RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

HASIL WAWANCARA. Wawancara dilakukan pada hari kamis tanggal 25 Juli 2013 jam WIB

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN SEKJEN MPR RI, SEKJEN DPD RI DAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Transkripsi:

RANCANGAN LAPORAN SINGKAT (UJI KELAYAKAN) FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON HAKIM AD HOC TIPIKOR DI MAHKAMAH AGUNG -------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2016-2017 Masa Persidangan : I Rapat ke : Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Uji Kelayakan Hari/tanggal : Kamis, 25 Agustus 2016 Waktu : Pukul 14.00 s.d 15.30 WIB. Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI Acara : Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung atas nama DR. H. Marsidin Nawawi, SH., MH. I. PENDAHULUAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung oleh Komisi III DPR RI dibuka pukul 14.00 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, DR. Benny K. Harman, SH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN 1. Diawal Uji Kelayakan (fit and proper test) Pimpinan Rapat menyampaikan halhal sebagai berikut : Alokasi waktu Uji Kelayakan (fit and proper test) masing-masing Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung paling lama 90 (sembilan puluh) menit termasuk 10 (sepuluh) menit yang digunakan untuk menyampaikan pokok-pokok makalah. Pertanyaan diajukan oleh masing-masing fraksi kepada setiap Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung, paling lama 3 (tiga) menit yang pelaksanaannya diatur oleh Pimpinan rapat. Setelah selesai pelaksanaan Uji Kelayakan (fit and proper test), Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung diminta menandatangani Surat Pernyataan yang telah disiapkan oleh Komisi III DPR RI. 1

2. Calon Hakim Ad Hoc Tipikor DR. H. Marsidin Nawawi, SH., MH di awal Uji Kelayakan menjelaskan makalah yang telah dibuatnya yang berjudul Unsur Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang pada pokoknya menyampaikan hal-hal, sebagai berikut : Calon menyoroti tentang dasar tujuan pemberantasan korupsi dalam UU Tipikor yang diarahkan pada upaya untuk memulihkan kekayaan negara dengan pemidanaan dan uang pengganti. Kerugian negara tetap harus dihitung atau diperkirankan karena terbagi dalam actual loss dan potential loss yang mana terkait dengan kualifikasi delik korupsi sebagai delik formil. Calon menjelaskan pula terkait pemahaman keuangan negara berdasarkan Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 dan Pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004. Dalam kesimpulannya, unsur kerugian negara merupakan unsur terpenting yang saat ini masih digunakan sistem criminal recovery melalui pengadilan tipikor dan kedepannya perlu dipikirkan pula melalui civil recovery atau jalur perdata. Pada dasarnya pemberantasan korupsi, diarahkan kepada adanya upaya sungguh-sungguh untuk memulihkan kekeyaan Negara yang dikorupsi melalui upaya penegakan hukum pidana (criminal recovery) yang dimuat dalam Pasal 17 dan Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001, dimana si terpidana selain dijatuhi pidana, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembebanan uang pengganti. Dalam rangka pembebanan uang pengganti itu, maka bagaimanakah cara menentukan unsur kerugian Negara menurut menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, UU No. 1 tahun 20014 tentang perbendaharaan negara dan uu No. 15 tahun 2006 tentang badanpemeriksaan keuangan. Unsur kerugian Negara, dalam UU Pemberantasan Korupsi, diatur dalam 2 (dua) Pasal yaitu Pasal 2 ayat (1)dan Pasal 3 yang menyebutkan.. yang dapat merugian Negara atau perekonomian Negara kedua pasal inilah yang mencantumkan unsur kerugian Negara dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU PTPK). Dalam penjelasan Pasal 2 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tersebut dinyatakan bahwa dalam ketentuan ini kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi, cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat berupa kerugian keuangan negara. Keberadaan kata dapat sama sekali tidak menentukan faktor ada atau tidaknya ketidakpastian hukum yang menyebabkan seseorang tidak bersalah dijatuhi pidana korupsi atau sebaliknya orang yang melakukan tindak pidana korupsi tidak dapat dijatuhi pidana. Hubungan kata dapat dengan merugikan keuangan negara tergambarkan dalam dua hubungan yang ekstrim : (1) nyata-nyata 2

