BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan poin saat berbelanja di ritel tersebut. tahun 1990-an. Perkembangan bisnis Hypermarket merek luar negeri

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin modern perkembangan zaman menyebabkan timbulnya berbagai. usaha bisnis yang tentu mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Trans Retail Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin signifikan dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berupa pusat-pusat pertokoan, plaza, minimarket baru bermunculan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. bersaing ketat di dalam industri ritel. Banyak pemain yang mencoba menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum bidang usaha ritel atau pengecer modern di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang baik, dan bisa menciptakan kepercayaan pada pembeli.

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel moderen di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ke konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. membuat para pelaku bisnis harus mampu bersaing. Persaingan yang terjadi tidak

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baru bagi perusahaan yang ada di seluruh dunia. Dengan. konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang memiliki prospektif peluang besar dimasa sekarang maupun

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo)

BAB I PENDAHULUAN. diprediksi terutama pada sektor perusahaan jasa. Setiap perusahaan berlomba

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah tangga (Ma ruf, 2006:7). Bisnis ritel saat ini perkembangannya sangat

BAB I PENDAHULUAN. minimarket Indomaret, Alfamart, dan toko-toko tidak berjejaring lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. ini biasanya didapatkan dari berhutang kepada pihak luar seperti bank.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya Negara Indonesia yang dapat dilihat dari segi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, banyak bermunculan produsen atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel

BAB I Pendahuluan. Perubahan preferensi tempat belanja yang berawal dari seringnya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini persaingan bisnis antar industri ritel sangat ketat, baik di pasar

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan adanya perusahaan-perusahaan yang mampu menawarkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Carrefour, Hero, Superindo, Hypermart, dan lainnya. Dengan adanya berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang ingin berhasil dalam persaingan pada era milenium harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

PERBEDAAN PERSEPSI KONSUMEN ATAS FAKTOR PENENTU TEMPAT BELANJA TERHADAP INDOMARET DAN ALFAMART. Rangkuman Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan semakin tampak jelas dengan banyak berdiri pusat. perbelanjaan dalam konsep supermarket dan hypermart.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada saat ini semakin cepat salah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi pasar yang sangat berpotensial bagi perusahaan-perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi persaingan yang semakin ketat menuntut setiap perusahaan untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN. para peritel asing. Salah satu faktornya karena penduduk Indonesia adalah negara

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia, maupun daya serap

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usaha atau bisnis ritel di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan Ritel Modern di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. eceran terus berkembang seiring dengan keinginan dan selera pelanggan dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ritel modern seperti minimarket daripada pasar tradisional. strategis serta promosi yang menarik minat beli.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dari toko ritel buka selama 24 jam. Pertumbuhan bisnis ritel ini juga

BAB I PENDAHULUAN UKDW. buka-tutup, mati-hidup dan terus bergulir tanpa henti dengan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. bahkan hypermarket, yang menjadi lahan subur pemilik modal asing berebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu bisnis. Hal tersebut mengingat dengan timbulnya kepercayaan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. dibidang perdagangan eceran yang berbentuk toko, minimarket, departement

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. konsumen itu tidak terlibat dalam hal merencanakan pembelian produk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia dengan pendapatan kelas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai ritel di Indonesia, industri ini telah dimulai di Indonesia sejak era 1970-an yang masih merupakan era peritel tradisional. Pada era ini masyarakat hanya dapat menikmati produk atau jasa yang disediakan oleh pemerintah, karena pemerintah pada era 1970-an bertindak sebagai penyedia barang dan masyarakat sebagai pencari barang. Kemudian pada tahun 1980-an, mulai muncul peritel modern seperti Kemchick, Gelael, Hero, dan lain-lain. Pada fase ini terjadi perubahan perilaku pembelian pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sudah ada penyedia barang selain pemerintah. Pelanggan memiliki gengsi tersendiri untuk berbelanja di ritel-ritel modern tersebut, dikarenakan pelanggan akan mendapatkan poin saat berbelanja di ritel tersebut. Perubahaan paradigma untuk mengumpulkan poin terjadi di era tahun 1990-an. Perkembangan bisnis Hypermarket merek luar negeri mulai memasuki pasar Indonesia pada akhir tahun 1990 dengan melakukan Foreign Direct Investment dalam sektor ritel. Salah satu contoh Hypermarket merek luar negeri adalah Carrefour yang dibuka pada tahun 1998 (Suryadarma et al., 2007). Munculnya pemain ritel dalam bentuk Hypermarket seperti Carrefour, Makro, dan lain-lain di 1

