DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPMEN NO. 92 TH 2004

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

Frendy Sinaga

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

ABSTRACT. * Tulisan ini bukan merupakan ringkasan skripsi **

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

Suwardjo,SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Perselisihan Hubungan Industrial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NO.KEP.15A/MEN/1994 TENTANG

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) merupakan

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA PADANG SKRIPSI

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial

PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia mampu menjalani kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kerja dalam menangani persoalan yang berkaitan dengan perselisihan tenaga kerja menjadi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh :

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

BAB III PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

SERI 1 KEPASTIAN HUKUM SERI 2 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

ALTERNATIF PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN. Akbar Pradima Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

Kasus Drydocks, Batam

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN KERJA DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Pengusaha dan Pekerja. dijelaskan pula bahwa Pengusaha adalah :

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA PT. TRICON BANGUN SARANA DI JAKARTA UTARA

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

Transkripsi:

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SEMARANG Andry Sugiantari*, Solechan., Suhartoyo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro E-mail : andrygendut@rocketmail.com Abstrak Hubungan yang harmonis di antara pekerja dan pengusaha sangat perlu ditumbuhkan serta dijaga. Namun jika keadaan harmonis tersebut tidak dapat diciptakan dan berujung pada timbulnya konflik yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak maka hal ini dapat menimbulkan kekacauan di perusahaan. Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pelaksanaan hubungan industrial melalui mediasi di Disnakertrans Kota Semarang serta bagaimanakah kendala yang dihadapi oleh mediator dalam pelaksanaan penyelesaian hubungan industrial melalui mediasi dan upaya apakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Kata Kunci: Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Mediasi, Disnakertrans Kota Semarang Abstract The harmonic relation between the employers and the enterpreuner is very important to be arises and preserves. However if the harmonic situation couldn t made dan ended in unresolved problem, it can make a chaos in the enterprise. The problem in this research is implementation the settlement of industrial dispute trough mediation in Disnakertrans Semarang and how mediator facing the obstacle within implementation the settlement of industrial dipute trough mediation and efforts to facing the obstacle. Keyword: Industrial Relation Dispute Settlement, Mediation, Disnakertrans Semarang I. PENDAHULUAN Hubungan Industrial adalah suatu system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1 Hubungan industrial di Indonesia 1 Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dipengaruhi banyak faktor. Kondisi internal perusahaan memainkan peran sangat penting untuk menentukan hubungan antara pekerja/ serikat pekerja dengan pengusaha, kondisi kerja (working condition), dan budaya di dalam perusahaan (corporate culture), juga kondisi eksternal perusahaan, yaitu eksistensi pemerintah dalam memainkan tugas dan fungsinya sebagai regulator yang bertindak membuat perundang-undangan sebagai alat untuk mengontrol sistem 1

hubungan industrial baik pada tingkat mikro perusahaan, asosiasi serikat pekerja dan organisasi yang memiliki kepentingan (interest groups) untuk memperjuangkan kelompoknya masing-masing. 2 Tujuan hubungan industrial pada akhirnya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja serta pengusaha, di mana tujuan ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. 3 Kurang baiknya pelaksanaan hubungan industrial dan jaminan sosial pekerja di suatu unit usaha serta lemahnya perlindungan pekerja baik oleh pengusaha maupun pemerintah akan berakibat terhambatnya upaya mengoptimalkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, ketiga hal tersebut harus didorong sebagai bagian dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Di Indonesia, masalah ketenagakerjaan yang menyangkut hal-hal tersebut sangat memprihatinkan. Kurang harmonisnya hubungan industrial, masih rendahnya jaminan sosial dan lemahnya perlindungan terhadap pekerja, sangat jelas terlihat dengan masih tingginya tingkat mogok kerja dan pemutusah hubungan kerja. Hubungan yang harmonis di antara pekerja dan perusahaan sangat perlu ditumbuhkan serta dijaga. Namun jika keadaan harmonis tersebut tidak dapat diciptakan dan berujung pada 2 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 38 3 Lalu Husni, Loc. cit. timbulnya konflik yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak maka hal ini dapat menimbulkan kekacauan di perusahaan. Untuk mewujudkan hubungan harmonis yang dicita-citakan oleh kedua pihak, diperlukan saatu sikap sosial yang mencerminkan persatuan nasional dan kesatuan, serta sifat kegotongroyongan, toleransi, tenggang rasa, terbuka, bantu-membantu, dan mampu mengendalikan diri. Selain itu, pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis perlu didukung dengan adanya: 1. Forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah antara pengusaha dan pekerja/buruh; 2. Kejelasan antara hak dan kewajiban yang dituangkan ke dalam bentuk KKB; 3. Sarana dan Fasilitas yang mendukung, seperti sarana ibadah, koperasi karyawan, serta sarana olahraga dan rekreasi; 4. Lembaga penyelesaian perselisihan; dan 5. Peningkatan keterampian dan keahlian. 4 Dalam bidang ketenagakerjaan 5 pokok pangkal perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha pada umumnya berkisar pada: 1. Pengupahan; 2. Jaminan sosial; 4 Abdul Khakim, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, (Bandung: Citra Aditya bakti, 2010), hlm. 17 5 Zaeni Asyhadie, HUKUM KERJA Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 145 2

