I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. Apa kepanjangan dari AMDAL..? a. Analisis Masalah Dalam Alam Liar b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan c. Analisis Mengenai Dampak Alam dan

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN AMDAL DALAM MENCEGAH KERUSAKAN LINGKUNGAN PADA KEGIATAN USAHA MIGAS YUSNI YETTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN)

BAB III LANDASAN TEORI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERBEDAAN AMDAL DAN ANDAL

Baharuddin Nurkin, Ph.D Lahir : 24 Febr. 1946, Bantaeng Pendidikan formal: M.Sc (Washington State Univ. USA, 1983); Ph.D (University of Idaho, USA, 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)

AMDAL PERTAMBANGAN I. UMUM

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI

PB 4. AMDAL, UKL dan UPL. AMDAL, UKL dan UPL

Prosedur dan mekanisme AMDAL

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap

Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan rachmat dan hidayah-

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 62 TAHUN 2004 TENTANG

(1) dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan atau KA ANDAL, (3) dokumen RKL dan RPL, di sisi lain terdapat dokumen

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi

n.a n.a

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ervianto (2005), suatu proyek konstruksi merupakan suatu

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW)

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, menempatkan manusia sebagai subjek utama yang mengambil. hidup sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEDOMAN PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (KA-ANDAL)

2.2. AMDAL AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #12 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. barang dan jasa, pemakaian sumber-sumber energi, dan sumber daya alam.

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. secara besar besaran, maka akan terjadi perubahan ekosistem yang mendasar. Agar

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada hakekatnya pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumberdaya

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

PEMBAGIAN URUSAN DAN RUANG LINGKUP

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAKORNIS AMDAL DAN PENATAAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH SE - KALIMANTAN BARAT TAHUN

Pelaksanaan RAN/RAD-GRK: Sebagai Pedoman Mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen lingkungan di dalam sebuah manajemen operasi tradisional

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

AMDAL vs UKL/UPL. Pengajar : Salmani, ST., MS., MT.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

MAKALAH AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Tahun Pelajaran 2012/2013

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

L PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o;

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan BAB 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang turut aktif dalam menandatangani kesepakatan internasional tahun 1972 di Stockholm Swedia, terkait dengan penerapan konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu integrasi aspek lingkungan ke dalam proses pembangunan. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dirumuskan sebagai suatu upaya mengelola sumberdaya alam dan lingkungan secara arif dan bijaksana untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan generasi yang akan datang dengan tanpa merusak dan menurunkan kualitas lingkungan (WCED, 1987). Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi negara terus meningkat dan fungsi lingkungan tetap lestari serta kondisi sosial masyarakat tetap stabil, harmonis dan sejahtera (Munasinghe, 1993). Pemanfaatan sumberdaya alam harus diusahakan secara cermat dan bijaksana agar tidak merusak kelestarian fungsi lingkungan hidup. Hal tersebut berarti bahwa dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan, integrasi pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan merupakan syarat mutlak yang harus dianut dalam proses pembangunan disemua sektor. Salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan adalah hasil pertemuan para pemimpin dunia yang sepakat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang diatur dalam Kyoto Protokol tahun 1997 dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 17 tahun 2004 tentang ratifikasi Kyoto Protokol. Keputusan Kyoto Protokol yang paling utama adalah kesepakatan negaranegara maju untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan mengurangi tingkat emisi sebanyak 5% dari tahun 1990. Keputusan lainnya adalah turut sertanya negara-negara berkembang dalam menjaga dan memelihara hutan melalui pemberian insentif karbon yang dapat dipakai untuk mengelola lingkungan (Murdiyarso, 2003). Tindakan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca merupakan bukti kesadaran manusia terhadap lingkungan yang kondisinya makin memperhatinkan.

