BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GAMBARAN SUBJEK DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 132

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

ITEM VALID (ANGKET KEHARMONISAN KELUARGA ISLAMI) Variabel Sub Variabel Indikator Item Valid Total (+) (-) keluarga

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab 3. Seperti yang telah dijelaskan pada bab satu, bahwa penulis akan menganalisis

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian.

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

LAMPIRAN 1. Angket Pola Asuh Orangtua. 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 4. Kelas : 5. Pendidikan Orangtua :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. Punk merupakan sebuah budaya yang lahir di Negara inggris, pada awal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perhatian serius bagi orang tua yang tidak menginginkan anak-anaknya. tumbuh dan berkembang dengan pola asuh yang salah.

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. positif pula. Menurut Ginnis (1995) orang yang optimis adalah orang yang merasa

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelacuran adalah salah satu penyakit masyarakat yang sudah ada sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV. ANALISIS MOTIVASI BELAJAR SISWA MTs NURUL QOMAR KERGON PEKALONGAN DALAM KELUARGA BROKEN HOME

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 SKALA PENELITIAN PENYESUAIAN SOSIAL A-2 SKALA PENELITIAN PENERIMAAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB III BEBERAPA UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBINA EMOSI ANAK AKIBAT PERCERAIAN. A. Fenomena Perceraian di Kecamatan Bukit Batu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

DAMPAK TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA, KESEMPATAN BELAJAR DAN AKTIVITAS BERORGANISASI TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP KECAMATAN BLORA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

#### Selamat Mengerjakan ####

Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk. : Andri Sudjiyanto

ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal Paul Suparno, S.J.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. persiapan untuk kehidupan yang baik dikemudian hari, oleh karena itu banyak orang tua

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan pada individu yang sedang tumbuh dan berkembang (Yusuf,

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil Seluruh Subyek Hasil penelitian dengan mengunakan metode wawancara, tes

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

BAB V PENUTUP. belum baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kecenderungan tingginya angka putus

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB III DESKRIPSI TENTANG LOKASI, KONSELOR, KLIEN DAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II HUBUNGAN SOSIAL KELOMPOK USIA 5-6 TAHUN DAN SENTRA IMAN DAN TAQWA. A. Perkembangan hubungan sosial kelompok usia 5-6 tahun

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas

Transkripsi:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin punya uang sendiri, dan peluang kerja informal tanpa keahlian khusus. Impian bebas dialami pada subjek I dan subjek II. Pada subjek I, subjek merasa tertekan jika berada dirumah karena sikap pilih kasih yang ditunjukkan oleh ayah tiri subjek. Selain itu sikap tetangga atau warga di sekitar rumah subjek yang menganggap diri subjek tidak baik, karena tingkah laku subjek yang dianggap dapat mempengaruhi anak-anak lainnya. Hal-hal tersebut membuat subjek menjadi lebih bebas tinggal di jalanan karena bebas dari sikap pilih kasih ayah tiri subjek, dan sikap benci dari tetangga subjek. Pada subjek II, subjek merasa kesepian jika berada dirumah, karena ditinggal bekerja oleh ibunya dan adik subjek dititipkan di tetangga subjek. Subjek merasa bebas tinggal di jalanan karena banyak teman dan terhindar dari rasa kesepian lagi. Faktor internal berikutnya adalah ingin punya uang sendiri. Faktor ini dialami oleh ketiga subjek. Subjek I merasa ingin punya uang sendiri agar tidak perlu terus menerus meminta uang kepada orang tua subjek, karena penghasilan orang tua subjek yang terbatas dan subjek merasa malu jika sudah besar dan masih meminta uang kepada orang tua. Begitu juga dengan subjek II, penghasilan ibu subjek tidak cukup jika harus 109

