II. LANDASAN TEORI. Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau

dokumen-dokumen yang mirip
PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

II. TINJAUAN PUSTAKA

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

Perlakuan panas (Heat Treatment)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakterisasi Material Sprocket

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PERBEDAAN NILAI KEKERASAN PADA PROSES DOUBLE HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN AIR DAN OLI SAE 20 PADA BAJA KARBON RENDAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

PENGARUH MEDIA KAPUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK POROS S45C

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

BAB IV DATA DAN ANALISA

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP SIFAT KEKERASAN DENGAN REFINING THE CORE PADA PROSES CARBURIZING MATERIAL BAJA KARBON RENDAH. Darmanto * ) Abstrak

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Roda Gigi Transduser merk CE.A Sebelum dan Sesudah Di-Treatment

Sifat Sifat Material

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 2 No. 2, Juli 2016 ISSN :

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO

Pengaruh Variasi Media Karburasi Terhadap Kekerasan Dan Kedalaman Difusi Karbon Pada Baja ST 42

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Tujuan dari penelitian ini meliputi : 1. Mengetahui nilai kuat tarik baja tabung JIS G 3116 SG Mengetahui Struktur mikro baja tabung JIS G 311

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

MODUL PRAKTIKUM BAHAN TEKNIK 2

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro.

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

Transkripsi:

6 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sifat-Sifat Logam Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau pembebanan. Setiap logam mempunyai daya tahan terhadap pembebanan yang berbeda-beda, perbedaan ini ditentukan oleh sifat dari logam tersebut. Sifat-sifat logam antara lain sebagai berikut: 1. Sifat mekanis Sifat mekanis adalah kemampuan bahan untuk menerima pembebanan atau untuk menahan beban yang diterimanya baik beban statis maupun beban dinamis. Sifat mekanis terdiri dari aspek-aspek berikut ini: a. Kekuatan bahan (strength) Kekuatan bahan (strength) yaitu ketahanan suatu material menerima pembebanan tarik, tekan, lentur, puntir dan geser. b. Kekerasan Kekerasan adalah sifat dasar dari logam, kekerasan ini didefinisikan sebagai ketahanan logam terhadap goresan atau tekanan.

7 c. Elastisitas Merupakan kemampuan logam untuk kembali ke bentuk semula setelah menerima beban hingga berubah bentuk. Semakin tinggi batas elastisitas suatu material maka nilai elastisitas material tersebut juga semakin tinggi. d. Kekakuan Kekakuan merupakan kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk. e. Plastisitas Plastisitas adalah kemampuan suatu bahan ketika mengalami perubahan bentuk tanpa mengalami kerusakan. Seperti halnya elastisitas, jika batas plastisitas material tersebut tinggi, maka nilai plastisitas material juga tinggi, namun batas elastisnya semakin rendah. f. Kelelahan Kelelahan merupakan kemampuan maksimal suatu bahan ketika menerima beban yang berganti-ganti dan secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, dimana tegangan maksimal selalu diberikan selama proses pembebanan dilakukan. 2. Sifat fisis Sifat fisis adalah kemampuan logam terhadap peristiwa-peristiwa fisika. Adapun sifat-sifat fisika tersebut antara lain adalah: a. Titik lebur Titik lebur merupakan temperatur dimana logam akan meleleh dan akhirnya mencair akibat panas yang diberikan

8 b. Kepadatan Faktor yang mempengaruhi dari kepadatan ini adalah berat dari atom dan jarak antar atom dari unsur-unsur pembentuknya. Semakin rapat jarak antar atom, maka nilai kepadatannya semakin tinggi. c. Daya hantar panas Merupakan kemampuan logam menghantarkan panas. Pada aplikasinya dibedakan menjadi konduktor, semi konduktor dan isolator. Daya hantar panas ini sebanding dengan kemampuan material untuk mengalirkan listrik. d. Daya hantar listrik Merupakan kemampuan logam untuk dialiri maupun mengalirkan arus listrik. Daya hantar listrik pada aplikasinya dibedakan menjadi konduktor, semikonduktor, dan isolator. 3. Sifat kimia Sifat kimia merupakan kemampuan dari setiap logam terhadap reaksireaksi kimia. Pada umumnya sifat ini diindikasikan sebagai daya tahan terhadap karat pada suatu logam. 2.2 Struktur Logam Sifat-sifat yang dimiliki logam akan berpengaruh dalam penggunaan logam, hal inilah yang merupakan dasar dari pemilihan bahan. Sifat-sifat yang dimiliki setiap logam sangatlah berbeda karena adanya perbedaan unsur-unsur penyusun serta paduan yang akan membentuk struktur mikronya.