Indonesia mulai meramaikan persaingan di pasar, sehingga para pemain pasar mulai bersaing dengan harga yang kompetitif. Kemunculan Hypermarket dan peritel lainnya menyebabkan semakin banyaknya lahan yang dibutuhkan untuk mendirikan usaha ritel, sehingga hal tersebut akan menimbulkan masalah dari segi ketersediaan lahan. Hal ini kemudian merubah paradigma pemain industri ritel pada tahun 2000- an untuk menciptakan industri ritel dalam bentuk Minimarket. Salah satu keuntungan yang dirasakan dalam industri ini dapat dilihat dalam bentuk kemudahan pelanggan untuk mengakses ritel Minimarket. Kemudahan ini disebabkan karena banyaknya jumlah Minimarket yang dapat dijumpai, sehingga pasar Minimarket tumbuh pesat selama 10 tahun terakhir. Pertumbuhan Minimarket di Indonesia berdampak pada perubahan perilaku masyarakat yang senang untuk melakukan pembelian di toko secara cepat untuk kemudian mengkonsumsi produk tersebut di dalam toko dan berbincang dengan teman-temannya (Markeeters, 2013). Perubahan perilaku tersebut menyebabkan munculnya konsep Convenience Store di era tahun 2010-an. Konsep ini berbeda dengan yang ditawarkan Minimarket pada umumnya. Didalam Convenience Store pelanggan dapat membeli untuk dirinya sendiri dengan konsep Grab and Go (Markeeters, 2013). Situasi perkembangan ritel pada era modern di tahun 2010-an menyebabkan mulai ditinggalkannya toko-toko tradisional. Hal ini disebabkan karena pelanggan menganggap bahwa berbelanja di toko-toko 2

ritel modern dirasakan lebih aman, mudah, dan harga yang pasti karena tidak perlu melalui proses tawar-menawar. Pada tahun 2010-an, konsep Convenience Store mulai digandrungi anak muda yang mempunyai hobi berkumpul bersama rekannya. Waralaba modern lainnya seperti Indomaret Point, Cemara 7, dan Alfa Express mulai menyediakan beberapa desain dan tampilan yang dibuat menyerupai 7-eleven. Beberapa contohnya antara lain seperti Lawson, dan Circle-K. Sebagai pemain pasar ritel, Indomaret dan Alfamart tidak ingin kehilangan pangsa pasar pada waralaba modern, sehingga mereka kemudian juga menerapkan konsep waralaba modern. Indomaret menciptakan konsep Convenience Store dalam bentuk Indomaret Point, sementara Alfamart dalam bentuk Alfa Express (Markeeters, 2013). Pertumbuhan dan perkembangan industri ritel di Indonesia pada tahun 2010-an yang telah berubah menjadi pasar Convenience Store menyebabkan Indonesia telah menjadi pasar yang paling optimis pada tahun 2013. Berdasarkan survei Global Consumer Confidence Index (Nielsen, 2014) Gambar 1.1 merupakan Global Consumer Confidence Survey yang digunakan untuk mengukur kepercayaan diri, kekhawatiran, dan keinginan pelanggan untuk berbelanja. Dapat dilihat pada Gambar 1.1. bahwa Indonesia memiliki indeks tertinggi secara global senilai 124. Pada penelitian yang dilakukan lembaga riset Nielsen juga ditunjukan bahwa terdapat peningkatan kepercayaan diri pelanggan untuk jangka waktu 12 bulan ke depan untuk 3