merugikan negara (actual loss) atau (2) kemungkinan dapat menimbulkan kerugian (potential loss). Hal yang terakhir ini lebih dekat dengan maksud mengkualifikasikan delik korupsi menjadi delik formil. Di antara dua hubungan tersebut sebenarnya masih ada hubungan yang belum nyata terjadi, tetapi dengan mempertimbangkan keadaan khusus dan konkret di sekitar peristiwa yang terjadi, secara logis dapat disimpulkan bahwa suatu akibat yaitu kerugian negara akan terjadi; Untuk menghitung kerugian Negara, adalah merupakan kewenangan BPK berdasarkan permintaan dari Penyidik perkara tersebut, selain BPK juga berwenangan untuk melakukan perhitungan kerugian Negara adalah BPKP juga atas permintaan dari Penyidik perkara yang bersangkutan. Hasil perhitungan kerugian Negara itu, pada persidangan di pengadilan akan dibuktikan kebenarannya dihubungkaan dengan alat dan barang bukti lainnya yang terungkap dan menjadi fakta persidangan. Unsur kerugian Negara merupakan unsur terpenting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Karena unsur inilah pada hakekatnya yang menjadi tujuan dari pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu adanya pemulihan kerugian keuangan nagara. Saat ini instrument pemulihan kerugian Negara, masih menggunakan sistem criminal recovery melalui peradilan tindak pidana korupsi, kedepan tentu perlu dipikirkan pemulihan kerugian keuangan Negara melalui jalur perdata atau dikenal dengan civil recovery. 3. Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan diantaranya adalah sebagai berikut : Meminta pandangan Calon terhahap Putusan ultra petita dalam hal memberi hukuman lebih dari putusan pidana sebelumnya atau bahkan melebihi seluruh fakta dan dari ancaman pidana yang seharusnya. Calon menjelaskan bahwa pada prinsipnya bahwa Judex Juris dapat mengoreksi pertimbangan Judex Factie. Mahkama Agung tentu akan mempertimbangkan pula hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Selain hukum positif dapat juga mempertimbangkan nilai-nilai dalam masyarakat. Terkait TAP MPR 1/2003 Pasal 2 dan Pasal 4, Kedudukan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan, dan BPK satu badan sebagai pemeriksa keuangan, Calon menjelaskan bahwa TAP MPR tidak aplikatif karena hanya berupa amanat, Rekomendasi TAP MPR terkait pemberantasan tindak pidana korupsi telah dilaksanakan oleh Presiden. Adapun terkait dengan aturan mengenai perhitungan keuangan negara, kewenangan UU memang mengatur BPK. Namun lewat Putusan MK dan aturan lain, perhitungan keuangan negara bisa dihitung oleh lembaga lain. Calon juga menyatakan bahwa Hakim juga seharusnya dapat menghitung kerugian negara. Terkait dengan profil pensiun dan pengaduan terhadap rekan sejawat ke KPK, Calon menjelaskan bahwa dirinya pensiun dari Kementerian ESDM pada usia 50 tahun. Calon pernah mengingatkan rekan sejawat untuk kembali pada jalur yang benar dan jika diabaikan dirinya membuat laporan. mengenai usia pensiun, apabila diatur usia maksimum 65 tahun, Calon setuju dengan adanya usia maksimum Hakim Agung. 3