18 Pemanasan global yang berdampak sangat besar terhadap lingkungan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di muka bumi. Karbon dioksida (CO 2 ) di atmosfer merupakan senyawa gas yang berpotensi menimbulkan pemanasan global. Gas tersebut dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dalam pembangunan, diantaranya adalah produksi dan konsumsi energi serta aktivitas industri. Aktivitas produksi dan konsumsi energi merupakan penyumbang terbesar penghasil gas rumah kaca (GRK) berupa gas CO 2 yang sangat berperan dalam peningkatan pemanasan global yakni sekitar 57%. Aktivitas tersebut mencakup pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batu bara sebagai sumber energi bagi keperluan rumah tangga, industri dan transportasi (Kristanto, 2002). Tingginya kontribusi gas CO 2 di atmosfer yang bersumber dari penggunaan bahan bakar fosil tidak lain disebabkan oleh kebutuhan dunia terhadap energi yang sangat tinggi yakni diperkirakan mencapai 88% atau sekitar 13.700 metrik ton pada tahun 2030. Kondisi tersebut akan menyebabkan peningkatan emisi CO 2 sekitar 43 miliar metrik ton. Disisi lain kontribusi kegiatan usaha migas dalam perubahan iklim adalah bersumber dari pembakaran sisa gas bumi dengan flare stake yang merupakan salah satu teknologi pengelolaan lingkungan namun masih menghasilkan gas CO 2. Data Ditjen Migas (2007) menunjukkan bahwa pada tahun 2006 gas bumi yang dibakar di flare stake adalah sebesar 111.831.560 MSCF (306.388 MSCFD). Jumlah tersebut berasal dari kegiatan usaha migas di daratan sebesar 73.336.374 MSCF (200.922 MSCFD) dan di lepas pantai 38.495.185 MSCF (105.466 MSCFD). Menyadari akan pentingnya kebutuhan energi di satu sisi dan kelangsungan hidup manusia di sisi lain, maka upaya penurunan emisi gas CO 2 sebagai upaya pelestarian fungsi lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup harus senantiasa dilakukan dengan prediksi dan antisipasi terhadap berbagai potensi dampak penting yang akan terjadi akibat adanya kegiatan pembangunan tersebut, sejak tahap perencanaan, tahap konstruksi, tahap operasi hingga tahap pasca operasi. Selanjutnya berbagai alternatif solusi untuk mencegah dan menanggulangi dampak, harus dirumuskan sejak awal yakni pada

19 tahap perencanaan kegiatan serta dievaluasi secara terus menerus pada tahapan kegiatan selanjutnya. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan migas juga sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan perairan, berupa kandungan minyak dan H 2 S terlarut. WHO merekomendasikan kadar sulfat yang diperkenankan pada air minum sekitar 400 mg/liter dan kadar hidrogen sulfida (H 2 S terlarut) sekitar 0,05 mg/liter (Moore, 1991). Disamping itu, sulfur yang diemisikan dari bahan bakar fosil (minyak bumi) yang berlebihan di atmosfir (kualitas udara) dapat juga membentuk gas hidrogen sulfida (H 2 S) yang bersifat asam. Secara ekonomi kegiatan migas memberikan pengaruh yang besar terutama dalam peningkatan pendapatan penduduk karena dapat menyerap peluang tenaga kerja dari masyarakat setempat. Dengan demikian kegiatan minyak dan gas tersebut menjadi salah satu sumber perekonomian bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Namun bila dilihat secara ekologis dan kesehatan lingkungan, keberadaan kilang minyak tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat di sekitar lokasi. Permasalahan lingkungan yang terjadi di lokasi kegiatan migas diantaranya berupa peningkatan kadar debu, kebisingan, bau dan gangguan kenyamanan. Hasil survey PPLH UNRI (2004) menunjukkan bahwa penyakit ISPA yang disebabkan oleh debu merupakan penyakit yang paling banyak terjadi di masyarakat sekitar lokasi kilang minyak yaitu sebesar 42,7%. Kondisi tersebut semakin memprihatinkan, sehingga dibutuhkan kesadaran dan kepedulian akan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu dalam pemanfaatan sumberdaya alam, sejalan dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sebagaimana yang diamanahkan dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara pelestarian lingkungan, mencegah dan menanggulangi lingkungan. Demikian pula dinyatakan dalam UU No. 21 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, bahwa upaya preventif yang dilakukan adalah dengan mewajibkan semua kegiatan usaha migas untuk melakukan penanggulangan pencemaran lingkungan sejak tahap perencanaan hingga pasca operasi dan menjamin keteknikan yang baik.