berada dalam kondisi keuangan yang baik, sehingga hal tersebut akan berdampak pada peningkatan keinginan untuk berbelanja (Nielsen, 2014). Gambar 1.1. Global Consumer Confidence Survey, Nielsen Q4 (2013) Sumber : Nielsen Global Survey of Consumer Confidence dan Spending Intentions Q4, (2013) Pernyataan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) juga memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Nielsen. APRINDO telah mengestimasi pertumbuhan penjualan ritel sebesar 10% sampai 15% dan nilainya diperkirakan mencapai Rp 162 170 Triliun di tahun 2014. 4

Pertumbuhan industri ritel juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi sebesar 5% sampai 6 % dan periode pemilu (ipotnews, 2013). PT Indoritel Makmur International, Tbk, perusahaan emiten yang bergerak di bidang investasi ritel pelanggan mengambil kesempatan ini. PT Indoritel Makmur Internasional Tbk, kemudian mengalokasikan dana hingga mencapai Rp 1,3 Triliun kepada perusahaan asosiasi PT Indomarco Prismatama untuk mengekspansi gerai Indomaret berupa penambahan 1.200 sampai 1.300 gerai di 2014 (Indonesia Finance Today, 2013). Dengan berkembangnya pasar Convenience Store pasar Minimarket, Hypermarket, dan Supermarket kemudian menyebabkan timbulnya persaingan ketat dan peningkatan konsumsi masyarakat Indonesia. Sehingga perusahaan pada industri ritel seperti Hypermarket, Minimarket, dan Convenience Store memiliki karakter khusus yang membedakan tipe penjualan mereka, yaitu : 1) Hypermarket Menurut Peraturan Presiden RI No.112 Tahun 2007, batasan luas Hypermarket harus lebih dari 5000 m 2, dan barang yang dijual secara eceran adalah barang konsumsi, terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya. Hal ini menyebabkan Hypermarket biasanya menyediakan lahan yang lebih luas dari jenis ritel lainnya. Lahan ini termasuk lahan parkir, dan peningkatan luas tempat perbelanjaan. 5

2) Minimarket Menurut Peraturan Presiden RI No.112 Tahun 2007, batasan luas Minimarket harus kurang dari 400 m2, dan barang yang dijual secara eceran yaitu produk makanan dan produk rumah tangga lainnya. Sebuah Minimarket menerapkan sistem mesin kasir. Hal inilah yang membedakan Minimarket dengan toko tradisional, di Minimarket pelanggan mengambil sendiri barang yang diinginkan dan akan langsung membayar di kasir. 3) Convenience Store Belum ada Peraturan Presiden RI yang mengatur mengenai Convenience Store. Sehingga sebuah Convenience Store dapat dikategorikan memiliki pengaturan yang sama dengan Minimarket. Hal yang membedakan Minimarket dengan Convenience Store terdapat pada jasa pelayanannya. Konsep Convenience Store menawarkan kecepatan dan kenyamanan dalam melayani pelanggan yang berbelanja, adanya perpanjangan jam operasi, dan ketersediaan tempat dimana pelanggan mendapatkan jasa pelayanan makanan dengan konsep Grab and Go (NACS, 2014). Pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan ukuran tipe dan cara penjualan ritel tersebut. Tabel 1.1 menunjukan tiga tipe kategori waralaba 6

