BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau non alcoholic fatty liver

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Metabolisme Karbohidrat. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Tim Pengajar Biokimia

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

VIII. GLIKOLISIS Dr. Edy Meiyanto, MSi., Apt.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

Metabolisme karbohidrat - 4

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,

fosfotriose isomerase, dihidroksi aseton fosfat juga dioksidasi menjadi 1,3- bisfosfogliserat melalui gliseraldehid 3-fosfat.

Metabolisme karbohidrat - 2

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

I. PENDAHULUAN. dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbakar, bahan kimiawi, nutrisi, dan imunologik. 1. superior cavum abdominis, berperan pada berbagai fungsi metabolisme,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN UKDW. HDL. Pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

Karena glikolisis dan glukoneogenesis mempunyai jalur yang same tetapi arahnya berbeda, maka keduanya hams dikendalikan secara timbal balik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

4. PEMBAHASAN 4.1. Formulasi Cookies

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

Oksidasi Asam Piruvat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1995). Selanjutnya pada dua minggu pertama akan terbentuk zygot (individu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab utama kematian di

BAB I PENDAHULUAN. berakibat pada usia harapan hidup yang diiringi oleh pertambahan jumlah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB VI PEMBAHASAN. Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN kematian akibat hipertensi di Indonesia. Hipertensi disebut sebagai. (menimbulkan stroke) (Harmilah dkk., 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2010). Penyakit. secara absolut maupun relatif (Riskesdas, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko yang membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada waluh. Secara umum waluh kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan.

BAB I. PENDAHULUAN. orang pada tahun 2030 (Patel et al., 2012). World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

PENDAHULUAN mg/dl. Faktor utama yang berperan dalam mengatur kadar gula darah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak. yang ditandai peningkatan salah satu atau lebih dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seimbangkan Kadar Gula Darah Anda Sekarang

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan dalam jumlah kecil karena memiliki tingkat kemanisan yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, sebagian besar produk makanan dan minuman mengandung pemanis. Salah satu pemanis yang sering digunakan berasal dari fruktosa dalam bentuk HFCS. HFCS banyak digunakan dalam berbagai produk makanan maupun minuman seperti soft drink, pastries, cookies, gums, jelly, dessert yang banyak digemari masyarakat khususnya dikalangan anak-anak. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh U.S. Food and Drug Administration, data USDA menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi pemanis HFCS per kapita yang signifikan dari tahun 1970-1999, yang memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan obesitas dan diabetes. Hal tersebut diduga akibat tingginya konsumsi fruktosa (Prahastuti, 2011, Bantle, 2009, U.S. Department of Agriculture and Economic Research Service, 2007). Fruktosa merupakan suatu gula sederhana yang banyak digunakan sebagai pemanis dan sering dijumpai dalam komposisi berbagai produk makanan maupun minuman. Secara alami, fruktosa juga banyak terkandung dalam buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan madu. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa yaitu pemanis yang terdapat dalam bahan alami seperti tebu atau bit dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Fruktosa memiliki rasa yang lebih manis daripada glukosa dengan harga yang relatif murah. Sekitar sepertiga dari fruktosa berasal dari buah-buahan, sayuran, dan sumber alam lainnya, dan dua pertiga ditambahkan ke minuman dan makanan dalam bentuk HFCS (Bantle, 2009, Prahastuti, 2011). 1

HFCS merupakan pemanis dengan kandungan fruktosa lebih besar daripada glukosa yang digunakan oleh industri makanan dan minuman sebagai pemanis. Pada umumnya perbandingan antara fruktosa dan glukosa yang digunakan dalam HFCS adalah 55% : 45%. Pemanis ini banyak dipakai dalam berbagai produk-produk makanan maupun minuman, namun industri minumanlah yang paling sering menggunakan pemanis HFCS seperti soft drinks karena minuman ringan telah menjadi kebutuhan umum bagi setiap orang yang memiliki aktivitas yang cukup tinggi. Sejak tahun 1977 hingga dengan tahun 1997, konsumsi soft drink oleh orang dewasa di Amerika meningkat sebesar 61% dan 25% dari total kebutuhan energi per hari pada satu dari empat anak berasal dari pemanis makanan. Dengan kata lain, kebanyakan pemanis yang kita konsumsi sehari-hari berasal dari campuran fruktosa dan glukosa dalam bentuk gula pasir atau berupa fruktosa asli dalam bentuk kue-kue, biskuit, coklat, dan soft drinks. Oleh sebab itu, tingginya penggunaan fruktosa sehari-hari ditengarai dapat berdampak buruk bagi kesehatan (Prahastuti, 2011, Bantle, 2009). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, sejak tahun 1986 oleh Food and Drug Administration, pada awal observasi HFCS dianggap aman untuk digunakan sebagai gula pemanis bagi penderita diabetes, namun hasil penelitian berikutnya menunjukkan bahwa konsumsi fruktosa 15-20% diet (60-70 g fruktosa setiap hari) pada pria selama lebih dari 2 minggu menunjukkan peningkatan kadar trigliserida puasa, sedangkan penelitian lain menunjukkan bahwa konsumsi fruktosa yang berlebihan (melebihi 25% kebutuhan energi perhari atau setara dengan 85 g fruktosa) akan menyebabkan peningkatan prevalensi sindrom metabolik seperti dislipidemia, obesitas, hipertensi, hiperurikemia, dan diabetes melitus tipe II akibat terjadinya resistensi insulin, sehingga akan 2

