KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing.

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016

No Keberadaan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri sebagai pekerja harus diakui memberi keuntungan bagi kedua belah pihak, baik negara pengir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

Dunia internasional pun ikut berpartisipasi dalam memerangi issue kejahatan non-tradisional ini, human trafficking dan tindak kekerasan kepada buruh m

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS JEMBER

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

Apa itu migrasi? Apakah Migrasi Tenaga Kerja? Migrasi adalah tindakan berpindah ke tempat lain baik di dalam satu negara maupun ke negara lain.

EFEKTIVITAS KERJA SAMA PEMERINTAH LAOS DAN VIETNAM DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS HUMAN TRAFFICKING DI LAOS PERIODE Sari Widia Setyawati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja No : PER-05/MEN/1988

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terjadi akibat. ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dinamika Kerjasama Indonesia dan Malaysia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja. Abstrak. Dwi Wahyu Handayani, S.IP., M.Si.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Melindungi Hak-Hak Pekerja Migran: Peran dari Serikat Pekerja dengan Pendekatan Empat Pilar

Institute for Criminal Justice Reform

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

Laporan Perkembangan Dunia (LPD) 2007 Perkembangan dan Generasi Berikutnya Asia Timur dan Pasifik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

SEJAK 2011, BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REKOMENDASIKAN MORATORIUM PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE TIMUR TENGAH

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang seperti teknologi, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki hubungan yang cukup baik dengan negara-negara di kawasan Asia

RESUME. Pada akhir tahun November 2006 lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menandatangani EPA (Economic

Bab 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi,

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421

Asesmen Gender Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

Melebihi Batas Pertanian

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENEMPATAN

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL: UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN

10. KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Seiring tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat

Disusun dam Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam (selanjutnya disebut "Para Pihak"),

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

Transkripsi:

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND RESUME SKRIPSI Oleh: YULIA MARGARET YATUHIDIKA 151090297 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" YOGYAKARTA 2011

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND RESUME Migrasi didefinisikan sebagai suatu bentuk perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari satu unit wilayah geografis menyeberangi perbatasan politik atau administrasi dengan keinginan untuk tinggal dalam kurun waktu tak terbatas atau sementara di suatu tempat yang bukan merupakan daerah asal (Origin Countries). Migrasi tenaga kerja biasanya didefinisikan sebagai perpindahan manusia yang melintasi perbatasan untuk tujuan mendapatkan pekerjaan di negara asing (Destination Countries). Keberhasilan pembangunan ekonomi di negara maju telah mendorong tingkat upah dan kondisi lingkungan kerja ke taraf yang lebih tinggi. Di negara industri baru, percepatan pembangunan ekonomi menyebabkan permintaan akan tenaga kerja skilled, semiskilled, dan low-skilled meningkat pesat. Umumnya, tenaga kerja skilled didatangkan dari negara maju, sedangkan tenaga kerja semi-skilled dan low- 1

skilled (pekerja kasar/buruh) didatangkan dari negara miskin dan berkembang. Sementara itu, di negara miskin dan berkembang, kesulitan mendapat pekerjaan dan upah yang rendah mendorong terjadinya migrasi ke negara lain, meski hal tersebut membutuhkan pengorbanan yang besar dan terkadang nyawa bisa menjadi taruhannya. Tenaga kerja dari negara dengan nilai upah rendah dan tingkat pengangguran tinggi akan bermigrasi ke negara dengan nilai upah lebih tinggi dan tingkat pengangguran rendah, sampai para tenaga kerja migran tersebut memperoleh upah yang lebih tinggi di negara sendiri. Umumnya para tenaga kerja migran low-skilled dari negara miskin dan berkembang menjadi saingan bagi para pekerja low-skilled setempat di negara tujuan migrasi. Hal ini disebabkan para tenaga kerja migran bersedia dibayar lebih rendah, akan tetapi nilai upah ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan yang bisa diterima di negara mereka sendiri. Tidak mengherankan bila di negara-negara penerima migran (Receiving Countries) kecurigaan etnis dan persaingan ekonomi memaksa para tenaga kerja migran harus ekstra berhati-hati. Kenyataan ini membuat mereka 2