20 Salah satu upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan adalah dengan melakukan studi AMDAL. Dalam PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL dinyatakan bahwa analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. AMDAL berfungsi sebagai upaya preventif dalam menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Oleh karena itu dokumen AMDAL bersifat mengikat berbagai pihak yang terlibat di dalamnya serta mempunyai konsekuensi bagi status perijinan dari usaha dan atau kegiatan (Suratmo, 2002). Proses AMDAL kemudian bersifat wajib (mandatory) untuk dilakukan bagi setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak penting. AMDAL terdiri atas kerangka acuan (KA), analisis dampak lingkungan (ANDAL), rencana pengelolaan lingkungan (RPL) dan rencana pemantuan lingkungan (RPL). KA adalah dokumen pertama yang berisi pedoman penyusunan ANDAL. ANDAL adalah kajian utama tentang dampak besar dan penting dari suatu usaha atau kegiatan. RKL adalah dokumen alternatif solusi yang dibuat dalam pengelolaan dampak lingkungan dari suatu kegiatan. RPL adalah dokumen yang berisikan alternatif pemantauan dampak dari suatu kegiatan. Dengan demikian AMDAL yang terdiri atas empat dokumen tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, fleksibel dan terbuka untuk selalu dikoreksi dan menjadi salah satu sistem manajemen lingkungan (SML). SML adalah suatu sistem atau cara dalam menangani lingkungan hidup yang mencakup: 1) organisasi dan kebijakan lingkungan, 2) perencanaan, 3) implementasi dan operasi, 4) pengawasan dan tindakan koreksi, dan 5) pengkajian manajemen. SML lainnya dalam upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan bagi perencana dengan penerapan ISO 14000. Namun penerapan ISO 14000 hanya bersifat voluntary (sukarela), sementara AMDAL bersifat mandatory (wajib).

21 AMDAL diperkenalkan pertama kali pada tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Penerapan sistem evaluasi laporan AMDAL di Kanada untuk proyek-proyek federal dikeluarkan oleh kabinet pada tanggal 20 Desember 1973. Sedangkan penerapan AMDAL di Indonesia dilakukan sejak dikeluarkannya PP No. 29 tahun 1986. Untuk sektor migas, studi lingkungan telah dimulai sejak tahun 1987 yang dikenal dengan dokumen studi evaluasi mengenai dampak lingkungan (SEMDAL) bagi kegiatan yang sudah berjalan dan dokumen AMDAL bagi kegiatan yang akan dilaksanakan berdasarkan PP No. 29 tahun 1986 (periode 1986-1993). Dokumen studi evaluasi mengenai dampak lingkungan (SEMDAL) terdiri atas: KA-SEL, SEL, RKL/RPL, sedang dokumen AMDAL terdiri atas: KA-ANDAL, ANDAL, RKL/RPL. Dokumen SEMDAL yang telah disetujui dalam periode 1986-1993 sebanyak 23 dokumen dan dokumen AMDAL sebanyak 16 dokumen. Sejak tahun 1993 studi SEMDAL ditiadakan, sehingga studi lingkungan keseluruhan dikenal dengan studi AMDAL untuk kegiatan yang berdampak penting berdasarkan PP No. 51 tahun 1993 (periode 1993-1997), jumlah dokumen yang telah disetujui sebanyak 22 dokumen. Pada tahun 1999 sampai sekarang dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka terjadi perubahan PP No. 51 tahun 1993 menjadi PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, dengan perubahan mendasar antara lain komisi pusat AMDAL yang tadinya berada pada masing-masing sektor dibagi menjadi dua yakni: komisi pusat AMDAL berkedudukan di kementerian lingkungan hidup dan komisi daerah yang berkedudukan di propinsi dan kabupaten. Khusus untuk sektor migas karena merupakan industri yang strategis, sehingga berada di bawah komisi pusat AMDAL KLH. Sesuai PP No. 27 tahun 1999, bahwa kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan harus menyusun dokumen AMDAL. Dokumen AMDAL yang telah disetujui hingga saat ini sebanyak 30 dokumen. Walaupun kebijakan AMDAL telah diterapkan pada kegiatan usaha migas lebih dari 20 tahun, namun masih terdapat persepsi negatif dari masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan kegiatan migas dan masih terdapat isu pencemaran lingkungan serta sering terjadi emergency (antara lain: tumpuhan