berpengaruh terhadap berbagai organ tubuh seperti otak, pembuluh darah, ginjal, sel adiposit dan hepar (Prahastuti, 2011, Kimber et al., 2008). Adanya kontroversi mengenai konsumsi tinggi fruktosa mendorong dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan komposisi fruktosa tinggi yaitu 60% jika dibanding dengan konsumsi gula pada manusia yang berkisar antara 10-20% (di Amerika Serikat konsumsi gula diperkirakan sekitar 16% dari konsumsi kalori rata-rata per hari). Penelitian yang dilakukan pada hewan coba dengan pemberian fruktosa 60% dalam diet pada tikus selama 8 minggu menunjukkan terjadi peningkatan pembentukan trigliserida hampir 50% (79,1 mg/dl menjadi 280,1 mg/dl) yang dibandingkan dengan kontrol, sehingga menimbulkan hipertensi, hiperurikemia, hipertrigliseridemia dan peningkatan apo B yang mengandung VLDL (Sanchez-Lozada et al., 2007). Penelitian lain menunjukkan efek fruktosa terhadap leptin dengan membandingkan dua kelompok tikus yang diberi diet 60% fruktosa dan tanpa fruktosa selama 6 bulan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pemberian fruktosa jangka panjang menyebabkan resistensi leptin, dan bila kelompok tersebut diberi makanan bergaya western (tinggi lemak dan tinggi karbohidrat), berat badannya lebih cepat meningkat dibandingkan kelompok tanpa fruktosa (Shapiro et al., 2008). Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa pada manusia sehat yang mengkonsumsi tinggi fruktosa (1,5 g/kgbb) dalam diet selama 4 minggu menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam konsentrasi plasma puasa dari triasilgliserol (36%), VLDL-triasilgliserol (72%), laktat (49%), glukosa (5,5%), dan leptin (48%) (Le et al., 2006). Penelitian lain, mengatakan bahwa konsumsi fruktosa oleh manusia sebanyak 50-150 gram dalam periode kurang dari atau sama dengan 6 jam, maka puncak konsentrasi fruktosa dalam plasma akan menjadi antara 3-11 mg/dl karena 3

sebagian kecil fruktosa tertelan (<1%) tampaknya secara langsung dikonversikan menjadi plasma trigliserida. Selain itu, tingkat oksidasi ratarata fruktosa diet adalah 45,0% (berkisar 30,5-59%) dari dosis tertelan pada subjek normal dalam waktu 3-6 jam. Sedangkan dengan kondisi seperti olahraga, tingkat oksidasi rata-rata fruktosa adalah 45,8% (berkisar 37,562%) dalam waktu 2-3 jam. Ketika fruktosa tertelan bersama dengan glukosa, tingkat oksidasi rata-rata gula campuran meningkat menjadi 66,0% (berkisar 52,2-73,6%) dalam kondisi latihan yang sama (Sun&Empie, 2012). Berdasarkan survei, fruktosa mewakili 25% dari total kebutuhan energi per hari. Walaupun fruktosa tidak bisa secara langsung digunakan sebagai sumber energi, namun fruktosa berperan dalam tahapan pelepasan energi melalui proses glikolisis dalam tubuh. Dimana, dalam tubuh fruktosa akan mengalami proses absorpsi, kemudian beberapa fruktosa yang diserap akan diubah menjadi glukosa. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa pada manusia sehat yang mengkonsumsi fruktosa antara 50-150 gram dalam kurun waktu 3-6 jam, maka tingkat konversi rata-rata dari fruktosa menjadi glukosa adalah 41% (berkisar 29-54%) dalam kondisi normal non-latihan dan kira-kira seperempat dari fruktosa dapat dikonversi menjadi laktat dalam beberapa jam (Sun&Empie, 2012). Setelah mengalami proses absorpsi di usus, fruktosa akan mengalami proses metabolisme di hepar yang melibatkan magnesium. Magnesium berperan sebagai kofaktor dalam pemasukan gugus fosfat dari ATP, yang dikatalisis oleh fosfofruktokinase sehingga mengubah fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6-bisfosfat. Selanjutnya magnesium juga berperan sebagai kofaktor yang mengubah 1,3-bisfosfogliserat menjadi 3- fosfogliserat melalui pembentukan ATP dari ADP dan Pi dengan katalisis fosfogliserat kinase, kemudian 3-fosfogliserat akan menjadi 2-fosfogliserat 4