harus bertahan dari setiap kemungkinan permusuhan yang timbul dalam pergaulan dengan orang-orang di negara setempat. Dengan kondisi tersebut, secara ekonomis dan psikologis, sebenarnya migrasi tenaga kerja sangat mahal, khususnya bagi para low-skilled migrants. Tenaga kerja migran merasa terasing dari akar lingkungan mereka. Hal tersebut juga berdampak pada negara-negara yang mengirim para tenaga kerja migran (Sending Countries). Tidak jarang perlakuan-perlakuan buruk terhadap warga negaranya (tenaga kerja migran) melukai perasaan bangga secara nasional, terutama apabila tenaga kerja migran mengalami tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Masalah ini merupakan tantangan bagi negara miskin dan berkembang untuk meningkatkan kualitas tenaga kerjanya yang hendak bermigrasi ke negara lain. Negara-negara maju misalnya, cenderung menyambut tenaga kerja migran yang memiliki keterampilan tinggi dan berpendidikan, sementara menutup kemungkinan bagi para tenaga kerja migran yang kurang memiliki skilled. Thailand merupakan figur negara yang menjadi tujuan migrasi tenaga kerja bagi negara-negara disekitarnya, 3

salah satunya adalah Kamboja. Kamboja adalah negara yang memiliki populasi kaum muda yang tinggi, lebih dari separuh populasi penduduknya berusia di bawah 20 tahun dan tumbuh dengan pesat menjadi angkatan kerja. Kondisi perekonomian Kamboja yang masih lemah menyebabkan terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan di Kamboja. Minimnya pendidikan dan keterampilan dan kecilnya penghasilan yang mereka dapatkan, mendorong pada situasi pencarian alternatif lain untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Salah satu pilihan yang umum diambil adalah bermigrasi ke tempat lain, dalam kasus ini adalah Thailand, yang dianggap lebih menjanjikan bagi perbaikan taraf hidup dan ekonomi. Akan tetapi banyaknya tenaga kerja migran yang tidak memiliki keahlian dan ketrampilan yang cukup serta datang dengan kondisi sebagai tenaga kerja migran tak berdokumen (ilegal) menimbulkan banyak permasalahan di Thailand sebagai negara penerima maupun bagi para tenaga kerja migran itu sendiri. Tidak sedikit para tenaga kerja migran tak berdokumen di Thailand terjebak ke dalam aksi kejahatan perdagangan manusia (Human Trafficking). 4

Pemerintah Thailand memandang perlunya sebuah penanganan serius terhadap permasalahan pengaturan tenaga kerja migran di Thailand. Bersama dengan Pemerintah Kamboja, pada tanggal 31 Mei 2003, pemerintah Thailand menandatangani dua kesepakatan yaitu tentang kerjasama penanganan permasalahan ketenagakerjaan, Memorandum of Understanding Between The Government of the Kingdom of Thailand and the Government of the Kingdom of Cambodia on Cooperation in Employment of Workers, terdiri dari 24 pasal, yaitu menjelaskan pasal I mengenai Objective And Scope, pasal II-III mengenai Authorised Agencies, pasal IV-VIII mengenai Authority And Procedure, pasal IX-XIX mengenai Return And Repatriation, Pasal XX-XXI mengenai Measures Against Illegal Employment, Pasal XXII mengenai Amendments, Pasal XXIII mengenai Settlement Of Disputes, dan pasal XXIV mengenai Enforcement And Termination, dan kerjasama penanganan kejahatan human trafficking yang tertuang dalam Memorandum of Understanding Between The Government of the Kingdom of Thailand and the Government of the Kingdom of Cambodia on Bilateral Cooperation for Eliminating Trafficking in Children and Women and Assisting Victims of Trafficking, yang terdiri dari 23 5

pasal yang mengamanatkan upaya pemerintah kedua negara untuk melindungi mereka yang rentan, dan menyelamatkan mereka yang telah diperdagangkan untuk dipulangkan dengan aman. Kesepakatan tersebut memastikan akan membangun kerangka hukum antara kedua negara untuk upaya-upaya penuntutan pelaku perdagangan manusia dan gugus tugas bersama sebagai implementasi kerjasama bilateral penanganan perdagangan manusia. Melalui kesepakatan ini kedua pemerintahan berharap Thailand dan Kamboja dapat bekerjasama dalam menangani permasalahan migrasi tenaga kerja dan juga mengentaskan permasalahan human trafficking. Kesepakatan kedua negara menjadi langkah yang baik dalam penanganan masalah ketenagakerjaan. Implementasi MOU penanganan perdagangan manusia antara Thailand dan Kamboja sangat penting dilakukan dan terus dikembangkan jangkauan serta kekuatannya mengingat permasalahan perdagangan manusia yang rumit dan kompleks. Sebuah penandatanganan MOU saja tanpa implementasi nyata tidak cukup untuk menyelamatkan korban yang telah 6

terjerat dalam berbagai bentuk eksploitasi kejahatan perdagangan manusia. Meskipun demikian, hasil yang signifikan masih sangat minim dipenuhi oleh kedua negara. Dibutuhkan implementasi yang lebih nyata dan langkah yang lebih efektif dalam penanganan permasalahan migrasi tenaga kerja dan perdagangan manusia oleh pemerintah Thailand dan Kamboja. 7