9 Unsur adalah material yang independen dan murni tanpa pengotor atau unsurunsur lain. Unsur-unsur tersusun atas atom-atom yang mempunyai inti dan elektron. Inti atom bermuatan positif (+) yang terdiri dari neutron dan proton, sedangkan elektron sendiri bermuatan negatif (-). Karena adanya muatan ini setiap unsur akan saling tarik menarik sehingga mencapai kondisi yang stabil atau netral. Karena adanya gaya tarik menarik antar atom, maka atom-atom logam akan membentuk persenyawa satu dengan yang lain. Persenyawaan ini akan membentuk suatu bagan geometrik tertentu dalam keadaan padat, dan disebut sebagai kristalit. Bentuk geometri dari persenyawaan logam besi dan baja biasanya berupa kubus, yang tersusun dari atom-atomnya. Bentuk geometris inti adalah BCC ( Body Center Cubic), FCC (Face Center Cubic), HCP (Hexagonal Close Pocked). Seperti terdapat pada Gambar 2.1 berikut: Gambar 2.1 Bentuk geometris kristal

10 Macam-macam struktur logam antara lain: 1. Struktur ferrite Struktur ferrite sering juga disebut besi murni. Struktur ferrite dapat berubah-ubah sifat apabila dipanaskan, perubahan tersebut antara lain : a. Besi murni atau besi alfa (α) Struktur besi murni (ferrite) atau besi alfa, dibawah suhu 723 ºC, sifatnya magnetis dan lunak serta susunan kristalnya berbentuk kubus pusat ruang (BCC), seperti terdapat pada Gambar 2.2. b. Besi beta (β) Struktur ferrite pada suhu 768 ºC - 910 ºC mulai berubah sifat dari magnetis menjadi tidak magnetis yang disebut besi beta, susunan kristalnya mulai berubah dari kubus pusat ruang (BCC) menjadi kubus pusat bidang (FCC). c. Besi gamma (besi γ) Struktur ferrite pada suhu 910 ºC - 1391 ºC mulai berubah menjadi struktur austenite (besi gamma) yang mempunyai sifat tidak magnetis serta susunan kristalnya dalam bentuk kubus pusat bidang (FCC). d. Besi delta (besi δ) Struktur ferrite yang sudah menjadi struktur austenite pada suhu 1392 ºC sampai mencair pada suhu 1539 ºC berubah menjadi besi delta yang susunan kristalnya sama dengan besi dalam bentuk kubus pusat ruang (BCC) tapi jarak antar atomnya lebih besar.

11 Gambar 2.2. Struktur ferrite pada baja lunak (Supardi, 1999:140) 2. Struktur pearlite Struktur pearlite adalah struktur yang terbentuk karena persenyawaan antara struktur ferrite dan struktur sementite yang seimbang dalam struktur pearlite,. Struktur pearlite jika dipanaskan sampai suhu 723 C akan berubah menjadi struktur austenite. Struktur pearlite seperti terdapat pada Gambar 2.3. berikut: Gambar 2.3. Struktur pearlite pada baja karbon rendah (0,25% C) (Supardi,1999:141)

12 3. Struktur sementite Struktur sementite adalah suatu senyawa kimia antara besi (Fe) dan zat arang C. Struktur sementite dengan rumus kimia Fe3C yang terdiri 3 atom Fe yang mengikat sebuah atom zat arang C menjadi sebuah molekul. Jika suatu logam besi mengandung zat arang lebih banyak, di dalam bahan tersebut akan terdapat struktur sementite yang lebih besar. Struktur sementite adalah struktur yang sifatnya sangat keras. Struktur sementite seperti pada Gambar 2.4 berikut: Gambar 2.4. Struktur sementite (Supardi,1999:141) 4. Struktur austenite Struktur austenite adalah struktur yang berasal dari struktur ferrite yang dipanaskan pada suhu 910 ºC-1391 ºC atau struktur pearlite yang dipanaskan pada suhu 723 ºC-1392 ºC. Struktur austenite juga disebut besi gamma (γ), sifatnya tidak magnetis. Susunan kristalnya berbentuk kubus pusat ruang (FCC).

