BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

d. Mendeskripsikan perkembangan politik sejak proklamasi kemerdekaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok pikiran yang meliputi suasana dari

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK KEPUTUSAN BADAN MUSYAWARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. sunah sebutan atau spesifikasi apa yang disebut dengan Ahlul Halli Wal. Bahwa banyaknya sebutan kelompok Ahlul Halli Wal Aqdi dalam

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PROVINSI LAMPUNG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Hubungan antara MPR dan Presiden

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD Yogyakarta: FH UII Press, 2005.

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

RechtsVinding Online

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB V PENUTUP. 1. Penentuan Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) untuk. Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-2019 telah selesai dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014. Pelaksanaan pemilu merupakan amanat Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang menentukan Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pelaksanaan pemilu merupakan perwujudan konkret dari sebuah negara demokrasi karena salah satu cara pelaksanaan demokrasi adalah melalui pemilu. 2 Demokrasi merupakan gagasan yang mengandaikan bahwa kekuasaan itu adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. 3 Kekuasaan pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, oleh karenanya rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. 4 Ciri itulah yang tercakup dalam pengertian kedaulatan rakyat, yaitu bahwa kekuasaan 1 2 3 4 Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5816). Mahfud MD, 1999, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 220. Jimly Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 293. Ibid.

2 tertinggi ada di tangan rakyat, diselenggarakan untuk rakyat dan oleh rakyat sendiri serta dengan terus menerus membuka diri dengan melibatkan seluas mungkin peran serta rakyat dalam penyelenggaraan negara. 5 Secara eksplisit Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sejatinya, pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam negara hukum Indonesia 6 adalah rakyat. Dalam Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi. 7 Pasca pemilu DPR, DPD, dan DPRD tahun 2014, muncul permasalahan yang menarik di DPR terkait dengan ketentuan pemilihan pimpinan DPR yang diatur dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Nomor 17 tahun 2014). UU Nomor 17 Tahun 2014 disahkan pada tanggal 5 Agustus 2014 menggantikan Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Nomor 27 tahun 2009). Pasal 84 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2014 menentukan bahwa pimpinan DPR dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap. 5 6 7 Jimly Asshiddiqie, 2012, Op. Cit., hlm. 294. Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jimly Asshiddiqie, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 70.

3 Ketentuan tersebut mengubah ketentuan Pasal 82 UU Nomor 27 Tahun 2009 yang menentukan bahwa pimpinan DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPR. 8 Perubahan ketentuan pemilihan pimpinan DPR tersebut mengakibatkan partai politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPR pada pemilu 2014 tidak secara otomatis memperoleh jatah untuk menjadi pimpinan DPR. Pengaturan pemilihan piminan DPR secara paket dalam Pasal 84 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2014 menimbulkan pro dan kontra. Sebagian pihak menyayangkan pemilihan pimpinan DPR dalam satu paket tetapi di pihak lain ada yang menilai bahwa bahwasanya pemilihan pimpinan DPR dalam satu paket lebih demokratis karena melibatkan semua anggota DPR dalam memilih pimpinan DPR. Pandangan yang menilai bahwa pemilihan pimpinan DPR dalam satu paket lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan ketentuan pimpinan DPR berasal anggota partai politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPR dapat dihubungkan dengan ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945 yang berkaitan dengan hak anggota DPR. Setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. 9 Pasal 20A ayat (4) kemudian melanjutkan Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang. Berpijak pada ketentuan tersebut, Pasal 80 huruf d UU Nomor 8 9 Lihat Pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043). Lihat Pasal 20A ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4 17 Tahun 2014 memberikan setiap anggota DPR hak memilih dan dipilih. Namun di pihak lain ada kekwatiran bahwa pemilihan pimpinan DPR secara paket menutup kemungkinan sebagian anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. Lebih lanjut, UU Nomor 17 Tahun 2014 memberikan penjelasan bahwa Anggota DPR mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu pada alat kelengkapan DPR. 10 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib (Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014) memuat kembali ketentuan tentang hak memilih dan dipilih tersebut pada Pasal 11 huruf d dan Pasal 189. Dalam UU Nomor 27 tahun 2009 juga dapat ditemukan ketentuan mengenai hak memilih dan dipilih pada Pasal 78 huruf d. Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 194 ayat (1) Anggota DPR mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu pada alat kelengkapan DPR. Bahwasanya, UU Nomor 17 Tahun 2014 dan UU Nomor 27 tahun 2009 memberikan penjelasan yang sama mengenai hak memilih dan dipilih anggota DPR. UU Nomor 17 Tahun 2014 mengatur bahwa pimpinan merupakan salah satu alat kelengkapan DPR. Selain pimpinan, alat kelengkapan DPR yang lain adalah badan musyawarah, komisi, badan legislasi, badan anggaran, badan kerja sama antar-parlemen, mahkamah kehormatan dewan, badan urusan rumah tangga, panitia khusus, alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat 10 Lihat Pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568).

