BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

KATA PENGANTAR. menengah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 53

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM STUDI DI LUAR DOMISILI PERGURUAN TINGGI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 52

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM STUDI DI LUAR DOMISILI PERGURUAN TINGGI

STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung)

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. pendidikan bagus, maka bagus pula kualitas peradaban bangsa tersebut. Salah satu

KEWENANGAN PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN RSBI/SBI menurut PP No 17/2010

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut :

KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. analisis data yang telah dikemukakan pada Bab I, II, III, dan IV, maka beberapa

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional seperti yang tertulis pada Undang-undang nomor 20

WALIKOTA TASIKMALAYA

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

BAB II LANDASAN TEORI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. Merinda Noorma Novida Siregar, 2013

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Semoga Apa yang kita lakukan hari ini bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang harus dicapai meliputi standar isi, proses, kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan berkualitas merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

AKREDITASI INSTITUSI PERGURUAN TINGGI TERBUKA JARAK JAUH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP)

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Kebijakan Nasional Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak banyak kewenangan pemerintah yang dilaksanakan oleh

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

5. URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KOTA MADIUN

1. SKPD : DINAS PENDIDIKAN

DRAFT RENCANA STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen yang menentukan proses belajar mengajar

SBI adalah sekolah yang telah memenuhi SNP dan diperkaya dengan keungulan mutu tertentu dari negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 89 TAHUN 2012

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30

SPMI dan ISO 9001:2008

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii

RINTISAN SEKOLAH KATEGORI MANDIRI (SMA) Oleh : H. Karso Lektor Kepala FPMIPA UPI

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi

1. Jatidiri prodi 2. Makna tatapamong 3. Tatapamong dalam konteks SNP 4. Tatapamong dalam perspektif kegiatan akreditasi BAN PT

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

BAB VII STANDAR PENGELOLAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GURU BERDEDIKASI YANG BERMARTABAT SIAP MENYUKSESKAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 DALAM MEWUJUDKAN GENERASI EMAS Pamungkas Stiya Mulyani, M.Pd.

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik organisasi yang berorientasi laba maupun organisasi nirlaba, baik

pengelolaan sekolah dasar yang bermutu, merupakan profit

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. terus diupayakan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan

Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri

sehingga tonggak-tonggak capaian dalam bentuk strategi dan program ke arah pencapaian visi dan misinya dicapai secara berkesinambungan.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2009 TENTANG

Jurnal Visi Ilmu Pendidikan Halaman 269

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk spiritual, makhluk individu, dan makhluk sosial. Ketiga

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan bahkan menjadi terbelakang. Dengan demikian pendidikan

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS SEKOLAH

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KOTA BATU

Bab II Model Dasar Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan formal. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU TAHUN 2012 BIDANG STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan analisis data sebagaimana fokus kajian dalam penelitian yang berjudul Implementasi Sistem Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Dasar Kebijakan Penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan dapat dirunut dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 63 Thaun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Satuan pendidikan mengetahui dan memahami dasar kebijakan penjaminan mutu tersebut di atas, namun dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan tuntutan pada status kategori sekolah masing-masing. Adapun dasar kebijakan penjaminan mutu tingkat satuan pendidikan berdasarkan hasil penelitian dan analisis data pada sekolah kategori R-SBI disusun berdasarkan pada tuntutan implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 sehingga dalam proses penyusunan dasar kebijakan penjaminan mutu sudah sesuai dengan tuntutan teori dan perundang-undangan mengenai penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan, kemudian pada sekolah kategori mandiri dasar kebijakan penjaminan mutu mengacu pada tuntutan pemenuhan instrumen SKM itu