13 5. Sruktur martensite Struktur martensite sifatnya sangat keras dengan susunan kristalnya berbentuk kubus pusat tetragonal (BCT). Sruktur martensite seperti terlihat pada Gambar 2.5. dibawah ini. Gambar 2.5. Struktur sementite pada baja karbon rendah (0,25% C) (Suratman,1994:98) 2.3 Baja Besi atau baja dihasilkan dari campuran antara besi (Fe) dan elemen pemadu, elemen pemadu utama besi atau karbon adalah karbon (C) dan juga ditambahkan unsur-unsur lain (S, P, Mg, Si, dll), namun unsur-unsur ini hanya dalam prosentase yang kecil. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1% sampai 1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi oleh prosentasenya (Amanto,1999 :22). Menurut kandungan karbonnya (C), baja karbon dapat dibedakan menjadi 3 macam antara lain:

14 a. Baja karbon rendah Baja karbon rendah merupakan bukan baja yang keras karena kadar karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensite (Amanto, 1999:33) Baja karbon rendah yaitu kurang dari 0,3 %, sering disebut juga baja ringan (mild steel). Baja ini dapat dijadikan mur, baut, ulir skrup dan lain-lain. Baja karbon rendah yang pada penelitian ini mempunyai kadar karbon 0,135%. Baja jenis karbon rendah mempunyai sifat tidak terlalu keras, cukup kuat, ulet, mudah dibentuk dan ditempa, tetapi karena kurangnya kadar karbon maka tidak dapat disepuh keras. b. Baja karbon sedang Baja karbon sedang merupakan baja dengan kandungan karbon 0,3 0,6%, cukup keras dibandingkan dengan baja karbon rendah. Baja ini memungkinkan untuk dikeraskan sebagian dengan pengerjaan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang digunakan untuk roda gigi, poros engkol, ragum dan sebagainya. c. Baja karbon tinggi Baja karbon tinggi mempunyai kandungan karbon 0,6 1,5%, baja ini sangat keras namun keuletannya rendah, biasanya digunakan untuk alat potong seperti gergaji, pahat, kikir dan lain sebagainya. Karena baja karbon tinggi sangat keras, maka jika digunakan untuk produksi harus dikerjakan dalam keadaan panas.

15 2.4 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Baja Baja yang hanya mengandung unsur C tidak akan memiliki sifat seperti yang diinginkan, dengan penambahan unsur-unsur paduan seperti Si, Mn, Ni, Cr, V, W, dan lain sebagainya dapat menolong untuk mencapai sifat-sifat yang diinginkan. Penambahan beberapa unsur paduan spesifikasi terhadap sifat baja antara lain: a. Unsur Silikon (Si) Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan jumlah kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh kenaikan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis (laju pendinginan minimal yang dapat menghasilkan 100% martensite) b. Unsur Mangan (Mn) Unsur Mangan dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoxider (pengikat O2) sehingga proses peleburan dapat berlangsung baik. Kadar Mn yang rendah dapat menurunkan kecepatan pendinginan kritis. c. Nikel (Ni) Nikel memberi pengaruh sama seperti Mn yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Ni membuat struktur butiran menjadi halus dan menambah keuletan. d. Unsur Krom (Cr) Unsur krom meninggikan kekuatan tarik dan keplastisan, menambah mampu keras, meningkatkan tahan korosi dan tahan suhu tinggi. e. Unsur Vanadium (V) dan Wolfram (W) Unsur Vanadium dan Wolfram membentuk karbidat yang sangat keras dan memberikan baja dengan kekerasan yang tinggi, kemampuan potong dan