3. Perilaku penugasan yang terkadang tidak sesuai dengan kepripadian; 4. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasa kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban; 5. Adanya masalah pribadi. 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mensyaratkan adanya penyelesaian secara bertahap. Dimulai dari penyelesaian oleh para pihak secara kooperatif ditingkat perusahaan melalui penyelesaian bipartit dan melalui perantara atau pihak ketiga melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Penyelesaian seperti ini disebut dengan penyelesaian perselisihan di luar pengadilan (non-litigasi) atau Alternative Dispute Resolution (ADR), yang dalam masyarakat Indonesia telah dikenal sejak lama dengan musyawarah untuk mufakat. Perundingan bipartit apabila gagal atau tidak tercapai kesepakatan, atau salah satu pihak menolak untuk berunding 7, kedua belah pihak atau salah satu pihak mencatatkan perselisihan tersebut kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti-bukti upaya perundingan bipartit yang telah dilakukan. Selanjutnya setelah menerima pencatatan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak, instansi ketenagakerjaan setempat 6 Ibid., hlm. 127-128 7 Ugo dan Pujiyo, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ( Tata Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa perburuhan), (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 59 melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator, untuk diselesaikan melalui mediasi. Dari uraian di atas maka permasalahan yang dapat disusun antara lain: 1. Bagaimana pelaksanaan hubungan industrial melalui mediasi di Disnakertrans Kota Semarang? 2. Bagaimanakah kendala yang dihadapi oleh mediator dalam pelaksanaan penyelesaian hubungan industrial melalui mediasi dan upaya apakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut? II. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris. Metode pendekatan penelitian yuridis empiris 8, yaitu pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis tentang sejauh manakah suatu peraturan/perundang-undangan atau hukum berlaku secara efektif dalam masyarakat. Dalam penelitian yang menggunakan metode pendekatan yuridis empiris ini, data primer dapat ditemukan langsung dalam masyarakat atau dalam praktek yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan maksud mengetahui penerapan peraturan di bidang ketenagakerjaan dalam kaitannya 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo, 2001), hlm 13-14 3

dengan pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis 9 berusaha menggambarkan realitas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, untuk selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum, khususnya Hukum Ketenagakerjaan berkenaan dengan persoalan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data guna memperoleh data yang objektif dan akurat, yaitu dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode analisis kualitatif, yaitu memusatkan perhatian pada prinsip prinsip umum yang mendasari perwujudan satuansatuan gejala yang di dalam masyarakat dengan melakukan observasi dan wawancara. 10 Dalam hal ini penulis memberikan gambaran dan penjelasan mengenai pokok-pokok permasaahan yang bersangkutan, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada. 9 Soemotro Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), Hlm 10 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), Hlm 20. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi Di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah suatu penyelesaian perkara yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak, yang akan berfungsi sebagai mediator. Mediator dalam hal ini adalah pegawai instansi pemerintah (pegawai negeri sipil) di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan yang menjadi kewenangannya. Sebagai suatu pihak di luar perkara, mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, mediator berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak yang bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok persoalan yang disengketakan oleh para pihak. Berdasarkan KEPMEN No.92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja Mediasi, untuk menjadi mediator, seseorang harus memenuhi persyaratan yaitu : 4