Mengenai hal integritas seorang Hakim Agung dalam hal terdapat pelanggaran etik, Calon setuju dengan kesempurnaan integritas sebagai syarat. Mengenai adanya usulan pengembalian kerugian negara oleh pelaku dapat dibebaskan, Calon tidak setuju namun menyatakan bahwa hal tersebut dapat meringankan hukuman. Mengenai pemaparan untuk memulihkan kerugian negara melalui civil revocery, Calon menjelaskan bahwa uang pengganti melalui pengadilan tipikor belum tentu dapat menutup seluruh kerugian Negara, maka selanjutnya dapat mengajukan dari jalur perdata. Bagaimana pendapat calon terhadap perhitungan kerugian negara yang dapat dilakukan oleh siapapun bahkan oleh lembaga yang kurang kompetensi dalam penghitungan kerugian negara. Calon menjelaskan bahwa penetapan kerugian negara yang semena-mena dapat saja terjadi. Bagaimana pendapat Calon mengenai permasalahan yang sudah berlarut di Mahkamah Agung seperti untuk mendapatkan salinan putusan harus dilakukan dengan ekstra keras. Calon menjelaskan bahwa hal ini terkait dengan adanya oknum-oknum tertentu. Apa yang menjadi solusi yang ditawarkan oleh Calon. Maka calon menjelaskan bahwa harus ada perbaikan dalam sistem rekrutmen. Bagaimana pendapat Calon mengenai rencana strategis pemberantasan korupsi, Calon berpendapat bahwa harus melihat dari subyeknya terlebih dahulu. Bahkan pelaku saat ini lebih memilih pidana badan ketimbang eksekusi harta bendanya, maka perlu strategi untuk pemulihan aset. Terkait stigma negatif Sekretaris Mahkamah Agung, Calon menjelaskan bahwa hal ini hanyalah stigma karena secara fakta struktural tidak memungkinkan. Terkait dengan ukuran kasus yang kerugian negaranya kecil, Calon menjelaskan bahwa hal ini memang irasional. Hakim tentu akan tetap harus memutus dan mempertimbangkan perkara tersebut, namun Calon akan memutus untuk meringankan. Calon berpendapat bahwa Hakim boleh menyimpangi undang-undang dalam hal telah menggali rasa keadilan dalam masyarakat. Hakim harus dapat menggunakan hati nuraninya untuk memutus perkara. Bagaimana kritik Calon terhadap Mahkamah Agung. Calon menanggapi bahwa sistem yang ada saat ini sesungguhnya baik. Mahkamah Agung membutuhkan sosok keteladanan. Seorang Hakim Agung, seperti Artidjo menurut Calon memiliki perhitungan tersendiri mengenai kerugian negara dan masyarakat, yakni beliau melihat dampak terhadap kerugian negara yang akan timbul dan menilai lebih jauh tentang kerugian yang seharusnya dapat terjadi. Tentang pendapat Calon terkait dengan urusan finansial seorang Hakim Agung diluar pendapatannya. Calon berpendapat bahwa seorang Hakim Agung harus punya satu idealisme tersendiri. 4. Calon Hakim Ad Hoc Tipikor menandatangani surat pernyataan yang telah dipersiapkan oleh Komisi III DPR RI, yang berisi sebagai berikut: SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya 4

Nama Tempat dan tanggal lahir Pekerjaan/Jabatan Bertempat tinggal di :.... Dengan ini menyatakan secara jujur dan sebenarnya serta bersedia untuk mengangkat sumpah/janji menurut Agama yang saya anut, Agama.. ; bahwa seluruh pernyataan, keterangan, informasi, dan atau bukti yang saya nyatakan, berikan atau sampaikan, baik secara lisan maupun tertulis kepada KOMISI III DPR-RI adalah benar guna memenuhi persyaratan untuk seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung. Apabila saya terpilih menjadi Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung, saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban saya sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya serta akan menolak atau tidak menerima apapun secara langsung maupun tidak langsung atau tidak mau dipengaruhi oleh siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajiban saya yang diamanatkan oleh Undang-Undang kepada saya. Bahwa saya bertanggung jawab sepenuhnya atas pernyataan saya ini, dan bersedia dituntut menurut hukum, apabila pernyataan saya ini terbukti tidak benar, baik untuk sebagian ataupun untuk seluruhnya termasuk untuk mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung, apabila saya terpilih menjadi Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung. Demikian Surat Pernyataan tertulis ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan atau tekanan dari manapun, di hadapan KOMISI III DPR-RI pada tanggal.. Agustus 2016. Jakarta,... Agustus 2016. Saya yang menyatakan, III. PENUTUP (..) Rapat diskors 15.30 WIB 5