239 sendiri. Dan pada sekolah kategori standar dasar kebijakan mutu pada tingkat satuan pendidikan disusun berdasarkan pada tuntutan operasional sekolah untuk memenuhi penilaian akreditasi, namun demikian adanya komitmen untuk membangun budaya mutu (Quality Culture), sekolah kategori standar memiliki penjaminan mutu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. 2. Struktur organisasi dan pembagian tugas pada masing-masing kategori sekolah disesuaikan dengan tuntutan status kategori sekolah masing-masing, Struktur organisasi pada R-SBI terdapat tim penjaminan mutu khusus yang berada di atas Wakil Kepala Sekolah secara langsung dan bertanggung jawab bersama-sama kepada Kepala Sekolah yang disebut dengan Penanggung Jawab Program R-SBI (PJB R-SBI) yang memiliki pembagian tugas yang jelas dalam proses penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan. Pada Sekolah Kategori Mandiri terdapat Wakil Kepala Sekolah Manajemen Mutu yang bertugas untuk berkolaborasi dengan setiap bidang dalam mengendalikan mutu pada setiap bidang dan dalam mengendalikan pengelolaan sekolah untuk memenuhi tuntutan sebagai sekolah kategori mandiri dan bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah. Pada Sekolah kategori Standar adalah tidak menggambarkan secara langsung tim penjaminan mutu pada bagan struktur organisasinya, namun demikian dalam pelaksanaannya ada tim pengembangan sekolah (TPS) dan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) yang secara khusus bertanggungjawab dalam pengembangan kurikulum pembelajaran dalam proses pemenuhan SNP untuk mempersiapkan penilaian akreditasi sekolah.

240 3. Proses penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan diimplementasikan secara berbeda-beda tergantung pada tuntutan kategori sekolah masing-masing namun, pada sekolah kategori standar melaksanakan penjaminan mutu melalui Quality Culture pada pengembangan potensi yang dimiliki yaitu pada bidang pengembangan kurikulum dengan membangun sistem pembelajaran melalui pendekatan reward yang memotivasi siswa dan guru untuk berprestasi, kemudian dalam bidang pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan melalui pengembangan karir dengan sistem periodesasi. Pada SKM dengan mengendalikan mutu SKM itu sendiri yang dilakukan oleh Wakasek Manajemen Mutu, sehingga proses yang dilaksanakan adalah dengan membangun budaya mutu pada bidang-bidang tertentu khususnya dalam mengembangkan SKM-PBL-PSB. Pada R-SBI yang telah melaksanakan penjaminan mutu sesuai dengan kriteria proses penajaminan mutu sebagaimana tuntutan standar teori penjaminan mutu ataupun perundangundangan yang medasari penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan baik secara by desain ataupun dalam quality culture, hal demikian karena adanya tuntutan pelaksanaan Manajemen Mutu pada R-SBI dengan menggunakan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008 sebagai salah satu syarat operasionalnya. 4. Dampak dari implementasi penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan di SMA Negeri Kabupaten Bandung yang berbeda, sehingga masing-masing sekolah memiliki keunggulan tersendiri dalam bidang-bidang yang berbeda sebagai dampak dari proses penjaminan mutu yang berbeda-beda pula,

241 misalnya R-SBI memiliki keunggulan dalam bidang manajemen mutunya itu sendiri, kemudian Sekolah Kategori Mandiri dalam bidang penyelenggaraan akademik dan SKM-PBKL-PSB, sedangkan sekolah kategori standar memiliki keunggulan dalam membangun budaya mutu pada bidang sistem pembelajaran untuk mempersiapkan olimpiade sains, dalam pengembangan ekstrakurikuler dan pada pengembangan karier pendidik dan tenaga kependidikan melalui sistem periodesasi. Budaya mutu pada R-SBI karena ada tuntutan dari implementasi manajemen mutu ISO 90001: 2008, pada SKM budaya mutu terlihat dalam proses pemenuhan SNP dan tuntutan SKM-PBL-PSB itu sendiri, sedangkan pada sekolah kategori standar terlihat ada upaya-upaya pada beberapa hal tertentu seperti dalam mutu pembelajaran dan manajemen kesiswaan. Prestasi akademik sekolah kategori standar dapat bersaing dengan sekolah kategori R-SBI dan SKM dan dalam beberapa bidang prestasi nonakademik yang justru lebih unggul sekolah kategori standar, dalam bidang akademik khususnya ujian sekolah SKM lebih unggul, namun karena penentuan standar capaian mutu masing-masing sekolah berbeda, setiap sekolah mengakui dapat mencapai sasarannya rata-rata 80%. Sedangkan mengenai kepuasan siswa dan orang tua siswa sebagai kastemer dari satuan pendidikan itu sendiri pada ketiga kategori sekolah yang menjadi subjek penelitian masih positif, selanjutnya mengenai pemanfaatan analisis capaian sebagai dasar kebijakan untuk perencanaan perbaikan mutu selanjutnya pada ketiga kategori sekolah pada dasarnya menyatakan bahwa hal tersebut dilaksanakan dengan baik.