1. Pegawai Negeri Sipil pada instansi/dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; 2. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3. Warga Negara Indonesia; 4. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter; 5. Menguasai peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan; 6. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; 7. Berpendidikan sekurangkurangnya Strata Satu (S1); dan 8. Memiliki legitimasi dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk mendapatkan legitimasi sebagaimana yang dimaksud di atas, seorang atau individu yang ingin menjadi mediator harus: 1. Telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan teknis hubungan industrial dan syarat kerja yang dibuktikan dengan sertifikat dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2. Telah melaksanakan tugas di bidang pembinaan hubungan industrial sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun setelah lulus pendidikan dan pelatihan teknis hubungan industrial dan syarat kerja. Pelaksanaan mediasi dilakukan dalam hal hak, kepentingan, penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan antara serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Penyelesaian melalui mediasi dapat dilaksanakan apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak telah mencatatkan perselisihan di Disnakertrans Kota Semarang dengan disertai bukti bahwa perselisihan telah diselesaikan secara bipartit. Dalam menjalankan tugasnya, mediator memiliki kewajiban sebagai berikut: 1. Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan; 2. Mengatur dan memimpin mediasi; 3. Membantu membuat perjanjian bersama, apabila tercapai; 4. Membuat anjuran secara tertulis, apabila tidak tercapai kesepakatan; 5. Membuat risalah hubungan industrial; 6. Membuat laporan hasil hubungan industrial. Selain kewajiban diatas, seorang mediator juga memiliki kewenangan sebagai berikut: 1. Menganjurkan kepada para pihak yang berselisih untuk berunding terlebih dahulu dengan itikad baik sebelum dilaksanakan mediasi; 5

2. Meminta keterangan, dokumen, dan surat-surat yang berkaitan dengan perselisihan; 3. Mendatangkan saksi atau saksi ahli dalam mediasi apabila diperlukan; 4. Membuka buku dan meminta surat-surat yang diperlukan dari para pihak dan instansi atau lembaga terkait; 5. Menerima atau menolak wakil para pihak yang berselisih apabila ternyata tidak memiliki surat kuasa; 6. Membuat anjuran, dimana anjuran tersebut tidak memiliki kekuatan eksekusi. Penyelesaian melalui mediasi dapat dilaksanakan apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak telah mencatatkan perselisihan di Disnakertrans Kota Semarang dengan disertai bukti bahwa perselisihan telah diselesaikan secara bipartit. Pengaduan perselisihan hubungan industrial dari salah satu pihak atau para pihak setelah diterima oleh Disnakertrans Kota Semarang, Disnakertrans Kota Semarang wajib memberikan pilihan untuk menyelesaikan penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Apabila para pihak dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja tidak menetapkan pilihan, maka Disnakertrans melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator yang dilaksanakan dengan surat penunjukan mediator. 1. Dalam waktu selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permohonan dari para pihak, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. Dalam hal terjadi kesepakatan dalam penyelesaian melalui mediasi, maka dibuatlah perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan disaksikan oleh mediator dan kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama. Namun apabila mediasi tidak mencapai kesepakatan, mediator membuat anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama kepada para pihak. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak. Anjuran mediator memuat: a. Nama Perusahaan; b. Alamat Perusahaan; c. Nama Pekerja; d. Alamat Pekerja; e. Permasalahan; f. Tanggal dan tempat mediasi; 6

g. Keterangan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh; h. Keterangan Pengusaha; i. Keterangan saksi/saksi ahli (bila ada); j. Pertimbangan hukum dan kesimpulan mediator; k. Isi anjuran. 2. Para pihak dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak menerima anjuran tersebut sudah harus memberikan jawaban kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran yang dibuat mediator; 3. Jika para pihak tidak memberikan pendapatnya, mereka dianggap menolak anjuran tertulis; 4. Jika para pihak menyetujui anjuran yang dibuat oleh mediator, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihakpihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Apabila perjanjian bersama yang telah didaftarkan tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan untuk mendapat penetapan eksekusi. Jika pemohon eksekusi berdomosili di luar pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian bersama, pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berwenang untuk melaksanakan eksekusi. B. Kendala yang Dihadapi Mediator Dalam Pelaksanaan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi dan Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala- Kendala Tersebut Kendala yang dihadapi oleh mediator dalam pelaksanaan hubungan industrial adalah: 1. Kurangnya kesadaran pengusaha untuk memberikan hak-hak pekerja sesuai ketentuan. Pengusaha terkadang merasa memiliki kekuasaan sehingga pengusaha sering menghilangkan azas itikat baik dalam penyelesaian sengketa, selain itu pengusaha juga sering mengulur waktu saat di undang untuk melaksanakan mediasi; 7

2. Tidak adanya perangkat atau regulasi yang dapat memaksa para pihak terutama pengusaha untuk hadir dalam sidang mediasi, sehingga mediator merasa sulit mendatangkan pengusaha untuk hadir dalam pertemuan atau sidang mediasi yang diadakan oleh Mediator; 3. Sikap egois dari para pihak dalam mencari jalan keluar atau pemecahan masalah. Dengan munculnya sikap egois dari para pihak ini berdampak pada proses pemecahan masalah yang berlangsung kaku dan berbelit-belit ; 4. Terbatasnya ruang sidang; 5. Alat-alat penunjang yang kurang memadai. alat penunjang yang kurang memadai seperti komputer, telepon, dan kebutuhan administrasi lainnya yang didahulukan dalam pembuatan peraturan, risalah, pembuatan anjuran, dan pemanggilan para pihak juga menjadi hambatan bagi mediator. Di Disnakertrans Kota Semarang hanya terdapat 2 ( dua ) ruang sidang, 3 unit komputer, dan 1 unit telpon. Keterbatasan ruang sidang serta alat-alat penunjang ini dirasa menghambat kinerja mediator dalam melakukan sidang mediasi dan kurang memadai untuk kebutuhan administrasi.; 6. Jumlah mediator tidak sesuai dengan jumlah perselisihan hubungan industrial yang begitu banyak di Kota Semarang. Mediator di Disnakertrans Kota Semarang yang hanya berjumlah 3 ( tiga ) orang tidak sebanding dengan jumlah kasus yang masuk ke Disnakertrans Kota semarang yang jumlahnya ratusan per-tahun; Upaya yang dilakukan oleh mediator untuk mengatasi kendala-kendala tersebut adalah: 1. Memberikan kesadaran kepada pengusaha khususnya untuk memahami peraturan perundangundangan ketenagakerjaan yang berlaku; 2. Meningkatkan kinerja dan pemerataan atas tugas setiap mediator. Dengan jumlah mediator yang ada saat ini maka mediator lebih bekerja keras baik dalam melakukan pembinaan keperusahaan, melakukan pencegahan terjadinya perselisihan hubungan industrial maupun dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. dilakukan pemerataan tugas dengan menyesuaikan jumlah kasus yang ditangani oleh setiap mediator agar kasus yang ditangani oleh setiap mediator seimbang dengan mediator lainnya; 3. Melakukan konsolidasi hubungan industrial dengan menghadirkan pengusaha dan pekerja guna membahas 8

mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta upaya menciptakan kondisi hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan; 4. secara insidentil, mediator juga melakukan pembinaanpembinaan ke perusahaanperusahaan di Kota Semarang terutama perusahaan yang terindikasi terjadi keresahan. Pembinaan yang dilakukan oleh mediator ini dilakukan dengan mengunjungi perusahaan dan membicarakan keresahan yang terjadi pada perusahaan tersebut bersama pekerja dan pengusaha guna membantu memberikan pemahaman mengenai peraturan ketenagakerjaan yang terkadang informasi tersebut didapat pekerja hanya melalui media sosial saja; 5. Mediator memberikan kesempatan kepada pengusaha maupun pekerja untuk berkonsultasi mengenai hubungan industrial; 6. Melakukan pemberdayaan terhadap serikat pekerja/serikat buruh sehingga mereka memiliki bekal yang cukup mengenai materi undang-undang ketenagakerjaan, teknik negosiasi, serta upaya menciptakan peran serikat pekerja/serikat buruh dalam mewujudkan ketenangan kerja dan keharmonisan di dalam perusahaan; 7. Melakukan pembinaan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama. Pengusaha yang memiliki minimal 10 ( sepuluh ) pekerja harus membuat peraturan perusahaan sebagai rujukan dalam melaksanakan hubungan industrial di perusahaan maupun sebagai rujukan dalam menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial; 8. Melakukan penyelesaian mogok kerja dan unjuk rasa. Jika ada pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh yang akan melaksanakan unjuk rasa maupun mogok kerja, maka mediator membantu melakukan pencegahan maupun pembinaan agar tidak terjadi. Namun apabila pada akhirnya unjuk rasa maupun mogok kerja tetap terjadi maka tetap dilakukan mediasi IV. DAFTAR PUSTAKA Ashshofa, Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta Husni, Lalu. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubngan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo 9

Soemotro, Ronny Hanitijo. 1998. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika Ugo dan Pujiyo. 2011. Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Tata Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa perburuhan). Jakarta: Sinar Grafika 10