I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Strategi perencanaan pembangunan nasional by Firdawsyi nuzula

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

BAB I P E N D A H U L U A N

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMBELAJARAN DARI PERENCANAAN PENYEDIAAN LAYANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN.

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang positif, tercapainya pelaksanaan infrastruktur,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N I - 1

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan desa adalah

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2015

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA.

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN (RKPK) ACEH SELATAN TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I P E N D A H U L U A N

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. bottom-up learning.

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan terjadinya perubahan secara total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok sosial untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual. Partisipasi publik dalam kebijakan pembangunan di negara-negara yang menerapkan demokrasi termasuk di Indonesia bukanlah hal yang baru. Sebagai suatu konsep dan praktek pembangunan, konsep partisipasi baru dibicarakan pada tahun 60-an ketika berbagai lembaga internasional mempromosikan partisipasi dalam praktek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Di Indonesia, landasan hukum pelaksanaan partisipasi masyarakat adalah UUD 1945 yang menyebutkan bahwa partisipasi adalah hak dasar warga negara, dan partisipasi politik sebagai prinsip dasar demokrasi.

2 Presiden Suharto sejak tahun 1966 menerapkan konsep partisipasi masyarakat dalam program pembangunan dan sesuai dengan paradigma pemerintahan orde baru yang sentralistik, seluruh kebijakan pembangunan dilakukan secara topdown. Inisiatif dalam menetapkan kebijakan pembangunan berasal dari atas (pejabat berwenang) tanpa melibatkan masyarakat dan stakeholder lainnya. Masyarakat dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan terutama dalam membantu dana maupun tenaga. Pada saat itu partisipasi dipandang sebagai proses mobilisasi yaitu penggerakkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Meskipun model ini memiliki keunggulan karena pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan secara cepat, namun kelemahan yang dijumpai adalah masyarakat sering merasa tidak memiliki dan tidak merasakan manfaat dari kegiatan pembangunan itu. Sistem pemerintahan yang sentralistik di masa orde baru menyebabkan terabaikannya aspirasi dan kreatifitas masyarakat lokal dan daerah, karena terjadi pembatasan terhadap kemampuan atau keberdayaan dari masyarakat daerahdaerah serta masyarakat lokal. Pembatasan ini dilakukan secara sistematis oleh pemerintah pusat dan selanjutnyaberimplikasi pada pembangunan yang tidak sesuai (incompatible) dengan kebutuhan masyarakat di daerah. Orde Reformasi melahirkan konsep otonomi daerah dan konsep pembangunan yang terdesentralisasi dalam bentuk pola pembangunan bottom-up. Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip

3 demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten/kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Sehingga diharapkan penerapan konsep desentralisasi dapat mengatasi kesenjangan pembangunan daerah, pemerataan pembangunan serta dalam bentuk yang lebih opersional adalah maksimalisasi program-program penanggulangan kemiskinan Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Kabupaten Mesuji sebagai salah satu daerah otonom baru di Provinsi Lampung.

4 Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Selain undang-undang nomor 32 tahun 2004, peraturan yang secara sektoral memberikan ruang bagi partisipasi publik diantaranya undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Peraturan tersebut pada intinya memberikan ruang yang sangat luas pada partisipasi masyarakat dalam menentukan kebijakan publik dan implementasinya. Perlunya keterlibatan masyarakat ini dianggap sangat penting, karena pembangunan yang terlalu menekankan peranan pemerintah birokrasi (bercirikan top down) mendapat kritikan tajam, karena kurang peka terhadap kebutuhan lokal. Pelaksanaan pembangunan yang mengutamakan masyarakat dalam pelaksanaan program-program pembangunan, berarti memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengarahkan sumber daya, potensi, merencanakan serta membuat keputusan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan pembangunan. Perencanaan pembangunan di daerah, khususnya di level desa dan kecamatan masih mengalami banyak kendala dan kelemahan. Sebagai contoh, ketika pelaksanaan perencanaan pada program PNPM-Mpd, banyak tahapan musyawarah-musyawarah yang harus dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, walaupun output yang dihasilkan relatif sama antara tahun berjalan dengan tahun