22 minyak). Mengingat pentingnya kegiatan pengelolaan lingkungan berdasarkan uraian di atas, maka kajian mengenai pengembangan kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas menjadi sangat penting untuk dilakukan. 1.2 Kerangka Pemikiran Kegiatan usaha migas di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1968. Kegiatan tersebut meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan pengangkutan dan pemasaran/niaga. Hingga saat ini terdapat sebanyak 115 kegiatan usaha migas yang beroperasi di Indonesia, sekitar 30% beroperasi di lepas pantai (off shore) dan 70% beroperasi di darat (on shore). Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam migas untuk memenuhi devisa dalam negeri dilakukan dengan berbagai upaya inovasi teknologi terutama dalam mencari sumber-sumber baru, teknik eksploitasi, teknik pengolahan, serta sistem ketataniagaan yang efektif dan efisien. Di sisi lain kegiatan tersebut juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan manusia. Kondisi demikian menjadi sangat dilematis. Oleh karena itu, mutlak dilakukan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya sinergitas antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 dinyatakan bahwa setiap usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting wajib dilengkapi dokumen AMDAL. Namun dalam peraturan perundang-undangan tersebut belum diatur secara komprehensif sejauh mana kedalaman studi AMDAL tersebut, yang merupakan studi ilmiah yang mengkaji dampak besar dan penting yang ditimbulkan dari suatu kegiatan terhadap komponen biologi, geologi, fisik, kimia serta sosial ekonomi dan budaya. Meskipun kebijakan AMDAL telah diterapkan sejak diterbitkannya PP No. 29 tahun 1986, PP No. 51 tahun 1993 dan PP No. 27 tahun 1999, namun hingga saat ini masih banyak permasalahan lingkungan yang muncul seperti pencemaran, degradasi lahan dan sumberdaya alam serta konflik sosial. Kondisi tersebut disebabkan karena masih lemahnya hasil kajian studi AMDAL yang dilakukan oleh pihak-pihak terlibat. AMDAL berperan sebagai instrumen SML untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup. AMDAL merupakan kajian kelayakan lingkungan hidup

23 mengenai dampak besar dan penting tentang perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar dari suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Pesatnya aktivitas manusia dan pembangunan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan manusia hampir pasti selalu diiringi dengan timbulnya dampak lingkungan. Untuk menghindari timbulnya dampak lingkungan negatif yang tidak dapat ditoleransi tersebut, maka perlu dipersiapkan langkah-langkah operasional rencana pengendalian dampak lingkungan tersebut sekaligus dengan rencana pemantauannya dalam bentuk dokumen RKL dan RPL. Dengan demikian, AMDAL bertujuan untuk menjamin tujuan-tujuan proyek pembangunan dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat tanpa merusak kualitas lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan analisis efektifitas dan efisiensi kebijakan AMDAL dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Hasil analisis kebijakan diharapkan menghasilkan rumusan kebijakan implementatif yang lebih efektif dan efisien. Kegiatan Usaha Migas (1960) Kegiatan Usaha Migas Berwawasan Lingkungan Kebijakan AMDAL (1986) Permasalahan Lingkungan Perlu Kajian Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas yang Pencemaran Konflik Sosial Review Kebijakan AMDAL saat ini Kualitas Dokumen AMDAL saat ini Penilaian Kinerja Lingkungan Implementasi AMDAL Kebutuhan Stakeholders Komponen Utama Kebijakan AMDAL Migas Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas Prioritas Strategi Kebijakan AMDAL Migas Rumusan Kebijakan AMDAL Migas yang Efektif dan Efisien dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

24 1.3 Perumusan Masalah Mencermati amanat dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan PP No. 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) maka permasalahan pengelolaan lingkungan pada dasarnya merupakan tanggung jawab semua pihak baik sebagai pelaku pembangunan maupun masyarakat. Sasaran pengelolaan lingkungan adalah terjaminnya mutu hidup generasi masa kini dan generasi yang akan datang tanpa merusak sumberdaya alam dan lingkungan. Namun kenyataannya selama kurang lebih 25 tahun sejak diterbitkannya undang-undang lingkungan hidup (UU No. 04 tahun 1982) dan telah lebih 20 tahun diterapkannya kebijakan AMDAL (PP No. 29 tahun 1986), kemajuan dari pengelolaan lingkungan hidup sangat lambat bahkan kualitas lingkungan cenderung turun, yang ditandai dengan seringnya terjadi gejolak-gejolak masyarakat, dan isu pencemaran serta seringnya terjadi tumpahan minyak, limbah B3 yang semakin menumpuk dan belum jelasnya solusi pengelolaannya. Akhir-akhir ini banyak sorotan bahwa dokumen AMDAL hanya bersifat formalitas karena yang seharusnya dokumen AMDAL disusun sebelum kegiatan berjalan yang merupakan studi kelayakan lingkungan tetapi dalam kenyataannya, dokuemen AMDAL disetujui oleh komisi AMDAL setelah kegiatan berjalan. Tiga faktor penting yang sangat berpengaruh dalam dokumen AMDAL: (a) peraturan perundang-undangan, (b) penyusun AMDAL dan pemrakarsa, (c) komisi penilai AMDAL dan tim teknis serta instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang terkait dari pusat dan daerah. Tiga faktor ini berpengaruh dalam penerapan prosedur dan substansi dokumen AMDAL untuk menentukan kualitas dokumen AMDAL. Apabila tiga faktor ini berjalan dengan baik maka kualitas AMDAL akan baik dan dapat bersifat operasional. Selanjutnya masuk tahap implementasi (pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan) serta pengawasan pelaksanaannya yang dilakukan oleh instansi terkait dan penegakan hukum. Prosedur penyusunan AMDAL yang telah berjalan selama ini adalah tim penyusun dokumen AMDAL ditunjuk oleh Pemrakarsa dan belum terakreditasi oleh pemerintah. Dalam hal ini pemrakarsa dimungkinkan dapat mempengaruhi

25 tim penyusun (tidak bersifat independen). Substansi dokumen AMDAL mengenai kajian-kajian analisis ekonomi, kajian dampak terhadap ekosistem sangat minim dan tidak memperhitungkan dampak perubahan lingkungan yang potensial (eksternalitas) yang tidak diatur secara jelas di dalam peraturan perundangundangan atau kebijakan saat ini sehingga dokumen AMDAL yang telah disetujui sulit untuk diimplementasikan oleh pemrakarsa. Penentuan isu pokok di dalam kerangka acuan (KA-ANDAL), serta penentuan dampak besar dan penting di dalam dokumen ANDAL masih bersifat umum, tidak dikaji secara komprehensif dan belum memasukkan kajian-kajian aspek ekologi, ekonomi dan sosial, sehingga penentuan dampak penting seringkali kurang tepat dan pada akhirnya dokumen AMDAL kualitasnya diragukan dan tidak bersifat operasional. Hal tersebut menyebabkan dokumen AMDAL yang merupakan acuan di dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama kegiatan berlangsung tidak dapat diterapkan di lapangan, sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan bahkan kerusakan lingkungan. Sesungguhnya dokumen AMDAL merupakan hasil studi kelayakan lingkungan yang mengkaji secara cermat dan mendalam tentang berbagai dampak penting yang akan terjadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan tidak layak atau layak lingkungan, maka kegiatan dapat ditolak dan atau sebaliknya. Proses persetujuan dokumen AMDAL dari KA-ANDAL, RKL dan RPL membutuhkan waktu paling cepat 2-3 tahun. Penilaian AMDAL yang dibantu oleh tim teknis dan para pakar hanya pada waktu rapat komisi seterusnya evaluasi untuk persetujuan AMDAL dilaksanakan oleh komisi dan disetujui oleh komisi. Dokumen AMDAL yang efektif dan efisien ditentukan dari peraturan perundangan dan atau kebijakan yang dipakai sebagai acuan di dalam penyusunan dokumen AMDAL tersebut, prosedur penyusunan AMDAL, waktu penyusunan, kualitas penyusun AMDAL dan pemrakarsa, kinerja komisi penilai dan tim teknis AMDAL serta kualitas dokumen AMDAL (substansi dokumen AMDAL) maka dirumuskan hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijakan AMDAL yang ditetapkan selama ini belum efektif dan belum efisien, kekurangan dari peraturan perundangan yang sudah ada antara lain:

26 PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL yang tidak mengatur substansisubstansi untuk prakiraan dampak penting dan evaluasi dampak penting sehingga muncul isu bahwa dokumen AMDAL hanya bersifat formalitas dan mahal. 2. Kinerja komisi penilaian AMDAL belum efektif dan belum efisien yang menyebabkan kualitas AMDAL diragukan. keputusan menteri negara lingkungan hidup No. 40 tahun 2000 tentang pedoman tata kerja komisi penilai AMDAL, tim teknis tidak ikut memberikan evaluasi dalam penerbitan persetujuan AMDAL hanya ikut diwaktu penilaian sidang komisi. 3. Pelaksanaan dan waktu pengumuman masyarakat serta waktu penerbitan persetujuan dokumen AMDAL terlalu lama. Keputusan kepala Bapedal No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL, menentukan waktu terlalu lama untuk mengumpulkan pendapat masyarakat dan berdasarkan PP. 27 tahun 1999 tentang AMDAL bahwa dokumen KA- ANDAL disetujui selama 75 hari kerja dan dokumen ANDAL, RKL, RPL disetujui juga selama 75 hari. 4. Kualitas tim penyusun AMDAL tidak independen dan ditunjuk langsung oleh Pemrakarsa. Sampai saat ini belum ada landasan hukum yang mengatur tentang konsultan penyusun AMDAL. 5. Pedoman penyusunan AMDAL lebih terfokus pada sistematika penulisan dokumen, sedangkan penentuan isu pokok dan prakiraan dampak besar dan penting serta evaluasi dampak penting tidak terdapat arahan metode-metode yang baku untuk aspek ekologi, ekonomi dan sosial, tidak memasukkan metode valuasi ekonomi (sesuai Kepdal No. 229 tahun 1996). Namun hanya disebutkan secara garis besar memakai metode formal/non formal, baik di dalam peraturan menteri negara lingkungan hidup No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan AMDAL maupun di dalam keputusan menteri energi sumberdaya mineral No.1457 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan AMDAL kegiatan usaha migas. Dengan demikian maka pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

27 1. Bagaimana efektivitas dan efisiensi kebijakan AMDAL migas yang ada saat ini? 2. Bagaimana merumuskan kebijakan AMDAL migas yang efektif dan efisien di masa mendatang? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah merumuskan kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Untuk mencapai tujuan tersebut secara operasional dilakukan tahapan penelitian meliputi: 1. Mereview kebijakan AMDAL saat ini. 2. Menganalisis kualitas dokumen AMDAL migas. 3. Menganalisis kinerja lingkungan implementasi AMDAL kegiatan migas. 4. Menganalisis kebutuhan stakeholders terhadap kebijakan AMDAL migas dimasa mendatang 5. Merumuskan strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dari sisi ilmiah adalah sebagai upaya pengembangan ilmu dan pengetahuan, khususnya kajian lingkungan yang menyangkut analisis mengenai dampak lingkungan dalam kegiatan usaha migas. Manfaat penelitian dari sisi praktis adalah sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien pada kegiatan usaha migas di masa datang serta sebagai acuan atau pedoman dalam penyusunan dokumen AMDAL migas. 1.6 Kebaruan Penelitian Kebaruan dari penelitian ini berupa kajian terhadap kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien yang terfokus pada substansi, prosedur dan kelembagaan di dalam AMDAL kegiatan usaha migas. Kebaruan dari aspek metode pendekatan yang digunakan yakni melibatkan semua stakeholder dengan teknik analisis yang terintegrasi antara FGD, PCA dan AHP serta valuasi ekonomi.