkatkan. Indonesia saat ini masih minim akan tenaga-tenaga ahli yang bisa menangani masalah tersebut. Hasil survey lapangan terbukti masih sangat terbatas bengkel-bengkel yang bisa menangani pemasangan konverter kit dan perawatan kendaraan berbahan bakar gas. Dari sisi ekonomis, berdasarkan hasil survey di lapangan penggunaan bahan bakar gas masih sangat menguntungkan dibanding dengan penggunaan BBM,

60 Untuk satu taksi yang menggunakan BBG bisa menguntungkan sebesar Rp 30.000/hari dari bahan bakar yang digunakan dibandingkan bila menggunakan BBM, keuntungan ini murni dari selisih harga bahan bakar saja. Harga CNG di pasaran, untuk 1 LSP adalah sebesar Rp 2.562. Sedangkan 1 liter premium adalah Rp 4.500. Investasi awal pemasangan konverter kit BBG untuk satu unit taksi adalah sekitar Rp. 10.000.000. Dengan keuntungan dari selisih harga bahan bakar antara BBG dan BBM yaitu Rp. 30.000, diperkirakan biaya pemasangan awal konverter kit untuk satu unit taksi akan terlunasi setelah 12 bulan. Dari hasil analisis kelayakan secara teknis dan ekonomis terbukti bahwa pemakaian BBG untuk sektor transportasi saat ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan BBM. Maka sudah sepatutnya pemerintah memberlakukan penggunaan BBG untuk sektor transportasi terutama transportasi dalam kota dan juga terus meningkatkan infrastruktur BBG. 4.4 ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH Berdasarkan kondisi Indonesia saatini, bahwa bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang paling banyak digunakan untuk sektor transportasi. Penggunaan bahan bakar minyak secara terus menerus untuk sektor transportasi di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, suatu waktu dapat menyebabkan kelangkaan bahan bakar minyak di pasaran. Disisi lain penggunaan bahan bakar minyak sangat berpengaruh terhadap kebersihan udara dalam kota yang diakibatkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor. Untuk kondisi seperti ini terutama kota-kota besar di Indonesia seperti DKI Jakarta sudah selayaknya menggunakan bahan bakar gas. Bahan bakar gas merupakan bahan bakar yang sangat cocok digunakan untuk kendaraan-kendaraan di kota-kota besar seperti DKI Jakarta. Kendaraan yang

61 menggunakan bahan bakar gas berarti ikut serta dalam menjaga kelangsungan sumber daya energi dan keselamatan lingkungan. Penggunaan bahan bakar gas untuk sektor transportasi di DKI Jakarta perlu dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Dukungan pemerintah terhadap pengguna bahan bakar gas bisa dilakukan dengan menjalankan dan mengawasi kebijakan-kebijakan yang sudah ditetapkan secara serius dan bila diperlukan meninjau kembali kebijakan-kebijakan yang sudah ada. Kebijakan yang secara langsung berhubungan dengan Bahan Bakar Gas untuk sektor transportasi belum pernah dikeluarkan oleh pemerintah. Kebijakankebijakan lain yang berhubungan dengan gas sebagai bahan bakar sudah ditetapkan dan dijalankan. Kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan ini apabila di jalankan secara sungguh-sungguh kemungkinan penggunaan gas sebagai bahan bakar akan terjadi peningkatan. Beberapa kebijakan pemerintah yang ada hubungannya dengan gas sebagai bahan bakar diantaranya: a. Undang-undang DESDM no 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. b. Keputusan gubernur propinsi DKI Jakarta nomor 92 tahun 2007 tentang Uji Emisi dan Perawatan Kendaraan Bermotor. c. Peraturan daerah propinsi DKI Jakarta nomor 2 tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara. Sebuah kebijakan akan berjalan sebagai mana yang diaharapkan apabila peran pemerintah selaku penegak kebijakan dan masyarakat selaku yang menjalankan kebijakan, mentaati dan menjalankan semua aturan-aturan yang sudah tetapkan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan gas sebagai bahan bakar diantaranya adalah: a) Pemerintah mengutamakan penggunaan gas sebagai bahan bakar untuk kebutuhan-kebutuhan dalam negeri.

62 b) Pemerintah memberikan kemudahan untuk pembangunan stasiun pengisi bahan bakar gas dengan cara meringankan pajak penghasilan dalam kurun waktu tertentu. c) Pemerintah memberi keringanan harga dengan cara penentuan harga jual gas yang lebih menarik dibandingkan dengan harga bahan bakar minyak untuk konsumsi bahan bakar gas dalam negeri. d) Peraturan pemerintah yang mewajibkan kepada semua Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) untuk melengkapi converter kit bahan bakar gas setiap produk baru kendaraan bermotor yang dikeluarkannya. e) Pemberian keringanan pajak untuk Bea Masuk peralatan konverter kit, sehingga harga jual di pasaran bisa ditekan dan terjangkau bagi masyarakat. f) Pemberian insentif kepada kendaraan bermotor yang berpolusi rendah diantaranya: a. Keringanan pembebasan pajak untuk kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar gas berupa PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor). b. Keringanan Pajak Kendaraan untuk kendaraan yang menggunakan gas sebagai bahan bakar. g) Pemerintah mewajibkan pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor setiap bulan dan mendatakan pada buku catatan khusus masing-masing kendaraan dengan standarisasi yang ditentukan dan dijadikan sebagai salah satu syarat untuk perpanjangan STNK.