I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS NILAI EKONOMI TAMAN WISATA ALAM LAUT PULAU WEH DI KOTA SABANG MUHAMMAD IQBAL

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor lainnya seperti migas, perkebunan dan lain-lain. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

SEJARAH SINGKAT KOTA SABANG

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi

2016 PENGARUH MOTIVASI WISATAWAN LOKALTERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG KE TAMAN KOTA DI KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

I. PENDAHULUAN. Sebagai upaya mendorong pembangunan ekonomi maka penerimaan negara

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pariwisata saat ini membawa pengaruh positif bagi masyarakat yaitu meningkatnya taraf

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN [TYPE HERE] [TYPE HERE]

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Seperti halnya di Indonesia, sektor pariwisata diharapkan dapat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. September Matriks Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah per Kementerian/Lembaga.

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN. Wisatawan. Tabel 1.1 Jumlah Pengunjung Taman Nasional Ujung Kulon

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HOTEL WISATA DI KAWASAN MARITIM KOTA BAU-BAU (DI SEKITAR PANTAI LAKEBA)

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak yang dikelilingi oleh laut seluas 7,7

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP ATRAKSI PARIWISATA AIR DI KAWASAN GILI TRAWANGAN TUGAS AKHIR

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sabang merupakan salah satu daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang wilayahnya berbentuk kepulauan dan berada di wilayah paling barat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Posisi geografis Kota Sabang berada pada jalur perdagangan dunia dari Samudera Hindia menuju Selat Malaka, sekaligus sebagai pintu gerbang masuk wilayah Indonesia di wilayah barat. Sebagai wilayah kepulauan, Kota Sabang memiliki lima pulau, yaitu Pulau Weh, Seulako, Rondo, Klah, dan Rubiah. Dari kelima pulau tersebut, Pulau Weh merupakan pulau terbesar dengan luasan sekitar 118,72 km 2 dan menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan Kota Sabang. Dengan luas wilayah 153 km 2, secara administrasi pemerintahan Kota Sabang terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sukakarya dan Sukajaya yang meliputi 18 kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 29.564 jiwa pada 2003. Dengan wilayah yang berbentuk kepulauan dan topografi wilayah yang berbukit, menjadikan Kota Sabang sebagai daerah yang indah dan menarik. Hal ini ditandai dengan tersebarnya objek wisata alam di hampir seluruh sudut Kota Sabang. Di samping itu, Kota Sabang juga memiliki banyak objek wisata sejarah/budaya, karena daerah ini memiliki sejarah yang panjang sebagai pusat perdagangan pada masa kolonial Belanda. Secara rinci, potensi objek wisata alam dan objek wisata sejarah/budaya di Kota Sabang terdiri atas Taman Wisata Alam (TWA) Laut Pulau Weh, Hutan Wisata Iboih, Pantai Pasir Putih, Pantai Gapang, Pantai Sumur Tiga, Pantai Kasih, Pantai Paradiso, Pantai Anoi Itam, Sumber Air Panas Keuneukai, Tugu Kilometer Nol, Bunker Perang Dunia Kedua, Terowongan Bawah Tanah, Benteng, dan Pondasi Karantina Haji di Pulau Rubiah. Keseluruhan objek wisata tersebut selama ini telah menjadi andalan bagi Pemerintah Kota Sabang dalam menggalakkan pembangunan sektor pariwisata Kota Sabang. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga telah menjadikan sekaligus menetapkan Kota Sabang sebagai kota pariwisata sekaligus icon pariwisata provinsi tersebut. Pada masa kolonial Belanda, Kota Sabang merupakan pusat perdagangan yang ramai dan banyak disinggahi oleh kapal-kapal dagang yang melintas dari