5 berikutnya, sehingga kondisi ini berdampak terhadap kejenuhan masyarakat untuk hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan musyawarah. Masyarakat berpikir percuma hadir dalam musyawarah, yang dibahas atau diusulkan itu-itu saja, selagi yang diusulkan belum terpenuhi, maka usulan masyarakat akan tetap terus disampaikan. Selain musyawarah perencanaan di PNPM-Mpd, masyarakat juga sering diundang dalam musyawarah perencanaan reguler (musyawarah perencanaan pembangunan desa/ Musrenbangdes dan musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan/ Musrencam). Kemudian pada program lain, baik program skala nasional maupun daerah, masyarakat kembali diundang untuk melakukan musyawarah perencanaan pembangunan. Tingginya intensitas musyawarah-musyawarah perencanaan mencerminkan bahwa pola perencanaan yang ada di daerah, khususnya di desa belum efektif bahkan kadangkala sering tumpang tindih. Masalah lain adalah tidak terpadunya usulan kegiatan antara usulan yang didanai APBD dengan usulan kegiatan yang bersumber dari biaya-biaya lainnya, sehingga sering ditemui kasus, usulan yang sama, diusulkan pada dua sumber pembiayaan. Misalkan, desa A mengusulkan kegiatan pembangunan jalan, diusulkan ke PNPM-MPd dan diusulkan juga pada sumber pembiayaan APBD. Seandainya usulan desa A tersebut disetujui baik di PNPM maupun APBD, maka kondisi ini dianggap melanggar ketentuan karena double anggaran. Konsekuensinya adalah, salah satunya harus membatalkan kegiatan tersebut. Respon terhadap berbagai kelemahan tersebut memunculkan kebutuhan untuk mengintegrasikan sistem pembangunan yang lebih terpadu dan partisipatif,yaitu

6 dengan mengintegrasikan seluruh tahapan perencanaan program-program yang ada di desa dan kecamatan kedalam sistem pembangunan Reguler. Hal ini mendorong Pemerintah meluncurkan Pilot Project Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP ). Tujuan Umum P2SPP adalah untuk mengintegrasikan model sistem pembangunan partisipatif ke dalam sistem pembangunan daerah. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan keterpaduan antar program/kegiatan penanggulangan kemiskinan di daerah, kemudian meningkatkan keterpaduan pembangunan dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian oleh masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah. Kemudian tujuan yang lain adalah meningkatkan keterlibatan serta penguatan kapasitas masyarakat, terutama kelompok miskin dalam pengelolaan pembangunan daerah, meningkatkan kapasitas lembaga kemasyarakatan dan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan berkelanjutan, mengintegrasikan model pembiayaan bantuan langsung masyarakat ke dalam sistem penganggaran pemerintah daerah dan desa, meningkatkan pendampingan masyarakat oleh pemerintah daerah melalui pendayagunaan setrawan. Keterlibatan kalangan perempuan dalam partisipasi perencanaan pembangunan juga menjadi isu yang penting dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif. Selama ini kalangan perempuan hanya dianggap sebagai objek pembangunan. Sekarang, kalangan perempuan harus difasilitasi, sehingga tidak lagi menjadi objek pembangunan, namun mampu menjadi subjek pembangunan, artinya adalah kalangan perempuan juga harus tampil dan mempengaruhi proses pengambilan

7 keputusan, terlibat dalam pelaksanaan pembangunan dan juga ikutserta dalam evaluasi dan pelestarian hasil pembangunan. Sehingga pembangunan yang partisipatif tidak hanya terintegrasi secara kelembagaan, namun juga terintegrasi dari seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan program P2SPP tersebut, Pemerintah Kabupaten Mesuji, DPRD Kabupaten Mesuji dan Fasilitator Kabupaten PNPM Mandiri Perdesaan mengimplementasikan konsep perencanaan partisipatif dan integrasi proses perencanaan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Nomor 09 tahun 2011 Tentang Sistem Pengelolaan Pembangunan Partisipatif Daerah. Perda tersebut merupakan regulasi yang diharapkan dapat memberi arah atau pedoman bagi pemerintah dan masyarakat untuk dapat mensukseskan pembangunan daerah melalui pendekatan partisipatif dengan mengoptimalkan hasil perencanaan masyarakat desa dalam dokumen RPJM desa serta melibatkan masyarakat dalam proses pelaksanaan, pengawasan dan pelestarian hasil pembangunan. Peraturan Daerah Nomor 09 tahun 2011 Tentang Sistem Pengelolaan Pembangunan Partisipatif Daerah memuat tentang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan bahwa setiap orang baik individu maupun kelompok berkewajiban berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan daerah yang teknis pengaturannya diatur dalam petunjuk teknis operasional. Proses yang dilakukan dalam partisipasi yaitu menyampaikan masalah-masalah prioritas yang dihadapi dan dialami masyarakat untuk dikaji menjadi agenda