oleh katalisis fosfogliserat mutase dengan ion magnesium selanjutnya 2fosfogliserat akan diubah menjadi fosfoenolpiruvat oleh enolase dan ion magnesium dengan melepaskan H2O untuk menstabilkan ion enolat, kemudian tahap terakhir dari glikolisis adalah pembentukan piruvat dari fosfoenolpiruvat oleh piruvat kinase dan ion magnesium sebagai kofaktor dalam pelepasan gugus fosfat dalam mensintesis ATP dari ADP, kemudian piruvat akan direduksi membentuk asam laktat oleh laktat dehidrogenase yang dibawa oleh darah ke hati. Di sini asam laktat akan diubah menjadi glukosa kembali melalui serangkaian reaksi dalam suatu proses yaitu glukoneogenesis (pembentukan gula baru). Selain itu, sebagian kecil fruktosa dalam tubuh akan diubah menjadi glukosa, maka glukosa juga akan mengalami metabolisme di hepar, dimana magnesium juga akan mengaktivasi heksokinase untuk mensintesis ATP sehingga glukosa akan diubah menjadi glukosa-6-fosfat yang kemudian akan masuk dalam proses glikolisis sehingga menghasilkan energi. Oleh sebab itu, magnesium sangat penting dalam proses metabolisme fruktosa untuk mensintesis ATP dari ADP. Kehilangan magnesium yang berlebihan dalam urin karena penyakit atau efek samping obat dapat memperburuk defisiensi magnesium (Sun&Empie, 2012, McKee et al., 2003). Menurut survei yang dilakukan oleh Nasional Kesehatan dan Gizi pada tahun 1999-2000 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan resiko kekurangan magnesium pada orang dewasa yang lebih tua yang memiliki asupan makanan rendah magnesium daripada orang dewasa muda. Selain itu, penyerapan magnesium menurun dan ekskresi magnesium di ginjal meningkat pada orang dewasa yang lebih tua (National Institutes of Health, 2009). Selain itu, di Asia kandungan mineral dalam air minum tergolong rendah jika dibandingkan dengan Amerika, Eropa, dan Afrika, sehingga sering terjadi defisiensi magnesium (Ong, 2004). 5

Menurut Rayssiguier (2006), defisiensi magnesium menyebabkan inflamasi yang ditandai oleh leukosit dan aktivasi makrofag, pelepasan sitokin inflamasi, ekspresi protein fase akut dan produksi radikal bebas yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena magnesium bertindak sebagai antagonis kalsium yang akan menurunkan konsentrasi kalium dalam sel dan meningkatkan konsentrasi Na dan Ca dalam sel yang pada akhirnya mengurangi ATP intraseluler karena konsentrasi Mg yang rendah intraseluler membuat kalium keluar sel sehingga menggangu konduksi dan metabolisme sel, dan apabila diet tinggi fruktosa dikombinasikan dengan defisiensi magnesium akan memperkuat efek terjadinya inflamasi dan sindrom metabolik pada tikus, karena kekurangan magnesium memiliki efek pro-inflamasi, sehingga akan meningkatkan resiko terjadinya resistensi insulin dan memberikan kontribusi untuk aspek-aspek lain dari sindrom metabolik seperti hipertensi, dislipidemia, disfungsi endotel sehingga memicu pengumpulan platelet dan peningkatan thrombosis (Rayssiguier et al., 2006). Tingginya penggunaan fruktosa ditengarai menyebabkan gangguan pada fungsi hati, hal ini dinyatakan oleh Jurgen (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tikus yang diberi 15% fruktosa selama 3 bulan tidak menunjukkan perubahan bobot hati secara signifikan, namun evaluasi histologi menunjukkan terjadi peningkatan penyimpanan lemak dalam hati (Jurgens et al., 2005). Adanya akumulasi lemak dalam hati lebih dari 10% dari berat hati itu sendiri, maka sel tidak akan mampu memetabolisme lemak dengan baik sehingga dapat terjadi penimbunan lemak yang menyebabkan degenerasi lemak, dan apabila berlangsung cukup lama akan menyebabkan sel tidak dapat menjalankan fungsinya sehingga terjadi kematian sel (nekrosis dan apoptosis) (Macfarlane et al., 2000). Hal ini dibuktikan dengan penelitian Ackerman et al., pada tikus jantan Sprague6

Dawley yang diberi tinggi fruktosa 60% dalam diet menunjukkan perubahan patologi hepar pada kondisi kronis akibat terjadi peningkatan sintesis trigliserida yang merupakan hasil metabolisme fruktosa di hati yang menyebabkan NAFLD (Nonalcoholic Fatty Liver Disease) berupa makrovesikular dan mikrovesikular steatosis (Kawasaki et al., 2009). Gangguan pada fungsi hati dapat berupa perubahan patologi hepar yang meliputi pemeriksaan histologi sel hepar yang mengalami degenerasi dan nekrosis, umumnya menggunakan metode pewarnaan hematoksilineosin yang ditandai dengan perubahan bentuk hepatosit dari simetris menjadi lebih besar dan tidak simetris dan terjadi perubahan keberadaan inti sel (Nugraha et al., 2008). Sedangkan peristiwa apoptosis sering dikaitkan dengan protein p53 karena jika terjadi kerusakan DNA maka ATM/ATR kinase akan diaktifkan, sehingga akan mengaktifkan Chk2/Chk1 kinase yang akan memfosforilasi p53. Protein p53 merupakan salah satu protein yang mempengaruhi apoptosis sel karena berperan dalam mengatur tekanan respon sel pada mamalia melalui aktivasi signal apoptosis, transkripsi gen yang meliputi kontrol siklus sel melalui dengan memicu sel untuk melakukan arrest pada perbatasan G1/S dengan menginduksi penghambat CDK (cyclin dependent kinase) sehingga fase G1 berhenti, sebagai mediator Bcl-2 untuk mencegah kerusakan DNA dan apoptosis untuk mencegah terjadinya proliferasi sel yang menyimpang. Oleh sebab itu, p53 dipilih sebagai penanda yang memacu terjadinya apoptosis sel dengan melihat peningkatan ekspresi protein p53 pada sel hepar (Amudson et al., 1998, Syaifudin, 2007, Sukamdi et al., 2010, Bartek and Lukas, 2001). Penelitian dan berbagai kasus yang berhubungan dengan diet tinggi fruktosa rendah magnesium terhadap organ khususnya hepar tikus jantan wistar, maka dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui sejauh mana perubahan gambaran histologi hepar tikus dalam kondisi subkronis hingga 7

menimbulkan kematian sel karena efek pemberian tinggi fruktosa 60% dalam diet yang dikombinasikan dengan rendah magnesium selama 2 bulan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dari penelitian ini, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Apakah diet tinggi fruktosa rendah magnesium dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pada hepar tikus wistar jantan? 2. Apakah diet tinggi fruktosa rendah magnesium dapat menyebabkan terjadinya peningkatan apoptosis yang ditandai dengan ekspresi p53 pada sel hepar tikus wistar jantan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek diet tinggi fruktosa rendah magnesium terhadap nekrosis dan apoptosis yang ditandai dengan peningkatan ekspresi p53 pada sel hepar tikus wistar jantan. 1.4 Hipotesis 1. Diet tinggi fruktosa rendah magnesium dapat menyebabkan terjadinya nekrosis, jika dibandingkan dengan kondisi normal pada sel hepar tikus wistar jantan. 2. Diet tinggi fruktosa rendah magnesium dapat menyebabkan terjadinya peningkatan apoptosis dengan melihat peningkatan ekspresi p53 pada sel hepar tikus wistar jantan. 8

1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat keilmuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang sejauh mana perubahan histopatologi pada hepar tikus baik secara makroskopis maupun mikroskopis setelah pemberian fruktosa 60% dalam diet yang dikombinasikan dengan rendah magnesium selama 2 bulan (kondisi subkronis). 2. Manfaat untuk masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang dampak konsumsi fruktosa secara berlebihan terhadap kesehatan manusia yang dilihat dari perubahan histopatologi hepar tikus. 9

1.6 Kerangka Teoritis Minuman ringan Kofaktor Magnesium Glikolisis Glukoneogenesis Buahbuahan Gula, madu Fruktosa Energi Fase G2 Fase Sintesis (S) Siklus Sel Fase Mitosis (M) Fase G1 Keterangan: Pengaruh Asosiasi Tahapan siklus sel Meningkatkan 10