5 paripurna. 11 Ketentuan tentang pimpinan sebagai salah satu alat kelengkapan DPR dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 memiliki kesamaan dengan ketentuan mengenai alat kelengkapan DPR yang diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2009. Alat kelengkapan dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 adalah pimpinan, badan musyawarah, komisi, badan legislasi, badan anggaran, badan akuntabilitas keuangan negara, badan kehormatan, badan kerja sama antar-parlemen, badan urusan rumah tangga, panitia khusus, alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. 12 Pimpinan merupakan salah satu alat kelengkapan DPR baik dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 maupun dalam UU Nomor 17 tahun 2014. Pada pengaturan mengenai pemilihan pimpinan DPR, UU Nomor 27 tahun 2009 menentukan bahwa pimpinan DPR ialah anggota DPR yang berasal dari anggota partai politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPR, akan tetapi UU Nomor 17 Tahun 2014 kemudian mengganti ketentuan tersebut. Secara eksplisit Pasal 84 ayat (2) menentukan bahwa pimpinan DPR dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket 11 12 Lihat Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568). Lihat Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043).

6 dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 terhadap hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 terhadap hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR? C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini memliki tujuan subjektif dan tujuan objektif, yaitu: 1. Tujuan Subjektif Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memeperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dinamika pengaturan hak memilih dan dipilih anggota DPR, dinamika pengaturan pemilihan pimpinan DPR serta mengetahui dan menganalisis implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket terhadap hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR.

7 D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh Penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada serta melalui internet, tidak ditemukan penelitian lain yang serupa dengan penelitian ini yaitu mengenai implikasi pemilihan secara paket berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 terhadap pelaksanaan hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. Namun ada penulisan yang memiliki kajian yang berkaitan dengan objek kajian yang akan diteliti, yaitu: 1. Karya Ibnu Murtadho dengan judul Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR Melalui Sistem Paket (Pasal 84 UU MD3 No. 17 Tahun 2014) Perspektif Konsep Musyawarah, yang berasal dari skripsi Fakultas Syari ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015. Perumusan masalah dalam tulisan tersebut yaitu: Apakah mekanisme pemilihan pimpinan DPR melalui sistem paket Pasal 84 UU MD3 sejalan dengan konsep musyawarah dalam Islam? 13 Dalam Penulisan karya Ibnu Murtadho, objek kajian terfokus pada analisis sistem paket pimpinan DPR dengan menggunakan tinjauan syura atau musyawarah Islam. Penulisan peneliti lebih terfokus pada analisis implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 terhadap pelaksanaan hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. 13 Ibnu Murtadho, 2015, Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR Melalui Sistem Paket (Pasal 84 UU MD3 No. 17 Tahun 2014) Perspektif Konsep Musyawarah, Skripsi, Fakultas Syari ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hlm. 5.

8 2. Karya Muhammad Iqbal dengan judul Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perspektif Siyasah (Syar iyyah), yang berasal dari skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015. Perumusan masalah dalam tulisan tersebut yaitu: Bagaimana siyasah syar iyyah melihat mekanisme pemilihan pimpinan DPR Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD? 14 Dalam karya Muhammad Iqbal, objek kajian terfokus pada analisis mekanisme pemilihan pimpinan DPR dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dengan menggunakan sudut pandang siyasah syar iyyah untuk menjelaskan bagaimana mekanisme pemilihan pimpinan DPR mencerminkan nilai-nilai kemaslahatan dan keadilan atau sebaliknya. Penulisan peneliti lebih terfokus pada analisis implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 terhadap pelaksanaan hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. 14 Muhammad Iqbal, 2015, Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perspektif Siyasah (Syar iyyah), Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakata, hlm. 8.

9 E. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, secara khusus bagi bidang ketatanegaraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket terhadap hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. Selain itu, temuan dalam penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai dasar dalam pengaturan hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. 2. Bagi Praktik Ketatanegaraan Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk mewujudkan hak memilih dan dipilih anggota DPR berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 untuk menjadi pinpinan DPR.