8 prioritas pembangunan daerah, menyampaikan usul, saran atau aspirasi untuk menjadi agenda prioritas pembangunan daerah, kemudian terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan tentang rencana pembangunan daerah. Penyampaian masalah-masalah, usul dan saran harus disertai dengan alasan-alasan yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkansesuai dengan mekanisme penyaluran aspirasi publik melalui proses musrenbang secara berjenjang. Perda ini mulai diimplementasikan pada tahun 2011. Dalam pelaksanaanya tentu masih mengalami berbagai kendala, karena konsep ini memang sesuatu hal yang baru dalam pola perencanaan pembangunan, sehingga membutuhkan proses sosialisasiyang massif serta kerjasama yang terpadu antar banyak pelaku atau stakeholder. Peneliti tertarik untuk meneliti implementasi Perda Nomor 09 tahun 2011 ini, khususnya dalam hal pengelolaan sistem perencaaan yang partisipatif, karena sangat dimungkinkan ketika Perda ini diterapkan atau diimplementasikan akan terjadi persoalan-persoalan. Sebagai contoh, sejauhmana sosialisasi Perda No 09 tahun 2011 ke seluruh stakeholder. Jika ada ketimpangan pemahaman antara stakholder tentu berdampak terhadap ketidaksinergisan di lapangan. Contoh yang lain, dalam implementasi Perda, dapat terjadi gesekan atau benturan kepentingan antara pihak satu dengan pihak lainnya, karena dengan adanya pembangunan partisipatif, bisa jadi akan ada kepentingan pihak tertentu yang terganggu Kemudian persoalan sumber pembiayaan, jika kegiatan perencanaan dilakukan secara terpadu, maka pembiayaan akan dilaksanakan secara kolektif, kondisi ini

9 dapat berdampak terhadap kerawanan, karena pengelolaan dana dengan setiap stakholder berbeda-beda. Penelitian dilakukan di kecamatan Tanjungraya Kabupaten Mesuji. Alasan kecamatan Tanjungraya yang dijadikan sebagai objek penelitian karena kecamatan ini relatif dekat dengan pusat pemerintahan di kabupaten Mesuji. Penelitian mengenai implementasi Perda ini dibatasi pada implementasi pembangunan partisipatif dalam tahapan perencanaan, yakni pada perencanaan ditingkat dusun/suku, perencanaan ditingkat desa atau yang dalam hal ini di disebut kampung, kemudian perencanaan dalam forum musyawarah kelompok perempuan dan terakhir perencanaan dalam musyawarah tingkat kecamatan. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi rumusan masalah Adalah bagaimana implementasi Perda Nomor 09 Tahun 2011 Tentang Sistem Pengelolaan Pembangunan Partisipatif Daerah serta kendala-kendala yang dihadapi? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis implementasi Perda Nomor 09 Tahun 2011 Tentang Sistem Pengelolaan Pembangunan Partisipatif Daerah dengan pendekatan teori implementadi kebijakan serta kendala-kendala yang dihadapi.

10 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis, hasil penelitian dapat menambah pengetahuan dan kajian ilmu pemerintahan khususnya dalam hal kebijakan perencanaan partisipatif yang dewasa ini menjadi model pembangunan di berbagai daerah. b. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi Pemerindah Daerah Kabupaten Mesuji dan program pembangunan di daerah dalam mengevaluasi pelaksanaan Perda Nomor 09 tahun 2011 yang sudah berjalan.