modern berdasarkan karakter khusus tipe penjualan mereka yaitu, Convenience Store, Minimarket, dan Hypermarket. Selain bergerak di bidang penjualan produk, perusahaan ritel Convenience Store seperti Circle-K, Cemara 7, dan Indomaret Point juga memiliki karakter khusus yang membedakan dengan perusahaan ritel lainnya. Misalnya penyediaan pelayanan yang lebih cepat, perpanjangan jam operasional, dan jasa pelayanan makanan grab and go (NACS, 2014). Berikut merupakan beberapa contoh merek ritel berdasarkan ketiga kategori tersebut : Tabel 1.1. Kategori waralaba modern (Convenience Store, Hypermarket dan Minimarket), di Yogyakarta. NO Convenience Store Minimarket Hypermarket 1 Indomaret Point Indomaret Carrefour 2 Circle-K Alfamart Giant 3 Cemara 7 Superindo Sumber : Data Primer, 2014 Matejowsky (2006) dan Watson (1997) dalam Matejowsky (2007) menyatakan bahwa Convenience Store telah menunjukan perkembangan yang pesat. Perkembangan tersebut dapat dilihat seperti halnya pada perkembangan rumah makan cepat saji pada awal abad ke-21. Dengan kualitas yang ditawarkan, Convenience Store telah menjadi simbol potensial pada abad ke-21. Akan tetapi, terdapat perbedaan perkembangan 7

convenience store di Indonesia dengan negara lain di Asia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Blim (2000) dalam Matejowsky (2007) menunjukan bahwa di negara lain seperti Filipina, Convenience Store seperti 7-Eleven dan lainnya memiliki hambatan bahasa dan budaya untuk pengembangan pasar industri ini. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti di Indomaret Point Jalan Colombo, Yogyakarta, ditemukan kesenjangan pada harapan konsumen untuk mendapatkan kualitas jasa yang sesuai dengan kenyataan yang ada di Indomaret Point Jalan Colombo. Pelanggan berharap mendapat pelayanan yang cepat, barang yang lengkap, dan perhatian khusus saat sedang kesulitan mencari barang. Namun, responden belum merasakan pelayanan yang maksimal dari apa yang diharapkan. Tabel 1.2. menunjukan bahwa harga di Indomaret Point cenderung lebih mahal dibandingkan dengan Indomaret. Hal tersebut juga dirasakan beberapa responden yang di wawancarai oleh peneliti. Responden menyatakan bahwa harga di Indomaret Point cenderung lebih mahal daripada harga barang yang dijual di minimarket Indomaret. Walaupun ada perbedaan harga, ketidakwajaran biasanya tidak dirasakan secara signifikan jika perbedaan harga tidak terlihat cukup jauh atau ketidaksamaan tersebut masih menguntungkan pelanggan (Xia et al., 2004), karena bentuk kewajaran harga merupakan persepsi pelanggan (Xia et al., 2004). 8

Tabel 1.2. Perbandingan Harga Indomaret Point dan Indomaret. NO Produk Harga di Indomaret Point Indomaret 1 A-Mild 16.500 15.450 2 Gillete Vector 15.400 14.200 3 Fruit Tea 7.600 7.200 4 Nu Milk Tea 6.500 6.500 5 Kacang Garuda 7.500 7.000 6 Pop Mie 5.000 4.500 Ket : Dalam Rupiah, per 20 September 2014. Sumber : Data Primer, 2014. Meskipun hal tersebut merupakan penilaian subjektif dari para pelanggan, ternyata harga tetap menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pelanggan dalam meraih kepuasan (Zeithaml, Bitner, dan Gremler, 2009). Oleh karena itu, perusahaan berusaha menjadikan harga sebagai keunggulan kompetitif untuk mempengaruhi pelanggan agar puas saat berbelanja dengan harga yang wajar. Untuk mendapatkan perhatian dari pelanggan, para pelaku industri ritel tidak hanya bersaing dari sisi produk fisik dan harga. Persaingan dilakukan antar perusahaan dalam meningkatkan kualitas jasa yang menurut Parasuraman et al., (1985), merupakan penilaian umum mengenai superioritas suatu jasa. Sheth dan Mittal (2004) dalam Gable et al., (2008) menjelaskan bahwa perusahaan berusaha mengenali orientasi pelanggan dengan beberapa cara, yaitu : (i) pemahaman mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggan, (ii) lingkungan yang kompetitif, (iii) dan sifat pasar 9