2 kawasan Timur Tengah munuju Selat Malaka. Setelah Indonesia merdeka atau tepatnya pada tahun 1970, status Kota Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diberlakukan oleh pemerintah. Sektor perdagangan merupakan penggerak utama perekonomian Kota Sabang dan daerah Aceh daratan pada masa itu. Status tersebut kemudian dicabut oleh pemerintah pada tahun 1985 karena alasan ekonomi, politik, pertahanan, dan keamanan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1985. Pembangunan Kota Sabang mulai menggeliat kembali pada era tahun 1990-an seiring dengan ditetapkannya Sabang sebagai salah satu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) untuk wilayah barat Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171 Tahun 1998 tentang KAPET Sabang. Pada tahun 2001, KAPET Sabang berganti nama menjadi KAPET Bandar Aceh Darussalam, karena cakupan wilayahnya juga meliputi Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Pidie. Selanjutnya, pemberlakuan Kota Sabang dan gugusan Pulau Aceh (termasuk wilayah administratif Kabupaten Aceh Besar) sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Dalam rencana pembangunan Kota Sabang, Pemerintah Kota Sabang bersama-sama dengan KAPET Bandar Aceh Darussalam dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (selaku pelaksana pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang), telah menetapkan empat sektor ekonomi unggulan dalam pembangunan ekonomi Kota Sabang. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan, di samping tiga sektor lainnya, yaitu jasa dan trasportasi, perikanan, dan industri. Langkah tersebut dalam indikator ekonomi sangat jelas terlihat, yaitu dengan maraknya kegiatan pariwisata di Kota Sabang. Kontribusi sektor pariwisata 1 dalam perekonomian Kota Sabang selama tahun 1999-2003 sekitar 8,36% per tahun 2. Angka tersebut relatif lebih besar jumlahnya dari kontribusi sektor ekonomi unggulan lainnya seperti perikanan, sekitar 3,84% per tahun. 1 Dalam PDRB Kota Sabang merupakan gabungan dari beberapa sub lapangan usaha yang terdiri atas Hiburan/Rekreasi/Kebudayaan, Restoran/Rumah Makan, Hotel, Pengangkutan Jalan Raya/Darat, Pengangkutan Laut/Sungai/Danau, dan Angkutan Udara 2 Berdasarkan PDRB Kota Sabang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1999-2003

3 Distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Sabang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1999-2003 secara lengkap disajikan dalam Lampiran 1. Indikator lainnya dari kegiatan pariwisata di Kota Sabang dapat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan (domestik dan mancanegara). Selama tahun 2000-2005 (Juni), jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Kota Sabang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara ke Kota Sabang pada Tahun 2000-2005 Tahun Jumlah Wisatawan (Orang) Domestik Mancanagera Total (Orang) 2000 71.736 2.664 74.400 2001 87.217 4.747 91.964 2002 75.400 2.968 78.368 2003 81.532 1.659 83.191 2004 100.004 81 100.085 2005 (Juni) 30.378 754 31.132 Sumber : Dinas Pariwisata Kota Sabang, 2005 Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kota Sabang pada umumnya berasal dari negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Australia. Adapun untuk wisatawan domestik pada umumnya merupakan wisatawan yang berasal dari daerah lain di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, seperti Banda Aceh, Sigli, Lhokseumawe, dan Langsa. Selama kurun waktu tersebut, Kota Sabang merupakan salah satu tujuan wisata favorit untuk dikunjungi di Nanggroe Aceh Darussalam, selain karena daya tarik wisatanya yang tinggi juga karena faktor keamanan yang kondusif. Di daerah lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, meskipun banyak terdapat daerah yang menjadi tujuan wisata (seperti dataran tinggi Gayo di Aceh Tengah dengan pesona dan panorama Danau Laut Tawar-nya yang menawan), tetapi kondisi keamanannya tidak kondusif akibat terjadinya konflik bersenjata antara Tentara Nasional Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.

4 Tingginya tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota Sabang dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat dilihat berdasarkan data penyebaran wisatawan mancanegara ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menurut daerah kunjungan sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Penyebaran Wisatawan Mancanegara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Berdasarkan Daerah Kunjungan Tahun 1999-2003 Kabupaten/Kota Jumlah Kunjungan per Tahun (Orang) 1999 2000 2001 2002 2003 Banda Aceh 1.425 749 1176 824 380 Sabang 3.698 2.428 9.510 2.457 1.644 Aceh Besar 1.072 602 202 142 45 Pidie 77 290 160 112 49 Aceh Utara 5.775 2.958 1.808 1.266 570 Aceh Timur 117 131 184 129 62 Aceh Tengah 188 158 116 82 112 Aceh Tenggara 927 1.484 1.374 962 328 Aceh Barat 669 279 266 187 88 Aceh Selatan 821 199 400 280 159 Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2003 Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa potensi pariwisata di Kota Sabang memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan sebagai sektor penggerak utama (prime mover sector) dalam perekonomian Kota Sabang. Hal ini karena berdasarkan data di atas, adanya faktor permintaan terhadap kegiatan pariwisata yang tinggi di Kota Sabang dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di samping itu, sektor pariwisata Kota Sabang juga memiliki keunggulan kompetitif sekaligus keunggulan komparatif yang dapat menjadi modal dasar untuk dikembangkan. Beberapa keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan antara lain memiliki banyak wisata objek yang menarik (wisata alam dan sejarah/budaya) serta ketersediaan infrastrukstur yang relatif lengkap dibandingkan dengan daerah lain. Adapun keunggulan komparatif yang dimiliki adalah letaknya yang sangat