242 B. Saran Berdasarkan hasil temuan penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran terkait hasil penelitian yang telah dilaksanakan, saran tersebut diharapkan dapat menjadi masukan, khususnya bagi Sekolah yang dijadikan tempat penelitian (SMA Negeri 1 Baleendah, SMA Negeri 1 Margahayu dan SMA Negeri 1 Ciparay), Tim Penjaminan Mutu pada tingkat satuan pendidikan, Tim Penjaminan Mutu Pendidikan terkait, penelitian selanjutnya, serta pihak lain yang berkepentingan untuk dapat ditindaklanjuti. Adapun saransaran tersebut adalah sebagai berikut. 1. Bagi Satuan Pendidikan a. Upaya-upaya meningkatkan mutu pada tingkat satuan pendidikan yang dilakukan oleh sekolah kategori standar pada hal-hal tertentu dalam penelitian ini terbukti dapat meningkatkan capaian mutu secara optimal, dengan demikian penulis menyarankan upaya-upaya untuk merencanakan penjaminan mutu secara sistematis dan bertahap (By desain dari mulai analisis kebijakan, proses dan pemanfaatan hasil capaian mutu sebelumnya) dengan pendekatanpendekatan yang selama ini digunakan oleh satuan pendidikan kategori standar tersebut dan tidak harus selalu berstandar internasional. b. Selanjutnya budaya mutu (Quality Culture) yang dilaksanakan pada sekolah kategori mandiri dengan keunggulannya sebagai sekolah model sudah terbukti dapat meningkatkan capaian mutu sebagaimana dalam penelitian ini dibandingkan dengan kategori sekolah lainnya, namun demikian penulis menyarankan untuk dapat melaksanakan penjaminan mutu secara komprehensif dalam perspektif sistem agar lebih memudahkan sekolah

243 kategori mandiri dalam memetakan perbaikan mutu secara berkelanjutan, namun tidak harus menggunakan prosedur yang berstandar internasional. c. Selanjutnya pada sekolah kategori R-SBI dengan sistem manajemen mutu ISO 9001: 2008 telah melaksanakan tahapan-tahapan penjaminan mutu sesuai dengan tuntutan sistem manajemen mutu tersebut dan telah mencapai target mutu secara rasional, namun demikian dalam penelitian ini penulis melihat adanya peluang-peluang pada sekolah kategori R-SBI seharusnya dapat meningkatkan capaian mutunya lebih baik lagi dan tidak terlalu disibukan dengan adanya tuntutan administratif dari sistem manajemen mutu itu sendiri sehingga keluar dari esensi penjaminan mutu itu sendiri. 2. Bagi Tim Penjaminan Mutu Sebagaimana dalam Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009 Pasal 91: (1) bahwa Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non-formal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan, dengan demikian penulis memberikan saran agar tim penjaminan mutu melaksanakan penjaminan mutu dengan prencanaan secara sistematis (By Desain) dan membangun budaya mutu (Quality Culture) sebagai tugas profesional dan proporsional dalam tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan. 3. Bagi Dinas Pendidikan/Pemerintah a. Sebagaimana hasil dalam penelitian ini bahwa upaya-upaya untuk meningkatkan mutu yang dilakukan masih tergantung pada tuntutan kategori sekolah masing-masing, sehingga harus ada upaya yang terintegrasi dari pemerintah dalam rangka penjaminan mutu pendidikan agar meningkatkan kinerja pada masing-masing tugas, tanggung jawab dan wewenang lembaga terkait.

244 b. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah adanya pemerataan fungsi supervisi lembaga penjaminan mutu pada sekolah kategori standar dalam rangka pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang kemudian dapat memetakan perbaikan mutu di atas SNP dan membangun budaya mutu (Quality Culture). Perlu adanya pedoman penjaminan mutu secara terencana dan sistematis untuk tingkat satuan pendidikan sebagai pedoman satuan pendidikan dalam memetakan potensi internalnya untuk dapat meningkatkan target capaian mutu pendidikan yang berkelanjutan.