menghidupi kedua anaknya karena masih membutuhkan pengeluaran banyak untuk adik subjek yang masih kecil, sehingga subjek mencari uang sendiri agar bisa memenuhi kebutuhan diri subjek. Sedangkan pada subjek III, subjek ingin punya uang sendiri agar bisa membantu ibu subjek untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Kemudian faktor internal yang ketiga adalah peluang kerja informal tanpa keahlian khusus. Hal ini dikarenakan pada diri subjek menganggap bahwa mereka tetap bisa hidup di jalanan, walaupun tanpa bekal pendidikan maupun keterampilan yang cukup untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Faktor eksternal yang disebutkan pada penelitian ini adalah faktor ekonomi atau kemiskinan, dorongan keluarga, dan pola asuh orang tua yang salah, putus sekolah atau masalah sekolah, dan pengaruh teman. Faktor ekonomi atau kemiskinan dialami oleh ketiga subjek. Penghasilan yang didapat oleh orang tua subjek I, subjek II, dan subjek III sama-sama tidak mencukupi kebutuhan keluarganya. Selain itu, faktor dorongan keluarga terlihat pada subjek III. Ibu subjek meminta subjek dan ketiga adiknya untuk mencari pekerjaan di jalan. Awalnya subjek menjadi pengamen, dan sekarang subjek menjadi tukang parkir di depan Matahari Simpang Lima, adik subjek BG menjadi pengamen, dan dua adik subjek MN dan AD sebagai pengemis di perempatan lampu merah atau sepanjang jalan Pahlawan. Hal ini dilakukan ibu subjek agar anak-anaknya dapat membantu kondisi perekonomian keluarga. 110

Faktor Pola asuh orang tua yang salah dialami oleh ketiga subjek. Pada subjek I, faktor tersebut terlihat dari sikap ayah tiri subjek yang pilih kasih terhadap subjek. Sedangkan pada subjek II terlihat dari sikap ibu subjek yang tidak melarang atau mencegah subjek tinggal di jalanan, dan terkadang justru memberi subjek uang untuk sangu ketika subjek sedang tinggal di jalanan. Pada subjek III, faktor tersebut terlihat pada ibu subjek yang menyuruh dan memaksa anak-anaknya bekerja di jalan untuk membantu kondisi perekonomian keluarga. Faktor Sekolah, yaitu putus sekolah atau masalah sekolah juga terjadi pada ketiga subjek. Subjek I berhenti sekolah saat kelas VI SD menjelang ujian akhir nasional karena orang tua subjek tidak ada biaya untuk membayar uang sekolah, sehingga subjek terpaksa keluar dan belum mendapatkan ijazah kelulusan karena tidak mengikuti ujian akhir nasional. Selain itu masalah lain yang dialami subjek saat di sekolah adalah perilaku subjek yang sering berkelahi dengan temannya, tidak mengerjakan tugas atau PR yang diberikan guru kelas, dan prestasi subjek yang kurang baik. Sedangkan subjek II berhenti sekolah saat kelas VIII atau kelas 2 SMP karena subjek menjadi bandar obat-obatan terlarang. Subjek menyebarkan obat-obatan tersebut kepada temantemannya sekolahnya sampai guru subjek mengetahui perilaku subjek, dan akhirnya subjek di keluarkan dari sekolah. Pada subjek III, berhenti sekolah saat kelas IV SD, karena orang tua subjek tidak ada biaya untuk membayar dan melanjutkan sekolah subjek. Kemudian pengaruh teman terlihat pada subjek I dan subjek II. Awalnya subjek I sedang menonton pertandingan sepak bola di Gor 111

Jatidiri bersama teman-temannya, ketika akan terjadi perselesihan antar kelompok, KR yang telah menjadi anak jalanan Simpang Lima melerai perselesihan tersebut. Sejak itu subjek berkenalan dengan KR, subjek main ke Simpang Lima dan akhirnya keterusan. Setelah bergabung dengan kelompok anak jalanan Simpang Lima, teman-teman subjek terkadang suka melarang subjek jika subjek akan pulang ke rumah, dengan alasan agar tetap mengamen dan memiliki uang. Pada subjek II, sebelum menjadi anak jalanan subjek sudah terbiasa bermain dengan anak-anak jalanan Simpang Lima, sehingga subjek sudah terlebih dahulu mengenal dan terbiasa berada di daerah tersebut. Bersama dengan temantemannya di Simpang Lima sekarang subjek merasa tidak kesepian lagi seperti yang dirasakan subjek ketika masih dirumah. Dalam penelitian ini, terdapat dua faktor tambahan yang terlihat dari hasil wawancara subjek I, subjek II, dan subjek III. Dua faktor tersebut adalah Faktor Lingkungan Keluarga dan Faktor Lingkungan Sosial. Faktor Lingkungan Keluarga terlihat pada subjek II dan subjek III. Pada subjek II, subjek yang hanya tinggal bersama ibu dan adik bayinya membuat subjek merasa sepi berada di lingkungan keluarganya ketika ibu subjek pergi bekerja dan adiknya dititipkan tetangganya, sehingga subjek mencari tempat lain agar tidak merasa kesepian lagi. Pada subjek III, orang tua atau ibu subjek yang terlebih dahulu sudah menjadi pekerja jalanan menjadi turun temurun kepada anak-anaknya. Faktor Lingkungan Sosial dialami oleh subjek I dan subjek II. Subjek I merasa tertekan hidup di kampungnya, karena subjek merasa 112