5 strategis pada jalur perdagangan dunia, sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas serta kondisi keamanannya yang kondusif. Pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata Kota Sabang sebagai salah satu sektor unggulan kiranya perlu mendapat perhatian dan prioritas, karena kontribusinya yang signifikan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Dibandingkan dengan ketiga sektor unggulan lainnya, sektor pariwisata dapat dikatakan lebih siap dan prospek untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari beberapa keunggulan yang dimiliki sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan realitas dan proses pembangunan Kota Sabang saat ini, keberadaan sektor pariwisata relatif tidak membutuhkan investasi dalam skala besar untuk mengembangkannya. Kondisinya sangat berbeda dengan tiga sektor ekonomi unggulan lainnya (sektor-sektor ekonomi unggulan lainnya seperti jasa dan perdagangan, perikanan, dan industri) yang membutuhkan infrastruktur lengkap, modal yang besar, kesiapan sumberdaya manusia, dan permasalahan tata ruang wilayah. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata dirasakan sangat realistis untuk dilakukan pada saat ini di Kota Sabang. Daya tarik wisata alam, situasi keamanan yang kondusif, promosi yang kuat, dan keanekaragaman sumberdaya alam yang dimiliki adalah tolok ukur besarnya prospek sektor pariwisata Kota Sabang. Upaya dalam pembangunan dan pengembangannya bukanlah pekerjaan yang mudah, karena tantangan yang dihadapi pada saat ini dan ke depan tidaklah kecil. Perencanaannya secara menyeluruh dan keterpaduan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya merupakan tantangan besar yang terlebih dahulu harus dikerjakan. Dalam pelaksanaannya, hendaknya mengacu kepada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, karena yang dijual dalam sektor pariwisata di Kota Sabang adalah sumberdaya alam, yang menjadi objek daya tarik wisata. Untuk itu, diperlukan analisis ilmiah yang meliputi aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sistem nilai terhadap keberadaan objek-objek wisata yang mengandalkan sumberdaya alam tersebut. Dalam penelitian ini, akan mengkaji aspek ekonomi dari salah satu objek wisata alam di Kota Sabang yang selama ini telah menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan, yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Laut Pulau Weh. Keberadaan TWA Laut Pulau Weh dalam peta pariwisata Kota Sabang begitu

6 penting, karena pesona alam dan kekayaan sumberdaya hayatinya yang sangat besar. Bahkan, ada slogan yang menyatakan bahwa wisatawan yang berkunjung ke Kota Sabang belumlah dikatakan sudah pernah berwisata ke Kota Sabang apabila tidak melihat dan menikmati keindahan TWA Laut Pulau Weh. Secara lebih khusus, kajian ekonomi terhadap TWA Laut Pulau Weh dititikberatkan pada analisis nilai ekonomi berdasarkan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata tersebut. Hal ini dibatasi untuk menghindari kesalahpahaman dalam mempersepsikan arti dari nilai ekonomi total yang ada di TWA Laut Pulau Weh tersebut. Selanjutnya, juga akan dilihat bagaimana rumusan kebijakan yang tepat dalam rangka pengelolaan TWA Laut Pulau Weh agar lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan pada masa mendatang dan dapat meningkatkan kontribusi dalam perekonomian daerah serta menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya. 1.2. Rumusan Masalah Selama ini, aktivitas ekonomi dominan yang berlangsung di sekitar TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang adalah sektor pariwisata dengan mengandalkan daya tarik wisata bahari dan hutan lindung. TWA Laut Pulau Weh memiliki luas perairan 2.600 hektar dan ditambah dengan luas hutan lindung (Hutan Iboih) sekitar 1.200 hektar. Perairan laut dan kawasan hutan lindung merupakan kawasan berikat yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dalam rangka pengembangan TWA Laut Pulau Weh. Hal ini karena letak kawasan perairan laut berbatasan langsung dengan hutang lindung. Upaya pemanfaatan TWA Laut Pulau Weh melalui kegiatan pariwisata secara nyata dapat dikatakan belumlah dilakukan secara optimal. Hal ini tidak terlepas dari lemahnya perencanaan dalam pengelolaan yang diakibatkan belum adanya kebijakan pengelolaan yang terpadu. Diantaranya, keragaan aktivitas ekonomi yang berlangsung dalam TWA Laut Pulau Weh belum diidentifikasikan secara jelas, terperinci, dan lengkap, misalnya, berapa nilai ekonomi setiap tahunnya yang dapat diperoleh dari pemanfaatan TWA tersebut sebagai daerah tujuan wisata. Selanjutnya, tindakan bagaimana yang mesti dilakukan agar upaya pemanfaatannya dapat berjalan dengan optimal tanpa harus mengorbankan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang.

