KAJIAN PENGUJIAN MUTU VAKSIN CORYZA DAN KEJADIAN PENYAKIT DI LAPANGAN ISTIYANINGSIH

dokumen-dokumen yang mirip
AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES A, NENENG A, N M RIA ISRIYANTHI. Unit Uji Bakteriologi

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

PENGENDALIAN CORYZA INFEKSIUS PADA AYAM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

INFEKSIUS CORYZA (SNOT) PADA AYAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

RESPON ANTIBODI DAN PROTEKSI VAKSIN INAKTIF INFECTIOUS BRONCHITIS ISOLAT LOKAL PADA AYAM PETELUR

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Khairul Daulay, Sarji, Deden Amijaya, Neneng Atikah, Meutia Hayati, Ernes Andesfha

BBPMSOH telah mengikuti 6 uji profisiensi. internasional yang diselenggarakan oleh GD- Deventer, Belanda. nasional yang diselenggarakan oleh BSN-KAN

TEKNIK PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN SEL DARAH MERAH AYAM YANG DIFIKSASI GLUTARALDEHIDA UNTUKDETEKSI ANTIBODI HAEMOPHILUS PARAGALLINARUM

SEROEPIDEMIOLOGI PASCA VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE (ND) DENGAN 2 STRAIN ANTIGEN

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

DETEKSI ANTIBODI Salmonella pullorum DAN Mycoplasma gallisepticum PADA ANAK AYAM (DOC) PEDAGING BEBERAPA PERUSAHAAN YANG DIJUAL DI KABUPATEN LAMONGAN

DATA DAN KARAKTERISTIK VAKSIN BAKTERI UNTUK BABI YANG BEREDAR DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer Proteksi terhadap Virus Avian Influenza Subtipe H5N1

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

SALMONELLOSIS (PULLORUM)

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK

RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.)

WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Risiko

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB

SURVEILANS DAN MONITORING SEROLOGI SE DI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN

VETERINARIA Vol. 4 No. 3 Nopember 2011

Meutia Hayati, Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Ernes Andesfha, Irma Rahayuningtyas, Khairul Daulay, Deden Amijaya, Sarji, Neneng Atikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

FAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT

PERMASALAHAN PENYAKIT SEBAGAI KENDALA USAHA PETERNAKAN ITIK (IMPORTANT DISEASES IN DUCK FARMING)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM

KETERSEDIAAN VAKSIN DALAM RANGKA PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS PADA RUMINANSIA BESAR

PENGEMBANGAN VAKSIN INFECTIOUS BRONCHITIS INAKTIF ISOLAT LOKAL

Tinjauan Mengenai Flu Burung

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

METODELOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

AKABANE A. PENDAHULUAN

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

Proses Penyakit Menular

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan

PENGKAJIAN SALMONELLA SP. DAN E. COLI DARI FESES DAN TELUR PADA AYAM PETELUR DARI BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA UNIT UJI BAKTERIOLOGI BBPMSOH 2016

Spesifikasi, Metode Pengujian, Keterangan yang diuji. yang diukur

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

Tingkat Perlindungan Vaksin Komersial AI H5N1 Clade terhadap Virus AI H5N1 clade Asal Itik pada Ayam SPF dalam Kondisi Laboratorium

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PAD A AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. badan yang bertujuan untuk memproduksi daging. Ayam pedaging dikenal dengan

TAHUN Nur Khusni Hidayanto, Ramlah, Ferry Ardiawan dan Yati Suryati

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE SECARA LATERAL PADA AYAM PEDAGING : PENGARUH RASIO DAN DENSITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

KAJIAN PENGUJIAN MUTU VAKSIN CORYZA DAN KEJADIAN PENYAKIT DI LAPANGAN ISTIYANINGSIH Unit Uji Bakteriologi Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunungsindur Bogor, 16340 ABSTRAK Coryza merupakan penyakit menular saluran pernapasan bagian atas pada ayam yang disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragallinarum. Terjadinya wabah di lapangan ditandai dengan gejala klinis adanya pembengkakan pada kepala bagian sinus infraorbitalis dan adanya leleran hidung. Penyakit ini terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan kerugian ekonomi akibat banyaknya ayam yang diafkir dan pada ayam petelur terjadi penurunan produksi telur 10% sampai lebih dari 40%. Kejadian penyakit di negara berkembang, umumnya lebih rumit karena adanya infeksi campuran, yang mengakibatkan penyakit lebih parah dan kerugian ekonomi yang signifikan. Di Indonesia banyak beredar vaksin coryza inaktif produk lokal dan impor dengan kombinasi strain serotipe A dan C (bivalent vaccine) atau kombinasi strain serotype A,B dan C (trivalent vaccine). Hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa hasil vaksinasi masih belum optimal untuk menangkal kejadian penyakit dilapangan, sehingga perlu dicari kemungkinan penyebab lain dalam kegagalan vaksinasi tersebut (adanya serovar variant). Kata kunci: Penyakit Coryza, Vaksin Coryza, Antibodi, Serovar Variant ABSTRACT Coryza is contagious upper respiratory tract in chickens caused by the bacterium Haemophilus paragallinarum. Field outbreak is characterized by the presence of clinical symptoms of swelling on the head of the infra-orbital sinus and nasal discard, this disease occurs worldwide and causes economic losses due to the number of chickens culling and egg production decreased from 10 % to 40 % in layer chickens. In developing countries, this disease is generally more complicated because the presence of a mixed infection, which resulted in more severe disease and significantly economic losses. In Indonesia, coryza vaccine are available in local or import products with a combination strains of serotype A and C ( bivalent vaccine) or a combination of strains of serotype A, B and C ( trivalent vaccine ). The study showed that the vaccination was still ineffective to combat the disease in the field, so it needs to look for other possible causes of the failure of the vaccination (presence of serovar variant). Keywords: Coryza Disease, Coryza Vaccine, Antibody, Serovar Variant

PENDAHULUAN Bakteri Haemophilus paragallinarum merupakan kuman penyebab penyakit coryza menular yang menyerang saluran pernafasan bagian atas yang sering terjadi pada ayam pedaging maupun ayam petelur. Tanda-tanda klinis yang paling umum adalah leleran pada hidung, pembengkakan wajah, lakrimasi, hilang nafsu makan, dan diare. Penurunan konsumsi pakan dan air akan menghambat pertumbuhan pada ayam muda dan penurunan produksi telur pada ayam petelur (7). Kejadian penyakit di negara berkembang, umumnya lebih rumit karena adanya infeksi campuran oleh patogen lain dengan gejala arthritis dan septicemia seperti yang ditemukan didaerah Amerika Selatan, sehingga mengakibatkan penyakit lebih parah dan kerugian ekonomi yang signifikan. Seperti dilaporkan dibeberapa negara seperti Argentina, India, Maroko, dan Thailand, gejala klinis unik ikutan seperti arthritis dan septicemia komplek, banyak disebabkan oleh adanya patogen lain seperti Mycoplasma gallisepticum, M. synoviae, Pasteurella spp., Salmonella spp. Sebuah studi pada ayam kampung di Thailand telah dilaporkan bahwa coryza menular adalah penyebab paling umum kematian pada ayam umur kurang dari 2 bulan, dan ayam umur lebih dari 6 bulan (11). SEROVAR VARIANT. Telah diketahui bahwa ada dua skema serotype dari H. paragallinarumyaitu skema Page dan skema Kume. Skema Page awalnya dikembangkan dengan menggunakan uji aglutinasi pada plate untuk mengenali tiga serovars, A, B, dan C (8). Namun, ternyata uji hambatan hemaglutinasi ( HI) terbukti jauh lebih baik untuk mengidentifikasi serovar Page isolat lapang H. paragallinarum (5). Tiga serovars Page tersebut mewakili "immunovars," yang berbeda, vaksin inaktif yang hanya didasarkan pada salah satu Page serovar tidak memberikan perlindungan terhadap dua serovars Page yang lain (7). Pernyataan Page tersebut sesuai dengan hasil pengkajian titer antibodi pada ayam petelur di beberapa wilayah Indonesia yang menunjukan bahwa tingkat protektifitas terhadap H. paragalinarum tipe A lebih rendah bila dibandingkan tipe C. walaupun perbedaan tersebut tidak signifikan (1). Sementara hasil definitif percobaan proteksi-silang untuk empat serovars dalam dua serogrup Kume A dan C belum dilakukan, sedangkan dogma yang diterima bahwa serovars dalam serogrup Kume adalah terjadi proteksi silang (7). Pernyataan adanya proteksi-silang dalam

Page serovars dan Kume serogrup terakhir telah dibantah dengan munculnya "varian" atau serovars diluar kebiasaan. Di negara Argentina dan Brasil, sekitar 40% dari Page serovar A isolat diperiksa sampai saat ini tidak sesuai dengan antibodi monoklonal spesifik untuk serovar ini (2,10). Spekulasi terjadi bahwa "varian" Page serovar A isolatmungkin cukup berbeda dari serovar khas A strain vaksin sehingga kegagalan vaksinasi dapat terjadi (10). Ada bukti bahwa serovar B isolat Argentina secara genetik cukup berbeda dari semua isolat H. paragallinarumlain, terlepas dari serovar (3). Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa sifat unik dari serovar B isolat Argentina dengan menggunakan vaksin komersial berdasarkan "khas" serovar B isolat dari Amerika Utara atau Eropa mungkin tidak memberikan perlindungan (4). Ada beberapa bukti untuk mendukung spekulasi ini tentang keragaman antigenik di Page serovar B. Vaksin bivalen berdasarkan Page serovars A dan C memberikan perlindungan terhadap Page serovar B galur Spross tetapi tidak terhadap Page serovar B dua isolat Afrika Selatan (12). Selain itu, hanya ada sebagian proteksi-silang antara berbagai strain Page serovar B (12). Sementara skema serotipe Kume mengakui hanya satu serovar, B-1 (6), ini tidak boleh dianggap sebagai bukti homogenitas antigenik. Sebaliknya, itu adalah refleksi sejumlah kecil Page serovar isolat B yang telah diperiksa oleh skema serotipe Kume. Hal ini sangat mungkin bahwa serovars lebih lanjut akan diakui dalam Kume serogrup B jika koleksi isolat tersebut dipelajari. Telah ada bukti pergeseran dramatis dalam kejadian serovars H. paragallinarum di Afrika Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Bragg dkk. telah melaporkan pada serovars H. paragallinarum selama tahun 1970, 1980, dan 1990-an. Menggunakan skema serotipe Kume parsial, mereka melaporkan bahwa Kume serovar C-3 telah muncul sebagai serovar dominan dalam beberapa kali.kejadian Kume serovar C-3 telah meningkat dari 30% pada tahun 1970 menjadi lebih dari 70% pada awal 1990 (9). Munculnya Kume serovar C-3 telah terjadi pada saat coryza menular tetap merupakan penyakit penting dan tersebar luas, meskipun secara ekstensif telah menggunakan vaksin komersial. Bragg dkk. menyatakan bahwa kegagalan yang tampak dari vaksin komersial di Afrika Selatan (tidak ada yang mengandung Kume serovar C-3) telah terjadi karena serovar dominan di lapangan adalah Kume serovar C-3. Mereka berspekulasi bahwa Kume serovar C-3 isolat mempunyai antigen berbeda dari Kume C serovars lainnya (C-1 dan C-2) termasuk didalam vaksin komersial yang mempunyai proteksi-silang terbatas (9).

Secara keseluruhan, ada sejumlah laporan menunjukkan bahwa secara serologis "varian" isolate H. paragallinarum dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi. Namun, belum ada laporan hasil percobaan berdasarkan bukti definitif dari hasil vaksinasi untuk mendukung pernyataan ini. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk percobaan tersebut, termasuk percobaan untuk memeriksa tingkat proteksi-silang antara Kume serogrup A dan C. Ulasan ini mencakup informasi yang muncul dalam beberapa tahun terakhir dimana wabah coryza menular di negara berkembang bersifat kompleks, di mana agen penyakit lain dan / atau faktor stres adalah faktor kompleksitas yang penting.beberapa pustaka menunjukkan bahwa sifat fenotipik dan serologi H. paragallinarum telah mengalami beberapa berubahan mencakup di beberapa wilayah geografis. DATA HASIL PENGUJIAN Vaksin H. paragalinarum (Coryza) yang beredar di pasaran berupa vaksin inaktif dalam bentuk emulsi minyak atau ajuvant alumunium hydroxide dan terdiri dari 3 tipe yaitu : Tipe A dengan strain W, 221, 083 dan strain CH-pg 8; Tipe B dengan strain Spross dan Tipe C dengan strain Modest, Strain Hpg 668 dan H-18, sedangkan produk vaksin tersebut dapat berupa kombinasi tipe A dan C atau Triple Vaksin yang merupakan kombinasi antara tipe A,B dan C. Data Hasil pengujian vaksin coryza dalam kurun waktu tahun 2011-2013 sebagaimana terlihat dalam tabel tersebut dibawah, dengan sebaran titer antibody dalam GMT sebagaimana terlihat dalam grafik tersebut dibawah Tabel 1. Hasil Pengujian Vaksin Coryza Tahun 2011 Tahun No. Vaksin Serotype Keamanan Potensi Antibodi 2011 060 Tipe A : str W 100% 320 Tipe C : str Modest 272 069 Tipe A: str 083, Tipe 100% 248 B: str spross, Tipe C: H-18 289 184 Tipe A 100% 320 Tipe C 288 216 Tipe A, B dan C 100% 80 20 238 Tipe A, B dan C 100% 184 23 291 Tipe A : str 221 100% 432 Tipe C : str H-18 244

295 Tipe A, B dan C 100% 512 101 343 Tipe A Tipe C 100% 312 191 372 Tipe A: str 083, Tipe C: H-18 100% A=90% 135 296 389 Tipe A Tipe C 100% 150 200 Titer Antibodi 600 500 400 300 200 100 0 A=90% 60 69 184 216 238 291 295 343 372 389 Nomor Sampel dan Persentase Potensi 60 60 69 69 184 184 216 216 238 238 291 291 295 295 343 343 372 A=90% 372 Gambar 1. Hasil GMT antibody terhadap antigen H. paragallinarum tipe A dan C Tahun 2011 Tabel 2. Hasil Pengujian Vaksin Coryza Tahun 2012 Tahun No. Vaksin Serotype Keamanan Potensi Antibodi 049 Tipe A-str CH-pg8 Tipe C- str-hpg.668 100% ND ND 166 Triple A,B dan C 100% ND ND 2012 375 Tipe A str 221 100% A=90% 230 Tipe C str H-18 144 417 Tipe A dan C 100% 32 81 585 Tipe A dan C 100% 90 C=80% 66 659 Tipe A: str 083, Tipe 100% 300

B: str spross, Tipe C: modest 66 706 Tipe A str W Tipe C str Modest 100% 210 58 Titer Antibodi 300 250 200 150 100 50 0 A=90% C=80% 49 49 166 166 375 A=90% 375 417 417 585 585 C=80% 659 659 706 706 49 1666 375 417 585 659 706 Nomor Sampel dan Persentase Potensi Gambar 2. Hasil GMT antibody terhadap antigen H. paragallinarum tipe A dan C Tahun 2012 Tabel 3. Hasil Pengujian Vaksin Coryza Tahun 2013 Tahun No. Vaksin Serotype Keamanan Potensi Antibodi 091 Tipe A str W Tipe C str Modest 100% 40 210 119 Triple A,B dan C 100% 38 26 130 Triple A,B dan C 100% 210 260 Tipe A: str 083, Tipe 100% 75 186 B: str spross, 2013 Tipe C: H-18 35 267 Tipe A Tipe C 100% C=70% 38 14 300 Tipe A: str 221, Tipe 100% 115 B: str spross, Tipe C: Modest 34 316 Tipe A str 221 Tipe C str H-18 100% A=90% C=80% 145 20

359 Triple A,B dan C 100% C=80% 537 Tipe A: str W, Tipe 100% A=90% B: str spross, Tipe C: Modest 88 15 38 16 Titer Antibodi 300 250 200 150 100 50 0 C=70% A=90% C=80% C=80% A=90% 91 91 119 119 130 130 186 186 267 91 119 130 186 267 300 316 359 537 Nomor Sampel dan Persentase Potensi 267 C=70% 300 Gambar 3. Hasil GMT antibody terhadap antigen H. paragallinarum tipe A dan C Tahun 2013 Dalam rangka penjaminanan mutu vaksin yang beredar di lapangan, BBPMSOH juga melakukan pengkajian terhadap hasil vaksinasi dilapangan dengan melihat prosentase tingkat protektifitas dengan cara mengukur titer antibodi yang dihasilkan pada ayam petelur 35 hari paska vaksinasi di 5 provinsi dengan hasil sebagaimana terlihat dalam Tabel 4. dan juga melihat persentase tingkat protektifitas pada ayam kampung yang tidak dilakukan vaksinasi seperti terlihat pada Tabel 5. di bawah. Tabel 4. Data hasil uji titer antibodi protektif terhadap vaksin Coryza pada ayam petelur dari 5 Propinsi di Indonesia Tahun 2012 H. paragallinarum tipe A H. paragallinarum tipe C Propinsi Jumlah Protektif Non protektif Protektif Non protektif

KEP. RIAU 60 43 (71.7%) 17 (28.3%) 59 (98.3%) 1 (1.7%) NTB 60 58 (96.7%) 2 (3.3%) 49 (81.7%) 11 (18.3%) SULUT 60 54 (90%) 6 (10%) 58 (96.7%) 2 (3.3%) BALI 60 58 (96.7%) 2 (3.3%) 57 (95%) 3 (5%) KALBAR 60 49 (81.7%) 11 (18.3%) 45 (75%) 15 (25%) Rata-rata 52 (88.3%) 8 (12.7%) 54 (90%) 6 (10%) Gambar 4. Data hasil uji titer ter antibodi protektif terhadap vaksin Coryza pada ayam petelur dari 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2012 60 50 40 30 20 Protektif Hp. A Protektif Hp. C Non protektif A Non protektif C 10 0 Kep. Riau NTB SULUT Dps. BALI KALBAR Tabel 5. Data hasil uji titer antibodi protektif terhadap vaksin Coryza pada ayam kampung dari 5 provinsi di Indonesia Tahun 2012 Propinsi Jumlah H. paragallinarum tipe A H. paragallinarum tipe C Protektif Non protektif Protektif Non protektif Kep. Riau 20 8 (40%) 12 (60%) 9 (45%) 11 (55%) NTB 20 10 (50%) 10 (50%) 9 (45%) 11 (55%) SULUT 20 10 (50%) 10 (50%) 10 (50%) 10 (50%) BALI 20 12 (60%) 8 (40%) 8 (40%) 12 (60%) KALBAR 20 11 (55%) 9 (45%) 8 (40%) 12 (60%) Rata-rata 10 (50%) 10 (50%) 9 (45%) 11(55%)

12 10 8 6 4 Protektif Hp. A Protektif Hp. C Non protektif A Non protektif C 2 0 Kep. Riau NTB SULUT Dps. BALI KALBAR Gambar 5. Data hasil uji titer antibodi protektif terhadap Vaksin Coryzapada ayam kampung dari 5 provinsi di Indonesia Tahun 2012 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil pengujian vaksin H. paragalinarum (Coryza) dari tahun 20111 2013 yang di lakukan di BBPMSOH dengan berbagai macam strain yang di gunakan dalam produksi vaksin pertahun terlihat dalam Tabel 1, 2 dan 3 serta GMT antibodi yang diperoleh terlihat pada Gambar 1, 2 dan 3. Pada hasil uji keamanan semua vaksin 100% dinyatakan aman sesuai persyaratan mutu sedangkan pada uji potensi semua vaksin yang diuji memenuhi persyaratan mutu yaitu 70 % dan nilai titer antibodi 10. Tabel 1,2 dan 3 memberikan gambaran bahwa rata-rata presentase uji potensi terhadap H.paragallinarum type A lebih besar di bandingkan type C begitu juga hasil GMT antibodi dari type A rata-rata lebih besar dibandingkan type C yang diperoleh. Pada Tabel 3. terlihat ada beberapa sampel mempunyai nilai GMT antibodi terhadap type A dan type C mendekati batas minimal persyaratan 10 hal ini kemungkinan disebabkan oleh respon individu ayam dalam pembentukan antibodi terhadap H. paragallinarum type A dan C. Selain data pengujian vaksin coryza pada tingkat laboratorium penulis juga menampilkan data hasil pengkajian serum ayam petelur dan ayam kampung dari 5 provinsi di Indonesia, serum ayam kampung tersebut tidak pernah dilakukan vaksinasi terhadap coryza. Serum ayam

petelur memberikan nilai proteksi rata-rata terhadap antigen type A (88,3 %) dan type C (90%) nilai tersebut 70% sesuai persyaratan mutu, sedangkan untuk ayam kampung nilai proteksi terhadap antigen type A (50%) dan type C (45%) sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.Pada ayam kampung karena tidak dilakukan vaksinasi, titer antibodi yang terbentuk kemungkinan besar berasal dari infeksi alam. Seperti kita ketahui bahwa fakta di lapangan sebagaimana data yang kami peroleh kejadian kasus coryza pada ayam broiler tahun 2011 dan 2012 diatas angka 300 dan tahun 2013 diatas angka 100, sedangkan pada ayam layer jumlah kasus coryza lebih tinggi dibandingkan pada ayam broiler yaitu pada tahun 2011 terjadi lebih dari 300 kasus, tahun 2012 sekitar 300 kasus dan tahun 2013 diatas 150 kasus ( Infomedion Edisi Februari 2014) dengan demikian masih banyaknya kasus coryza di lapangan terutama pada saat pergantian musim kemarau ke musim penghujan akanmempunyai dampak ekonomis yang penting dalam industri peternakan, karena angka penularannya mencapai 70-90%. Sementara angka kematian bisa mencapai 20% bahkan bisa 50% bila disertai infeksi gabungan. Kerugian lain adalah terganggunya pencapaian berat badan, penurunan produksi telur (10-40%) dan peningkatan biaya pengobatan. (infovet, 10,2007). Data tersebut diatas membuktikan bahwa hasil vaksinasi yang selama ini dilakukan dilapangan kurangmemberikan hasil yang optimal, sebagaimana hasil penelitian dari kedua negara Argentina dan Brasil, sekitar 40% dari Page serovar A isolat yang diperiksa sampai saat ini tidak sesuai dengan antibodi monoklonal spesifik untuk serovar ini (2, 10). Spekulasi terjadi bahwa "varian" Page serovar A isolat mungkin cukup berbeda dari serovar khas A strain vaksin sehingga kegagalan vaksinasi dapat terjadi (10). Bukti lain bahwa serovar B isolat Argentina secara genetik cukup berbeda dari semua isolat H. paragallinarum lain, terlepas dari serovar (3). Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa sifat unik dari serovar B isolat Argentina, berarti dengan menggunakan vaksin komersial berdasarkan "khas" serovar B isolat dari Amerika Utara atau Eropa mungkin tidak memberikan perlindungan optimal (4). Ada beberapa bukti untuk mendukung spekulasi ini tentang keragaman antigenik di Page serovar B. Vaksin bivalen berdasarkan Page serovars A dan C memberikan perlindungan terhadap Page serovar B galur Spross tetapi tidak terhadap Page serovar B dua isolat Afrika Selatan (12). KESIMPULAN DAN SARAN

Dari beberapa hasil penelitian di negara lain tersebut diatas bilamana dibandingkan dengan data yang diperoleh dari lapanganmasih banyak kasus kejadian coryza ditemukan meskipun secara ekstensif sudah banyak vaksin komersial produk import dan produk local dalam bentuk kombinasi A dan C atau kombinasi A, B dan Cyang digunakan oleh peternak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemakaian vaksin komersial yang ada di lapangan masih belum memberikan kekebalan optimal terhadap serangan kuman H. paragallinarum strain lapang, hal ini kemungkinan disebabkan adanya serovar variant yang ada di lapangan. Dengan demikian disarankan untuk melakukan pengkajian serovar isolate lapangan terhadap berbagai jenis vaksin coryza komersial untuk mengetahui tingkat protektifitas vaksin terhadap serovar lapang yang ada. DAFTAR PUSTAKA 1. Maizir A, Syaefurrosad, Andesfha E, Atikah N. & Isriyanti N.M.R. 2012. Efektifitas vaksin Infectious Coryza terhadap status kekebalan pada pre-vaksinasi ayam kampung, pre-vaksinasi dan pasca vaksinasi ayam petelur di 5 Propinsi Indonesia. Buletin Pengujian Mutu Obat Hewan No.18 Tahun 2012. Hal. 31-34 2. Blackall PJ, Silva EN, Yamaguchi Y, & Iritani Y. 1994. Characterization of isolates of avian haemophili from Brazil. Avian Dis. 38. Hal. 269 274. 3. Bowles R, Blackall PJ, Terzolo HR. & Sandoval VE. 1993. Proceedings of the X th World Veterinary Poultry Association Congress. 1993. An assessment of the genetic diversity of Australian and overseas isolates of Haemophilus paragallinarum by multilocus enzyme electrophoresis. Hal. 146 4. Sandoval VE. & Gonzalez PF. 1997. Evaluation of inactivated infectious coryza vaccines in chickens challenged by serovar B strains ofhaemophilus paragallinarum. Avian Pathol. 26. Hal. 365 376. 5. Eaves LE. & Aus G. 1990. Serotyping of Haemophilus paragallinarum by the Page scheme: comparison of the use of agglutination and hemagglutination-inhibition tests. Avian Dis. 34. Hal. 643 645. 6. Eaves LE. & Rogers DG. 1990. Proposal of a new serovar and altered nomenclature for Haemophilus paragallinarum in the Kume hemagglutinin scheme. J Clin Microbiol. 28. Hal. 1185 1187.

7. Matsumoto M. & Yamamoto R. 1997. Infectious coryza. Diseases of poultry.10 th edition. Ames: Iowa State University Press. Hal. 179 190. 8. Page LA. 1962. Haemophilus infections in chickens. 1. Characteristics of 12 Haemophilus isolates recovered from diseased chickens. Am J Vet Res.23. Hal. 85 95. 9. Coetzee RL. & Verschoor JA. 1996. Changes in the incidences of the different serovars of Haemophilus paragallinarum in South Africa: a possible explanation for vaccination failures. Onderstepoort J Vet Res.64. Hal 217 226. 10. Terzolo HR, Paolicchi FA, Sandoval VE, Blackall PJ, Yamaguchi T. & Iritani Y. 1993. Characterization of isolates of Haemophilus paragallinarum from Argentina. Avian Dis.37. Hal. 310 314. 11. Thitisak W, Janviriyasopak O, Morris RS, Srihakim S. & Kruedener RV. 1988. Proceedings of the 5th International Symposium on Veterinary Epidemiology and Economics. Hal. 200 202. 12. Yamaguchi T, Blackall PJ, Takigami S, Iritani Y. & Hayashi Y. 1991. Immunogenicity of Haemophilus paragallinarum serovar B strains. Avian Dis. 35. Hal. 965 968.