orang-orang di sekitar rumahnya membenci subjek. Kebiasaan subjek pergi dari rumah untuk bermain atau menonton pertandingan sepak bola, dan diri subjek sebagai anak jalanan dianggap dapat membawa pengaruh buruk pada anak-anak lain di sekitar rumah subjek, sehingga kebanyakan orang tua melarang dan memarahi anak-anak mereka bila bermain bersama subjek. Dan pada subjek II, kondisi lingkungan sosial di sekitar rumah subjek sudah terbiasa dengan tindakan asusila seperti adanya PSK, germo, minum minuman keras, pemakaian obat-obat terlarang, dan ada beberapa anak yang juga menjadi anak jalanan. Kondisi tersebut dapat membawa pengaruh buruk bagi anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang di lingkungan tersebut, termasuk subjek. Sehingga ketika subjek menjadi anak jalanan, ibu subjek tidak mencegah atau melarang tindakan subjek karena dianggap sudah biasa terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Lebih rinci penjelasan diatas dapat dilihat dalam tabel 4 mengenai identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan anak turun menjadi anak jalanan, serta bagan 5 mengenai faktor-faktor yang menyebabkan anak turun menjadi anak jalanan pada subjek I - III. 113

Tabel 4 Identifikasi Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Turun Menjadi Anak Jalanan Subjek I - III Faktor-Faktor Penyebab Muncul / Tidak Muncul Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Keterangan Impian bebas - Subjek merasa bebas hidup di jalan karena subjek tidak bertemu ayah tirinya dan orang-orang di lingkungan rumah subjek. Subjek lebih senang berada di jalanan, karena subjek merasa lebih bebas dan bisa mencari uang. Faktor Internal Ingin punya uang sendiri Subjek tidak perlu terus menerus meminta uang kepada orang tuanya. Subjek ingin memiliki uang sendiri, karena penghasilan ibu subjek digunakan untuk memenuhi kebutuan adik subjek yg masih kecil. Subjek ingin memiliki uang agar bisa membantu kondisi ekonomi keluarga. Peluang kerja informal tanpa keahlian khusus Subjek menyukai hidup di jalan karena mencari uang di jalan dianggap mudah bagi subjek. Subjek tidak ingin mencari pekerjaan yg lebih layak, subjek tetap ingin mengamen. Subjek belum bisa mengikuti peraturan dari tempat usaha yg lebih layak, sehingga subjek kembali mencari pekerjaan di jalanan. 114

Keluarga : Faktor Ekonomi / Kemiskinan Keadaan ekonomi keluarga subjek kurang mencukupi. Penghasilan orang tua subjek kurang mencukupi kebutuhan keluarganya. Kondisi ekonomi keluarga subjek kurang mencukupi. Faktor Eksternal Dorongan Keluarga Pola asuh Orang tua yang salah - - Ibu subjek meminta subjek dan ketiga adiknya untuk bekerja di jalan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sikap ayah tiri subjek yang pilih kasih terhadap subjek dan sikap ibu yang kurang perhatian terhadap subjek. Ibu subjek tidak mencegah / melarang subjek untuk tinggal di jalanan, namun ibu subjek justru memberi subjek uang untuk sangu subjek saat tidak tinggal dirumah. Ibu subjek menyuruh dan memaksa anak-anaknya untuk bekerja dijalan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Lingkungan Keluarga - Subjek merasa sepi di rumah, sehingga subjek lebih senang berada di Simpang Lima bersama teman-temannya dan bisa melakukan kegiatan yg bisa menghasilkan uang. Ibu subjek terlebih dahulu menjadi pengemis di jalanan, kemudian subjek dan keenam saudaranya juga menjadi anak jalanan. 115

Lingkungan Sosial - Subjek merasa tertekan hidup di kampungnya karena subjek merasa orangorang disekitarnya membenci subjek. Banyak orang di lingkungan rumah subjek yg melakukan tindakan asusila. Sekolah : Putus Sekolah / Masalah Sekolah Subjek berhenti sekolah pada saat kelas VI SD, karena subjek malas / sering tida mengerjakan tugas yang diberikan guru, dan perilaku subjek yang kurang baik di sekolah. Subjek di DO dari sekolahnya karena subjek menjadi bandar obat terlarang. Subjek bersekolah sampai kelas IV SD, dan tidak melanjutkan sekolahnya karena tidak ada biaya. Teman : Pengaruh Teman - Subjek bertemu & berkenalan dengan salah satu anak jalanan Simpang Lima, kemudian ikut bergabung di tempat tersebut. Sebelum tinggal di jalanan, subjek sudah sering main bersama teman-teman sekolahnya dan anak-anak Simpang Lima. Keterangan : Tema muncul - : Tema tidak muncul 116

Bagan 5 Bagan Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Turun Menjadi Anak Jalanan Subjek I III Faktor Penyebab Internal Impian bebas : (subjek I, II) Ingin punya uang sendiri : (subjek I, II, III) Peluang kerja informal tanpa keahlian khusus : (subjek I, II, III) Remaja Anak Jalanan Faktor Penyebab Eksternal 1) Keluarga : Kemiskinan : (subjek I, II, III) Dorongan Keluarga : (subjek III) Pola asuh orang tua yg salah : (subjek I, II, III) Lingkungan Keluarga : (subjek II, III) Lingkungan Sosial : (subjek I, III) 2) Sekolah : Putus Sekolah : (subjek I, II, III) 3) Teman : Pengaruh Teman : (subjek I, II) Keterangan : Memiliki faktor : Memiliki pengaruh 117

B. PEMBAHASAN Faktor kemiskinan merupakan faktor eksternal dari keluarga yang dialami oleh ketiga subjek dikarenakan pendapatan atau penghasilan orang tua subjek tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Melalui faktor ini, memicu faktor-faktor eksternal lain seperti dorongan keluarga, pola asuh orang tua yang salah, putus sekolah, dan pengaruh teman. Selain itu juga dapat memicu faktor internal yang berasal dari diri subjek seperti keinginan subjek untuk memiliki uang sendiri melalui peluang kerja informal tanpa keahlian khusus, serta impian bebas. Shalahuddin (Shalahuddin, 2004, hal.3) menyatakan bahwa kehidupan anak jalanan terkesan membuka lembaran hitam perjalanan manusia. Anak-anak yang selayaknya menikmati dunia kanak-kanaknya dengan bermain, belajar, berkreasi, mendapatkan bimbingan dan kasih sayang keluarga, serta berkembang secara wajar dengan pertumbuhan usianya, nyatanya berada dalam situasi yang jauh berbeda. Anak-anak telah terpaksa atau dipaksa untuk mengarungi hidup yang berat, syarat konflik, penuh nuansa kekerasan dan eksploratif. Anak-anak dipaksa berposisi sebagai orang dewasa kecil yang harus berjuang keras mengembangkan taktik-taktik dalam menapaki perjalanan hidupnya. Kegiatan mencari uang untuk diri atau keluarganya selalu dibayangbayangi oleh berbagai ancaman. Mereka harus bisa mempertahankan hidup dan menghindari situasi-situasi yang mengancam. Ada berbagai faktor dan alasan yang menyebabkan anak-anak pergi ke jalanan menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya guna melakukan berbagai kegiatan ekonomi dan atau hidup di jalanan dengan 118

meninggalkan keluarga atau komunitasnya. Kemiskinan dan keretakkan keluarga dianggap sebagai faktor yang paling dominan. Selain di dalam keluarga, lingkungan sekitar tempat tinggal anak juga bisa menjadi faktor penyebab anak-anak untuk turun ke jalanan. (Shalahuddin, 2004, hal.71-72). Keterbatasan uang yang dialami orang tua subjek mengakibatkan kurang terpenuhinya kebutuhan subjek, baik secara materi maupun pendidikan. Subjek terpaksa berhenti sekolah karena orang tua subjek tidak sanggup membayar biaya sekolah. Keadaan ekonomi yang kurang memadai juga bisa memicu pola asuh orang tua kepada anaknya dengan cara yang salah dan dorongan orang tua atau keluarga kepada anaknya untuk mencari uang. Orang tua subjek yang hanya memiliki waktu sedikit untuk bertemu dengan anaknya karena harus bekerja, sehingga anak merasa kesepian jika berada dirumah atau orang tua subjek yang justru meminta dan memaksa subjek dan anak-anaknya bekerja di jalanan untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarga. Kurangnya pengawasan dan perhatian terhadap anak juga dapat menyebabkan anak terbiasa bermain atau berkumpul bersama temantemannya yang bisa berdampak buruk bagi anak itu sendiri. Ketika subjek pergi untuk menonton pertandingan sepak bola, dan disitulah subjek mengenal salah satu anak jalanan Simpang Lima atau sebelum menjadi anak jalanan, subjek sudah kenal dan terbiasa bermain dengan anak-anak jalanan Simpang Lima, maka tidak heran jika subjek terpengaruh oleh teman-temannya untuk berada atau tinggal di jalanan. Hal-hal tersebut mendorong subjek untuk mempunyai uang sendiri tanpa 119

latar belakang pendidikan dan keterampilan yang memadai, dan menjadikan jalanan sebagai lahan informal untuk mencari uang. Dalam penelitian ini kegiatan yang dilakukan subjek untuk mencari uang adalah sebagai pengamen dan tukang parkir di kawasan Matahari Simpang Lima Semarang. Selain itu impian bebas yang dirasakan subjek juga menjadi penyebab anak-anak tersebut turun menjadi anak jalanan. Ketika berada di jalanan subjek tidak lagi merasakan sikap ayah yang pilih kasih, atau kesepian seperti yang dirasakan saat berada dirumah. Subjek bebas tanpa tekanan dari keluarga, dan bebas dalam mencari uang tanpa syarat atau ketentuan-ketentuan dari tempat kerja. Urie Bronfenbrenner dalam teori Ekologi yang berparadigma lingkungan menyatakan bahwa perilaku seseorang tidak berdiri sendiri, melainkan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di luarnya. Teori ini mengajukan suatu pandangan bahwa lingkungan sangat kuat mempengaruhi perkembangan. Santrock (2003, hal:54), Teori Ekologi (ecological theory) ialah pandangan sosio kultural tentang perkembangan yang terdiri dari lima sistem lingkungan mulai dari masukan interaksi langsung dengan agen-agen sosial (social agent) yang berkembang baik hingga masukan kebudayaan yang berbasis luas. Kelima sistem dalam teori Ekologi Bronfenbrenner ialah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem. Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil dua sistem dari kelima sistem yang ada, yaitu mikrosistem dan mesosistem. Beberapa tahun di awal kehidupan, anak perlu penyesuaian dan pengawasan dari orang tua maupun keluarga, karena orang tua dan 120

keluarga merupakan bagian paling utama dalam kehidupan anak. Bermula dari orang tua anak mulai berinteraksi, kemudian berkembang bersama keluarga, saudara dan orang lain baru lah menjadi sentuhan lain untuk perkembangan si anak. Anak membutuhkan dukungan dari orang tua atau keluarga dalam melakukan kewajiban dan segala hal yang mendukung perkembangannya, contohnya sekolah. Disamping pokok utama sekolah untuk menimba ilmu, sekolah dapat mengajarkan anak-anak untuk berinteraksi. Berawal dari interaksi dengan teman sebaya, dengan orang yang lebih tua seperti guru, kemudian berkembang menjadi pola interaksi yang lebih luas dengan cara yang berpendidikan. Diharapkan orang tua mampu bekerjasama dengan guru dalam hal tersebut, namun tidak jarang orang tua yang melupakan hal tersebut. Pada penelitian ini, subjek tidak sepenuhnya mendapatkan perhatian serta pengawasan yang baik seperti anak-anak pada umumnya. Subjek tidak mendapatkan larangan dari keluarga ketika tinggal di jalanan, bahkan salah satu subjek justru mendapatkan dorongan dari orang tua untuk berada di tempat tersebut guna mencari uang. Ketiga subjek terpaksa harus keluar dari sekolah karena alasan tak punya biaya, sehingga orang tua pada subjek ketiga meminta subjek untuk membantu mencukupi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya dengan bekerja di jalanan. Selain itu terdapat pula faktor lingkungan keluarga dan faktor lingkungan sosial. Kedua faktor tersebut juga turut menjadi penyebab bagi anak untuk turun menjadi anak jalanan. Subjek yang hanya tinggal bersama ibu dan adik bayinya membuat subjek merasa sepi berada di 121

lingkungan keluarganya ketika ibu subjek pergi bekerja dan adiknya dititipkan tetangganya, sehingga subjek mencari tempat lain agar tidak merasa kesepian lagi. Kemudian akibat orang tua atau ibu subjek yang terlebih dahulu sudah menjadi pekerja jalanan, sehingga menjadi turun temurun kepada anak-anaknya. Faktor lingkungan sosial terjadi pada subjek ketika merasa tertekan hidup dikampungnya karena subjek merasa orang-orang disekitar rumahnya membenci diri subjek, dan banyak orang di lingkungan rumah subjek yang telah terbiasa melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma masyarakat atau asusila, sehingga berpengaruh buruk bagi perkembangan subjek. Ketika interaksi dalam sistem mikro berjalan dengan baik, maka anak akan memiliki hubungan yang baik dengan orang tua atau keluarga, dalam lingkungan sekolah bersama teman dan guru, serta dengan teman-teman sebaya yang lain. Namun sebaliknya, ketika interaksi dalam sistem mikro kurang atau tidak berjalan dengan baik, maka anak juga memiliki hubungan yang kurang maupun tidak baik dengan individu-individu yang terlibat dalam sistem mikro. Sikap orang tua yang tidak peduli terhadap anak, tidak memperhatikan perkembangan anak baik dirumah, sekolah dan lingkungan sosial, serta kurangnya pengawasan dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi anak tersebut. Anak bisa mencari pemuasan lain bersama teman-teman atau kelompoknya karena ketidaknyamanan atau ketidakbahagiaan dalam lingkungan keluarga, sehingga anak menjadi salah pergaulan, merasa bebas, dan merasa bisa hidup sendiri. Akibatnya anak pergi meninggalkan rumah untuk memperoleh kenyamanan atau kebahagiaan 122

bersama kelompoknya. Anak-anak bergabung dalam suatu kelompok yang memiliki hubungan perkawanan yang dekat, saling melindungi, menghormati dan mendukung satu sama lain sehingga dirasakan seperti keluarga sendiri. Dalam penelitian ini, subjek berusia antara 12-18 tahun dan tergolong remaja. Erikson (Alwisol, 2008, hal.98-99) berpendapat bahwa Adolesen (12-20 tahun) merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena pada akhir tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Pada fase ini individu sibuk dengan dirinya sendiri, dilatarbelakangi oleh pubertas genital yang memberi berbagai peluang konflik, baik yang berhubungan dengan seks, pekerjaan, keyakinan diri, dan filsafat hidup. Mereka mencoba-coba berbagai cara dan mencoba-coba peran baru sambil terus berusaha menemukan identitas ego yang mantap. Adolesen adalah fase adaptif dari perkembangan kepribadian, fase mencoba-coba. Menurut Erikson, identitas muncul dari dua sumber; pertama, penegasan atau penghapusan identifikasi pada masa kanak-kanak, dan kedua, sejarah yang berkaitan dengan kesediaan menerima standar tertentu. Remaja sering menolak standar orang yang lebih tua dan memilih nilai-nilai atau kelompok (genk). Masyarakat dimana remaja tinggal memainkan peran penting dalam membentuk identitas remaja itu. Identitas positif adalah keputusan mengenai akan menjadi apa mereka dan apa yang mereka yakini, sedangkan identitas negatif adalah apa yang mereka tidak ingin menjadi seperti itu dan apa yang mereka tolak untuk mempercayainya. 123

Subjek atau remaja pada penelitian ini sedang berusaha mencari dan mencapai identitas egonya masing-masing. Subjek mendapat berbagai peluang konflik yang berhubungan dengan pekerjaan, keyakinan diri, dan filsafat hidup. Mereka mencoba-coba berbagai cara dan mencoba-coba peran baru sambil terus berusaha menemukan identitas ego yang mantap. Subjek merasa bukan anak-anak lagi, dan memilih bersama kelompok yang mampu membentuk identitas dirinya. Subjek meyakinkan diri atas kehidupan yang dialaminya sebelum maupun sesudah berada di jalanan, sehingga subjek mencoba peran baru bersama teman-teman atau kelompoknya pada kehidupan jalanan yang telah mereka pilih untuk mendapatkan pekerjaan dan filsafat hidup. Dalam penelitian ini terdapat kelemahan penelitian berkaitan dengan subjek yang bersifat homogen, dalam hal ini subjek yang diteliti semuanya adalah laki-laki dan pada batasan usia remaja, sehingga faktorfaktor yang muncul hampir serupa antara subjek satu dengan yang lain. Sedangkan pada subjek yang bersifat heterogen, mungkin terdapat perbedaan faktor yang muncul pada subjek perempuan, subjek yang menjadi anak jalanan akibat korban penculikan, dampak program penanganan anak jalanan, atau karena korban bencana. 124