7 Permasalahan-permasalahan tersebut di atas adalah tanda tanya besar yang harus dijawab, bukan saja oleh pengelola TWA tersebut dan Pemerintah Kota Sabang, tetapi oleh seluruh komponen masyarakat yang berkepentingan terhadap kelestarian dan kesinambungan wilayah perairan laut yang dilindungi tersebut. Manfaat dari jasa-jasa lingkungan yang dihasilkan nyatanya telah dinikmati oleh masyarakat yang berdomisili di sekitarnya dan pemerintah daerah setempat melalui geliat ekonomi kegiatan pariwisata. Selama ini, besarnya manfaat ekonomi yang diperoleh dari TWA Laut Pulau Weh belumlah diketahui. Dengan demikian, upaya menghitung nilai ekonomi sumberdaya alam yang ada di TWA Laut Pulau Weh mutlak harus dilakukan. Hal ini sangat relevan dengan kondisi dan keberadaan TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang, karena wilayah laut yang memiliki luasan perairan 2.600 hektar ini sarat dengan kepentingan sosial, ekonomi, dan ekologi. Dari sisi sosial, keberadaaan TWA Laut Pulau Weh ini merupakan salah satu identitas dari masyarakat yang hidup di sekitarnya. Kearifan masyarakat (local wisdom) dalam menjaga dan memelihara TWA Laut Pulau Weh telah menjadikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kelangsungan dan eksistensi dari TWA itu sendiri sampai dengan saat ini. Selanjutnya dari sisi ekonomi, terlihat dari banyaknya penduduk yang berdomisili di sekitar TWA Laut Pulau Weh yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan pariwisata. Dalam skala yang lebih luas, kegiatan pariwisata Kota Sabang yang mengandalkan TWA Laut Pulau Weh sebagai daya tarik wisatanya telah memberikan kontribusi dalam perekonomian Kota Sabang. Adapun dari sisi ekologi, TWA Laut Pulau Weh merupakan wilayah perairan yang kaya dengan keanekaragaman hayati, sehingga menjadi modal utama dalam mempromosikannya sebagai kawasan pariwisata bahari. Keanekaragaman hayati meliputi keragaan fisik dan biota lautnya. Selama ini, pemanfaatan TWA Laut Pulau Weh dirasakan masih belum optimal yang diantaranya disebabkan oleh belum terpenuhinya seluruh aspek yang menjadi prasyarat dalam pengelolaannya. Salah satu aspeknya adalah belum diketahuinya nilai ekonomi secara menyeluruh yang ada di TWA ini. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan suatu studi dan kajian yang mendalam untuk mengetahui nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh. Nantinya, hasil kajian tersebut dapat dijadikan dasar dan pijakan ilmiah untuk menyusun rumusan kebijakan dalam rangka pengelolaan TWA Laut Pulau Weh

8 berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan khususnya untuk sektor pariwisata. Nilai ekonomi dari TWA Laut Pulau Weh merupakan jumlah keseluruhan dari keragaan ekonomi yang berada dalam wilayah tersebut, baik barang/jasa yang dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mengetahui jenis-jenis nilai ekonomi yang terdapat di TWA Laut Pulau Weh, dapat mengacu pada pembagian jenis nilai dari sumberdaya alam sebagaimana terlihat dalam Gambar 1. Sumber : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah : Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi (Darusman et al. 2003) Gambar 1. Kategori Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam Berdasarkan Gambar 1, dapat terlihat bahwa untuk mendapatkan nilai ekonomi total dari TWA Laut Pulau Weh, meliputi banyak aspek yang harus dihitung, yaitu nilai pemanfaatan atau penggunaannya (baik langsung maupun tidak langsung) dan nilai non-pemanfaatan (seperti nilai pewarisan dan keberadaannya). Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis terhadap nilai ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan tidak langsung (indirect use value), yaitu kegiatan pariwisata. Nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata di TWA Laut Pulau Weh dikategorikan dalam nilai ekonomi yang dimanfaatkan secara tidak langsung karena konsumen atau manusia tidak mengambil manfaat langsung dari TWA tersebut. Oleh karena itu, perhitungan-perhitungan yang dilakukan untuk memperoleh nilai ekonominya juga harus melalui metode tersendiri, karena tidak ada nilai pasarnya (non-market value). Metode perhitungan yang digunakan