16 daya tahan panas yang cukup tinggi pada baja yang sangat diperlukan untuk pahat potong dengan kecepatan tinggi. 2.5 Pengujian Kekerasan Vickers Pengujian kekerasan logam adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat kekerasan yang dimiliki oleh suatu logam. Tingkat kekerasan logam didasarkan pada standar satuan yang baku. Satuan baku yang disepakati dan diakui oleh standar industri ada tiga metode pengujian kekerasan yaitu: penekanan, goresan dan dinamik. Penjelasan tentang metode pengujian kekerasan yaitu: a. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh industri permesinan, hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut bila dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan yang lainnya. b. Pengujian kekerasan yang menggunakan metode penekanan ini ada tiga jenis yaitu pengujian kekerasan metode rockwell, brinnel dan Vickers. c. Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Artinya ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji dan karena pengaruh pembebanan tersebut, benda uji mengalami deformasi. Seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu dengan metode penekanan. Metode penekanan tersebut

17 ada tiga jenis metode yaitu Rockwell, Brinnel dan Vickers, yang masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penekanan yaitu metode Vickers. Pada pengukuran kekerasan menurut Vickers sebuah intan yang berbentuk limas (piramid), kemudian intan tersebut ditekankan pada benda uji dengan suatu gaya tertentu, maka pada benda uji terdapat bekas ijakan dari intan ini. Bekas ijakan ini akan lebih besar apabila benda uji tersebut semakin lunak dan bila beban penekanan bertambah berat. Gambar 2.6 Prinsip pengukuran mikro Vickers (Supardi, 1999:58) Perhitungan kekerasan didasarkan pada panjang diagonal segi empat bekas injakan dan beban yang digunakan. Nilai kekerasan hasil pengujian metode Vickers disebut juga dengan kekerasan HV atau VHN (Vickers Hardness Numbers) yang besarnya : VHN = Dimana : P = Beban tekan yang diberikan (kgf) d = Panjang diagonal bekas injakan (mm)

18 Gambar 2.7 Alat uji kekerasan (www.google.com) Adapun keuntungan dari metode pengujian Vickers adalah : a. Dengan pendesak yang sama, baik pada bahan yang keras maupun lunak nilai kekerasan suatu benda uji dapat diketahui. b. Penentuan angka kekerasan pada benda-benda kerja yang tipis atau kecil dapat diukur dengan memilih gaya yang relatif kecil. Pengujian mikro Vickers adalah metode pengujian kekerasan dengan pembebanan yang relatif kecil yang sulit dideteksi oleh metode makro Vickers. Pada penelitian ini menggunakan metode mikro Vickers karena untuk mengetahui seberapa besar nilai kekerasan pada permukaan benda uji hasil dari proses heat treatment, sehingga pembebanan yang dibutuhkan juga relatif kecil yaitu berkisar antara 10 sampai 1000 gf.

19 2.6 Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan terhadap batang uji yang standar. Pada bagian tengah batang uji merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform, dan pada bagian ini diukurkan panjang uji (gauge length), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan. Gambar 2.8 Seperangkat mesin uji tarik hydraulic (www.google.com) Dasar yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tarik dari suatu material adalah kurva tegangan dan regangan. Donan (1952) menyatakan, The parameters which are used to describe the stress - strain curve of metals are the tensile strength, yield strength, percent elongation and reduction of area. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa komponen-komponen utama dari kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum (tensile strength), tegangan luluh dari material, regangan yang terjadi saat penarikan dan pengurangan luas penampang.

20 Proses memudahkan dalam mengetahui kekuatan tarik dari suatu bahan, diadakan pengujian tarik pada bahan tersebut. Pengujian tarik dilakukan dengan memberikan suatu gaya tarik pada suatu spesimen yang bentuk dan ukurannya standar. Pembuatan spesimen disesuaikan dengan bentuk awal bahannya. Apabila bahan awal bebentuk silindris maka spesimen tariknyapun dikerjakan dengan proses permesinan sehingga berbentuk silindris pula, demikian juga untuk bahan yang berbentuk plat, maka spesimen tariknya akan berbentuk plat pula dengan dimensi-dimensi yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran dari pengujian tarik adalah suatu kurva yang memberikan hubungan antara gaya yang dipergunakan dan perpanjangan yang dialami oleh spesimen. Sifat mekanik pertama yang dapat diketahui berdasarkan kurva pengujian tarik yang dihasilkan adalah kekuatan tarik maksimum yang diberi simbol σu simbol u didapat dari kata ultimate yang berarti puncak. Jadi besarnya kekuatan tarik ditentukan oleh tegangan maksimum yang diperoleh dari kurva tarik. Tegangan maksimum ini diperoleh dari : dimana P u = beban maksimum A o = luas Penampang awal Sifat mekanik yang kedua adalah kekuatan luluh yang diberi simbol σ y dimana y diambil dari kata yield atau luluh. Kekuatan luluh dinyatakan oleh suatu tegangan yang merupakan pembatas dari tegangan yang memberikan regangan elastis saja dengan tegangan yang memberikan tegangan elastis bersama plastis. Titik luluh

21 adalah suatu titik perubahan pada kurva pada bagian yang berbentuk linier dan tidak linier. Pada kurva tarik baja karbon rendah atau baja lunak batas ini mudah terlihat, tetapi pada bahan lain batas ini sukar sekali untuk diamati oleh karena daerah linier dan tidak linier bersambung secara berlanjut. Oleh karena itu untuk menentukan titik luluh diambil dengan metoda offset yaitu suatu metoda yang menyatakan bahwa titik luluh adalah suatu titik pada kurva yang menyatakan dicapainya regangan plastis sebesar 0,2 %. Gamabar 2.9 Diagram tegangan regangan a. Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastis misalnya besi cor b. Bahan ulet dengan titik luluh misalnya pada baja karbon rendah c. Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas misalnya alumunium. Diperlukan metode off set untuk mengetahui titik luluhnya. d. Kurva tegangan regangan sesungguhnya regangan-tegangan nominal σp = kekuatan patah, σu = kekuatan tarik maksimum, σy = kekuatan luluh, ef = regangan sebelum patah, x = titik patah, YP = titik luluh

22 Sifat yang ketiga adalah modulus elastisitas. Modulus elastisitas biasa disebut sebagai modulus Young dan dinyatakan dengan simbol E. Sifat ini menyatakan kekakuan dari suatu bahan yang didalam kurva tarik menyatakan hubungan yang linier dari tegangan dan regangan. Daerah linier pada daerah tersebut mempunyai persamaan : dimana E adalah modulus elastisitas atau modulus Young dan e adalah regangan yang terjadi. Sifat yang keempat yang bisa didapatkan dari pengujian tarik adalah keuletan saat patah. Keuletan ini dinyatakan dengan regangan maksimum yang bisa dicapai oleh bahan, yaitu pada saat patah. Semakin besar regangan yang bisa dicapai oleh bahan, semakin ulet bahan tersebut. Regangan (e) merupakan perbandingan antara perpanjangan yang terjadi dengan panjang awal dari spesimen dan dirumuskan dengan dimana l f = panjang saat patah l 0 = panjang saat awal pembebanan Sifat kelima adalah reduksi penampang atau reduction of area pada saat patah. Sebenarnya sifat ini erat kaitannya dengan regangan yang dialami oleh bahan. Sifat ini dinyatakan dengan persamaan :

23 dimana A 0 = luas penampang awal A f = luas pemapang patah q = reduksi penampang Saat spesimen mengalami patah, maka akan terbentuk suatu penampang patah yang bentuknya dapat diklasifikasikan menurut bentuk teksturnya. Jenis-jenis perpatahan menurut bentuknya adalah simetri, kerucut mangkok (cup cone), rata dan tak teratur bermacam-macam bentuk tekstur adalah silky (seperti sutera), butir halus, butir kasar atau granular, berserat (fibrous), kristalin, glassy (seperti kaca) dan pudar Gambar 2.10 Bentuk penampang patahan Tujuan pengujian tarik untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahanperubahan dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Kekuatan tarik maksimum (Ultimate tensile strength) adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji (spesimen) 2.7 Pengujian Struktur Mikro Struktur mikro pada material dapat dilihat dengan menggunakan alat khusus salah satunya yaitu mikroskop logam. Pada pengujian struktur mikro, benda kerja haruslah rata dan datar kemudian digosok menggunakan ampelas dengan

24 kekasaran dari yang kasar (nomor ampelas kecil) sampai dengan ampelas yang paling halus (nomor ampelas besar), pengampelasan yang baik akan menghasilkan permukaan benda kerja dan rata, setelah pengampelasan benda kerja maka diteruskan dengan pemolesan dengan bubuk penggosok agar permukaan benda kerja rata, halus dan terlihat mengkilap. Gambar 2.11 Mesin amplas Proses selanjutnya dengan mencelupkan benda kerja kedalam larutan khusus yang disebut etsa (campuran 2,5% HNO3 dengan 97,5% alkohol) selama kurang lebih 5 detik dengan penjepit yang tahan karat, larutan ini berfungsi untuk mengkorosikan batas lapisan butir. Benda kerja kemudian dikeringkan dan difoto dengan mikroskop logam pembesaran tertentu. Pengujian struktur mikro bertujuan untuk memberikan informasi tentang bentuk struktur mikro benda kerja. Gambar 2.12 Alat uji foto mikro

25 2.8 Perlakuan Panas Heat Treatment atau Perlakuan Panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau merubah komposisi kimia logam yang bersangkutan. Secara umum perlakuan panas terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu. Gambar 2.13 Proses heat treatment time Secara umum perlakuan panas diklasifikan dalam 2 jenis : Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan) Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Near Equilibrium ini diantaranya adalah untuk melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan tegangan dalam dan memperbaiki machineability. Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium, misalnya: Full Annealing (annealing), Stress relief Annealing, Process annealing, Spheroidizing, Normalizing dan Homogenizing.

26 Non Equilirium (Tidak setimbang) Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Non Equilibrium ini adalah untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, misalnya: Hardening, Martempering, Austempering, Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening) Perlakuan panas memiliki acuan terhadap pengaturan suhu untuk pemanasan maupun pendinginan material yakni berdasarkan kandungan karbon dari baja. Hal tersebut dapat dilihat menggunakan diagram fasa Fe-Fe3C. Perubahan sifat yang terjadi pada proses perlakuan panas disebabkan karena adanya pertumbuhan fasa pada saat pemanasan dan transformasi fasa pada saat pendinginan. Hal tersebut tidak akan pernah terlepas dari temperatur. Diagram yang menyajikan tentang hubungan antara temperatur dimana terjadinya perubahan fasa pada saat proses pemanasan dan pendinginan lambat dengan kadar karbon disebut diagram fasa. Diagram Fasa Fe-Fe3C sangatlah penting, khususnya dalam proses perlakuan panas, diagram ini menjadi dasar atau pedoman untuk mengetahui fasa apa yang akan terbentuk pada saat kita melakukan pemanasan. Dari diagram ini juga diketahui garis transformasi fasa dan titik komposisi tertentu dari baja.

27 Gambar 2.14 Diagram fasa Fe-Fe 3 C 2.9 Quenching Menurut Edih Supardi (1999) dasar pengujian pengerasan pada bahan baja yaitu suatu proses pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur keras yang disebut martensit. Martensit yaitu fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau mempunyai bentuk kristal Body Centered Tetragonal (BCT)

28 Gambar 2.12 Diagram TTT Makin tinggi derajat kelewatan jenuh karbon, maka makin besar perbandingan satuan sumbu sel satuannya, martensit makin keras tetapi getas. Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan masih larut dalam keadaan padat. Pemanasan harus dilakukan secara bertahap (preheating) dan perlahan-lahan untuk memperkecil deformasi ataupun resiko retak. Setelah temperatur pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu (holding time) kemudian didinginkan cepat. Baja canai panas dengan cara pendinginan lambat mempunyai struktur perlit dengan ferit bebas atau sementit bebas, hal ini tergantung pada kandungan karbon. Tahap pendinginan lambat pada baja mengakibatkan suatu keadaan yang relatif lunak atau plastis. Untuk menambah kekerasan baja, dapat dilakukan dengan pengerjaan yang dimana baja dipanaskan sampai suhu 850ºC kemudian didinginkan secara cepat (quenching). Tujuan pengerjaan ini dengan maksud

29 pengerasan baja adalah mendinginkan atau melindungi suatu perubahan austenitic dari pada pendinginan lain sampai temperatur mendekati 79ºC. Jika berhasil mendinginkan austenitic sampai 79ºC akan berubah dengan cepat ke suatu struktur yang keras dan relatif rapuh yang dikenal martensit untuk itu pengerjaan kedua dalam pengerasan baja yaitu pendinginan cepat (quenching) dari austenitic yang menghasilkan struktur martensit.