untuk merumuskan rencana dan tindakan agar menciptakan kepuasan pelanggan. Dengan meningkatnya kualitas jasa pada perusahaan diharapkan akan menumbuhkan kepuasan pelanggan, yaitu perasaan yang dirasakan dari kinerja produk sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Kotler dan Armstrong, 2012). 1.2 Perumusan Masalah Tingginya potensi pelanggan yang memiliki tingkat keinginan untuk berbelanja dapat mempengaruhi peningkatan pada pembelian produk maupun jasa. Hal ini akan mendukung perkiraan peningkatan jumlah ritel pada tahun 2014. Hal ini kemudian menjadi perhatian khusus pada perusahaan yang bergerak di bidang ritel. Perusahaan harus memiliki kualitas jasa dan tingkat kewajaran harga yang dapat diterima agar memiliki keunggulan kompetitif dalam dunia persaingan ritel. Peningkatan jumlah ritel dan adanya potensi peningkatan konsumsi di Indonesia menyebabkan meningkatnya persaingan antar industri ritel. Hal tersebut berdampak pada perusahaan untuk dapat meningkatkan keunggulan kompetitif, salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas jasa. Dengan kualitas jasa diharapkan pelanggan akan merasakan kepuasan. Akan tetapi, di Indomaret Point Jalan Colombo kualitas jasa masih menjadi keluhan pelanggan, karena masih terdapat kekecewaan pada pelayanan yang diberikan oleh Indomaret Point Jalan Colombo. Selain kualitas jasa, faktor kewajaran harga menjadi pertimbangan pelanggan dalam menentukan pembelian. Dari faktor harga masih 10

terdapat kekecewaan pelanggan karena adanya perbedaan harga antar ritel seperti Indomaret dan Indomaret Point Jalan Colombo, hal tersebut menimbulkan persepsi pelanggan bahwa harga di Indomaret Point Jalan Colombo cenderung lebih mahal dibandingkan dengan ritel lain. Dengan melihat uraian pada latar belakang penelitian, penelitian ini menguji bagaimana perusahaan dapat bersaing untuk mendapatkan kepuasan pelanggan dengan kualitas jasa dan kewajaran harga yang dimilikinya. Hal ini menjadi perhatian perusahaan ritel terutama di Indomaret Point Jalan Colombo untuk mendapatkan pelanggan dengan dukungan dari peningkatan keinginan masyarakat Indonesia untuk berbelanja. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat apakah kualitas jasa dan kewajaran harga dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan pada Convenience Store Indomaret Point Jalan Colombo. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1) Apakah kualitas jasa berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan pelanggan? 2) Apakah kewajaran harga berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan pelanggan? 1.4 Tujuan Penelitian 1) Menguji pengaruh kualitas jasa pada kepuasan pelanggan. 2) Menguji pengaruh kewajaran harga pada kepuasan pelanggan. 11

1.5 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa kontribusi, yaitu sebagai berikut : 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan, dan dapat digunakan sebagai referensi dan pengembangan yang akan dilakukan selanjutnya pada jenis penelitian yang sama. 2) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi perusahaan agar dapat menjadi pertimbangan strategi perusahaan mengenai pengaruh kualitas jasa dan kewajaran harga pada kepuasan pelanggan. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut, bab 1 membahas latar belakang masalah, tujuan, pertanyaan, dan kontribusi penelitian. Pada bab 1 akan memberikan gambaran secara umum arah dan maksud dari penelitian yang dilakukan. Bab 2 menyajikan teori yang mendukung penelitian dalam menjelaskan hubungan antar variabel dan hipotesis yang diujikan. Selanjutnya untuk memberikan ketepatan pada penelitian, pada bab 3 akan menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian. Metode ini mempunyai penjelasan bagaimana informasi atau data tersebut 12

dikumpulkan dan bagaimana data dan informasi tersebut dapat dianalisis secara mendalam. Bab 4 memberikan gambaran data atau informasi dari hasil penelitan. Terakhir, pada bab 5 setiap data dan informasi dirangkum menjadi sebuah hasil dan memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai penelitian tersebut. Di akhir tulisan, diberikan saran dan keterbatasan pada penelitian yang dilakukan. 13