9 dalam pengukurannya berbeda dengan menghitung nilai pemanfaatan langsung yang memiliki nilai pasar (market value), seperti ikan, kayu, burung, dan beragan manfaat sumberdaya alam lainnya. Dengan demikian, untuk menghitung nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata di TWA Laut Pulau Weh, didekati dengan mengetahui tingkat keinginan membayar dari konsumen/wisatawan/pengunjung yang berkunjung ke kawasan tersebut. Dengan kata lain, besaran biaya yang dikeluarkan oleh seorang pengunjung untuk melakukan kegiatan pariwisata di TWA Laut Pulau Weh dapat dijadikan sebagai proxy untuk mengetahui nilai ekonomi yang dimiliki oleh TWA Laut Pulau Weh tersebut. Berdasarkan gambaran dan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pemasalahan-permasalahan sebagai berikut : 1). Berapa nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh berdasarkan analisis biaya perjalanan pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke sana? 2). Selanjutnya, bagaimana rumusan dan prioritas kebijakan pengelolaan dalam rangka pengembangan TWA Laut Pulau Weh ke depan berdasarkan analisis nilai ekonomi yang ada? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah : 1). Mengetahui nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh berdasarkan analisis biaya perjalanan yang dikeluarkan/dihabiskan pengunjung atau wisatawan selama berkunjung ke lokasi wisata tersebut. 2). Merumuskan sekaligus menentukan prioritas kebijakan pengelolaan dalam rangka pengembangan TWA Laut Pulau Weh agar wisatawan yang berkunjung dapat meningkat, baik dalam jumlah maupun frekuensinya pada masa mendatang. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam : 1). Memberikan informasi mengenai karakteristik pengunjung dan objek daya tarik wisata yang ada di TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang. 2). Mendapatkan gambaran tentang adanya nilai ekonomi dari TWA Laut dari aspek perjalanan yang dilakukan oleh pengunjung atau wisatawan.

10 3). Memperkenalkan teknik valuasi tidak langsung terhadap nilai ekonomi sumberdaya alam. 4). Menghasilkan rumusan dan prioritas kebijakan pengelolaan dalam rangka pengembangan TWA Laut Pulau Weh secara berkelanjutan. 1.5. Kerangka Pemikiran Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan di Kota Sabang. Hal ini didasarkan pada potensi sumberdaya alam yang memiliki daya tarik wisata yang sangat tinggi berupa keindahan bawah laut, pantai, dan panorama alam pengunungan yang terdiri atas hutan lindung yang masih terjaga dengan baik. Kegiatan pariwisata telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap perekonomian Kota Sabang yang dapat dilihat dari persentase kontribusi dalam PDRB Kota Sabang yang mencapai rata-rata 8,36% per tahun selama 1999-2003. Untuk jumlah kunjungan wisatawan, selama enam tahun terakhir (2000-2005), jumlah wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Kota Sabang rata-rata mencapai 76.523 orang per tahun. Salah satu objek wisata yang paling menarik dan ramai dikunjungi oleh wisatawan adalah TWA Laut Pulau Weh yang memiliki keindahan alam bawah laut dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Selama ini, pengelolaan TWA Laut ini masih belum dilakukan secara profesional dan keragaan nilai ekonomi yang terkandung atau yang ada belum diketahui. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan penghitungan nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh yang didekati dengan menganalisis biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung atau wisatawan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Travel Cost Methode sebagai salah satu teknik pengukuran nilai ekonomi dari sumberdaya alam yang tidak memiliki nilai pasar. Dalam analisisnya, nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh diperoleh melalui proxy tingkat keinginan membayar dari pengunjung berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk sampai ke TWA Laut Pulau Weh dan untuk kembali ke tempat tinggal tetap pengunjung serta seluruh biaya yang dihabiskan selama berada di lokasi kunjungan. Setelah diperoleh besaran nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh berdasarkan analisis biaya perjalanan, langkah selanjutnya adalah merumuskan kebijakan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh ke depan yang mengacu kepada prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Analisis kebijakan ini pada prinsipnya untuk

11 menentukan langkah-langkah pengelolaan TWA Laut Pulau Weh yang tepat berdasarkan berbagai kriteria (multikriteria), yang meliputi aspek ekonomi, sosial, ekologi, politik, geografi, dan teknis. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Multi Criteria Decision Making (MCDM). Dalam analisis MCDM, pendekatan yang digunakan sebagai fungsi agregasi dalam perhitungannya adalah Weighted Sum Methode (WSM) atau Metode Penjumlahan Bobot sebagai alat analisis (tool analyze) yang didasarkan pada keragaan fisik dan non-fisik serta permasalahan lainnya yang ada pada TWA Laut Pulau Weh. Kerangka pemikiran dari keseluruhan tahapan penelitian ini secara skematis digambarkan dalam diagram alir Gambar 2. Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian